Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165920 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwitya Dian Pratiwi
"Gizi kurang adalah salah satu penyebab kematian pada balita sekitar 45% dari kasus kematian balita di dunia. Pola asuh merupakan sikap dan perilaku orang tua terhadap anaknya, rencana penjadwalan pemberian makan serta penyajianya kepada anak adalah merupakan salah satu dari pola asuh. Pola asuh orang tua yang kurang merupakan faktor ekternal terjadinya gizi kurang pada balita. Di RSUD Kramat Jati status gizi kurang pada balita memiliki presentase 35%. Studi cross sectional bertujuan untuk melihat hubungan pola asuh orang tua terhadap status gizi kurang pada balita. Pengambilan data dilakukan secara langsung pada bulan April-Juni 2023 pada seluruh balita yang berkunjung ke poliklinik RSUD Kramat Jati dengan jumlah sampel 374 responden. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pola asuh orang tua dengan status gizi kurang. Pola asuh kurang baik pada balita yang memiliki gizi kurang baik mempunyai resiko 2,031 kali dibandingkan pada balita dengan status gizi normal (PR;2,031; CI 95%:1,338–3,083;nilai-p 0.018). Hasil analisis regresi logistik hubungan pola asuh orang tua dengan status gizi kurang pada balita setelah dikontrol oleh variabel kovariat: usia ibu, pendidikan terakhir ibu, pekerjaan ibu, pekerjaan ayah, pendapatan keluarga, sanitasi lingkungan, jenis kelamin, dan penyakit infeksi pada balita menunjukan balita dengan pola asuh kurang baik mempunyai risiko 2,080 kali mengalami status gizi kurang dibandingkan dengan balita yang mempunyai status gizi normal (PR:2,080;CI 95%:1,359 – 3,182; nilai-p:0,001).

Malnutrition is one of the causes of death in toddlers, around 45% of under-five deaths in the world. Parenting patterns are the attitudes and behavior of parents towards their children, the plan for scheduling feeding and serving it to children is one of the parenting patterns. Poor parenting patterns are an external factor in the occurrence of malnutrition in toddlers. At Kramat Jati Regional Hospital, the percentage of malnutrition among toddlers is 35%. This cross-sectional study aims to see the relationship between parental parenting patterns and malnutrition status in toddlers. Data collection was carried out directly in April-June 2023 on all toddlers who visited the Kramat Jati Regional Hospital polyclinic with a sample size of 374 respondents. The results of statistical tests show that there is a relationship between parenting patterns and malnutrition status. Poor parenting patterns for toddlers who have poor nutrition have a risk of 2.031 times compared to toddlers with normal nutritional status (PR; 2.031; 95% CI: 1.338–3.083; p-value 0.018). The results of the logistic regression analysis of the relationship between parenting patterns and malnutrition status in toddlers after being controlled by covariate variables: mother's age, mother's last education, mother's job, father's job, family income, environmental sanitation, gender, and infectious diseases in toddlers show that those with poor parenting patterns have a 2.080 times risk of experiencing malnutrition compared to toddlers who have normal nutritional status (PR: 2.080; 95% CI: 1.359 – 3.182; p-value: 0.001)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hira Fitriani Aisyah
"Latar Belakang. Stunting adalah deficit pertumbuhan pada anak yang bisa diperkecil dengan melakukan usaha intervensi pada lingkungannya sebelum usia anak melebihi dua tahun, jika melebihi usia tersebut kegagalan pertumbuhan linier tidak bisa diubah. Konsekuensi dari kejadian stunting adalah kematian, rendahnya kemampuan kognitif, rendahnya tinggi badan saat dewasa, meningkatkan resiko penyakit kronis, menurunkan kesehatan reproduksi, menurunkan produktivitas kerja. Pola asuh merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Perilaku ibu dalam mengasuh balitanya memiliki kaitan yang erat dengan kejadian stunting pada balita. Salah satu penyebab ibu tidak dapat mengasuh balitanya dengan baik adalah ketika ibu memiliki pekerjaan, dan meningkatnya peran sosial ekonomi wanita pada saat ini. Wilayah Jakarta Timur menduduki posisi lokai fokus stunting, salah satunya di Kelurahan Tengah. Diketahui sebagian besar pekerjaan ibu di Kelurahan Tengah sebagai pengupas bawang. Berdasarkan operasi timbang dan pengolahan data pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada Februari 2019 di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, diketahui prevalensi stunting pada enam posyandu di dua RW terpilih mencapai angka 25,9%.
Tujuan. Mengetahui Perbandingan Pola Asuh Ibu Pekerja Pengupas Bawang Dengan Balita Stunting Dan Tidak Stunting Di Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati Tahun 2020.
Metode. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dengan teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam secara daring. Penelitian di lakukan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati. Sampel dipilih secara purposive sampling sesuai kriteria inklusi dan eksklusi dengan informan utama yang memiliki balita stunting dan tidak stunting usia 24-59 bulan, informan keluarga dan informan kunci terdiri dari, Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Tengah dan kader posyandu.
Hasil. Hasil penelitian terhadap informan utama dengan balita stunting menunjukkan bahwa sebagian besar ibu berpendidikan rendah, memiliki suami dengan pekerjaan non-formal, tidak memberikan ASI Eksklusif kepada anaknya, memberikan makan dengan frekuensi yang kurang, variasi makanan tidak beragam karena anak banyak diberikan jajanan, dukungan psikososial yang rendah serta rendahnya partisipasi ke posyandu.
Kesimpulan. Terdapat perbedaan antara pola asuh ibu pekerja pengupas bawang dengan balita stunting dan ibu pekerja pengupas bawang dengan balita tidak stunting.

Background. Stunting is a growth deficit in children which can be reduced by doing some interventions in the environment before the child is more than two years old, if it goes beyond that age the growth failure cannot be changed. The consequences of the occurrence of stunting are death, low cognitive ability, low height in adulthood, increasing the risk of chronic diseases, reducing reproductive health, and decreasing work productivity. Parenting is a factor that affects the growth and development of children under five years old. Mother's caring behavior for her toddler has a close relationship with the incidence of stunting in toddlers. One of the reasons is because the mothers couldn’t take a good care of their toddlers when they’re doing their jobs, and the increasing socioeconomic role of women at this time. East Jakarta region has become the main location of stunting, one of them is in Karang Tengah Village. It is known that most of Karang Tengah Village’s mothers work as an onion peeler. Based on the weighing and preliminary data which carried out by researchers in February 2019 in the working area of ​​Puskesmas Karang Tengah, Kramat Jati District, it is known that the prevalence of stunting in 6 posyandu in the two selected RWs reached 25.9%.
Goal. Knowing the comparison of mother's parenting patterns of onion peeling workers with stunting toddlers and non-stunting toddlers in tengah village, kramat jati sub-district in 2020
Method. This research is a qualitative research, with case-study approach, and data collection techniques carried out through in-depth online interviews. The study was conducted in the working area of the Puskesmas Karang Tengah, Kramat Jati District. The sample was selected by purposive sampling, based on the inclusion and exclusion criteria which the main informant having stunting and not stunting toddlers aged 24-59 months, family informants and key informants consisting of Nutrition Workers in the Puskesmas Karang Tengah and Posyandu cadres.
Result. The results of research on key informants with stunting toddlers show that most mothers have low education, have husbands with non-formal jobs, and didn’t give exclusive breastfeeding to their children, provide food with less frequency, food variations are not varied because children are given a lot of snacks, psychosocial support low and low participation in Posyandu.
Conclusion. There is a difference between the parenting pattern of onion peeler workers with stunting toddlers and the parenting pattern of onion peeler workers with non-stunting toddlers
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Eristiana
"Latar Belakang: Malnutrisi merupakan salah satu predikor luaran pengobatan yang buruk. Indeks masa tubuh (IMT) kurang 18,5 kg/m2 dan ketidakcukupan peningkatan berat badan saat pengobatan berkaitan dengan peningkatan risiko kegagalan pengobatan kematian dan kekambuhan TB. Intervensi gizi tinggi energi dan protein dapat memperbaiki malnutrisi sehingga memperbaiki imunitas, kekuatan otot dan mempercepat konversi.
Metode: Penelitian ini merupakan open label non-randomised clinical trial dan merupakan merupakan uji pendahuluan. Penelitian ini dilakukan di poliklinik MDR RSUP Persahabatan periode April-Desember 2022 pada pasien TB resistan obat (RO) yang mengalami malnutrisi. Kelompok intervensi mendapatkan edukasi gizi dan suplementasi nutrisi oral tinggi energi dan protein (705 kkal dan 31 gram per hari) selama 60 hari sedangkan kelompok kontrol hanya mendapat edukasi gizi selanjutnya dievaluasi perubahan berat badan, waktu koversi, perubahan keluhan dan parameter hematologi.
Hasil: Didapatkan 36 pasien kelompok intervensi dan 34 pasien kontrol. Pemberian suplementasi nutrisi meningkatkan asupan energi total dan protein harian [2012 vs 1596 kkal, p<0,001; 79 vs 58gram, p<0,001] dan meningkatkan berat badan ≥5% pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol [OR:14,518 95%IK (3,778-55,794), p<0,001]. Kelompok intervensi (86,1%) mengalami waktu konversi pada bulan ke-2 dibandingkan kelompok kontrol 70,6% (p<0,114). Perbaikan keluhan batuk dan sesak napas pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol [p<0,001 (batuk) dan p<0,001 (sesak)]. Terdapat perbedaan penurunan kadar protein total dan globulin pada kedua kelompok [p:0,038 (protein total) dan p:0,02 (globulin)] pascaintervensi. Protein total dan globulin merupakan reaktan fase akut sebagai petanda inflamasi dan berguna untuk evaluasi respons pengobatan TB dan intervensi nutrisi. Hasil analisis multivariat mendapatkan bahwa pasien dengan penurunan berat badan derajat sedang-berat sebelum pengobatan TB RO akan memiliki kenaikan berat badan ≥5% [aOR: 4,701 95%IK (1,334-16,569), p<0,001], sedangkan pasien yg memiliki keluhan sesak saat aktivitas sebelum pengobatan akan memiliki kesulitan naik berat badan ≥5% setelah dua bulan pengobatan [aOR:0,168 95%IK (0.043-0.797), p:0,074].
Kesimpulan: Intervensi gizi pada pasien TB RO dengan malnutrisi merupakan pendekataan terbaru untuk membantu keberhasilan pengobatan.

Background: Malnutrition is a predictor of poor treatment outcomes. Body mass index (BMI) less than 18.5 kg/m2 and inadequate weight gain during treatment are associated with an increased risk of treatment failure, death and recurrence. Nutritional intervention with high energy and protein can correct malnutrition thereby improving immunity, muscle strength and accelerating conversion.
Methods: This study is an open clinical trial design and is a preliminary test. This research was conducted at the MDR polyclinic at Persahabatan Hospital through the April-December 2022 of malnourished drug resistance (DR)-TB patients. The intervention group received nutriotion education and high energy and protein oral nutritional supplementation (705 kcal and 31gr per day) for 60 days while the control group only received education. This study is to evaluate body weight, conversion time rate, changes in complaints and hematological parameters.
Results: There were 36 patients in the intervention group and 34 control patients. Providing nutritional supplementation increased total energy and daily protein intake [2012 vs 1596 kcal p<0.001; 79 vs 58 gr, p<0.001] and increased body weight ≥5% in the intervention group compared to the control [OR:14.518 95% CI (3.778-55.794), p<0.001]. The intervention group (86.1%) experienced conversion time in the 2nd month compared to the control group 70.6% (p<0.114). Improvements in complaints of cough and shortness of breath in the intervention group compared to controls (p<0.001 and p<0.001). There were differences in the decrease in total protein and globulin levels in the two groups (p:0.038 and p:0.02) after the intervention. Total protein and globulin are acute phase reactants as markers of inflammation and are useful for evaluating response to treatment. The results of the multivariate analysis found that patients with moderate-to-severe weight loss before DR-TB treatment would have a weight gain of ≥5% [aOR: 4.701 95% CI (1.334-16.569), p<0.001], whereas patients who had shortness of breath when active before treatment will have difficulty gaining weight ≥5% after two months of treatment [aOR:0.168 95% CI (0.043-0.797), p:0.074].
Conclusion: Nutritional intervention in malnourished DR-TB RO is the latest approach to assist in successful treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Dwi Utami
"Beban ganda malnutrisi pada orang dewasa menjadi masalah gizi di populasi globalbegitu juga di Indonesia. Beban ganda malnutrisi ini terjadi sebagai akibat daripergeseran pola konsumsi yang salah satunya adalah konsumsi makanan bersumberprotein. Dalam menghadapi masalah tersebut pemerintah Indonesia mengeluarkanPedoman Gizi Seimbang PGS dengan anjuran untuk konsumsi makananbersumber protein. Dengan demikian, faktor yang berkaitan dengan konsumsimakanan bersumber protein perlu untuk diketahui. Beberapa studi sudahmenunjukkan bagaimana cara pemilihan makanan, baik studi kuantitatif atau studikualitatif. Studi kualitatif yang berfokus pada eksplorasi faktor yang berkaitandengan konsumsi protein pada orang Indonesia dewasa masih sedikit. Studikualitatif ini bertujuan untuk mengeksplore faktor-faktor yang berkaitan dengankonsumsi protein orang dewasa Indonesia di Jakarta. Studi dilakukan mulai dariAgustus 2017 hingga Mei 2018 sebagai bagian dari Studi SCRIPT. Sebanyak 16orang dewasa tinggal di Jakarta ikut berpartisipasi pada wawancara mendalam.Pemilihan informan ini dilakukan dengan cara purposive and snowball sampling.Diskusi kelompok terarah dan wawancara dengan informan kunci seperti sejarawanmakanan Indonesia, kepala keluarga, dan penjual makanan keliling dilakukansebagai triangulasi. Semua hasil rekaman di transkripsi kedalam teks verbatim dandilakukan pengecekan dengan hasil rekaman. Aplikasi Dedoose digunakan untukanalisis data dalam membuat coding dan tema dari hasil transkripsi verbatim.Terdapat 4 tema muncul dari analsis data yaitu pengetahuan mengenai makanmakanan bersumber protein; persepsi tentang makan makanan bersumber protein;konsumsi makanan bersumber protein orang dewasa di Jakarta; dan faktor yangberkaitan dengan konsumsi makanan bersumber protein. Beberapa faktor yangberkaitan erat dengan konsumsi makanan sumber protein orang dewasa di Jakartayaitu tradisi, norma, dan kepercayaan; karakteristik sensoris makanan; kesukaan;pengalaman; pertimbangan keamanan dan kesehatan; kemampuan memasak;kebiasaan dan kesukaan keluarga; pembagian tugas dan kewajiban dalampemenuhan makanan di keluarga; ketersediaan dan keterjangkauan pangan; dansumber informasi. Studi ini merekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan,BPPOM, dan ahli kesehatan untuk mempromosikan pemilihan makan yang sehatdan aman terutama makanan bersumber protein melalui kerja sama dengankomunitas dan penggunaan media sosial atau media interaktif. Selain itu, studi inijuga merekomendasikan kepada Kementerian Perikanan dan Kelautan dan jugaKementerian Pertanian untuk menyediakan makanan bersumber protein yang halal,aman, dan segar.
Double burden malnutrition among adults is an existing nutrition problem in globalpopulation as well as in Indonesia. This double burden of malnutrition is happenedas one of the impact of shifting in dietary pattern and one of the concern wasprotein source foods consumption. In order to faced the problem, Indonesiangovernment has been released Pedoman Gizi Seimbang PGS as nutritionguidlines. One of the message in PGS was to consume protein source foods.Therefore, factors related to protein source foods consumption should be known.Several studies were pointed out studies on food selection in quantitativeapproached and some of qualitative approached. However, qualitative studyfocused on exploring factors related to protein source foods consumption amongIndonesian adults in Jakarta are still limited. This qualitative study aims to explorefactors related to protein source foods consumption among Indonesian adults inJakarta. This study conducted started from August 2017 until May 2018 and part ofSCRIPT study. A total of 16 adults who were living in Jakarta participated in indepthinterview and was chosen by purposive and snowball sampling. FGD andkey informants interview including food historian, head of household, and foodseller were performed as data triangulation. All the recordings were transcribedverbatiim and double checking were done. Data coding and emerging themes fromtranscript verbatiim was done using Dedoose App. There were 4 themes emergedfrom this study which were the knowledge on eating protein source foods perception on eating protein source foods protein source foods consumptionamong adults in Jakarta and factors related to protein source foods consumption.However, factors related to protein source foods consumption were tradition,norms, and belief sensory appeal preferences experience safety and healthyconsideration cooking skills family rsquo s habit and preferences role and responsiblityin food procurement food availability and accessibility and source of informations.This findings encouraged Ministry of Health, Indonesian FDA, and healthprofessionals to promote how to choose healthy and safety foods especially proteinsourcefoods by doing enggangement with communities and using social media orinteractive platform. Besides, this findings were also recommend Ministry ofFisheries and Marine and Ministry of Agriculture to provide halal, safety, and freshprotein source foods."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erni Kurniasih
"Stunting masih menjadi salah satu persoalan yang dihadapi oleh negara-negara di dunia. Dampak dari stunting sendiri cukup serius. Dalam jangka pendek, anak-anak dengan stunting akan rentan terkena penyakit dan jangka panjang akan mengalami gangguan perkembangan otak secara permanen. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya percepatan penurunan stunting di Indoesia, diantaranya dengan mengalokasikan dana transfer ke daerah (TKD) untuk stunting mulai dari tahun 2019. TKD untuk stunting terdiri dari Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, DAK non fisik dan dana desa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari DAK untuk stunting terhadap prevalensi stunting. Penelitian ini menggunakan data panel stunting tahun 2021 dan 2022 pada 514 kab/kota. Sedangkan untuk DAK fisik dan non fisik untuk stunting menggunakan data tahun 2019, 2020 dan 2021, dengan asumsi dampak dari DAK untuk stunting belum dapat dirasakan di tahun yang sama. Metode penelitian menggunakan model panel fixed effect robust dan regresi linear robust. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DAK Fisik tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prevalensi stunting sedangkan DAK non fisik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penurunan prevalensi stunting, namun besaran dampaknya semakin menurun dalam jangka panjang. Variabel kontrol yang mempengaruhi stunting adalah PDRB perkapita, tingkat kemiskinan dan rata-rata lama sekolah perempuan.

Stunting is still one of the problems faced by countries in the world. The impact of stunting itself is quite serious. In the short term, children with stunting will be vulnerable to disease and in the long term they will experience permanent brain development disorders. The Indonesian government has made efforts to accelerate the reduction of stunting in Indonesia, including by allocating regional transfer funds (TKD) for stunting starting in 2019. TKD for stunting consists of physical Special Allocation Funds (DAK), non-physical DAK and village funds. This study aims to determine the impact of DAK for stunting on the prevalence of stunting. This study uses stunting panel data for 2021 and 2022 in 514 districts/cities. Meanwhile, physical and non-physical DAK for stunting uses data for 2019, 2020 and 2021, assuming that the impact of the DAK for stunting cannot be felt in the same year. The research method uses a robust fixed effect panel model and robust linear regression. The results showed that physical DAK had no significant effect on stunting prevalence, while non-physical DAK had a significant effect on reducing the prevalence of stunting with the magnitude of the impact decreases in the long term. The control variables that affect stunting are GRDP per capita, poverty level and the average number of years of schooling for women."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
John Taruna
"Gizi buruk merupakan kekurangan gizi tingkat berat terutama pada anak-anak dibawah umur lima tahun (balita) dan merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi karena berdampak terhadap kesehatan dan Human Devolopment Index manusia Indonesia 15-20 tahun yang akan datang.
Masalah gizi memiliki dimensi yang luas, tidak hanya merupakan masalah kesehatan tetapi juga meliputi masalah sosia}, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan dan lingkungan. Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antara wilayah ataupun antara kelompok masyarakat, bahkan akar masalah ini dapat berbeda antara kelompok usia balita.
Kondisi krisis ekonomi sejak tahun 1997 dan terus berkelanjutan sampai saat ini, menyebabkan daya beli pada masyarakat secara umum menjadi menurun, karena disatu pihak relatif banyak yang kehilangan sumber mata pencaharian sementara dipihak lain adanya peningkatan harga barang dan jasa. Hal ini dapat mengakibatkan dampak buruk terhadap kesehatan dan gizi masyarakat, terutama balita. Masalah gizi pada anak balita di provinsi Riau dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor status ekonomi keluarga dengan terjadinya kasus gizi buruk pada anak balita umur 6 bulan sampai < 5 tahun di Kabupaten Kampar Riau tahun 2002, dengan variabel kovariatnya yaitu riwayat diare, pendidikan ayah, pendidikan ibu, umur balita, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, pekerjaan ayah, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, dan pemberian ASI ekslusif.
Penelitian ini merupakan penelitian bservasional dengan metoda kasus kontrol. Responden dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang mempunyai anak balita umur 6-59 bulan dengan status gizi buruk saat penelitian, dan sebagai kontrolnya adalah ibu dengan balita gizi baik (148 kasus dan 148 kontrolnya). Penelitian dilakukan di Kabupaten Kampar Riau. Analisis data dilakukan dengan uji kai kuadrat dan analisis multivariat menggunakan regresi logistik.
Hasil uji analisis logistik diketahui ada hubungan yang signifikan antara status ekonomi keluarga dengan terjadinya kasus gizi buruk pada anak balita di Kabupaten Kampar Riau (p=0,0001) dengan OR 2,8599 (95% CI: 1,7176 - 4,7619 ). Dari hasil perhitungan dampak potensial diketahui bahwa status eknomi keluarga (keluarga miskin) mempunyai kontribusi sebesar 47% sebagai faktor risiko terjadinya gizi buruk balita, artinya jika faktor ini dihilangkan maka akan dapat dicegah terjadinya gizi buruk pada balita sebesar 47%.
Disimpulkan bahwa status ekonomi keluarga mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya gizi buruk pada anak balita, untuk itu dalam upaya penanggulangan dan pencegahan masalah gizi agar memberikan perhatian dan penekanan kepada variabel status ekonomi keluarga (kemiskinan), dengan melakukan upaya terpadu. Dalam pemilihan dan perencanaan upaya yang berkaitan dengan masalah gizi buruk ini agar mempertimbangkan ukuran dampak potensial yang berkontribusi terhadap terjadinya kasus gizi buruk pada anak balita.

The Relationship Between Family Economical Status and The Incidence of Severe Malnutrition Cases Among Children of Under five Years in Kabupaten Kampar Riau Province 2002Severe Malnutrition is the chronic nutrient deficiency, which usually occurs at under five years old children. It also the main nutrient problems in Indonesia that should have to decline and reducing its effects to health and Indonesians Human Development Index for the next 15 - 20 years.
The nutrition problem has a very wide dimension, not just public health problems but also social, economic, culture, care, education, and environment. The ignitions of nutrition problems in one region or society to another could be different, in fact the occurrence among under five years old children could be different.
Indonesia's economic crisis conditions in 1997 and still continuing today caused public's purchasing power decreasing generally, as effect of un-employments and the raise of goods and services prices. Those conditions could make worst for public's health and nutrients, especially toddlers. Nutrient problems in Riau Province inclination increase years after years.
The goals of this research is to determines the connection between economical status factors and severe malnutrition incidences, age between 6 months - 5 years old, at Kabupaten Kampar Riau in 2002; with diarrheic, parents educational, toddlers age, gender, numbers of family members, parents works, mother's maternity knowledge, and breast feeding, as the covariate variables.
This research is an observational research with case control method. The respondents of this research are the mothers that have children of under five years, which have severe malnutrition, and as the controls are the mothers that have good nutrition (148 cases and 148 controls). The research took place at Kabupaten Kampar Riau (p = 0,0001) with OR 2, 8599 (95% CI: 1,7176 - 4,7619).
According to potential effect formula, had known that the family's economical status (poor family) have 47% contributions as risk factor of severe malnutrition cases , that mean if we can eliminate this factor, we can reduce the toddlers bad nutrient cases to 47%.
The conclusion of the research, that family's economical status has a significant connection to incidence severe malnutrition cases, therefore any dealing and prevention acts with public's nutrients and health problems should pay attention to family's economical status variable by doing full planning works. In determining and planning acts to prevent the nutrient problems, we have to considering the potential effect values that make contributions to severe malnutrition cases.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10809
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Leonita Katarina
"Masalah Kurang Energi Protein masih merupaknn masalah gizi utama di Indonesia dan dapat ditemui pada sebagian besar wilayah Indonesia termasuk DKI Jakarta. Wilayah Jakarta Timur akan menjadi salah satu wilayah kczja World Vision Intemational dalam proram yang discbut FAST UP .(Food Aid Supporting Transformation in Urban Populations). Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan ibu dan balita di wilayah tersebut dengan berbagai intervcnsi seperti memperbaiki status gizi balita KHP (Kurang Encrgi Protein), meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gizi dan kesehatan, memperkuat pelayanan kcschatan setempat dan memperbaiki fasilitas air dan sanitasi.
Penelitian ini adalah bagian dari survey yang dilaksanakan pada bulan September 2005 di Jakarta Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP pada balita umur 6-59 bulan. Penelitian ini dilakukan di 5 kecamatan di Jakarta Timur yaim kecamaan Jatinegara, Kramat Jati, Duren Sawit, Pulo Gadung dan Matraman. Desain penelitian ini menggunakan metode cross sectional dimana varlabel dependen adalah status gizi (KEP) balita, sedangkan umur, jenis keiamin, penyakit infeksi, status vitamin A, status imunisasi, jumlah jenis makanan, tingkat pendidikan ibu, tingkat pengeluaran keluarga menjadi variabel independen Subyek dalam penelitian ini adalah balita usia 6-59 bulan yang tinggal di 5 kecamatan di Jakarta Timur. Pengambiian sampel dilakukan dengan metode klastcr 2 tahap.
Hasil penelitian menunjukkan proporsi balita KEP bcrdasarkan berat badan menurut umur adalah 26,69%. Dari basil analisis bivariat faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi (KEP) balita adalah umur balita, tingkat pendidikan ibu dan tingkat pengeluafan rumahtangga. Dari hasil analisis multivariat dengan regrcsi llogistik, faktor yang berhubungan dengan kejadian KEP adalah umur balita dan tingkat pengeluaran keluarga. Untuk pengeluaran rumah tangga, keluarga dengan tingkat pengeluaran dibawah Rp 700.000 /bulan memiliki peluang terbesar untuk memiliki anak KEP dengan nilai OR=2,50 (95% CI: 1,30-4,80). Sedangkan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian KEP adalah umur balita, khususnya balita umur 12-23 bulan dimana balita umur 12-23 bulan berpeluang untuk mengalami KEP sebesar 3,33 kali dibanding balita umur 6-ll bulan. Nilai OR -= 3,33 (95% Cl: 1,68-6,62).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah proporsi KE? balita di Jakarta Timur terrnasuk tinggi dan faktor-falctor yang berpengaruh terhadap kejadian KEP adalah umur balita dan tingkat pengeluaran rumahtangga. Faktor umur balita, klfnususnya umur 12-23 bulan adalah yang paling dominan berpengaruh terhadap kejadian KEP. Untuk itu disarankan agar pelaksanaan program intervensi gizi dan kesehatan difokuskan pada kelompok yang paling rentan dengan peningkatan kerjasama dan koordinasi dengan instansi kesehatan setempat, pengembangan program pcrbailcan gizi yang dapat menjangkau sebanyak mungkin balita, pengembangan program prornosi kesehatan sebagai upaya pencegahan, penyalumn bantuan untuk keluarga yang memiliki_ anak KEP, peningkatan keterampilan dan program padat karya.

Malnutrition is still a major problem in Indonesia and can be found in most area in Indonesia including DKI Jakarta. World Vision lntemational (WVI) conduct a program called FAST UP (Food Aid Supporting Transformation in Urban Populations) and East Jakarta will be included in its scope of work. The objective of the program is to increase the nutritional status and the health of mother and under five children in the region, by doing some intervention such as improving nutrition status of under Eve children, improving community knowledge about nutrition and health, strengthening local health services and improving water and sanitation facility.
This research is part of the survey that has been conducted on September 2005. The objective of the research is to identify factors related to protein energy malnutrition of under five children. This research is conducted in 5 sub districts in East Jakarta: Jatinegara, Duren Sawit, Kramat Jati, Pulo Gadung and Matraman. The method used in this research is-a cross sectional, with nutrition status as dependent variable; while age, sex, infection disease, vitamin A status, immunization status, number of food consumption, mother educational level, family expenses rate as independent variable. The subject of this research is children age 6-59 months living in 5 sub districts in East Jakarta. This research use 2 stage cluster sampling method.
The result shows that the proportion of malnourished children is 26,69%. Bivariate analysis shows that factors related to nutritional status of under tive children are childrens age, mother educational level and family expsnses rate. Multivariate analysis with logistic regression shows that factors related to malnutrition are children?s age and family expenses rate. The most significant factor is children`s age, especially between 12-23 months old, which has the probability of 3.33 times to have malnutrition compared to infants age 6-11 months, OR value = 3.33 (95% CI: 1,68 - 6,62). As for the family expenses rate, children from family with the expenses below Rp.700.000/month has the biggest chance to have malnutrition, OR value = 2,50 (95% Cl: l,30-4,80).
In conclusion, the proportion of malnutrition in underiive children in East Jakarta is high, with ehildren`s age and family expenses rate as the significant factors. Children aged 12-23 month is the most dominant factor related to malnutrition. lt is recommended that the intervention program on nutrition and health is focused on the most vulnerable groups by intensifying coordination and cooperation wjith local health providers, enhancing nutrition improvement program that involve almost malnutrition children, enhancing health promotion program as prevention from malnutrition, supporting family with malnutrition children, skill improvement and mass-vocation program.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suharyati
"Status gizi kurang yang dialami pasien selama rawat inap di rumah sakit akan berdampak pada rendahnya penyembuhan pasien dari penyakit yang diderita dan berujung pada hari rawat yang lebih lama, angka kesakitan dan biaya rawat meningkat. Kejadian gizi kurang pasien penyakit dalam masih cukup tinggi, penelitian di Universitas Alabama 46% pasien menderita kurang gizi dan di RSCM berkisar 34.2-51.4% mengalami hal yang sama.
Penilitian ini merupakan penelitian primer yang dilakukan di ruang rawat Penyakit Dalam kelas III Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, dengan tujuan untuk mengetahui hubungan antara asupan makan dengan status gizi pasien rawat inap penyakit dalam RSCM. Dilaksanakan pada bulan April hingga Awal Juni 2006. Responden adalah pasien rawat inap penyakit dalam usia 18-60 tahun yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Desain penelitian dengan analitik potong lintang, terpilih 91 sampel laki-laki dan perempuan secara purposive. Pengolahan dan analisis data menggunakan program FP2 dan SPSS.
Penilaian asupan makan yang diterjemahkan kedalam energi dan protein dinilai dengan food recall 2x24 jam. Adapun penilaian status gizi dengan melakukan pengukuran antropometri, albumin serum dan pemeriksaan SGA (subjective global assessment). Penilaian selera makan dengan wawancara, jenis penyakit dan obat didapat dari rekarn medis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 47 responden (51.6%) asupan makan kurang dari kebutuhan dan sebanyak 44 responden (48.4%) asupan makan cukup.
Penilaian status gizi dengan 3 pengukuran yaitu antropometri (IMT), SGA dan albumin serum ditemukan status gizi kurang masing-masing 45.1%, 53.8%, dan 61.5%.
Dengan uji kai kuadrat didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara asupan makan dengan status gizi kecuali dengan parameter albumin serum. Analisis multivariat regresi logistik didapatkan hasil, responden dengan asupan makan kurang berisiko mengalami status gizi kurang 3.143 kali dibandingkan responden dengan asupan makan eukup setelah dikontrol variabel jenis kelamin dan selera makan.
Didapatkan hubungan yang bermakna antara selera makan dengan status gizi. Data yang didapat tidak dapat membuktikan adanya hubungan antara penyakit, obat, jenis kelamin, dan usia terhadap status gizi.
Bertitik tolak dari hasil penelitian yang diperoleh disarankan kepada manajemen rumah sakit untuk mengadakan standar makanan tinggi kalori tinggi protein dan perlu adanya dukungan gizi (nutritional support) bagi pasien rawat inap penyakit dalam, dalam bentuk makanan enteral maupun lainnya. Menyertakan diagnosis status gizi pasien berdasar SGA kedalam diagnosis penyakit. Bagi unit penyelenggara makanan rumah sakit untuk meningkatkan cita rasa masakan.

Undernourished status of in-patient in hospital will have an impact on the low rate of recovery from the disease one suffers and end up with longer stay in hospital, increase in morbidity and cost. Incidence of undernourished among in-patient of internal medicine ward is high. Study by University of Alabama 46% of patient suffer from undernourished and in RSCM is around 34.2 - 51.4%.
This study is primarily study conducted in Internal Medicine Ward CIass III, RSCM. The aim of the study was to know the relationship between food intake and nutritional status of in-patient of internal medicine ward, RSCM. The study was conducted from April to early June 2006. Respondent was patient of in-patient internal medicine ward aged 18-60 years with certain inclusive and exclusive criteria. The study design was analytic cross-sectional with 91 male and female respondent selected purposively. Data processing and analysis was using FP2 and SPSS.
Calculation of food intake that translated into energy and protein was from food recall 2x24 hours method. Nutritional status was based on anthropometric measurement, albumin serum and examination of Subjective Global Assessment (SGA). Examination of appetite was by interview, type of disease and medicine were noted from medical record.
The results show that 47 respondent (51.6%) had food intake less than daily requirement. Nutritional status using 3 (three) assessments i.e. anthropometric which is Body Mass Index (BMI), SGA and albumin serum was found that 45.1%, 53.8%, and 61.5% respectively under normal.
Statistical test (chi-square) showed a significant relationship between food intake and nutritional status except with albumin serum. Multivariate analysis showed that patient with food intake less than daily requirement had 3.143 times risk of undernourished after controlling sex and appetite.
There was a relationship between appetite and nutritional status. However, there was no relationship between disease, medicine, sex and age with nutritional status.
From these findings it is recommended that hospital management to take some measures on food standard for high calorie and high protein and need nutritional support for in-patient of internal medicine ward in the form of enteral food or others. Additional diagnosis of nutritional status using SGA was needed in the disease diagnosis. For hospital food management unit it is recommended to increase food taste.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Ridhawaty
"Praktek pemberian makanan yang tidak memadai adalah salah satu penyebab utama kekurangan gizi. Wasting dan stunting biasanya meningkat antara usia 6 sampai 23 bulan. Minimum Acceptable Diet (MAD) adalah salah satu indikator utama untuk menilai praktik pemberian makan bayi dan anak yang menggabungkan Minimum Meal Frequency (MMF), Minimum dietary diversity (MDD) berdasarkan status pemberian makan. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh informasi secara mendalam dan memperoleh fakta terkait faktor penghambat dan pendukung dalam praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan di Jakarta Pusat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Rapid Assesment Procedure (RAP) dengan metode pengumpulan data Focus Group Discusion (FGD) dan wawancara mendalam terhadap infroman ibu dengan anak MAD tercapai sebanyak 23 informan dan tidak tercapai sebanyak 31 informan, kader Posyandu sebanyak 3 informan, dan Petugas Gizi sebanyak 3 informan. Faktor penghambat dalam keberhasilan praktik pemberian makan bayi dan anak yaitu, keterbatasan fasilitas memasak, pemberian makanan selingan yang lebih sering disbanding makanan utama, kebiasaan pemberian MPASI dini dalam keluarga, pelatihan PMBA untuk kader belum menyeluruh, dan keterbatasan tenaga gizi, sedangkat faktor pendukung yaitu, pengetahuan dan sikap ibu yang baik, akses pelayanan kesehatan yang mudah dicapai, keaktifan ibu dalam kegiatan Posyandu, dan daya beli keluarga yang baik mempengaruhi keberhasilan praktik pemberian makan bayi dan anak usia 6-23 bulan. Perlu adanya monitoring dan evaluasi dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan/konseling pemberian makan bayi dan anak di lapangan, membuat inovasi kedai balita sehat yang berisikan jajanan sehat yang aman dan bergizi baik bagi balita yang dibina secara langsung oleh dinas kesehatan, melakukan kegiatan penyegaran (refreshing) kepada fasilitator kota, Puskesmas, dan kader Posyandu, dan melibatkan anggota keluarga lain dalam melakukan penyuluhan dan konseling pemberian makan bayi dan anak.

Inadequate feeding practices are one of the main causes of malnutrition. Wasting and stunting usually increase between the ages of 6 to 23 months. The Minimum Acceptable Diet (MAD) is one of eight core indicators for assessing infant and young child feeding practices that is composite indicators composed of the Minimum Meal Frequency (MMF) and Minimum Dietary Diversity (MDD). The purpose of this study is to obtain in-depth information and obtain facts related to inhibiting and supporting factors infant and young child feeding practices at 6-23 month in Central Jakarta. This study uses a qualitative method with the Rapid Assessment Procedure (RAP) with the Focus Group Discussion (FGD) and in-depth interviews with mothers in children achieve by MAD as 23 informants and not achieve by MAD as 31 informants, Posyandu cadres as 3 informants, and Nutritionists as 3 informants. Inhibiting factors in infant and young child feeding practices is limited cooking facilities, provision of distinctive food more often than the main food, preparation of early complementary feeding in the family, IYCF training for cadres has not comprehensive. Supporting factors in infant and young child feeding practices is good knowledge and attitude of mothers, access to health services that are easily achieved, active mothers in Posyandu activities, and good family purchasing power increase the success of the infant and young child feeding practices aged 6-23 month. There is a need for monitoring and evaluation in the implementation of counseling / counseling activities for infant and child feeding in the field, making healthy toddler shops containing healthy snacks that are safe and nutritious both for toddlers who are directly fostered by the health department, conducting refreshing activities for facilitators cities, Puskesmas, and Posyandu cadres, and invite other family members to conduct counseling of the infant and young child feeding practices."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Tri Susilowati
"Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 dan dampak kekeringan yang berkepanjangan telah membawa masalah baru berupa penurunan daya beli dan penurunan konsumsi pangan terutama pada keluarga miskin sehingga mempengaruhi kesehatan dan status gizi masyarakat.
Anak usia dibawah lima tahun (balita) adalah golongan usia yang rentan terhadap masalah kesehatan dan gizi, terutama masalah Kurang Energi Protein (KEP) dan hal ini merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia yang perlu ditanggulangi karena dapat mempengaruhi kecerdasan melalui kerusakan otak yang akan bersifat permanen.
Ibu kota propinsi Riau adalah kota Pekanbaru, memiliki 8 kecamatan dan merupakan pusat aktivitas perekonomian, pemerintahan maupun sosial kemasyarakatan. dimana berdasarkan hasil pemantauan status gizi (PSG) balita tahun 2001 didapatkan 5 (lima) kecamatan masih memiliki prevalensi gizi buruk lebih dari atau lama dengan 1% (>1%), sehingga untuk menghindari agar status gizi balita tidak jatuh kepada keadaan yang lebih buruk, dilakukan penelitian terhadap sistem tata laksana kurang energi protein (KEP) balita.
Penelitian dilakukan di kota Pekanbaru terhadap kecamatan yang memiliki balita dengan status gizi sedang dimana berdasarkan batasan kritis kesehatan masyarakat dengan berat badan menurut umur (BB/U)adalah lebih dari 15% (<-2SD). Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yang dilaksanakan pada bulan februari 2003. Pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam (in depth Interview), observasi dan telaah dokumen terhadap variabel pengetahuan petugas, dana, sarana dan prasarana, metode, perencanaan, pengorganisasian. penggerakan, pengawasan, cakupan program dan tindak lanjut penanganan masalah. Informan dalam penelitian ini adalah pejabat pengambil keputusan, penanggung jawab operasional program gizi dan masyarakat pengguna dalam hal ini kader dan ibu balita dengan status gizi sedang.
Berdasarkan hasil penelilian terhadap penemuan Kurang Energi Protein menunjukkan bahwa kurang lengkapnya pengetahuan petugas lapangan, masih rendahnva kemampuan advokasi Dinas Kesehatan Kota kepada pihak pemerintah Kota dalam hal penyediaan dana bagi penemuan Kurang Energi Protein balita, lemahnya sistim pencatatan dan pelaporan dalam ketersediaan sarana, belum dilaksanakannya penggunaan metode penanggulangan Kurang Energi Protein balita secara optimal, masih lemahnya data dan informasi dalam penyusunan perencanaan dan evaluasi, tidak aktifnya koordinasi lintas sektoral, belum berjalannya fungsi penggerakan secara maksimal di tingkat puskesmas, belum dilaksanakannya fungsi pengawasan secara menyeluruh meliputi komponen input, proses, dan out put, dan belum terkoordinasinya sistim rujukan antara Rumah sakit dan puskesmas maka manajemen penemuan Kurang Energi Protein (KEP) di Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru perlu diperkuat.
Dalam upaya penemuan Kurang Energi Protein (KEP) di Dinas kesehatan kota Pekanbaru disarankan agar pihak Dinas kesehatan bekerja sama dengan Puskesmas lebih meningkatkan perhatiannva pada kegiatan peningkatan pengetahuan petugas lapangan, advokasi yang efektif kepada pemerintah kota dan DPRD, peningkatan hubungan kerja sama lintas sektoral, peningkatan sistem manajemen data dan informasi terutama pencatatan, pelaporan dan pengolahan data, serta meningkatkan fungsi pengawasan meliputi komponen input, proses dan out put.

An Analysis of Protein Energy Malnutrition (PEM) Management System for Children Under-Five in District Health Office of Pekanbaru in 2002Economic crisis, which has started since 1997, and the effect of long dry season in Indonesia have brought about some new problems, such as the decrease of public purchasing power and food consumption especially for the poverty family. This decrease may influence public health and nutritional status.
The group of children under five is susceptible to health and nutritional problems, especially to the problem of Protein Energy Malnutrition (PEM), and this is a main nutrient problem in Indonesia that is necessary to prevent due to its bad effect to one's intelligence through permanent brain decay.
The capital city of Riau Province is Pekanbaru. It is a center of economic activities, government administration and social activities and has 8 sub districts. Data of Nutritional Assessment (NA) of children under five in 2001 show that 5 (five) sub districts remained to have bad nutrient prevalence, which is more or equivalent to 1% (> 1%). To prevent the bad nutritional status of children under five is not becoming worse, it is necessary to carry out a research about Protein Energy Malnutrition (PEM) management system for children under five.
This research was conducted in Pekanbaru City in five sub districts that have medium nutritional status, vbere its public health critical limit to the body mass based on age is more than 15% (< -2SD). The research was conducted by using qualitative method, which is conducted in February 2003. The data were collected by using in-depth interview, observation and documents review for the variables of personnel's knowledge, fund, structure and super-structure, methods, planning, organization, movement, supervision, program coverage, and follow up of problem treatment. The informants of the research were policy makers, operational coordinator of nutritional program, and communities: mother candidates or mothers of children under five with medium nutritional status.
According to the result the study of finding management system of protein energy malnutrition, there are less completeness of field personnel?s' knowledge, lack ness of City of Health Office's advocacy ability to the City Government to provide sufficient fund for protein energy malnutrition for children under five, weaknesses in recording and reporting system due to facilities availability: not optimum of using protein malnutrition energy finding method, weaknesses of data and information in plan arrangement and evaluation, inactiveness of cross sectoral coordination, not maximum of moving function in the level of Public health center, not carrying out of overall supervision function, which consists input, process, and output component, and no coordination of reference system between Hospital and Public Health Center. Therefore, Protein Energy Malnutrition (PEM) management system for children under five in the Health Office of Pekanbaru is necessary to be strengthened.
In the effort of Protein Energy Malnutrition (PEM) management system in City Health Office of Pekanbaru, it is suggested to Health Office to work together with Public Health Centers to increase their attention to the programs of field personnel's' knowledge development, to make effective advocacy to the City Government and Local House Representative, to increase cross-sectoral coordination, to improve data and information systems especially in recording, reporting, and data processing, also to increase supervision function, which consists input, process, and output component.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T11191
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>