Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135796 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hafiz Awlia Ramadhan
"Skripsi ini membahas sebuah fenomena kebahasaan yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau. Bahasa sebagai salah satu alat yang digunakan untuk berkomunikasi, memiliki fungsi tersendiri dalam suatu kelompok masyarakat. Konsepsi diri dan pengetahuan budaya suatu kelompok masyarakat  dapat dipahami melalui perilaku bahasa yang mereka tampilkan selama proses interaksi berlangsung. Teknik pengamatan dan wawancara digunakan untuk mendapatkan hasil yang deskriptif untuk menjelaskan sudut pandang masyarakat mengenai dialek yang mereka gunakan, serta pandangan yang mereka miliki mengenai dialek masyarakat lain. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan teori-teori dan konsep yang relevan untuk mendapatkan pemahaman mengenai posisi dialek dalam suatu peristiwa komunikasi. Dengan menerapkan pengetahuan budaya yang mereka miliki, masyarakat Darek dan Rantau, kelompok masyarakat Minangkabau, dalam konteks tertentu menjadikan dialek bahasa Minangkabau sebagai alat identifikasi identitas lawan bicaranya. Perbedaan pengetahuan budaya inilah yang menjadikan tiap-tiap dialek memiliki penggunaan dan pandangan yang berbeda pada dua kelompok masyarakat tersebut.

This undergraduate thesis focus on linguistic phenomena in Minangkabau society. Language as one of many tools used to communicate, has its own function within a society. Through the language, the conception of self and cultural knowledge of a society can be understood as interaction takes place. Observation and in-depth interviews are used to get much more descriptive results for explaining the emic point of view about the dialect used and dialect other groups of people. The data is then analyzed with relevant theory and concept, to get an understanding of the positions of dialects in communication events. By applying their cultural knowledge, peoples of Darek and Rantau, a group of people in the larger Minangkabau ethnic group, in several context use dialects for identification of another person’s identity. The difference between their cultural knowledge has given each dialect it’s own usage and view in their respective societies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasmin Nafila Zahrani
"Untuk mengatasi kondisi lingkungan yang kini kian memburuk, dibutuhkan tindakan kolektif seperti aktivisme lingkungan. Sejumlah penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa identitas lingkungan dan identitas terpolitisasi secara terpisah dapat mendorong individu untuk berpartisipasi dalam aktivisme lingkungan. Namun, masih terdapat kontradiksi dalam literatur sebelumnya terkait identitas mana yang lebih efektif dalam memprediksi aktivisme lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran identitas lingkungan dan identitas terpolitisasi secara bersamaan terhadap keterlibatan dalam aktivisme lingkungan normatif dan nonnormatif. Penelitian yang dilakukan dengan pendekatan noneksperimental dan desain penelitian korelasional ini diikuti oleh 232 partisipan yang merupakan dewasa muda di Indonesia. Hasil analisis multiple hierarchical regression menunjukkan bahwa aktivisme lingkungan yang bersifat normatif dapat diprediksi oleh identitas lingkungan (B = 0.351, p < 0.01) dan identitas terpolitisasi (B = 0.555, p < 0.01), sedangkan aktivisme lingkungan yang bersifat nonnormatif tidak dapat diprediksi oleh identitas lingkungan (B = 0.072, p > 0.05) dan identitas terpolitisasi (B = 0.124, p > 0.05). Penemuan ini menunjukkan bahwa individu yang memiliki rasa keterhubungan dengan lingkungan dan mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok/gerakan lingkungan lebih mungkin untuk terlibat dalam aktivisme lingkungan normatif dibandingkan aktivisme lingkungan nonnormatif.

Environmental activism is needed to deal with the currently heightened environmental issues and damages. Previous research has shown that environmental identity and politicized identity respectively can encourage someone to participate in environmental activism. However, previous studies show contradicting results regarding which identity is a better predictor for environmental activism. This current study aims to understand the role of environmental identity and politicized identity in both normative and nonnormative environmental activism involvement. This study uses a nonexperimental approach with a correlational design. With 232 Indonesian young adults participating in the study, analysis using multiple hierarchical regression shows that normative environmental activism is predicted by both environmental identity (B = 0.351, p < 0.01) and politicized identity (B = 0.555, p < 0.01). On the other hand, nonnormative environmental activism is not predicted by environmental identity (B = 0.072, p > 0.05) and politicized identity (B = 0.124, p > 0.05). This result indicates that people who have a sense of connection with the environment and identify themselves with environmental movements are more willing to act on behalf of the environment using peaceful methods rather than radical ones."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Rongga is Austronesian language spoken by a minority group of 5.000 speakers in the Regency of East Manggarai at the border with Ngadha, Flores, East Nusa Tenggara Province. In the sociolinguistic context of diglossia in Indonesia, Rongga is highly disadvantaged. This Paper report the finding on loan words in Rongga showing a one-way influence and presure from Indonesian to Rongga. Two prominent linguistic features of Ronnga relevant for the feature of open syllable with certain unique phonemes characterising Rongga phonology. The discussion on the theoretical and practical implications of this preliminary study in terms of processes of language contact, multilingualism and endangerment is also given."
LIND 27:2 (2009)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Jessica Sera Abigail
"Masa remaja merupakan masa yang sangat penting dan dinamis karena pada masa ini remaja mulai mencari dan menegaskan eksistensinya. Pembentukan identitas dialami remaja karena adanya transisi posisi dan eksistensi antara kanak-kanak dan dewasa. Proses pembentukan identitas pada masa remaja sering diangkat sebagai tema dalam film. Film sebagai media dapat digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan atau ideologinya kepada penonton. Menurut Steele 2001 , film adalah lawan bicara atau partisipan dalam memberi dan menerima dialektik antara apa yang remaja ketahui tentang dirinya dan masyarakat serta apa yang masih harus mereka pelajari. Oleh karena itu, melalui film, proses pembentukan identitas pada remaja dapat dilihat. Salah satu film yang mengangkat tema tersebut adalah Tschick. Film yang bergenre drama-komedi dan road movie ini bercerita tentang proses transformasi dua remaja laki-laki yang tidak dianggap bernama Maik dan Tschick menjadi remaja yang dianggap penting oleh teman-temannya melalui perjalanan yang mereka lakukan melintasi daerah di Jerman dengan mobil Lada curian Tschick. Proses pembentukan identitas tersebut direpresentasikan melalui perjalanan yang mereka lakukan. Penelitian ini akan melihat bagaimana proses pembentukan identitas Maik dan Tschick dengan menganalisis peran mereka di berbagai domain kehidupan seperti keluarga, hubungan dengan teman, peran seks dan gender, dan nilai-nilai. Pemaparan proses pembentukan identitas ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa proses pembentukan identitas bersifat dinamis dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis tekstual dengan pendekatan semiotik. Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa identitas bukanlah sesuatu yang tetap dan mutlak, melainkan sebuah proses yang tidak akan pernah selesai dan dapat berubah. Selain itu, identitas dapat berubah tergantung dari interaksi yang dilakukan dan merupakan perpaduan antara interpelasi dan interpretasi. Dengan kata lain, identitas ditentukan oleh bagaimana seseorang diposisikan dan memosisikan dirinya.

Adolescence is a very important and dynamic period because in this period adolescents begin to seek and affirm their existence. Identity formation is experienced by adolescents because of the transition of position and existence between childhood and adulthood. The process of identity formation in adolescence is often selected as a theme of a film. Film as a medium can be used to convey messages or ideologies to the audience. According to Steele 2001 , films are interlocutors or participants in a dialectic give and take between what teenagers know about themselves and society and what they still have to learn. Therefore, the process of identity formation in adolescents can be seen through the film. One of the films that using the identity formation as its theme is Tschick. This drama comedy and road movie is about the transformation of two teenage boys named Maik and Tschick from teenagers who are considered as outsider, to be the teenagers who are considered to be important by their friends through a journey across Germany with Lada lsquo Tschick rsquo s stolen car rsquo . The process of identity formation is represented through the journey that they do. This research will look at the process of identity formation of Maik and Tschick by analyzing their roles in various domains of life such as family, relationships with friends, sex and gender roles, and values. The explanation of this identity formation aims to show that the process of identity formation is dynamic and strongly influenced by the environment. The used research method is textual analysis with semiotic approach. Based on this research, it can be concluded that identity is not something fixed and absolute, but a process that will never be finished and can change. Moreover, identity may change depending on the interaction and is a correlation between interpellation and interpretation. In other words, identity is determined by how people position themselves and be positioned by others."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Febriana Santoso
"Skripsi ini bertujuan untuk mengkaji korelasi gender dan perumahan dengan melihat identitas gender yang dapat terefleksikan dalam rumah. Refleksi ini dapat dilihat dari dua sisi. Sisi pertama membahas bagaimana ideologi gender masyarakat di ruang domestik dapat mempengaruhi rancangan rumah sebagai upaya untuk memahami perilaku, keinginan, dan kebutuhan penghuni dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan gender mereka. Sisi kedua membahas bagaimana identitas gender juga dapat tercermin dari proses menghuni. Ditemukan bahwa dengan adanya kedua refleksi identitas gender ini, seseorang dapat mempunyai preferensi perumahan terkait gender. Pada akhirnya adanya gender dalam kehidupan kita dapat memiliki pengaruh besar dalam mengalami dan memandang perumahan.

This paper aims to discuss the correlation between gender and housing by looking at gender identities that can be reflected in homes. These reflections will be seen from two sides. The first side discusses how the gender ideology of society in the domestic space can influence the design of a house as an effort to understand the behavior, desires, and needs of the occupants in daily life based on their gender.The second side discusses how gender identity can also be reflected in the process of inhabiting. It was found that with these two reflections of gender identity, a person can eventually gain a gender-related housing preference. In the end, the presence of gender in our lives has a huge influence on how we experience and perceive housing."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhifah Firyal
"
ABSTRACT
Through movies, we usually reflect our society based on narrative in film and several movies portraying on
women define their femininity. This study examine the portrayal of feminine identity in movies Muriels
Wedding and The Dressmaker in order to find how the females characters defined their femininity in those
films. Using textual analysis, this research focus on the narrative of the movie and the portrayal of femininity,
with the help of social identity theory, this studies also seeing on how femininity that related with self-concept
within social group. This research found that both movies shown different aspect in defining their femininity
which is one defines with how they dress and the other with marriage. Having different background story and
the condition of the society, both movies presenting femininity that influenced by the society.
ABSTRAK
Film merupakan gambaran terhadap relalitas yang terjadi di kehidupan sehar-hari. Beberapa film
meggambarkan bagaimana identitas feminine yang ada di dalam diri mereka. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui gambaran identitas gender feminine didalam film Muriels Wedding dan The Dressmaker dan untuk
mengetahui bagaimana karakter-karakter perempuan dalam film tersebut mendefinisikan identitas perempuan
mereka. Menggunakan metode textual analysis, penelitian ini memfokuskan terhadap jalan cerita dan
penggambaran yang ada di dalam film mengenai identitas feminin, dibantu dengan teori identitas sosial dalam
masyarakat untuk mengetahui bagaimana penggambaran identitas gender feminin yang berhubungan dengan
konsep diri yang dibuat dalam suatu kelompok sosial orang itu berada, Penelitian ini menemukan bahwa
identitas gender feminin yang berada dalam dua film tersebut mendefinisikan identitas feminin mereka dengan
hal yang berbeda yaitu dengan bagaimana mereka perpakaian dan melalui pernikahan. Dengan latar belakang
yang berbeda dan keadaan masyarakat yang berbeda, kedua film tersebut mendiskripsikan identitas feminin
yang terpengaruh oleh masyarakat sekitar."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Sharfina Ningtyas
"Istilah "gothic" telah ada sejak abad ke-4 setelah Masehi sebagai nama sebuah suku barbar di daerah Eropa Timur. Arti dari kata ?gothic? kemudian berkembang menjadi gaya arsitektur, aliran sastra, fashion dan genre musik seiring dengan perkembangan zaman. Kesemua aspek tersebut membentuk gothic sebagai budaya yang anti-mainstream. Perkembangan arti kata ?gothic? ini kemudian menimbulkan banyak representasi yang berbeda-beda dari setiap individu yang mengikuti budaya tersebut. Skripsi ini membahas representasi budaya gothic yang ditampilkan oleh grup musik gothic asal Jerman, Blutengel, melalui album mereka yang berjudul Monument.

The term "Gothic" has been around since 4th century A.D as the name of a tribe of the barbarian, that lived in Eastern Europe. The meaning of the word "gothic" was later developed into a style of architecture, literature genre, fashion and music genre along with the development of the times. All these aspects made gothic as an anti-mainstream culture. The development of the meaning of the word "gothic" later made many different representations from every individual that follows the culture. This thesis discusses about the representation of Gothic culture that displayed by a gothic music group from Germany, Blutengel, through their album entitled "Monument"."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S60369
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shadika Mega Puspita Sari
"Film dapat digunakan untuk membaca potret masyarakat tertentu pada suatu ruang
dan waktu tertentu. Wholetrain ? sebuah film mengenai dua kelompok pelaku
graffiti di Jerman yang beradu menulis graffiti di gerbong kereta api, sementara
itu graffiti yang ditulis pada fasilitas umum dianggap merusak dan dilarang oleh
pemerintah. Skripsi ini membahas tentang bagaimana identitas pelaku graffiti
direpresentasikan dalam film ini

Abstract
Film is handled as a potrait of a culture in a particular situation. Wholetrain ? a
film narrated two groups graffiti writers in Germany had a battle to burn graffiti in
a whole train, meanwhile graffiti bombed in a public service is perceived as an
unclean and disallowed by the government. The focus of this study is to
understand how the identity of the graffiti writers is represented in this film"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S43739
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Atika Azura
"Artikel ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana banlieue sebagai lingkungan tempat tinggal dapat mempengaruhi kontruksi identitas dan menjadi penyebab terkonstrukisnya identitas Dounia sebagai tokoh utama dalam Film Divines (2016) karya Houda Benyamina. Film ini menceritakan kehidupan remaja perempuan keturunan Afrika sebagai imigran di Prancis yang bertempat tinggal di sebuah banlieue. Dounia yang merupakan seorang remaja perempuan keturunan imgiran memiliki ambisi untuk meninggalkan banlieue dan memiliki kehidupan di luar banlieue yang ia impikan. Banlieue yang menjadi latar tempat di film Divines ini memperlihatkan penggambaran sebuah tempat tinggal yang jauh dari pusat kota dengan kondisi kehidupan yang kurang memadai. Banlieue adalah salah satu bentuk segregrasi sosial yang diciptakan oleh pemerintah Prancis yang menyimpan berbagai permasalahan sosial di dalamnya bagi masyarakat yang menetap. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Untuk meneliti aspek naratif dan sinematografis dalam film digunakan teori kajian film dari Boggs & Petrie. Kemudian, digunakan konsep tentang identitas oleh Stuart Hall dalam tulisan ini untuk mengungkap permasalahan identitas tokoh. Hasil analisis memperlihatkan terkonstruksinya identitas Dounia dengan perubahan-perubahan antara lain, tidak mengikuti sistem pendidikan, meninggalkan nilai-nilai budaya dan ketuhanan yang melekat pada dirinya, serta melakukan tindakan kriminal. Adapun penyebab dari terkonstruksinya identitas Dounia adalah disebabkan oleh berbagai faktor seperti kemiskinan, ketidakadilan, dan banyaknya tindakan kriminal yang terjadi di banlieue. Banlieue dalam film ini hadir sebagai tempat yang sulit untuk dihuni sehingga menjadi penyebab tokoh utama berkeinginan untuk melarikan diri dan terjadinya konstruksi identitas. Dounia berfantasi akan kebebasan dan kemewahan yang dapat ia temukan di luar banlieue. Identitas Dounia terkonstruksikan dari upayanya untuk mewujudkan impian utamanya yaitu untuk memulai kehidupan baru di luar banlieue.

This article is intended to reveal how living quarters can influence identity construction and become the identity of Dounia as the main character in Film Divines (2016) by Houda Benyamina. The film tells the life of teenage girls of African descent as immigrants in France who live in banlieue. Dounia who represents teenage girls has the right to get banlieue andhave a life outside the banlieue she dreamed of. The Banlieue which is the setting for the Divines movie returns the depiction of a residence far from the city center with inadequate life situations. Banlieue is one of the forms of social segregation created by the French government that stores various kinds of social services that are available to sedentary communities. The methodology used in this research is qualitative research. To study the narrative and cinematographic aspects of the film, film scoring theory is used from Boggs & Petrie. Then, the concept of identity was used by Stuart Hall in this paper to uncover the question of character identity. The results of the analysis choose the construction of a Dounia identity with changes, among others, not following the education system, taking inherent cultural and divine values to oneself, and committing criminal acts. As a cause of the construction of world identity caused by various factors such as poverty, injustice, and many crimes that occurred in banlieue. But in this film it is present as a difficult place to inhabit so that the main character wishes to break away and change identity construction. Dounia fantasizes about freedom and luxury that can be found outside the banlieue. Dounias identity is constructed from her efforts to realize dreams that are intended to start a new life outside of the banlieue."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raina Nadila
"Female Genital Mutilation atau yang dikenal dengan sunat perempuan, merupakan praktik yang masih kental dilakukan. Tujuan makalah non seminar ini untuk memahami motif di balik praktik sunat perempuan. Penulisan menggunakan studi literatur sebagai sumber kajian. Hasil dari pengamatan ini adalah adanya nilai bahwa hak kebertubuhan perempuan untuk mencapai kepuasan seksual harus dibatasi. Hal ini lahir akibat konstruksi sosial patriarki yang mengharuskan perempuan tidak permisif dan lsquo;suci rsquo;. Secara medis, praktik sunat perempuan tidak membawa kemaslahatan apapun, bahkan cenderung lebih membahayakan nyawa perempuan. Kendati demikian, praktik ini masih dilakukan dikarenakan pemaknaan sunat perempuan bagi kehidupan sosial dipengaruhi oleh tradisi turun-menurun dan agama.

Female Genital Mutilation or known as female circumcision, is a practice that is still thick. The purpose of this non-seminar paper is to understand the motives behind the practice of female circumcision. Writing using literature study as a source of study. The result of this observation is the value that the right of women to reach sexual satisfaction must be limited. This is born due to patriarchal social construction which requires women not to be permissive and 39;holy 39;. Medically, the practice of female circumcision does not bring any benefit, even more likely to endanger the lives of women. Nevertheless, this practice is still done because the meaning of female circumcision for social life is influenced by the tradition of descent and religion. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>