Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119137 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yomi Islamiyati
"Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) dan penyakit perlemakan hati terkait metabolik (Metabolic Associated Fatty Liver Disease, MAFLD) berbagi beberapa faktor risiko metabolik penting dan mekanisme patofisiologis. Hingga saat ini, belum diketahui besarnya masalah MAFLD pada populasi PGK-dialisis di Indonesia dan pengaruh berbagai faktor terhadap kejadian MAFLD. Tujuan. Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan MAFLD pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis rutin. Metode. Studi potong lintang dengan populasi terjangkau adalah pasien PGK yang menjalani hemodialisis di Unit Dialisis dan Transplantasi Ginjal Gedung CMU 1 Lantai 8, RSUPN Cipto Mangunkusumo pada Maret hingga Mei 2024. Selanjutnya dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah dan penilaian CAP dengan alat transien elastografi. Analisis data dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan MAFLD pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis rutin. Hasil. Sebanyak 99 individu diikutsertakan pada penelitian ini dan didapatkan prevalensi MAFLD sebesar 31,31%. MAFLD lebih banyak ditemukan pada lemak viseral berisiko, kadar CRP tinggi, usia ≥50 tahun, diabetes melitus, dislipidemia, adekuasi dialisis yang buruk dan fungsi ginjal sisa ≥100 ml. Analisis bivariat mendapatkan lemak viseral berisiko, diabetes melitus dan adekuasi dialisis yang buruk berhubungan dengan kejaidan MAFLD. Analisis multivariat mendapatkan lemak viseral berisiko dan adekuasi dialisis yang buruk merupakan faktor yang berhubungan dengan terjadinya MAFLD pada pasien gagal ginjal dengan hemodialisis rutin. Kesimpulan. Lemak viseral berisiko dan adekuasi dialisis yang buruk merupakan faktor yang berhubungan dengan terjadinya MAFLD pada pasien gagal ginjal dengan hemodialisis rutin.

Background. Chronic kidney disease (CKD) and metabolic-associated fatty liver disease (MAFLD) share several important metabolic risk factors and pathophysiological mechanisms. Until now, the magnitude of the MAFLD problem in the CKD-dialysis population in Indonesia is unknown and the influence of various factors on the incidence of MAFLD. Objective. To determine the factors associated with MAFLD in CKD patients undergoing routine hemodialysis. Methods. This cross-sectional study was conducted on an accessible population of CKD patients who underwent hemodialysis at the Dialysis and Kidney Transplant Unit, CMU Building 1, Floor 8, Cipto Mangunkusumo Hospital from March to May 2024. Anamnesis, physical examination, blood test and CAP assessment with transient elastography were performed. Data analysis was conducted to determine factors associated with MAFLD in CKD patients undergoing routine hemodialysis. Results. A total of 99 individuals were included in this study and the prevalence of MAFLD was found to be 31.31%. MAFLD is more commonly found in at-risk visceral fat, high CRP levels, age ≥50 years, diabetes mellitus, dyslipidemia, poor dialysis adequacy and residual renal function ≥100 ml. Bivariate analysis found that risky visceral fat, diabetes mellitus and poor dialysis adequacy were associated with the occurrence of MAFLD. Multivariate analysis found that risky visceral fat and poor dialysis adequacy were factors associated with the occurrence of MAFLD in kidney failure patients on routine hemodialysis. Conclusion. Risky visceral fat and poor dialysis adequacy are factors associated with the occurrence of MAFLD in renal failure patients on routine hemodialysis"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Reny Deswita
"ABSTRAK

Abstrak Latar belakang: Insomnia umum ditemukan pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Insomnia berdampak negatif pada aspek fisiologis, fisik, psikologis dan sosial, bahkan menjadi ancaman kematian bagi pasien. Faktor biologis, psikologis dan gaya hidup serta dialisis diduga menjadi penyebab insomnia pada populasi ini. Metode: Menggunakan rancangan penelitian Cross Sectional, sampel 105 responden, melalui consecutive sampling technique. Insomnia dievaluasi dengan menggunakan The Minimal Insomnia Symptom Scale (MISS). Hasil: Insomnia dialami oleh 54 responden (51,4%), insomnia berhubungan signifikan dengan kram otot (p value=0,047), nyeri, (p value=0,034), stress (p value=0,005), sleep hygiene (p value = 0,018), dan strategi koping (p value = 0,015). Strategi koping merupakan faktor yang dominan berhubungan dengan insomnia (p value= 0,015; OR: 2,9), kesemua faktor tersebut 97% berpeluang mempengaruhi insomnia. Rekomendasi: diperlukannya penelitian lanjutan mengenai intervensi yang dapat meningkatkan strategi koping untuk menurunkan angka insomnia pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialsis. Kata kunci: hemodialisis, gagal ginjal terminal, insomnia, strategi koping.


ABSTRACT


Abstract Background: Insomnia is commonly occur in end stage kidney disease patients who undergoing hemodialysis. Insomnia has negative impacts on physiological, physical, social, psychological aspects and furthermore, cause death threats in those patients. There are various factors are related to insomnia in this population, which are biological, psychological and lifestyle, dialysis. Method:This study used a Cross Sectional design, recruited 105 patients, selected by consecutive sampling technique. Insomnia was evaluated by using The Minimal Insomnia Symptom Scale (MISS). Results: Insomnia was experienced by 54 respondents (51.4%) and had significant associated with muscle cramps (p value=0.047), pain (p value=0.034), stress (p value=0.005), sleep hygiene (p value=0.018), and coping strategies (p value=0.015). Coping strategies was the dominant factor associated with insomnia (p value= 0,015; OR: 2.9), all these factors have 97% the chance to determine insomnia. Recommendation: further research needs to focus on interventions which may improve coping strategies to reduce insomnia incidence in end stage kidney diseases patients who undergoing hemodialsis. Keyword:hemodialysis, end stage kidney disease, insomnia, coping strategy

"
2019
T52123
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Napsan Junaidi
"Gagal Ginjal Terminal GGT adalah penyakit yang tidak bisa disembuhkan dan memerlukan penatalaksanaan berupa terapi pengganti ginjal seperti hemodialisis HD untuk mempertahankan kondisi kesehatan. Berbagai permasalahan dan komplikasi bisa timbul pada pasien yang menjalani HD, sehingga pasien harus melakukan manajemen yang berhubungan dengan GGT. Salah satu manajemen yang harus dilakukan adalah self-care. Self-care masih menjadi masalah yang dihadapi pasien GGT yang menjalani HD saat ini, sehingga dengan kondisi tersebut penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan self-care pada pasien GGT.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis komparatif kategorik dengan pendekatan cross sectional. Responden penelitian adalah pasien GGT di rumah sakit Muhammad Yunus Bengkulu.
Dari analisis univariat didapat kurang dari separuh dari responden dengan Self-care baik, hasil analisis bivariat didapat tak ada hubungan antara self-care dengan usia, tingkat Pendidikan, lama HD, Pendapatan keluarga, penyakit komorbid, tingkat pengetahuan, depresi dan akses pelayanan kesehatan, akan tetapi tererdapat hubungan yang signifikan antara self-care dengan efikasi diri dan jenis kelamin. Analisis multivariat didapat faktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap self-care adalah efikasi.
Disimpulkan Efikasi diri adalah faktor yang paling dominan mempengaruhi self-care. Sangat penting bagi perawat untuk meningkatkan efikasi diri pasien GGT dengan cara memberikan edukasi tentang GGT dan hemodialisis.

End stage renal disease ERSD are uncurable condition and the patient was need treatment to maintain optimal health status. Hemodialysis must be attend by patient to to survive. Many problems can rise and must managing on by them. Purpose The aim of this study was to examine factors related to self care on ERSD patients.
Methods this study design was comparative categorical analysis by cross sectional approach, recruited 92 hemodialysis patients and was conducted at hemodialysis unit of Dr. Muhamad Yunus Hospital Bengkulu.
Results showed that there were 44 respondent had good self care level. Bivariate analysis by Chi Square test found there was no correlation between age, sex, education level, HD duration, family income, and depression with self care, on the other hand there was significant correlation between self efficacy and sex with self care. Multivariate analysis found that self efficacy was the influencing factor on self care.
Conclusion self efficacy is the most dominant influencing factor to self care, it is important to increase the self efficacy among these patients by providing education program about ERSD and hemodialysis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T49081
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sepreka Mirly
"Latar belakang: Indonesia merupakan negara maritim yang berhubungan erat dengan industri pengiriman dan kekayaan laut yang berdampak pada sosio-ekonomik negara. Kesehatan pelaut berperan penting dalam mempertahankan manajemen ini dan perlu mendapat perhatian khusus. Pelaut memiliki risiko mengalami MAFLD, kelelahan saat bertugas, atau kombinasi keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara MAFLD dengan kelelahan kerja pada Pelaut tugboat.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan data sekunder hasil MCU karyawan Perusahaan X. MAFLD didefinisikan sebagai fatty liver berdasarkan hasil USG ditambah dengan adanya obesitas atau overweight. Kelelahan diukur menggunakan kuesioner SOFI yang telah divalidasi dalam bahasa Indonesia. Hubungan antara MAFLD dengan kelelahan dianalisis menggunakan uji regresi logistik untuk mendapatkan nilai signifikansi (P), odds ratio (OR) dan interval kepercayaan (IK) 95%.

Hasil: Prevalensi pekerja yang mengalami kelelahan sedang sebanyak 64 orang (23,5%). Kelelahan kerja secara statistik berhubungan signifikan dengan MAFLD (aOR 5,05; IK 95% 2,65-9,60; p <0,001) dan kurangnya aktivitas fisik/olahraga (aOR 2,79; IK 95% 1,17-6,68; p 0,021).

Kesimpulan: Hampir seperempat dari total jumlah pelaut tugboat mengalami kekelahan sedang saat bekerja. Kelelahan tersebut berhubungan signifikan dengan MAFLD dan kurangnya aktivitas fisik/olahraga


Background: Indonesia is a maritime nation closely associated with shipping industry and oceanic wealth that impacts the country's socio-economic status. The health of sailors plays a crucial role in maintaining this management and requires specific attention. Sailors are at risk of experiencing MAFLD, on-duty fatigue, or a combination of both. This research aims to investigate the relationship between MAFLD and work-related fatigue among tugboat sailors.

Methods: This study used a cross-sectional method with secondary data from the Medical Check-Up (MCU) results of Company X's employees. MAFLD was defined as fatty liver based on ultrasound results combined with the presence of obesity or overweight. Fatigue was measured using the validated SOFI questionnaire in the Indonesian language. The association between MAFLD and fatigue was analyzed using logistic regression to obtain significance values (P), odds ratios (OR), and a 95% confidence interval (CI).

Results: The prevalence of workers experiencing moderate fatigue was 64 individuals (23.5%). Statistically, work-related fatigue was significantly associated with MAFLD (aOR 5.05; 95% CI 2.65-9.60; p <0.001) and insufficient physical activity/exercise (aOR 2.79; 95% CI 1.17-6.68; p 0.021).

Conclusion: Nearly a quarter of the total number of tugboat sailors experience moderate fatigue while working. This fatigue is significantly associated with MAFLD and insufficient physical activity/exercise."

Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Malina Luthfiana
"Latar Belakang: Kelebihan volume cairan pasien hemodialisis akan berakibat pada peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pasien. Self-efficacy penting dalam peningkatan perilaku kesehatan yang tercermin dari kepercayaan pasien akan kemampuannya dalam membatasi asupan cairan. Tujuan: Penelitian ini mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan self-efficacy pembatasan cairan pasien hemodialisis.
Metode: Pendekatan cross sectional digunakan untuk mengidentifikasi hubungan usia, jenis kelamin, lama hemodialisis, pengetahuan, kualitas hidup, dukungan sosial, dan IDWG dengan self-efficacy pembatasan cairan. Responden adalah 100 pasien hemodialisis yang diambil dengan teknik simple-random sampling.
Hasil: Analisis korelasi Pearson menunjukkan faktor yang berhubungan dengan self-efficacy pembatasan cairan adalah usia (p<0,001), pengetahuan (p=0,015), kualitas hidup (p<0,001), dukungan sosial (p<0,001), dan IDWG (p<0,001). Analisis regresi linier menunjukkan usia kualitas hidup, dan dukungan sosial adalah faktor dominan (r2=0,7) dengan kualitas hidup merupakan faktor paling dominan (r=0,543).
Rekomendasi: Untuk meningkatkan self-efficacy pasien, perawat perlu meningkatkan pengkajian terhadap kualitas hidup dan dukungan sosial untuk pasien hemodialisis.

Background: Fluid overload in hemodialysis patients will increase patients morbidity and mortality. Self-efficacy is important for improving health behavior which reflects patients believe about their capability to restrict fluid intake.
Objective: This study identified factors related hemodialysis patients self-efficacy to restrct fluid intake. Method: Cross sectional approach was used to identify the relationship of age, sex, duration of hemodialysis, knowledge, quality of life, social support, and IDWG with self-efficacy of fluid restriction. Respondents were 100 hemodialysis patients who were taken using simple random sampling technique.
Results: Pearson correlation showed that factors related to self-efficacy of fluid restriction were age (p<0,001), knowledge (p=0,015), quality of life (p<0,001), social support (p<0,001), and IDWG (p<0,001). Linear regression analysis showed that age, quality of life, and social support were dominant factor (r2=0,7). Quality of life was the most dominant factor (r=0,543).
Recommendation: To improve patients self-efficacy, nurses need assessment the quality of life of hemodialysis patients and social support for hemodialysis patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T51775
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ignatius Bima Prasetya
"Latar Belakang: Risiko Non-Alcoholic Fatty Liver Disease NAFLD meningkat pada pasien dengan diabetes melitus DM tipe 2. Prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan peningkatan risiko NAFLD pada populasi DM di Indonesia belum pernah diteliti. Profil derajat fibrosis pada populasi ini juga masih belum diketahui.
Tujuan: Mengetahui perbedaan profil pasien DM dengan atau tanpa NAFLD serta derajat fibrosisnya.
Metode: Penelitian dikerjakan secara potong lintang terhadap pasien DM tipe 2 dewasa yang berobat di poliklinik endokrin metabolik RSCM. Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif. Data yang dikumpulkan mencakup usia, lama diabetes, indeks masa tubuh IMT , lingkar pinggang, kadar HDL, trigliserida, dan HbA1C. Ultrasonografi abdomen dikerjakan pada semua pasien untuk menentukan adanya NAFLD. Pasien dengan NAFLD lalu menjalani pemeriksaan elastografi transien untuk menilai derajat fibrosis. Uji Chi Square atau Fischer's-Exact digunakan untuk analisis bivariat dan regresi logistik digunakan untuk analisis multivariat.
Hasil Penelitian: Sebanyak 186 pasien dianalisis dalam studi ini, dengan 84 pasien 45,2 terbukti mengalami NAFLD. Elastografi transien berhasil dikerjakan pada 68 pasien NAFLD, dengan 17 pasien 25,0 terbukti mengalami fibrosis berat. Analisis univariat menunjukan perbedaan signifikan IMT PR=1,878; 95 CI= 1,296-2,721.

Background: Risk of Non Alcoholic Fatty Liver Disease NAFLD is increased in patients with type 2 diabetes. Prevalence and factors related to the increased risk of NAFLD in diabetic patients in Indonesia are currently unknown. Data regarding fibrosis profile in this population is also unknown.
Aim: To understand the prevalence and fibrosis profile of Non Alcoholic Fatty Liver Disease in diabetes mellitus and factors associated with it.
Methods: This study was a cross sectional study on diabetic patients treated in the endocrinology and metabolic clinic of Cipto Mangunkusumo Hospital. Sampling was done consecutively. Data collected comprised of age, duration of diabetes, body mass index BMI, waist circumference, HDL, triglyceride, and HbA1C. Abdominal ultrasonography was conducted to every patient to determine the presence of NAFLD. Patients with NAFLD underwent transient elastography to assess their degree of liver fibrosis. Collected data were analyzed in univariate and multivariate manner.
Study Results: We analyzed 186 patients with diabetic. NAFLD were diagnosed in 84 patients 45,2. Transient elastography were carried out in 68 patients, with advanced fibrosis were found in 17 patients 25,0. Univariate analysis showed significant differences between BMI PR 1,878 95 CI 1,296 2,721 p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T55667
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sahran
"ABSTRAK
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi pada pasien saat menjalani
hemodialisis adalah hipotensi intradialisis. Tujuan penelitian ini adalah
mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hipotensi
intradialisis pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis.
Desain penelitian adalah analitik cross sectional dengan jumlah sampel 81 pasien
hemodialisis. Analisa data menggunakan koefisien kontingensi, spearman dan
regresi logistic. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna
antara riwayat penyakit jantung, pertambahan berat badan antara waktu
hemodialisis dan kadar albumin dengan kejadian hipotensi intradialisis (p < 0,05).
Variabel independen yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipotensi
intradialisis adalah riwayat penyakit jantung dengan OR = 3,525. Penelitian ini
merekomendasi perawat untuk meningkatkan skrining terhadap faktor-faktor
yang dapat mengakibatkan hipotensi intradialsis pada pre, intra dan post
hemodialisi, memberikan edukasi tentang retriksi cairan dan diet serta melengkapi
catatan medis pasien.

ABSTRACT
One of the most common complications of chronict kidney disease patients
undergoing hemodialysis is intradialytic hypotension. This study aims to identify
the factors that influence the occurrence of intradialytic hypotension in patients
with end stage renal failure undergoing hemodialysis. The study design was cross
sectional recruited of 81 patients of hemodialysis patients. Data were analyzed
using contingency coefficient , spearman and logistic regression. The results
showed a significant relationship between history of heart disease, intradialytic
weight gain and albumin levels and the incidence of intradialytic hypotension (p
<0.05). The most influence variables that influence on incidence of intradialytic
hypotension was history of heart disease with OR=3.525. Nurses have to increase
their capability in monitoring factors that influence intradialytic hypotension
especially in pre, intra, and post hemodilaytic, giving education about water and
dietary consumption. to increase their capability in the provision of nursing care
for hemodialysis patients."
2016
T45544
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Camelia Fitri
"Latar Belakang: Pasien penyakit ginjal kronis (PGK) memiliki risiko lebih tinggi untuk jatuh ke dalam frailty karena berbagai perubahan fisiologis terkait penyakit dan berisiko mengalami dampak kesehatan yang lebih buruk. Pemahaman mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian frailty pada pasien PGK yang menjalani hemodialisis  sangat di perlukan untuk menginformasikan pengetahuan dan mendapatkan solusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi frailty pada pasien hemodialisis dan faktor yang berhubungan dengan terjadinya frailty pada pasien hemodialisis.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan menggunakan data primer. Sembilan puluh satu pasien dari unit hemodialisis RSCM dari berbagai kelompok demografis disertakan dalam studi. Sampling menggunakan metode total sampling. Frailty dinilai dengan kuesioner Frailty Index 40 item. Riwayat medis diperoleh dari rekam medis RS dan dilakukan pemeriksaan laboratorium. Dilakukan uji bivariat menggunakan Chi-Square terhadap usia, jenis kelamin, lama dialisis, status gizi, adekuasi dialisis, hemoglobin, CRP, albumin, kalsium darah, fosfat darah, dan Charlson Comorbidity Index (CCI). Identifikasi faktor yang berhubungan dengan terjadinya frailty dilakukan dengan uji binary regression dengan metode backward stepwise regression.
Hasil: Dua puluh enam (28,6%) pasien mengalami frailty. Faktor yang berhubungan dengan kejadian terhadap frailty pada pasien hemodialisis yaitu jenis kelamin perempuan (PR 1,064; IK 95% 1,064-1,065), skor CCI (PR 27,168; IK 95% 3,838-192,306), lama (vintage) hemodialisis (PR 1,227; IK 95% 1,226-1,227), hemoglobin (PR 3,099; IK 95% 1,325-7,254), albumin (PR 1,387; IK 95% 1,386-1,388), CRP (PR 1,432; IK 95% 1,431-1,433), dan fosfat (PR 1,110; IK 95% 1,110-1,111).
Kesimpulan: Prevalensi frailty pada populasi studi ini yaitu 28,6%. Jenis kelamin perempuan, peningkatan skor CCI, lama (vintage) hemodialisis, anemia, hipoalbuminemia, dan fosfat yang rendah ditemukan sebagai faktor yang berhubungan secara signifikan  terhadap kejadian frailty pada pasien hemodialisis di RSCM.

Background: Patients with chronic kidney disease (CKD) have a higher risk of falling into frailty due to various physiological changes related to the disease and are at risk for worse health impacts. Understanding the factors that correlate with the incidence of frailty in CKD patients undergoing hemodialysis is needed to inform knowledge and obtain solutions. This study aims to determine the prevalence of frailty in hemodialysis patients and predictors of frailty in hemodialysis patients.
Methods: This study is a cross-sectional study using primary data. Ninety-one patients from the RSCM hemodialysis unit from various demographic groups were included in the study. Sampling using the total sampling method. Frailty is assessed with a 40-item Frailty Index questionnaire. Medical history was obtained from hospital medical records, and laboratory examinations were carried out. A bivariate test using Chi-Square was performed on age, sex, duration of dialysis, nutritional status, dialysis adequacy, hemoglobin, CRP, albumin, blood calcium, blood phosphate, and the Charlson Comorbidity Index (CCI). The binary regression test with the backward stepwise regression method identifies factors associated with frailty.
Results: Twenty-six (28.6%) patients experienced frailty. Factors related to the incidence of frailty in hemodialysis patients were female gender (PR 1.064; 95% CI 1.064-1.065), CCI score (PR 27.168; 95% CI 3.838-192.306), duration (vintage) of hemodialysis (PR 1.227; 95% CI 1.226-1.227), anemia (PR 3.099; 95% CI 1.325-7.254), albumin (PR 1.387; 95% CI 1.386-1.388), CRP (PR 1.432; 95% CI 1.431-1.433), and phosphate (PR 1.110; CI 95% 1.110-1.111).
Conclusion: The prevalence of frailty in this study population is 28.6%. Female gender increased CCI score, old (vintage) hemodialysis, anemia, hypoalbuminemia, and low phosphate were factors significantly related to the incidence of frailty in hemodialysis patients at RSCM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Philipus, Vitta Margareth
"Latar belakang: Pruritus uremik merupakan salah satu keluhan paling sering pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani terapi hemodialisis. Pruritus uremik memiliki dampak bagi pasien yaitu dampak fisik, dampak ketidaknyamanan dan penurunan kualitas hidup. Kejadian pruritus uremik masih sering terjadi pada pasien yang sudah menjalani HD rutin. Sehingga perlu dilakukan analisis faktor yang mempengaruhi terjadinya pruritus uremik pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis.
Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pruritus uremik pada pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Metode: penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 102 orang yang diteliti di RSAL Mintohardjo Jakarta dan RSUD Kabupaten Bekasi. Analisis data bivariat dengan menggunakan uji Spearmen dan Mann Whitney (⍺= 0,05) serta uji multivariat menggunakan regresi linear berganda.
Hasil: Uji statistik didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara adekuasi hemodialisis dengan pruritus uremik (p = 0,000), kepatuhan dengan pruritus uremik (p = 0,002), inflamasi dengan pruritus uremik (0,000), jenis kelamin dengan pruritus uremik (p = 0,016), lama hemodialisis dengan pruritus uremik (p= 0,041) dan penggunaan pelembab kulit dengan pruritus uremik (p = 0,004). Pada uji multivariat didapatkan bahwa inflamasi paling berpengaruh terhadap pruritus uremik dibandingkan faktor lainnya yaitu sebesar 82% (coefficient β = 2,024, R = 0,820).
Kesimpulan: Faktor yang mempengaruhi terjadinya pruritus uremik adalah adekuasi hemodialisis, kepatuhan hemodialisis, inflamasi, jenis kelamin, lama hemodialisis dan pelembab kulit. Faktor yang paling besar pengaruhnya adalah inflamasi.

Background: Uremic pruritus is one of the most frequent complaints in patients with end stage renal disease undergoing hemodialysis therapy. Uremic pruritus has impacts on patients, namely physical impacts, discomfort and decreased quality of life. Uremic pruritus still often occurs in patients who have undergone routine HD. So it is necessary to analyze the factors that influence the occurrence of uremic pruritus in terminal renal failure patients undergoing hemodialysis.
Objective: The study has aimed to analyze the factors that influence the occurrence of uremic pruritus in patients with terminal renal failure undergoing hemodialysis.
Method: This research used a cross sectional design with a sample size of 102 people studied at RSAL Mintohardjo Jakarta and RSUD Bekasi Regency. Bivariate data analysis using Spearmen and Mann Whitney tests ( ⍺ = 0.05) and multivariate tests using multiple linear regression.
Results: Statistical tests showed a significant relationship between hemodialysis adequacy and uremic pruritus (p = 0.000), compliance with uremic pruritus (p = 0.002), inflammation and uremic pruritus (0.000), gender and uremic pruritus (p = 0.016), prolonged hemodialysis with uremic pruritus (p = 0.041) and use of skin moisturizer with uremic pruritus (p = 0.004). In the multivariate test, it was found that inflammation had the most influence on uremic pruritus compared to other factors, namely 82% ( coefficient β = 2.024, R2 = 0.820).
Conclusion: Factors that influence the occurrence of uremic pruritus are hemodialysis adequacy, hemodialysis compliance, inflammation, gender, long of hemodialysis and skin moisturizer. The factor that has the greatest influence is inflammation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juliyanti
"Latar Belakang: Pemahaman tentang non-alcoholic fatty pancreas disease NAFPD dan makna klinisnya perlu terus ditingkatkan mengingat NAFPD diduga dapat berlanjut menjadi pankreatitis kronik dan memicu terjadinya kanker pankreas. NAFPD berhubungan erat dengan diabetes melitus tipe 2 DMT2 dan pasien diabetes berisiko 2x lipat untuk mengalami kanker pankreas. Proporsi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan NAFPD pada populasi DMT2 belum pernah diteliti.
Tujuan: Mengetahui proporsi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan NAFPD pada populasi DM tipe 2.
Metode: Pasien DMT2 dewasa yang berobat di poliklinik metabolik endokrin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM direkrut secara konsekutif pada studi potong lintang ini. Data usia, jenis kelamin, lama DM, komorbid, obat-obatan, lingkar pinggang, profil lipid dan HbA1C dikumpulkan. Ultrasonografi hepatobilier dilakukan pada setiap pasien untuk menentukan adanya NAFPD dan non-alcoholic fatty liver disease NAFLD . Hubungan NAFPD dengan parameter usia, jenis kelamin, lama DM, hipertensi, NAFLD, trigliserida dan HbA1C diuji kemaknaanya.
Hasil Penelitian: Dari 171 pasien DMT2 yang direkrut dalam studi ini didapatkan proporsi NAFPD sebesar 48,5% (95%IK=41,2-55,9%). Analisis univariat menunjukkan perbedaan signifikan di antara kelompok NAFPD dan non-NAFPD dalam hal proporsi NAFLD (PR=1,96; 95%IK=1,41-2,74; p<0,001) dan hipertrigliseridemia (PR=1,38; 95%IK=1,02-1,86; p=0,042). Pada analisis multivariat usia lanjut (OR=2,15; 95%IK=1,10-4,23), NAFLD (OR=3,65; 95%IK=1,90-6,99) dan hipertrigliseridemia (OR=2,03; 95%IK=1,02-4,05) menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kejadian NAFPD. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, lama DM, hipertensi, serta kadar HbA1C dengan kejadian NAFPD.
Kesimpulan: Proporsi NAFPD pada populasi DMT2 sebesar 48,5%. Usia lanjut, NAFLD dan hipertrigliseridemia merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian NAFPD pada pasien DMT2.

Background: Understanding of non alcoholic fatty pancreas disease NAFPD and its clinical significance needs to be continuously improved as NAFPD might allegedly develop into chronic pancreatitis and further leads to pancreatic cancer. NAFPD is strongly associated with type 2 diabetes mellitus T2DM and long term T2DM is associated with a 1.5 to 2.0 fold increase in the risk of pancreatic cancer. The proportion of NAFPD and its associated factors in T2DM population has not been well investigated.
Aim: To investigate the proportion of NAFPD and its associated factors in type 2 DM population.
Methods: Adult T2DM patients who visited Diabetes Clinic, Cipto Mangunkusumo Hospital were consecutively recruited in this cross sectional study. Information about age, sex, duration of diabetes, komorbidities, medication, waist circumference, lipid profile and HbA1C were collected. Abdominal ultrasonography was performed on each subject to diagnose NAFPD and non alcoholic fatty liver disease NAFLD . Association of NAFPD with age, sex, duration of diabetes, hypertension, NAFLD, triglyceride and HbA1C were examined.
Study Results: From total of 171 T2DM patients in this study, the proportion of NAFPD was 48.5% (95%CI= 41.2 to 55.9%). Univariate analysis showed significant differences between NAFPD and non-NAFPD group regarding proportion of NAFLD (PR=1.96; 95%CI=1.41-2.74; p<0.001) and hypertriglyceridemia (PR=1.38; 95%CI=1.02-1.86; p=0.042). On multivariate analysis older age (OR=2.15; 95%CI=1.10-4.23), NAFLD (OR=3.65; 95%CI=1.90-6.99), and hypertriglyceridemia (OR=2.03; 95%CI=1.02-4.05) showed significant association with NAFPD. There were no significant association found among sex, duration of diabetes, hypertension and high levels of HbA1C with NAFPD.
Conclusion: The proportion of NAFPD in T2DM population is 48.5%. Older age, NAFLD and hypertriglyceridemia are associated factors of NAFPD in T2DM patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>