Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178377 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kyla Kansa
"Kepuasan hubungan dapat memberikan berbagai dampak positif untuk hubungan itu sendiri dan kehidupan individu yang terlibat di dalamnya. Mengekspresikan cinta melalui bahasa cinta dapat dipertimbangkan untuk memperoleh kepuasan hubungan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji kaitan antara konsep bahasa cinta oleh Gary Chapman (2004) dengan kepuasan hubungan pada partisipan berusia 19-30 tahun yang sedang menjalani hubungan romantis; berpacaran atau bertunangan atau menikah. Bahasa cinta diukur dengan The Five Love Languages (FLL) Scale dan kepuasan hubungan diukur dengan Relationship Assessment Scale (RAS). Hasil analisis menunjukkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara bahasa cinta dan kepuasan hubungan. Artinya semakin tinggi bahasa cinta, maka akan semakin tinggi pula kepuasan hubungan. Hasil korelasi setiap dimensi bahasa cinta menunjukkan dimensi waktu berkualitas berkorelasi paling tinggi dengan kepuasan hubungan, diikuti dengan perkataan afirmasi, pemberian hadiah, sentuhan fisik, dan tindakan melayani. Penelitian ini mengeksplorasi teori Bahasa Cinta dan dapat menjadi referensi untuk program intervensi terkait kepuasan hubungan terutama pada dewasa muda.

Relationship satisfaction brought out positive consequences for the relationship itself and the individuals that are involved in the relationships. Expressing love through love languages given due consideration to obtain relationship satisfaction. This study explored the relationship between love languages by Gary Chapman (2004) and relationship satisfaction in the participants with the range of age 19-30 years old and being in the romantic relationship; dating or engaged or married. The Five Love Languages Scale is used for assessing love languages and Relationship Assessment Scale (RAS) is used for assessing relationship satisfaction.The result indicates the positive correlation between love languages and relationship satisfaction significantly. It means that the higher love languages, the higher relationship satisfaction. This study also correlated each of dimensions of the love languages with relationship satisfaction, and the highest correlation was quality time, followed by words of affirmation, receiving gifts, physical touch, and acts of service. This study explored theory of Love Languages and could be used as reference for interventions program that related to relationship satisfaction, especially in young adults."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Rizqi Safitri
"Sexting adalah suatu tindakan mengirim dan menerima pesan teks, foto, atau video seksual eksplisit dan vulgar yang dibuat sendiri dan dibagi melalui perangkat teknologi, seperti telepon genggam. Sexting kini merupakan salah satu cara yang digunakan pasangan kekasih untuk menjalin hubungan dan intimasi dengan pasangannya. Oleh karena itu, dilakukanlah penelitian ini yang bertujuan untuk menguji apakah dilakukannya sexting oleh pasangan kekasih ini dapat berkorelasi dengan kepuasan hubungan yang dirasakannya. Penelitian ini dilakukan kepada dewasa muda yang melakukan sexting terakhir kali dengan pacar atau suami/istrinya, di mana 28 diantaranya adalah perempuan dan 15 lainnya adalah laki-laki (N = 44). Sexting diukur dengan menggunakan 8-aitem Skala Sexting yang mengukur frekuensi mengirim dan menerima sext dalam wujud teks, gambar, foto, atau video. Sementara kepuasan hubungan romantis diukur dengan menggunakan Relationship Assessment Scale yang terdiri dari 7 aitem. Hasil analisis Pearsons Correlation menunjukkan bahwa sexting dan kepuasan hubungan romantis dapat berkorelasi secara positif dan signifikan (r(42)=0,303, p<0,05). Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa dilakukannya sexting oleh partisipan dewasa muda dapat berkorelasi dengan kepuasan hubungan romantis yang dirasakannya.

Sexting is the act of sending and receiving self-produced sexual messages, images, photos, or videos through technology devices, such as mobile phone. Sexting nowadays could be considered as an option for romantic couples to get intimate with their partner. Therefore, this study was made to test out whether sexting is correlated to the level of satisfaction of their romantic relationship. This study involved young adults, 28 women and 15 men (N = 44), who most recently sexted their partner, either dating or married. Sexting was measured by an 8-item Sexting Scale that measures the frequency of sexts exchanged by partners in forms of text messages, pictures, photos, or videos. Meanwhile relationship satisfaction was measured by 7-item Relationship Assessment Scale. The result of Pearsons Correlation showed that sexting and romantic relationships satisfaction are positively and significantly correlated (r(42)=0,303, p<0,05). Therefore, it can be concluded that sexting can correlate to young adults romantic relationship satisfaction. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Pribagus Utomo
"Penelitian ini ingin melihat hubungan antara relationship contingency of self-worth dengan kepuasan hubungan romantis pada orang yang berpacaran. Relationship contingency of self-worth yang dapat diartikan sebagai perbedaan individu dalam menganggap pentingnya hubungan romantis dalam membentuk self-esteem nya akan memengaruhi dinamika hubungan romantisnya. Dinamika dan evaluasi hubugan ini dapat dilihat dari kepuasan hubungan romantisnya. Relationship contingency of self-worth diukur menggunakan relationship contingency of self-worth scale, dan kepuasan hubungan romantis diukur menggunakan Relationship Assesment Scale. Kedua alat ukur sudah diadaptasikan ke Bahasa Indonesia. Partisipan pada penelitian adalah orang yang sedang berpacaran, berusia dewasa muda yaitu 19-35 tahun, dan sedang berdomisili di Jabodetabek. Jumlah partisipan yang didapatkan sebanyak 483 orang. Hasil penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara relationship contingency of self-worth dengan kepuasan hubungan romantis pada dewasa muda yang berpacaran (r = 0.121, p< 0.005).

This research would like to observe the correlation between relationship contingency of self-worth and the satisfactory of romantic relationships in couples who are dating. Relationship contingency of self-worth could be explained as an individual difference in assuming the importance of romantic relationship in creating the self-esteem in which would influence the dynamic of the romantic relationship. The dynamic and evaluation of the correlation could be observed from the satisfactory of the romantic relationship. Relationship contingency of self-worth is measured using the relationship contingency of self-worth scale, whereas the satisfactory of romantic relationship is measured using Relationship Assesment Scale. Both measuring tools have been adapted to Bahasa Indonesia. Participants in the following research are those who are young adults age 19-35, dating at present time, and is currently living in Jabodetabek. The number of participants gathered were 483 people. Findings of the research showed that there is a significant positive correlation between the relationship contingency of self-worth and the satisfactory of romantic relationship in young adults who are dating (r = 0.121, p< 0.005).
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S62939
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Andini
"Hubungan romantis jarak jauh sering dialami oleh banyak individu khususnya populasi Gen Z. Generasi ini dikenal cakap teknologi dan sangat bergantung dengan dunia digital termasuk dalam menjaga hubungan romantis jarak jauh. Keharmonisan hubungan jarak jauh tercapai jika  pasangan dapat menunjukkan bahasa cinta yang tepat yang erat kaitannya dengan kepuasan hubungan. Tujuan penelitian ini untuk mengeksplorasi hubungan antara bahasa cinta pada hubungan romantis jarak jauh dengan kepuasan hubungan pada Gen Z yang berusia 18-28 tahun di Indonesia. Dengan analisis pearson correlation, hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan positif antara bahasa cinta dan kepuasan hubungan. Nilai bahasa cinta yang paling dominan adalah quality time dengan kepuasan hubungan yaitu r = 0,35, p < 0,01. Pasangan Gen Z yang menjalani hubungan romantis jarak jauh direkomendasikan untuk memahami bahasa cinta masing-masing pasangannya untuk meningkatkan kepuasan hubungan.

Currently, long distance romantic relationships are common, especially among the Gen Z population. Gen Z are the most digital natives and heavily relies on technology including to maintain their long-distance romantic relationships. Harmony in a long-distance relationship is achieved when partners can express the appropriate love language, which is closely related to relationship satisfaction. Therefore, the author have explored the relationship between love language and relationship satisfaction in Gen Z who are aged 18-28 years in Indonesia. By used the Pearson correlation method, this research showed that there a positive relationship between love language and relationship satisfaction. Highest value of love language was Quality Time with relationship satisfaction r = 0.35, p < 0.01. Gen Z couples with a long-distance romantic relationship should understand their partner's love languages to increase relationship satisfaction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahni Soraya Putri
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara tingkat apresiasi dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang berpacaran. Pengukuran tingkat apresiasi menggunakan alat ukur Appreciation Inventory (Adler, 2002) dengan koefisien reliabilitas sebesar 0.940 dan pengukuran kualitas hubungan romantis menggunakan alat ukur Partner Behaviours as Social Context dan Self Behaviours as Social Context (Ducat, 2009) dengan masing-masing koefisien reliabilitas cronbach alpha sebesar 0.930 dan 0.920. Responden penlitian ini berjumlah 434 orang yang terdiri dari 207 laki-laki dan 227 perempuan yang memiliki karakteristik berusia 20-40 tahun, sedang berpacaran dan memiliki keinginan untuk menikah.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara tingkat apresiasi dan kualitas hubungan romantis pada dewasa muda yang sedang berpacaran (r = 0.337, p < 0.01). Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat apresiasi individu maka semakin tinggi kualitas hubungan romantis individu tersebut.

This purpose of study was to find correlation between level of appreciation and romantic relationship quality among young adults who are dating. Level of appreciation was measured with Appreciation Inventory (Adler, 2002) which had cronbach alpha coefficient 0.940 and romantic relationship quality was measured with Partner Behaviours as Social Context and Self Behaviours as Social Context (Ducat, 2009) which had cronbach alpha coefficient 0.930 for report about the partner and 0.920 for self-report. Respondents on this research were 434 respondents which 207 males and 227 females. Characteristics of respondents aged 20-40 years old, in a relationship and have an intention to get married.
The result of this study showed that there was a positive significant correlation between level of appreciation and romantic relationship quality among young adults who are dating (r = 0.337, p < 0.01). This result means that the higher level of appreciation, the higher romantic relationship quality.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2015
S58771
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Putri Martania
"Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai hubungan antara rejection sensitivity dan self-monitoring pada dewasa muda yang sedang menjalani hubungan romantis. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur rejection sensitivity adalah Rejection Sensitivity Questionnaire yang sudah melalui proses adaptasi, sedangkan self-monitoring diukur menggunakan Revised Self-Monitoring Scale yang diambil dari hasil adaptasi pada penelitian yang dilakukan oleh Yustisia (2012). Partisipan pada penelitian ini berjumlah 130 dewasa muda yang sedang memiliki pacar. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rejection sensitivity berkolerasi secara negatif dengan self-monitoring (r = -0,346; p < 0,01). Hasil ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat rejection sensitivity yang dimiliki oleh individu, semakin rendah tingkat self-monitoring yang dimilikinya.

This research was conducted to find the correlation between rejection sensitivity and self-monitoring among young adults who were currently in romantic relationships. This research used the quantitative approach. Rejection sensitivity was measured using Rejection Sensitivity Questionnaire which have been through a process of adaptation and Self-monitoring is measured using the Revised Self-Monitoring Scale adopted from previous reserch by Yustisia in 2012. The participant of this research are 130 young adults who were currently in a relatioship. The main result of this research showed a negative correlation between rejection sensitivity and self-monitoring (r = -0,346; p < 0,01). These results indicate that the higher rejection sensitivity of one’s owned, the lower his/her self-monitoring
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S56790
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Justine Kirana
"ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk melihat faktor-faktor berdasarkan teori signaling dalam pengaruhnya terhadap kesuksesan proyek reward-based crowdfunding yang ada di ASEAN Member States (AMS) dalam periode Januari 2018 hingga Februari 2020 dengan menggunakan 489 sampel proyek reward-based crowdfunding yang menempati 5 industri teratas pada platform Kickstarter. Peneliti menggunakan estimasi regresi logistik di mana proksi-proksi yang diuji terbukti memiliki pengaruh signifikan atas kesuksesan kampanye crowdfunding. Terdapat 8 variabel faktor signaling yang digunakan yaitu jumlah target pendanaan, durasi kampanye, jumlah dukungan yang diberikan, jumlah video, jumlah kata deskripsi, kehadiran situs web eksternal, entri FAQ, jumlah pembaruan, dan presentasi pada indeks popularitas yang digunakan untuk melihat pengaruhnya terhadap kesuksesan kampanye crowdfunding.

ABSTRACT
This study aims to determine factors based on signaling theory on the success of reward-based crowdfunding projects in the ASEAN Member States (AMS) using 489 project samples that occupy the top 5 industries on the Kickstarter platform for the period of January 2018 to February 2020. The researcher uses binary logistic regression estimation where the proxies tested are found to have significant influence on the success of the crowdfunding campaign. This study uses 8 signaling factor variables, which are funding goal, campaign duration, number of project backings, number of videos, number of description words, presence of external website, FAQ entries, number of updates, and presentation on the popularity index to determine their influence on the success of crowdfunding campaign."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Magdalena Anastasia Hanipraja
"Integrasi teknologi dalam kehidupan membawa urgensi untuk mempelajari kegiatan virtual yang dilakukan dalam konteks hubungan romantis, dan salah satunya adalah sexting, atau pertukaran pesan sensual melalui teknologi komunikasi. Sebelumnya dipandang sebagai perilaku seksual yang berisiko, baru-baru ini para peneliti telah menemukan perspektif baru dalam memandang sexting sebagai aktivitas positif yang dilakukan dalam hubungan romantis, terutama dalam hubungannya dengan kepuasan seksual. Kepuasan seksual dapat ditingkatkan dengan sexting karena dapat berfungsi sebagai bentuk komunikasi seksual serta berbagai aktivitas seksual. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara sexting dan kepuasan seksual, terutama dengan sexting sebagai prediktor kepuasan seksual. Untuk mengukur variabel, penelitian ini akan menggunakan skala sexting yang dikembangkan oleh Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, dan Zimmerman (2013) serta GMSEX untuk mengukur kepuasan seksual. Analisis regresi digunakan untuk menguji hipotesis dan hasilnya menunjukkan bahwa sexting secara signifikan memprediksi kepuasan seksual (F (1,70) = 8.602, p = 0,005, <0,01) dengan koefisien determinasi 0,109 yang dapat diartikan sebagai 10, Variasi 9% dari kepuasan seksual dijelaskan oleh sexting.

The integration of technology in life brings urgency to study virtual activities carried out in the context of romantic relationships, and one of them is sexting, or exchanging sensual messages through communication technology. Previously seen as risky sexual behavior, recently researchers have found a new perspective in viewing sexting as a positive activity carried out in romantic relationships, especially in relation to sexual satisfaction. Sexual satisfaction can be improved by sexting because it can function as a form of sexual communication and various sexual activities. Therefore, this study aims to prove the relationship between sexting and sexual satisfaction, especially with sexting as a predictor of sexual satisfaction. To measure variables, this study will use a sexting scale developed by Gordon-Messer, Bauermeister, Grodzinski, and Zimmerman (2013) and GMSEX to measure sexual satisfaction. Regression analysis was used to test the hypothesis and the results showed that sexting significantly predicted sexual satisfaction (F (1.70) = 8,602, p = 0.005, <0.01) with a coefficient of determination of 0.109 which could be interpreted as 10, 9% variation of satisfaction Sexually explained by sexting.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelia Sun Putri
"Penelitian ini bertujuan untuk menggali hubungan antara cinta, yang terdiri dari komponen intimacy, passion, dan commitment, dengan orientasi masa depan pada hubungan romantis (FTORR), yang terdiri dari pencarian hubungan permanen dan fokus masa depan. Partisipan dalam penelitian ini adalah dewasa muda (N=120) yang sedang berpacaran diberikan skala triangular cinta (Sternberg, 1987) dan skala FTORR (Öner, 2000b).
Hasil menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara cinta dengan orientasi masa depan pada hubungan romantis. Hal ini berarti bahwa individu dengan kadar cinta yang tinggi cenderung mencari hubungan yang relatif permanen. Sebagai hasil tambahan dari penelitian, lama berpacaran juga menunjukkan hubungan yang signifikan dengan orientasi masa depan. Implikasi hasil penelitian adalah dewasa muda dapat mengembangkan setiap komponen cinta sehingga dapat mengarah pada pembentukkan hubungan jangka panjang yang lebih baik.

The aim of this study is to examine the correlation between love, consist of intimacy, passion, and commitment, and future time orientation of romantic relationship (FTORR), consist of permanent relationship seeking and future relationship. The partisipant of this study are young adults (N=120) who are in romantic relationship were given The Sternberg Love Scale (1987) and FTORR Scale (Öner, 2000b).
Results indicated a significant correlation between love scale with its component and FTORR scale. It means individuals who have higher love scores tend to seek more permanent relationship. In addition to the results, duration of the relationship has a significant correlation with FTORR. In order to have better long-term relationship, individuals should do effort to enrich their component of love.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2010
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthianissa Amanda
"Pembentukan hubungan romantis pada usia dewasa muda sangat penting karena pada usia ini individu cenderung mencari pasangan untuk seumur hidup. Keberfungsian keluarga asal individu merupakan salah satu faktor penting dalam mempengaruhi kepuasan hubungan berpacaran dengan melalui faktor individual, seperti tipe attachment yang dimiliki individu dengan pasangannya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran tipe attachment dalam memediasi hubungan antara keberfungsian keluarga dan kepuasan hubungan pada dewasa muda yang berpacaran. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Data diperoleh dari kuesioner yang disebarkan secara daring. Pengukuran variabel pada penelitian ini menggunakan alat ukur Family Assessment Device (FAD) untuk mengukur keberfungsian keluarga, Relationship Assessment Scale (RAS) untuk mengukur kepuasan hubungan dan Experiences in Close Relationships Scale-Revised (ECR-R) untuk mengukur attachment. Responden pada penelitian ini berjumlah 824 responden berusia 18-36 tahun dan sedang berpacaran minimal selama 6 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberfungsian keluarga dapat memprediksi kepuasan hubungan pada dewasa muda yang berpacaran. Selain itu, tipe attachment, baik anxious attachment maupun avoidant attachment dapat memediasi hubungan antara keberfungsian keluarga dan kepuasan hubungan pada dewasa muda yang berpacaran.

The formation of romantic relationships in young adulthood is very important because they tend to find a partner to live with. The functioning of the individual's family of origin is an important factor in influencing the relationship satisfaction, which through individual factors, such as the attachment that individual has with their partner. This study aims to look at the role of attachment in mediating the relationship between family functioning and relationship satisfaction in young adults. This study is a correlational study. Data were obtained from online questionnaires. This study used three measurement tools, Family Assessment Device (FAD) to measure family functioning, Relationship Assessment Scale (RAS) to measure relationship satisfaction and Experiences in Close Relationships Scale-Revised (ECR-R) to measure attachment. There were 824 respondents aged 18-36 years and have been in a romantic relationship for at least 6 months. The results showed that family functioning can predict relationship satisfaction in young adults. Moreover, attachment types, both anxious attachment and avoidant attachment, can mediate the relationship between family functioning and relationship satisfaction in young adults."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>