Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105183 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faris Jaisyi Umam
"Diabetes mellitus (DM) tipe II merupakan penyakit kronis yang menjadi masalah
di Indonesia. Prevalensi DM tipe n terbesar berada pada kelompok usia lanjut.
Hal ini dapat menimbulkan berbagai risiko karena DM tipe n berkaitan dengan
teIjadinya sarcopenia; kondisi penurunan massa dan kekuatan otot. Hal ini
mendorong peneliti untuk meneliti tentang hubungan dari DM ripe II pada pasien
lanjut usia dengan Kekuatan Genggam Tangan (KGT) yang mewakili kekuatan
otot tangan. Desain penelitian ini adalah cross-sectional. Sebanyak 164 pasien
usia lanjut poliklinik rawat jalan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo diikutsertakan dalam penelitian ini. Variabel yang dikumpulkan meljputi penyakit DM tipe II sebagai variabel independen, kekuatan genggam tangan sebagai variabel dependen, serta status nutrisi, usia, hipertensi, dan dislipidemia sebagai
variabel perancu. Kriteria KGT menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh Asian
Working Group for Sarcopenia (AWGS). Analisis statistik yang digunakan adalah
anal isis bivariat uji chi square dan analisis multivariat uji regresi logistik. Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 40,9% pasien menderita penyakit DM tipe II sementara pasien dengan kekuatan genggam tangan rendah berdasarkan kriteria sebesar 67,1 % dari total subjek. Pasien dengan DM tipe n yang memiliki kekuatan genggam tangan rendah adalah sebesar 31,7%. Hasil uji analisis bivariat, mendapatkan adanya hubungan yang berrnakna antara penyakit DM tipe n dengan KGT yang lemah (OR, 2,331; 95% CI, 1,154-4,710; p: 0,017). Pada analisis multivariat didapatkan variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan KGT adalah DM tipe II (OR, 4,052; 95% CI, 1,776-9,245; p: 0,001), status nutrisi (OR, 2,369; 95% CI, 1,155-4,860; p: 0,019), dan usia (OR, 3,338; 95% CI, 1,547-7,203; p: 0,002)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70312
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Kuntarti Heruyanto
"ABSTRAK
Latar Belakang: Prevalensi penyakit ginjal kronik (PGK) meningkat pada usia lanjut. Berdasarkan Riskesdas 2013, prevalensi PGK lebih tinggi pada usia 55-75 tahun dibandingkan usia kurang dari 55 tahun. Pada usia lanjut terjadi perubahan struktur dan fungsi ginjal, serta adanya riwayat penyakit komorbid seperti diabetes
melitus (DM), hipertensi, penyakit jantung dan pembesaran prostat, menjadi faktor risiko yang meningkatkan terjadinya PGK. Komplikasi yang dapat timbul pada penderita PGK antara lain frailty dan protein energy wasting, yang menyebabkan penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup, serta peningkatan morbiditas dan mortalitas. Terapi nutrisi yang adekuat berperan penting untuk mencegah protein energy wasting dan komplikasi lain yang dapat timbul pada PGK.
Metode: Laporan serial kasus ini memaparkan empat kasus PGK pada pasien usia di atas 60 tahun. Dua pasien memiliki penyakit komorbid DM dan hipertensi, dan
dua lainnya hanya hipertensi. Keempat pasien dalam serial kasus ini termasuk PGK derajat IV dan V. Pada dua kasus dilakukan hemodialisis, sementara pada dua lainnya belum dilakukan. Masalah yang timbul pada keempat kasus adalah
terdapat gejala-gejala sindroma uremia yaitu mual, muntah, anoreksia, lemas, sesak, dan anemia sehingga asupan makanan tidak adekuat dan terjadi penurunan
kapasitas fungsional. Kebutuhan energi pasien dihitung dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict ditambah faktor stres dan pemberian protein disesuaikan dengan sudah atau belum dilakukan hemodialisis. Komposisi
karbohidrat dan lemak disesuaikan dengan rekomendasi theurapeutic lifestyle changes (TLC) dan American Diabetes Association (ADA). Suplementasi mikronutrien diberikan sesuai dengan kondisi pasien. Pemantauan pasien
dilakukan setiap hari dengan memperhatikan perubahan gejala klinis, tanda vital, imbang cairan, kapasitas fungsional, analisis dan toleransi terhadap makanan,
serta hasil pemeriksaan laboratorium.
Hasil: Pemantauan yang dilakukan pada empat pasien selama perawatan di rumah sakit menunjukkan terjadi perbaikan gejala klinis serta peningkatan asupan makanan dan kapasitas fungsional.
Kesimpulan: Terapi nutrisi dapat mendukung terapi utama pada penderita PGK usia lanjut dalam memperbaiki keadaan klinis dan kapasitas fungsional, serta mencegah komplikasi lebih lanjut

ABSTRACT
Background: The prevalence of chronic kidney disease (CKD) increases in the elderly. Based on Riskesdas 2013, the prevalence of CKD is higher in the age of 55-75 years old compared to below 55 years of age. In the elderly, there are alterations in kidney structure and function, as well as history of comorbidities include diabetes mellitus, hypertension, heart disease and prostate hypertrophy that increase the factor CKD. Complication that may occur in patients with CKD including frailty and protein energy wasting, which can cause decreased
functional capacity and quality of life, and increased morbidity and mortality. Adequate nutrition therapy plays an important role in preventing protein energy wasting and other complications that may arise in CKD.
Methods: This case series report describes four cases of CKD in patients aged above 60 years old. Two patients have comorbid disease diabetes mellitus and hypertension and the others have only hypertension. The four patients in this case series are in CKD stage IV and V. Two cases with hemodialysis, while in the others has not done yet. Problems arising in all cases are uremic syndrome
symptoms such as nausea, vomiting, anorexia,fatigue, dypsnea, and anemia causing inadequate food intake and decreased functional capacity. Energy requirements of the patients calculated using the Harris-Benedict equation added by stress factor and the amount of protein depends on whether the hemodialysis has or has not been applied. Carbohydrate and fat composition appropriated to the
theurapeutic lifestyle changes (TLC) and the American Diabetes Association (ADA) recommendations. Micronutrients supplementation was given in
accordance to patient's condition. Patient monitoring is carried out every day by observing changes in clinical symptoms, vital signs, fluid balance, functional
capacity, dietary analysis and food tolerance, and laboratory resultsResults: Monitoring conducted in the four patients during treatment at the hospital showed the improvements in clinical symptoms, and increased in food
intake and functional capacity.
"
Ilmu Gizi Klinik, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stevent Sumantri
"Latar belakang: Diabetes tipe 2 ditandai dengan resistensi dan defisiensi insulin, selain itu seiring dengan penuaan kejadian resistensi insulin juga semakin meningkat. Pada studi-studi klinis, resistensi insulin dan diabetes tipe 2 terbukti meningkatkan kejadian sindrom frailty pada usila. Obat antidiabetik oral metformin telah dikaitkan dengan penghambatan proses penuaan. Namun demikian, sampai saat ini belum ada data yang menunjukkan manfaat terapi metformin terhadap kejadian sindrom frailty. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada efek protektif metformin terhadap sindrom frailty.
Metodologi: Studi ini dilakukan secara kasus kontrol pada subyek berusia ≥60 tahun yang berobat di poliklinik Geriatri dan Diabetes FKUI-RSCM, bulan Maret-Juni 2013. Diagnosis frailty dilakukan dengan menggunakan indeks frailty-40 item (FI-40). Analisis statistik dilakukan dengan metode chi-square untuk analisis bivariat dan regresi logistik untuk analisis multivariat, semua data disertai dengan interval kepercayaan 95%.
Hasil: Sindrom frailty didapatkan pada 25% (n=59) subyek penelitian, sedangkan pre-frail pada 72% (n=170) subyek dan sisanya fit. Metformin ditemukan mempunyai hubungan dengan sindrom frailty pada usila dengan diabetes mellitus tipe 2, yang tetap bermakna setelah dilakukan analisis multivariat (adjusted OR 0,043; IK 95% 0,019 – 0,099; p<0,001).

Background: Type 2 diabetes (T2DM) was characterised with insulin resistance and deficiency, furthermore with advancing age the was also an increase in insulin resistance. Clinical studies has proven that insulin resistance and T2DM increase the incidence of frailty syndrome in the elderly. Oral antidiabetics metformin was associated with the inhibition of aging process. Eventhough, there was no data that showed the relationship of metformin therapy to frailty syndrome. This study aimed to explore the possibility of metformin protective effect on frailty syndrome.
Methodology: This was a case control study conducted in subjects ≥60 years old who visited the Geriatrics and Diabetes outpatient clinic of Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital between March and June 2013. Diagnosis of frailty was established using the FI-40 item criteria. Statistical analysis was done with chi-square method for bivariate and logistic regression method in multivariate analysis, all data was accompanied with 95% confidence interval.
Results: Frailty syndrome was found in 25% of subjects (n=59), with median age of 72 years old (SD 6.27) and median of FI-40 item score was 0.18 (SD 0.085). Metformin was found to have a significant relationship with frailty syndrome in the elderly diabetics, which retained significant value after multivariate analysis (adjusted OR 0.043; 95% CI 0.019-0.099; p<0.001).
Conclusion: Metformin was shown to have protective effect against frailty syndrome in elderly diabetics.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinasti Pudang Binoriang
"[ABSTRAK
Lansia diabetesi sebagai populasi rentan di komunitas memerlukan dukungan. Salah satu dukungan yang ada di komunitas adalah self help group. Penelitian ini mengidentifikasi pengalaman lansia diabetesi dalam mengikuti kegiatan Rumpi Pendiam. Desain penelitian menggunakan fenomenologi deskriptif, dengan metode wawancara mendalam dan catatan lapangan pada tujuh partisipan. Hasil penelitian dianalisis menggunakan metode Colaizzi. Tema penelitian yang ditemukan adalah merasakan manfaat positif dari program, penilaian terhadap layanan, mendapat dukungan perhatian untuk mengikuti kegiatan dan fasilitasi kebutuhan, harapan agar program berlanjut, dan mengikuti kegiatan menumbuhkan nilai spiritual positif. Penelitian ini merekomendasikan perlunya evaluasi dari program Rumpi Pendiam agar program dapat berlanjut dan teratur.

ABSTRACT
Elderly with diabetics are vulnerable population in the community that need support. Self - help group is one of the existing support in the community. This study identifies the experience of elderly with diabetics who followed activities in Rumpi Pendiam. Research design used descriptive phenomenology, with in-depth interviews and field notes to seven participants. The results were analyzed by Colaizzi methode. Research themes found are positive benefit from the program, measurment of the services, the support concern to join the activities and facilitating needs, the expectation of the program to continues, and do the activities fostering positive spiritual values. The study recommends the need of evaluation for the program Rumpi Pendiam that allowing to continues regularly., Elderly with diabetics are vulnerable population in the community that need support. Self - help group is one of the existing support in the community. This study identifies the experience of elderly with diabetics who followed activities in Rumpi Pendiam. Research design used descriptive phenomenology, with in-depth interviews and field notes to seven participants. The results were analyzed by Colaizzi methode. Research themes found are positive benefit from the program, measurment of the services, the support concern to join the activities and facilitating needs, the expectation of the program to continues, and do the activities fostering positive spiritual values. The study recommends the need of evaluation for the program Rumpi Pendiam that allowing to continues regularly.]"
2015
T43673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agil Bredly Musa
"Hingga saat ini, belum ada penanda biologis yang menggambarkan kondisi penyakit ginjal kronik (PGK) akibat diabetes melitus (DM) sejak dini. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara rasio albumin kreatinin urin (Urine Albumin Creatinine Ratio, UACR) dengan laju filtrasi glomerulus yang diestimasi (estimated Glomerular Filtration Rate, eGFR) sebagai penanda gangguan fungsi ginjal pada pasien DM tipe 2 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Sampel urin dan serum diambil dari 18 subjek sehat dan 10 pasien DM tipe 2. Metode spektrofotometri digunakan untuk mengukur kadar albumin urin, kreatinin urin dan kreatinin serum. Data lain diperoleh dari kuesioner.
Hasilnya, nilai eGFR pasien DM (68,85 ± 15,36 (Cockroft); 73,94 ± 16,30 (CKD-EPI)) lebih rendah dibandingkan dengan subjek sehat (90,51 ± 15,69, p < 0,01 (Cockcroft); 91,13 ± 21,21, p < 0,05 (CKD-EPI)), sedangkan nilai UACR pasien DM (314,99 ± 494,92) lebih tinggi dibandingkan dengan subjek sehat (0,48 ± 0,75, p < 0,01). Namun, tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara UACR dengan eGFR pasien DM.

Until now, no biological marker that describes the condition of chronic kidney disease (CKD) due to diabetes mellitus (DM) from the outset. This study aimed to determine the relationship between urine albumin creatinine ratio (UACR) with estimated Glomerular Filtration Rate (eGFR) as a marker of renal dysfunction at type 2 diabetes mellitus patients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Urine and serum samples taken from 18 healthy subjects and 10 type 2 diabetic patients. Spectrophotometric methods used to measure levels of urinary albumin, urinary creatinine and serum creatinine. Other data obtained from questionnaires.
Results, eGFR values were lower in DM patients (68.85 ± 15.36 (Cockroft); 73.94 ± 16.30 (CKD-EPI)) compared with healthy subjects (90.51 ± 15.69, p < 0.01 (Cockcroft); 91,13 ± 21,21, p < 0,05 (CKD-EPI)), while the value of UACR in DM patients (314.99 ± 494.92) was higher than healthy subjects (0.48 ± 0.75, p < 0.01). However, there was no significant correlation between UACR with eGFR of DM patients.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42858
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rifda Hanun Shalihah
"Latar belakang: Selulitis merupakan infeksi kulit oleh bakteri atau pioderma yang relatif umum terjadi. Angka kejadian selulitis adalah 24,6 per 1000 penduduk per tahun dengan insiden lebih tinggi pada orang berusia 45-65 tahun, di mana selain usia paruh baya, selulitis juga sering terjadi pada lansia. Selain peningkatan usia, jenis kelamin dan diabetes melitus juga dapat meningkatkan risiko selulitis. Tujuan penelitian ini teranalisisnya hubungan antara usia, jenis kelamin, diabetes mellitus dan selulitis pada pasien rawat inap dan rawat jalan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Meskipun telah ada penelitian yang meneliti hubungan antara faktor risiko selulitis dan selulitis di negara lain, jumlah penelitian mengenai hubungan tersebut masih terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut yang meneliti hubungan antara usia, jenis kelamin dan diabetes mellitus dengan kejadian selulitis. Metode: Studi cross sectional dilakukan dengan total 131 subyek. Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa rekam medis pasien. Hasil: Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan antara usia dan kejadian selulitis (p-value = 0,044), namun tidak ada hubungan antara kejadian selulitis dan jenis kelamin (p-value = 0,433). Selain itu, ada hubungan antara diabetes mellitus dengan kejadian selulitis (p-value = 0,035). Kesimpulan: Penelitian ini menegaskan bahwa ada hubungan antara usia dan diabetes mellitus dengan kejadian selulitis.

Introduction: Cellulitis is a relatively common bacterial skin infection or pyoderma. The incidence of cellulitis is 24.6 per 1000 population per year with a higher incidence in people aged 45-65 years, where apart from middle age, cellulitis also often occurs in the elderly. In addition to increasing age, gender and diabetes mellitus may also increase the risk of cellulitis. The purpose of this study is to analyze the relationship between age, gender, diabetes mellitus and cellulitis in inpatients and outpatients at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Although there have been studies examining the relationship between risk factors for cellulitis and cellulitis in other countries, the number of studies regarding this relationship is still limited. Therefore, further research is needed to examine the relationship between age, gender and diabetes mellitus with the incidence of cellulitis. Methods: A cross-sectional study was conducted with a total of 131 subjects. The data used is secondary data in the form of patient medical records. Results: Our result shows that there is a relationship between age and the incidence of cellulitis (p-value = 0.044), but there is no relationship between the incidence of cellulitis and gender (p-value = 0.433). In addition, there is a relationship between diabetes mellitus and the incidence of cellulitis (p-value = 0.035). Conclusion: This study confirms that there is a relationship between age and diabetes mellitus with the incidence of cellulitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chandradewi Kusristanti
"ABSTRAK
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit yang paling sering muncul di dunia. Banyaknya regimen yang harus dipatuhi penderita DM, adanya risiko komplikasi, dan lain sebagainya merupakan faktor yang dapat memengaruhi munculnya diabetes-related distress pada penderita DM. Melalui berbagai penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa diabetes-related distress memberikan pengaruh negatif terhadap kondisi fisik ataupun psikologis penderita DM. Pengaruh negatif tersebut juga dialami oleh penderita DM, yang juga diperburuk oleh karakteristik lanjut usia.
Melihat pengaruh negatif dari diabetes-related distress pada penderita DM yang tergolong lanjut usia (lansia) tersebut, peneliti tertarik untuk memberikan intervensi untuk mengurangi diabetes-related distress dengan menggunakan pendekatan Cognitive Behavior Therapy. Penelitian dilakukan kepada dua orang lansia yang mengalami diabetes-related distress. Kedua partisipan yang menjalani intervensi Cognitive Behavior Therapy mengalami penurunan tingkat diabetes-related distress. Hal tersebut didapatkan melalui wawancara dan observasi, serta pengukuran menggunakan alat ukur PAID (Problem Areas In Diabetes). Setelah intervensi selesai diberikan, para partisipan sudah mampu mempraktikkan teknik-teknik intervensi yang diberikan dalam rangkaian intervensi. Para partisipan juga memahami bahwa keberhasilan intervensi ditentukan oleh kemandirian dan niat mereka untuk menjalankan teknik-teknik tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

ABSTRACT
Diabetes Mellitus (DM) is one of the most frequent diseases to appear globally. Too many regimens to adhere, complication risks, and so on can endorse diabetes-related distress in DM patients. Many studies have found that the presence of diabetes-related distress gives negative impacts to patients, physically and psychologically. In older DM patients, those negative impacts is worsen by the characteristics of older adults.
Knowing those negative impacts to older DM patients, I decided to conduct a study that consists of delivering intervention with cognitive behavior therapy approach to lessen diabetes-related distress for older adults with DM. There are two participants in this study, both are older adults with high level of diabetes-related distress. All participants experienced decreased level of diabetes-related distress from their participation in this intervention, as shown in interview, observation, and an assessment using PAID (Problem Areas In Diabetes). After all the intervention sessions have been delivered, all participants are able to practice the interventions techniques that were given. All participants also understand that the therapeutic success is determined by their independence and their willingness to change by practicing the techniques in daily life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumalun, Victor Larry Eduard
"Latar Belakang: Insidensi dan prevalensi diabetes melitus tipe 2 (DMT2) terus meningkat. Penurunan imunitas yang terjadi pada DMT2 dapat meningkatkan risiko infeksi. Kontrol gula darah yang baik bermanfaat dalam pengendalian infeksi dan pencegahan komplikasi makro dan mikrovaskuler tetapi penelitian yang melibatkan pasien DMT2 usia lanjut masih belum konklusif. Serial kasus ini dilakukan untuk melihat efektivitas kontrol gula darah terhadap kesintasan pasien DMT2 yang dirawat di rumah sakit, dan untuk implementasi tatalaksana nutrisi sesuai kebutuhan dan kondisi klinis pasien.
Metode: Pasien pada serial kasus ini berusia antara 47 ? 65 tahun. Penyulit infeksi pada keempat pasien ini yaitu gangren diabetikum, selulitis, dan sepsis dengan infeksi paru dan infeksi saluran kemih. Tatalaksana nutrisi pasien dilakukan sesuai dengan rekomendasi American Diabetes Association dan Therapeutic Lifestyle Changes disesuaikan dengan kondisi klinis dan toleransi pasien. Perhitungan kebutuhan nutrisi menggunakan rekomendasi untuk perawatan pasien sakit kritis bagi pasien yang dirawat di intensive care unit (ICU), dan menggunakan perhitungan dengan formula Harris-Benedict bagi yang dirawat di ruangan dengan faktor stres sesuai derajat hipermetabolisme pasien. Pasien dipantau selama 7 ? 11 hari. Edukasi diberikan kepada pasien dan keluarga selama perawatan dan saat akan pulang.
Hasil: Dalam pemantauan, tiga pasien menunjukkan perbaikan klinis, toleransi asupan, dan laboratorium, dan dapat dipulangkan, sedangkan satu pasien meninggal dunia.
Kesimpulan: Kontrol gula darah, asupan nutrisi yang adekuat, dan edukasi yang sesuai, dapat meningkatkan kesintasan pasien DMT2 dengan penyulit infeksi yang dirawat di rumah sakit.

Background: The incidence and prevalence of type 2 diabetes mellitus (T2DM) is increasing. Immune disfunction in T2DM patient may increase the risk of infection. The appropriate blood glucose control has a benefit in infection control and macro and microvascular complication prevention. The Studies of glycaemic control included older patients did not find convincing evidence. The aim of this case series is to assess the association between glycaemic control and clinical outcome of hospitalized T2DM patient with comorbid infection, and to provide appropriate nutrition therapy based on individual nutrition needs.
Method: Patients in this case series were between 47 - 65 years old. There of those patients were diagnosed T2DM with comorbid gangrenous diabeticum, cellulitis, and sepsis with lung infection and urinary tract infection. Two patients need intensive care in ICU, and another patients in the ward. Two patients received nutrition therapy as critically ill condition, and the rest as American Diabetic Association recommendation, with basal calorie requirement were calculated using Harris-Benedict formula and stress factor suitable for metabolic changes. Monitoring was done for 7 - 11 days. Education was done for the patient and family during hospitalization and discharge planning.
Results: Three patients showed the improvement of clinical conditions, intake tolerance, and laboratory results, whatever one patient was pass away.
Conclusion: Glycaemic control, adequate nutrition intake, and intensive education, may improve survival rate in hospitalized T2DM patient with infection as comorbid.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Kusuma Putri Mahdi
"ABSTRAK
Latar belakang Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang perawatannya sangat bergantung kepada kemampuan penderitanya untuk mematuhi regimen medis berupa pengaturan pola makan, berolahraga, pengecekan kadar glukosa darah, dan meminum obat sesuai anjuran. Ketidakpatuhan terhadap regimen medis dapat mengakibatkan kontrol glukosa darah memburuk dan memperbesar resiko komplikasi penyakit, seperti gangguan mata dan hipertensi. Pada lansia dengan diabetes melitus tipe 2, kepatuhan medis menjadi suatu isu yang lebih kompleks, karena semakin bertambah usia seseorang maka regimen medis yang dimiliki juga akan menjadi lebih kompleks, sedangkan kemampuan kognitif dan memori mengalami penurunan. Oleh karena itu, peneliti mencoba menjawab permasalahan tersebut dengan memberikan Cognitive Behavioral Therapy kepada 2 (dua) orang lansia dengan diabetes melitus tipe 2 yang bermasalah dengan kepatuhan medis. Desain penelitian ini menggunakan single subject design. Pengukuran dilakukan saat pra-intervensi, pertengahan intervensi, dan pasca-intervensi. Hasil pengukuran intervensi melalui pengisian 8-Item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8), wawancara dan observasi, serta pengukuran kadar glukosa darah, menunjukkan kenaikan tingkat kepatuhan medis dari rendah menjadi menengah pada kedua partisipan. Kesimpulan penelitian ini membuktikan bahwa Cognitive Behavioral Therapy efektif untuk meningkatkan kepatuhan medis pada para lansia dengan penyakit diabetes melitus tipe 2. Partisipan juga merasa mendapatkan manfaat dari teknik-teknik yang diajarkan dalam terapi ini dan memahami bahwa untuk mempertahankan kepatuhan medis yang mereka miliki, partisipan perlu untuk selalu menerapkan teknik-teknik tersebut dalam keseharian mereka.

ABSTRACT
Background Type 2 diabetes mellitus is a chronic disease which its treatment heavily depend on patients ability to adhere to their medical regimens. Type 2 diabetes mellitus medical regimen consists of healthy diets, frequent exercises, blood glucose level control, and regular taking of medications. Non-adherence to medical regimen could lead to worse blood glucose control and result in the increase of another disease complication, such as glaucoma and hypertension. In older adults with type 2 diabetes mellitus, medical adherence becomes a more complex issue, because as people grow old, their medical regimen will become more complex. Meanwhile, their cognitive and memory ability decrease. In this research, the researcher will provide Cognitive Behavioral Therapy for 2 (two) older adults with type 2 diabetes mellitus and have problems with their medical adherence. Research design use single subject design. There are three assessments that were taken, pre-intervention, mid-intervention, and post-intervention. Result assessments through 8-Item Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8), interview, observation, and blood glucose control showed increase in medical adherence levels, from low medical adherence to medium medical adherence in both participants. Conclusion this research proved that Cognitive Behavioral Therapy is effective to increase medical adherence in older adults with type 2 diabetes mellitus. All participants also experienced the benefits from techniques that were given during therapy and understood that to maintain the medical adherence they achieved; they need to keep applied those techniques into their daily life.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khairul Andri
"Penatalaksanaan DM memiliki hubungan erat dengan kadar gula darah diabetisi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan penatalaksanaan DM dengan kadar gula darah lansia diabetisi. Disain penelitian menggunakan pendekatan crossectional study. Penelitian dilakukan pada 49 orang lansia di kelurahan Cisalak Pasar. Analisis bivariat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diit dengan kadar gula darah (p value: 0,035), tidak ada hubungan antara latihan fisik dengan kadar gula darah (p value: 0,246), ada hubungan antara minum obat dengan kadar gula darah (p value: 0,011) dan ada hubungan antara pengendalian stres dengan kadar gula darah (p value: 0,007). Analisis multivariat menyimpulkan bahwa elemen penatalaksanaan DM yang dominan adalah minum obat (OR 10,7).

Diabetes Mellitus management has close correlation with blood sugar level of Diabetes patient. The purpose of this study was to examine the correlation between Diabetes Mellitus Management with Blood Sugar Level on Elderly with DM. This is descriptive cross-sectional study, where recruiting 49 elderly people from Cisalak Pasar area. The result shows that there is significant correlation between diet (p value: 0,035), take medication (p value: 0,011), stress management (p value: 0,007) with blood sugar level but no significant correlation between physical exercise (p value: 0,246) with blood sugar level. Multivariate analysis result shows that taking medication is the most predominant element in diabetes management (OR 10,7).
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42016
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>