Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145165 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahra Elkhaira Zulkifli
"Mempertimbangkan kesuksesan film musikal Disney seperti The Little Mermaid, yang memulai Renaisans mereka dalam musikal animasi, dan musikal panggung terkenal seperti Wicked, yang masih berlangsung sejak dibuka pada tahun 2003, artikel ini menguraikan fungsi lagu dalam narasi musikal, baik di atas panggung maupun di bioskop. Memanfaatkan teori lagu diegetik dan non-diegetik dalam musikal (Plemenitaš, 2016), paradigma naratif, selain menonton musikal, makalah ini akan mempelajari bagaimana musik akan beresonansi dan mendukung alur cerita. Selain itu, artikel ini juga akan membedah adaptasi musikal dari panggung ke film dan bagaimana bentuk seni yang berbeda memiliki tantangan unik dalam menyajikan plotnya. Artikel ini mengeksplorasi mengapa penyertaan musik mengangkat aspek penceritaan, seperti pengulangan melodi dalam sebuah lagu.
Considering the notable success of Disney film musicals such as The Little Mermaid, which started their Renaissance in animated musicals, and acclaimed stage musicals like Wicked, which is been ongoing since its opening in 2003, this article elaborates on the function of songs in the narrative of a musical, both on stage or in cinema. Utilizing the theory of diegetic and non-diegetic songs in musicals (Plemenitaš, 2016) and, the narrative paradigm, alongside watching musicals, this paper will study how music resonates and supports the storyline. Moreover, this article will also dissect the adaptation of musicals from stage to film and how the different art forms have unique challenges in presenting the plot. This article explores why the inclusion of music elevates the storytelling aspect, such as melodic repetition in a song."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Royyan Noor Arofianto
"Film 3D Stop Motion menjadi salah satu hasil karya pembentukan karya berdasarkan gerakan. Sebuah ruang ilusi gerak yang memerlukan komposisi dan tatanan frame untuk menciptakan sebuah narasi tertentu dan dapat diterima oleh mata manusia.Isu yang terjadi sini membuktikan bahwa sebuah frame yang cenderung diam dapat terlihat menghasilkan motion dengan ciri tertentu yang dapat mengilusikan gerak menjadi lebih dinamis.Sehingga timbul pertanyaan, apakah sebuah komposisi statis dapat mengilusikan menjadi sebuah yang dinamis sehingga dapat direlasikan dalam metode perancangan? Pertanyaan inilah yang memunculkan ketertarikan untuk membahas bagaimana sebenarnya komposisi frame yang dihasilkan dari film 3D Stop Motion. Dan dengan adanya potensi metode tersebut dengan melihat bagaimana sebuah objek 3D yang menjadi figur utama dalam produksi film dapat di rekonstruksi ulang menjadi metode pembentukan Form.

3D Stop Motion Movie became one of the formation of works-based movement. A space of motion illusion requiring the composition and frame order to create a certain narrative and acceptable to the human perception.Issues that occur here prove that a frame that tends to be static can be seen to produce motion with certain characteristics. Creating an illusion that cause the motion becomes more dynamic. The question arises, whether a static composition can makes an illusion into a dynamic so it can be related in the design method? This question raises an interest to discuss how the actual frame composition resulting from the 3D motion of Stop Motion. And with the potential of this method by looking at how a 3D object that becomes the main figure in film production can be reconstructed into Form making method."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Prakosa,Gotot
Jakarta: FFTV-IKJ, 1997
791.43 Pra f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lie Liliana Dea Jovita
"Pada tahun 2015, isu mengenai pengungsi kembali menjadi perbincangan hangat di Jerman. Peningkatan jumlah pengungsi yang masuk ke Jerman dalam beberapa tahun terakhir membuat topik ini diangkat ke dalam beberapa film, contohnya film Hotel California. Film ini merupakan sebuah film pendek yang diproduksi oleh ABC Bildungs- und Tagungszentrum e.V., yang menceritakan tentang kehidupan pengungsi di Jerman. Melalui film ini, penulis menganalisis identitas pengungsi yang terbentuk serta ideologi apa yang terdapat dalam film. Film dianalisis sebagai sebuah teks. Adegan yang dianggap penting akan dipilah dan dianalisis dengan menggunakan teori representasi dan identitas kultural Stuart Hall.

In 2015, the issue of refugees become a hot topic in Germany. The increasing number of refugees who have entered Germany in recent years has made this topic raised in several films, for example Hotel California. Hotel California is a short film produced by ABC Bildungs und Tagungszentrum e.V., which tells of the life of refugees in Germany. Through this film, the author analyzes the identity construction of refugee and reveal what ideology contained in the film. The film will be analyzed as a text. The important scenes will be sorted and analyzed using the theory of representation and cultural identity of Stuart Hall.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S69264
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natasha Dematra
Jakarta: Bhuana Ilmu Populer, 2018
791.437 NAT b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ryani Sisca Pertiwi Nur
"Film independen adalah label yang sangat kontekstual. Penelitian ini mengkaji Buttonijo yang melakukan produksi kolektif dan distribusi alternatif yang berfokus pada film independen. Lewat studi kasus kolaborasi pembuat film independen dengan Buttonijo, peneliti berupaya menemukenali film independen dan memahami proses produksi kolektif dan distribusi alternatif yang dilakukan.
Penelitian ini menemukan bahwa Buttonijo melakukan strategi komersialisasi yang tidak sesuai dengan logika pembuat film independen yaitu kemampuan untuk mempertemukan film dengan khalayaknya. Hal ini menuntut pembuat film independen untuk berstrategi secara mandiri dalam hal 1 pendanaan, 2 produksi, dan 3 pemutaran sebagai hal utama bagi pembuat film independen.
Penelitian ini berargumen bahwa film independen adalah sebuah kemandirian dalam membuat film berlandaskan keadaan yang dapat dilihat lewat pilihan-pilihan yang diambil berdasarkan keadaan yang dimiliki oleh pembuat film independen. Sebagai tambahan, peran teknologi juga akan dibahas sebagai dasar logika dan praktik baik bagi Buttonijo maupun pembuat film independen.

Independent film is highly contextualized label. This study examines Buttonijo that does production collective and alternative distribution focusing on independent film. Through case study of collaboration between Buttonijo and independent filmmaker, this study attempts to identify independent film and understanding the process of production collective and alternative distribution that occurred.
This study shows Buttonijo done commercialized strategy which does not convenient for independent filmmaker in terms of meeting their film and the audiences. This condition encourages independent filmmaker to strategize in terms of 1 funding, 2 production, 3 screening as main focus for them.
This study then argues that independent film is an autonomous attempt to make film based on each condition, which could be examined through their choices. Furthermore, role of technology will also be discussed as primary base for both Buttonijo and independent filmmaker.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Maura Aprilia D`Yona
"Film dapat menjadi sebuah media yang membantu penontonnya mengatasi ketakutan mereka terhadap kematian, juga meminimalisasi stigmatisasi negatif terkait topik tersebut. Penulis mengusulkan bahwa film dan kemampuannya untuk menceritakan sesuatu dapat mengubah kematian menjadi sebuah subyek yang dapat dibicarakan secara terbuka. Penulis melihat bahwa dua film Tim Burton, Corpse Bride (2005) dan Frankenweenie (2012), telah berdiskusi tentang kematian secara kasual. Tulisan ini membandingkan bagaimana kedua film membahas kematian. Tulisan ini juga meneliti bagaimana film Burton menggunakan latar spesifik dan aliansi antara karakter yang hidup dan mati untuk menormalisasi topik kematian. Dengan menggunakan metode analisis teks kualitatif, tulisan ini berusaha membuktikan bahwa film tersebut menormalisasi isu kematian dalam film dengan menggambarkan kematian secara tidak realistis dan berusaha mendorong dibukanya ruang diskusi tentang kematian yang kasual dengan mengulang konflik yang sama di kedua film. Film-film tersebut juga menormalisasi topik kematian dengan menciptakan dunia fiksi yang menerima keberadaan makhluk yang sudah mati dan hubungan mereka dengan makhluk hidup. Terakhir, tulisan ini membahas karakter yang diasingkan dari masyarakat yang digambarkan sebagai pahlawan karena mau menerima keberadaan makhluk yang sudah mati.

Films can be a method to help people cope with their fear of death and minimize the negative stigmatizations surrounding the topic. The writer proposes that film and its ability to tell a story is capable of making death a subject that can openly be talked about. The writer notices two of Tim Burton’s movies, Corpse Bride (2005) and Frankenweenie (2012), are discussing death casually. The article compares how the two movies discuss death. The article also examines why Burton’s films use specific settings and the alliance between the living and the dead characters to normalize death. Using qualitative textual analysis as a method, this article argues that the movies normalize the issues by portraying death unrealistically and encouraging to talk about death casually by using the same conflict in the two movies. The films also try to normalize death by creating a fictional world that is accepting of dead creatures and their contact with the living. Lastly, the article discusses that the characters alienated in their society are portrayed as the hero for accepting dead creatures."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Griffin, Sean
Hoboken, New Jersey: Wiley Blackwell, 2018
791.43 GRI f
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Istiqomah
"Film dapat berisi penggambaran peristiwa sejarah yang terjadi di masa lampau. Salah satu film yang menggambarkan peristiwa sejarah adalah film De Oost. De Oost menggambarkan penjajahan yang dilakukan Belanda di Indonesia pada tahun 1946 di Sulawesi Selatan. De Oost disutradarai oleh Jim Taihuttu dan dirilis pada tahun 2020. De Oost memperlihatkan penjajahan Belanda di Indonesia baik yang dilakukan secara fisik maupun verbal. Penelitian ini berfokus pada kekerasan verbal yang dilakukan oleh para tokoh yang terdapat dalam film De Oost tepatnya yaitu disfemisme. Beberapa dialog dalam film tersebut mengandung disfemisme yang dipicu oleh rasa marah, tidak suka, dan perasaan superior atau dominan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif. Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat enam jenis disfemisme dengan posisi tertinggi pada jenis membandingkan orang dengan binatang dan sumpah serapah. Disfemisme banyak dilakukan oleh prajurit Belanda sebagai pihak penjajah atau penguasa. Dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa seiring dengan tema film De Oost yakni penjajahan, maka disfemisme yang muncul dalam film De Oost dipicu oleh dominasi kuasa pihak superior yakni prajurit Belanda yang terlihat dalam bahasa yang mereka gunakan sehari-hari.

Films can contain depictions of historical events that occurred in the past. One film that depicts historical events is De Oost. De Oost depicts the Dutch colonisation of Indonesia in 1946 in South Sulawesi. De Oost is directed by Jim Taihuttu and was released in 2020. De Oost shows the Dutch colonisation of Indonesia both physically and verbally. This research focuses on the verbal crimes committed by the characters in De Oost, namely dysphemism. Some dialogues in the film contain dysphemisms triggered by anger, dislike, and feelings of superiority or dominance. This research uses qualitative method with a descriptive analysis approach. This research shows that there are six types of dysphemism with the highest position in the type of comparing people with animals and swearing. Many of the dysphemisms were done by Dutch soldiers as the colonisers or rulers. From the findings, it can be concluded that along with the theme of De Oost, namely colonialism, the dysphemisms that appear in De Oost are triggered by the dominance of the power of the superior party, namely the Dutch soldiers, which can be seen in the language they use daily.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>