Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129347 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sugiri
"Dengan tujuan mencari jawaban atas permasalahan hipotetik : ada hubungan antara kapasitas fungsional dengan ketahanan hidup pada penderita infark miokard akut, uji latih jantung "Symptom Limited" dilakukan terhadap 100 penderita infark miokard akut yang telah mengikuti semua program mobilisasi. Uji dilaksanakan dengan menggunakan sepeda ergometer pada sa at penderita akan dipulangkan. Evaluasi ulang dengan kwesener dilakukan dalam waktu 3 tahun setelah penderita terakhir melaksanakan ULJ. Dari 100 penderita yang terlibat dalam penelitian hanya 69 orang yang dapat dievaluasi ulang, terdiri atas 67 orang lai-laki dan 2 orang perempuan. Sebagian besar dari penderita mampu bertahan hidup >36 bulan, sedangkan yang dapat bertahan antara 13-36 bulan 5 penderita (7.2%) dan yang antara 1-2 bulan sebanyak 2 penderita (2.9%).
Kedua penderita tersebut masing-masing mempunyai kapasitas 2.05 METs dan l.90 METs. Dengan analisa multivariat didapatkan hubungan yang bermakna antara kapasitas fungsional ULJ dengan ketahanan hidup penderita selama 1 tahun pasea infark (p < 0.05) sedangkall untuk tahun tahun selanjutnya tidaklah demikian (p>0.05). Dengan kata lain hipotesa penelitian masih dapat diterima. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kapasitas fungsional ULJ pada saat dipulangkan dengan ketahanan hidup pada penderita infark miokard akut.
Faktor lain yang juga mempengaruhi ketahanan hidup penderita adalah gagal jantung yang terjadi pada saat penderita dalam perawatan (p<0.05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bambang Sujoko
"ABSTRAK
Penderita pasca IMA yang menunjukan elevasi segmen ST pada ULJB akan mendapat serangan koroner cukup besar berkisar 75% - 84% dan mempunyai gambaran klinik berupa infark anterior yang leas.
Insidensi untuk terjadi elevasi segmen ST pada ULJB bervariasi 2 - 3,5% ada pula yang mendapatkan 14 - 51% , sedangkan kematian tertinggi terjadi pada 6 bulan setelah IMA. Untuk menguji pernyataan tersebut dilakukan penelitian secara
retrospektip dan prosfektip pada penderita IMA yang masuk di R.S. Jantung Harapan Kita Jakarta dalam periode Nopember 1985 - Agustus 1988 dengan tujuan penelitian melihat serangan koroner berupa kematian, payah jantung,IMA dan angina berulang yang terjadi dalam periode tindak lanjut (" follow up ") 10 bulan.
Insidensi elevasi segmen ST pada ULJB pada penelitian ini didapat 14,81% dan didominasi 79,2% infarct anterior. Kelompok yang diteliti 19 penderita dengan hasil ULJB elevasi segmen ST , kelompok kontrol 12 penderita dengan hasil ULJB depresi segmen ST, kedua kelompok ini berlatar belakang infark anterior dan beralamat di Jakarta.
Variahel kedua kelompok ini jenis kelamin sama serta usia juga tidak berbeda bermakna kelompok yang diteliti berusia rata-rata 52,55 ± 6,58 tahun, sedang pada kelompok kontrol, berusia rata-rata 53,79 ± 8,05 tahun, faktor resiko juga tidak berbeda, lama ULJB yang dicapai juga tidak berbeda bermakna kelompok yang diteliti lama ULJB rata-rata 7,11 ± 2,98 menit sedang kelompok kontrol 7,83 ± 5,6 menit, denyut jantung yang dicapai juga tidak berbeda bermakna pada kelompok yang diteliti denyut jantung rata-rata 134,17 ± 13,47 / menit kelompok kontrol 123,17 ± 20,12 / menit.
Nilai ensim kreatinin kinase saat masuk rumah sakit pada kelompok yang diteliti adalah sangat tinggi dan berbeda bermakna dibanding kelompok kontrol yang menunjukan infark luas.
Pada tindak lanjut selama 10 bulan didapatkan serangan koroner hanya pada kelompok yang diteliti 31,5% dengan kematian pada 2 penderita .
Karena itu perlu dilakukan koroner angiografi pada penderita pasca IMA yang menghasilkan elevasi segmen ST pada ULJB guna pertimbangan Bedah pintas koroner atau medikamentosa.
"
1989
Tpdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ernawati
"Keperawatan sehagai suatu profesi dituntut untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat untuk mengimplementasikan proses keperawatan diperlukan komunikasi sehingga informasi yang disampaikan dapat dipahami dan diaplikasikan oleh klien yang akan membantu perubahan perilaku klien kearah yang positif dan akan mempengaruhi hasil pelayanan kesehatan yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif sederhana dengan cara menyebarkan kuesioner pada klien yang dirawat di Gedung II Lantai III RS Jantung Harapan Kita Jakarta.
Setelah dilakukan pengumpulan dan pengolahan data terhadap 20 responden didapatkan hasil sebagai berikut : dari ll item pertanyaan mengenai kepatuhan klien yang menjalani imobilisasi axea pemasangan paska kateterisasi jantung 85 % klien berada pada rentang nilai 26-40 yang berarti bahwa klien patuh dalam menjalani imobilisasi area pemasangan paska kateterisai jantung, Secara rata-rata seluruh jawaban responden memperoleh nilai 35,25 yang juga berarti bahwa rata-rata klien patuh dalam menjalani imobilisasi area pemasangan paska kateterisasi jantung. Sehingga dapat disimpulkan bahwa informasi yang diberikan dapat rneningkatkan pengetahuan klien yang akan menyebabkan klien mematuhi tindakan keperawatan yang telah ditetapkan."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2001
TA5031
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A. Wasid
"Telah diteliti secara prospektif mengenai perbandingan gambaran klinik awal infark miokard akut (IMA) dan beberapa hubungan di antaranya, pada 2 grup pasien IMA waktu masuk di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita (RSJHK) dan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada periode tertentu, tahun 1986. Grup I terdiri dari 30 pasien IMA usia lebih dari 60 tahun (usia rata rata 67,4 ± 6,9 tahun) yang selanjutnya disebut grup studi, dengan 45 pasien IMA usia kurang dari
60 tahun (usia rata rata 49, 6 ± 7.6 tahun) yang selanjutnya disebut grup kelola.
Hasilnya menunjukkan bahwa keluhan sakit dada tidak khas lebih banyak terdapat pada grup I daripada grup II dengan perbedaan yang bermakna yaitu 83.3% berbanding 2.2% (p< 0.001), sedangkan keluhan sakit dada khas IMA lebih banyak pada grup II daripada grup I dan perbedaannya juga bermakna, yaitu 13.3% berbanding 97.8% (p<0.001). Ternyata keluhan sakit dada tidak khas tersebut tidak ada hubungan dengan Diabetes Melitus (DM), tetapi ada hubungan yang bermakna dengan usia, yakni makin lanjut
usia maka makin tidak khas sakit dadanya (p< 0.0007).
Pada usia lanjut terdapat hubungan yang bermakna antara keluhan lemas dengan timbulnya gangguan sistim hantaran jantung (p< 0.002), dan antara DM dengan meningkatnya jumlah kematian pasien (p < 0.002).
Akhirnya dapat disimpulkan, bahwa gambaran klinik awal IMA pada usia lanjut mempunyai beberapa perbedaan yang bermakna dengan IMA usia muda, mengenai gejala dan tanda klinik, maupun hubungannya dengan perjalanan penyakitnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthalib Abdullah
"[, Penelitian ini bertujuan untuk mencari korelasi antara
pola perubahan kadar Mg plasma dan K serum terhadap
timbulnya GIJ pada IMA. Jumlah sampel yang memenuhi kreteria penelitian sebanyak 28 orang yang terdiri dari 24 orang pria dan 4 orang wanita. Penderita IMA yang mengalami GIJ selama perawatan di ICCU RSCM sebesar 70%. GIJ yang terjadi dapat berupa gangguan konduktifitas (kelompok I) dan gangguan iritabilitas (kelompok II), sedang 30% irama sinus (kelompok III).

This study aims to find a correlation between
pattern of changes in plasma Mg and K levels of serum to
the emergence of GIJ at IMA. The number of samples that met the research criteria was 28 people consisting of 24 men and 4 women. IMA patients who experience GIJ during treatment at ICCU RSCM is 70%. GIJ that occurs can be in the form of conductivity disorders (group I) and irritability disorders (group II), while 30% of sinus rhythms (group III).]
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, [1990, 1990]
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lies Dina Liastuti
"Penelitian ini meneliti tentang selisih antara tagihan dengan klaim yang dibayar oleh para penjamin biaya kesehatan terhadap pelayanan kasus Infark Miokiard Akut di RSJPDHK serta selisih antara tagihan dengan klaim menggunakan tarif INA-CBG`s. Tujuan dari penelitian adalah untuk dapat memperoleh data karakteristik, mutu layanan dan permasalahan biaya dan pembayaran klaim terhadap RS oleh para penjamin/pembayar. Penelitian ini mendapatkan 5472 pasien Infark Miokard Akut selama periode 1 Januari 2009 sampai 31 Desember 2012 terdiri dari laki laki 81,5% dan perempuan 18,5%, rata-rata usia 56,3 tahun rentang usia yang lebar (21-97 th vs 26-96 th). Sebagian besar berasal dari DKI Jakarta (51%), Tingkat keparahan I 46%, Tingkat II 47,4%, dan Tingkat III 5,9%. Lebih dari separuh pasien (54,64%) mendapat tatalaksana intervensi PTCA atau bedah jantung (CABG), sedangkan 44,54% pasien dirawat tanpa tindakan intervensi non bedah maupun bedah. Penelitian mendapatkan 43,7% pasien dengan jaminan Askes, dan hanya 2,9 % dijamin dengan Jamkes yang dibayar dengan sistem INA-CBG`s. Lama rawat pasien rata rata 7,71±6,30 hari, 87,8, % keluar RS dengan status sembuh. Kesimpulan : Mutu layanan IMA di RSJPDHK tidak dibedakan berdasarkan jenis penjamin, dan adanya selisih antara tagihan RS dengan klaim yang dibayar oleh para penjamin berhubungan secara bermakna dengan kode diagnosis, jumlah tindakan sekunder, lama rawat dan tingkat keparahan penyakit. Penelitian mendapatkan nilai selisih dalam simulasi perhitungan antara tagihan terhadap klaim dengan sistem INA-CBG`s.

The Study examined the differences between the published rates and the CBG rates among patients with acute myocardial infarction (AMI) in National Cardiovascular Center (NCC) Harapan Kita. The purpose of this study is to examine whether there is quality and other differences among AMI patients paid by difference payers and payment levels. This study analyzed medical records of patients with AMI during the period of January 1, 2009 until December 31, 2012. The study found 5,472 patients with AMI consisting of 81.5% males and 18.5% females with the mean age of 56.3 years (range between 21-97 years vs. 26-96 years). Most of the patients were from Jakarta (51%). On severity levels, 46% patients were in severity level I, 47.7% severity level II, and 5.9% level III. More than half (54.6%) patients were treated with intervention (PTCA) or surgical procedures (CABG), while 44.4% patients were treated conventionally. We found that 43.7% of patients were covered by Askes, and only 2.9% were Medicaid (Jamkesmas) that were paid on DRGs. The average length of stays was 7.7 days and 87.8% were discharged in a good recovery. There was no difference in quality of treatment by difference payers or payment system although there was significant discrepancy in charges among difference payers. This differences in charges were associated differences in diagnoses, the number of secondary procedures, length of stays, and severity of the cases. It is concluded that the doctors provided the same quality of services among AMI patients, regardless of payers` status or charges."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T36106
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Siswanti E
"Aterosklerosis bersama trombosis merupakan dua faktor penting terjadinya infark miokard. Beberapa faktor resiko konvensional seperti hipertensi diabetes mellitus, obesitas dislipidemia, merokok serta riwayat keluarga berperan untuk terjadinya infark miokard, tetapi ternyata 25% - 50% kejadian infark miokard tak bisa diterangkan dengan faktor resiko tersebut, Faktor resiko kejadian iskemik akut lainnya telah ditemukan berdasarkan studi epidemiologis yaitu: fibrinogen, penghambat aktivator trombosit I, lipoprotein a, antibodi antikardiolipin, antikoagulan lupus, lekosit dan viskositas darah Antibodi antifosfolipid yang antara lain terdiri dari antibodi antikardiolipin (ACA) dan antikoagulan lupus (LA), mempunyai hubungan erat dengan trombosis. Antibodi antikardiolipin yang terdiri dari isotype IgG, IgM, dan IgA, merangsang terjadinya trombosis dengan menghambat aktivasi protein C, mengikat fosfolipid membran trombosit serta menghambat produksi prostasiklin oleh sel endotel, sehingga timbul peningkatan agregasi trombosit, vasospasme, peningkatan aktivasi koagulasi dan akhirnya menimbulkan trombus. prospektif terhadap 46 penderita infark Telah dilakukan penelitian miokard usia muda ( laki laki < 55 tahun, perempuan < 65 tahun) di Rmah Sakit Jantung Harapan Kita, untuk melihat kadar ACA. Didapatkan peninggian ACA pada 13 penderita (28,3% ), dimana pada 8 penderita isotype IgG yang tinggi, 5 penderita isotype IgM yang meninggi dan tidak ada satupun yang meninggi keduanya. Tidak terdapat perbedaan antara kelompok ACA tinggi dan ACA normal dalam usia, faktor resiko, kadar HDL, LDL dan trigliserid, sedang nilai kolesterol total dan IgG ACA serta IgM ACA berbeda bermakna (p<0,05) Dalam pemantauan kejadian reinfark miokard, angina pektoris tak stabil atau meninggal yang dilakukan selama 10 16 bulan, didapatkan pada kelompok ACA normal 3 orang ( 9,7% ) dan pada kelompok ACA tinggi 3 orang (28,3%) Hasil ini menunjukkan kadar ACA yang lebih tinggi pada penderita infark menunjukkan kecenderungan yang lebih besar untuk terjadinya reinfark dan kematian, dan dapat menunjukkan prognosis pasca infark (RR = 2,54, p>0,05). Selanjutnya, untuk mendapat informasi lebih baik perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan pemeriksaan titer ACA dilakukan secara serial."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T57291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Katrina Ruth Ulima
"Intervensi koroner perkutan primer (IKPP) merupakan pilihan utama terapi repefusi pada infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMAEST) dan obstruksi mikrovaskular (OMV) merupakan salah satu komplikasi yang sering terjadi pada IKPP. Osteoprotegerin (OPG) merupakan tumor necrosis factor receptor yang konsentrasinya meningkat pada pasien IMA-EST. Studi yang menganalisis hubungan konsentrasi serum OPG dengan luasnya infark masih sangat terbatas.
Metode. Tiga puluh enam pasien yang menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP) pada bulan September hingga November 2013, direkrut secara konsekutif pada studi potong lintang ini. Dilakukan analisis hubungan antara konsentrasi serum OPG sebelum IKPP dengan hs-trop T 24 jam pasca IKPP.
Hasil. Analisis bivariat menunjukkan hubungan antara konsentrasi serum OPG dengan hs-trop T (r = 0.41, p =0.015). Analisis multivariat konsentrasi serum OPG dan onset nyeri mempengaruhi luas infark (indeks kepercayaan 5.15 – 49.19, p =0.017 dan indeks kepercayaan 2.56 - 15.28, p = 0.005).
Kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan antara konsentrasi serum osteoprotegerin saat masuk dengan luas infark miokard yang diukur dengan hs-trop T pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP.

Primary percutaneous coronary intervention (PPCI ) is the preferred option for reperfusion therapy in acute ST-elevation myocardial infarction (STEMI) patients and microvascular obstruction (MVO) is one of the complication that might occurred during PPCI. Osteoprotegerin (OPG) is a tumor necrosis factor receptors that may increased in STEMI patients. Studies that analyze the relationship between serum concentrations of OPG with the extent of infarction are still very limited.
Method. Thirty six patients underwent PPCI were enrolled in this cross sectional study during September to November 2013. We analyzed the relationship between serum concentrations of OPG before PPCI with the level of hs-trop T measured 24 hours after PPCI.
Results. Bivariate analysis showed a significant correlation between serum osteoprotegerin concentration and hs-trop T (r=0.41, p=0.015). Multivariate analysis showed significant correlation between the extent of infarction with both onset of pain (confidence interval 2.56-15.28, p=0.005) and serum osteoprotegerin concentrations (confidence interval 5.15-49.19, p= 0.017).
Conclusion. This study showed that serum osteoprotegerin concentration have a significant relationship to the extent of infarction measured with hs-trop T in acute STEMI patients underwent PPCI.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Melati
"Latar belakang dan tujuan: Penyakit jantung koroner merupakan penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah baik di negara maju maupun negara berkembang. Prevalensi infark miokard juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini selain disebabkan oleh faktor risiko konvensional, juga dipengaruhi oleh faktor pekerjaan. Upaya pengendalian bam ditujukan pada iinktor-faktor risiko konvensional. yang sudah diketahui jelas pengaruhnya, sedangkan faktor pekexjaan yang menimbulkan job strain masih belum diperhatikan, padahal job strain dapat menimbulkan stres kerja yang akan berdampak pada terjadinya infark miokard. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara job strain dan faktor risiko lainnya dengan terjadinya infark miokard pada pekerja.
Metode: Desain penelitian ini adalah kasus kontrol dengan jivquency matching 1:1 menurut umur. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner data umum yang meliputi karakteristik demografi, faktor risiko konvensional, karakteristik pekerjaan, dan kuesioner demand- control (ICQ) untuk mengukur job strain.
Hasil: Job strain, merokok dan dislipidemia merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan infark miokard. Job sirain meningkatkan risiko infark miokard 6,8 kali lipat (Adj OR 6,80, 95% CI: 2,72 ; l6,98, p = 0,000). Perokok ringan bexisiko I5 kali lipat terhadap teljadinya infark miokard (Adj OR 14,97, 95% CI: 3,17 ; 70,74, p = 0,001), perokok sedang beaisiko 7,7 kali lipat terhadap terjadinya infark miokard (Adj OR 7,72, 95% CI: 273 ; 21,84, p = 0,000), dan perokok berat berisiko 26 kali lipat terhadap terjadinya infark miokard (Adj OR 25,6l, 95% Cl: 5,25 ; 124,88, p = 0,000). Dislipidemia meningkatkan risiko infark miokard 2,8 kali lipat (Adj OR 2,82, 95% CI: 1,07 ; 7,44, p = 0,035). Komponen job strain yang meningkatkan risiko infark miokard adalah job demands yang tinggi (Ad_§ OR 2,44, 95% CI: 1,02 ; 5,85, p = 0,046).
Kesimpulan: Job strain, merokok dan dislipidemia secara bersama-sama berhubungan dengan kejadian infark miokard.

Background and aim: Coronary heart disease is the most tightening disease and still become a problem in the developed and developing countries. The prevalence of myocard infarction is also increasing fiom year to year. Beside the conventional risk factors, it is also influenced by occupational factors. Although job strain can cause stress which would have impact on the occurrence of myocard infarction, the prevention strategies being implemented are just for conventional risk factors. There is still no concern for occupational factors which can also cause job strain. This study was aimed to assess the relationship between job strain and other risk factors with myocard infarction among workers.
Methods: The study design was case - control with frequency matching 1:1 for age. Data were collected by using general questionnaire which covered demography characteristics, conventional risk factors, job characteristics, and demand - control questionnaire(ICQ) to assess job strain.
Result: Job strain, smoking and dyslipidemia were risk factors which had relationship with myocard infarction Job strain increased myocard infarction risk by 6.8 times (Adj OR 6.80, 95% CI: 2.72 ; 16.98, p = 0.000). Light smokers increased myocard infarction risk by 15 times (Adj OR 14.97, 95% CI: 3.17 ; 70.74, p = 0.001), medium smokers increased myocard infarction risk by 7,7 times (Adj OR 7.72, 95% CI: 2.73 ; 21.84, p = 0.000), and heavy smokers increased myocard infarction risk by 26 times (Adj OR 25.61, 95% CI: 5.25 ; 124.88, p = 0.000)_ Dyslipidemia increased myocard infarction risk by 2.8 times (Adj OR 2.82, 95% CI: 1.07 ; 7.44, p == 0.035). Job strain component which increased myocard infarction risk was high job demand (Adj OR 2-44, 95% CI: 1.02 ; 5.85, p = 0046).
Conclusion: Job strain, smoking and dyslipidemia simultaneously had relationship with myocard infarction.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
T32344
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>