Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157478 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nur Atika
"Jumlah kasus infeksi HIV di Indonesia masih mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada akhir tahun 2017 terdapat 280.623 kasus infeksi HIV di Indonesia dengan DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Papua secara berurutan sebagai provinsi dengan jumlah infeksi HIV terbesar. Terapi antiretroviral sebagai pengobatan untuk menekan jumlah virus dalam darah penting diinisiasi secara dini untuk menurunkan risiko penularan infeksi HIV dan menekan progresifitas infeksi oportunistik pada ODHA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tertundanya inisiasi terapi antiretroviral pada ODHA di Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo. Desain studi yang digunakan adalah cross-sectional dengan analisis multivariat regresi logistik ganda. Data yang digunakan adalah ikhtisar perawatan HIV dan ART dengan sampel yaitu pasien HIV yang melakukan inisiasi ART pada periode Januari 2017 sampai April 2019. Faktor yang berhubungan dengan tertundanya inisiasi ART adalah tingkat pendidikan SMA (AOR= 2,804; 95% CI= 1,209-6,503). Pasien yang tidak sekolah/SD merupakan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap tertundanya inisiasi ART setelah dikontrol oleh variabel lainnya (OR= 3,741; 95% CI= 0,776-18,036).

HIV infections in Indonesia keeps increasing every year. At the end of 2017, there were 280,623 cases of HIV infection in Indonesia. DKI Jakarta, East Java, and Papua are the three provinces with high numbers of HIV infection. Antiretroviral therapy is a treatment to reduce the amount of virus in blood in patients with HIV. Therefore, it is important to initiate ART early to reduce the risk of HIV transmission and to reduce the progression of opportunistic infections. This study aimed to determine the factors associated with delayed initiation of antiretroviral therapy in people living with HIV in the Pasar Rebo Health Center (Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo). This study was conducted with an observational cross-sectional study. The sample included 167 ART-naive patients enrolled from January 2017-April 2019 reviewed from HIV medical records. Factor associated with delayed initiation of ART was patients with high school education (AOR = 2.804; 95% CI = 1.209-6.503). Patients with no education or were in primary school is the most affecting risk factors to delayed initiation of ART, after being controlled by other variables (OR = 3.741; 95% CI = 0.776-18.036)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidya Sari
"Latar belakang: Terapi kombinasi antiretroviral (ARV) telah meningkatkan angka harapan hidup pasien HIV. Koinfeksi HCV kemudian menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas terkait hati pada pasien HIV dalam terapi ARV. Aktivasi imun residual dipikirkan berperan penting dalam kondisi ini. Beta-2 mikroglobulin sebagai penanda aktivasi imun kronik dan hubungannya dengan CD4, derajat fibrosis, dan kadar RNA VHC masih harus dieksplorasi pada kelompok pasien HIV-VHC. Metode: Sebanyak 64 pasien yang telah mengalami supresi HIV diikutsertakan pada penelitian ini: 37 pasien koinfeksi HIV-VHC dan 27 pasien HIV. Seluruh pasien koinfeksi belum mendapat terapi VHC. Kadar β2M plasma dianalisis dengan teknik ELISA. Derajat fibrosis diperiksa menggunakan transient elastography. Kadar CD4 dan RNA VHC diperoleh dari rekam medis dalam enam bulan terakhir. Perbedaan rerata β2M dianalisis dengan uji t independen. Korelasi β2M dengan CD4, RNA VHC, dan derajat fibrosis dinilai dengan uji Pearson atau Spearman. Hasil: Kadar plasma β2M didapatkan lebih tinggi pada pasien koinfeksi HIV-VHC (2,75 ± 0,8 mg/L) dibandingkan dengan monoinfeksi HIV (1,93 ± 0,95 mg/L, p <0,001 dan IK95% 0, 37-1,25). Tidak ditemukan korelasi signifikan antara β2M dengan kadar CD4, derajat fibrosis, dan RNA VHC. Kesimpulan: Pasien koinfeksi HIV-VHC dalam terapi ARV menunjukkan derajat aktivasi imun residual yang lebih tinggi dibandingkan HIV monoinfeksi.

Background: Introduction of combined antiretroviral therapy (cART) has improved life expectancy of HIV infected individuals. HCV coinfection then becomes the main cause of liver-related morbidity and mortality. Residual immune activation may play an important role. The level of beta-2 microglobulin as an immune activation marker and its associations with CD4, fibrosis stage, and HCV RNA remain to be explored in HIV/HCV coinfection. Methods: A total of 64 patients having supressed HIV viral load were included: 37 patients with HIV/HCV coinfection and 27 HIV patients. All coinfected patients were naïve to HCV treatment. Plasma levels of β2M were analyzed using ELISA. The fibrosis stage was determined using transient elastography. CD4, HCV RNA levels were obtained from medical records within the last six months. The mean difference of β2M was analyzed using independent t-test. β2M correlations with CD4, HCV RNA, and fibrosis degree were assessed by Pearson or Spearman test. Results: The levels of plasma β2M were higher in HIV/HCV coinfected patients (2.75 ± 0.8 mg/L) compared to HIV monoinfection (1.93 ± 0.95 mg/L, p < 0.001 and 95CI 0.37-1.25). There were no significant correlations of β2M with CD4 level, fibrosis stage, and HCV RNA. Conclusion: HIV/HCV coinfected patients on ART show a higher level of residual immune activation compared to HIV patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Triana S
"ABSTRAK
Latar Belakang:
Terapi ARV pada ODHA diharapkan dapat menurunkan angka kematian dan
kesakitan serta menekan penularan HIV. Untuk mencapai tujuan MDG’s tahun 2015,
diharapkan 90% ODHA sudah mendapatkan terapi ARV secara teratur. RSUD Arifin
Achmad Pekanbaru telah memberikan terapi ARV sejak tahun 2004 tetapi belum
pernah diteliti pengaruh ARV terhadap survival pasiennya.
Metode :
Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif dengan 319 sampel dan
dilakukan selama Mei-Juni 2013. Data penelitian diperoleh melalui data rekam medis
RS. Data dianalisis dengan menggunakan analisis survival metode Kaplan-Meier dan
dilanjutkan dengan analisis multivariate
Hasil:
Penelitian menunjukkan bahwa pasien yang memakan ARV secara teratur
memiliki survival yang lebih baik. Pasien yang tidak memakan ARV atau memakan
ARV tetapi tidak teratur, memiliki risiko kematian sebesar 42,5 kali lebih besar jika
dibandingkan dengan pasien yang memakam ARV secara teratur. (p=0,01, 95%CI:
13-138). Jumlah kematian selama pengamatan hanya 5,8% pada kelompok yang
teratur memakan ARV, sedangkan pada kelompok yang tidak mencapai 28%. Faktor
lain yang turut meningkatkan survival adalah jumlah CD4 pada awal pengobatan
>100 sel/mm³(p=0,01, HR=4,39, 95% CI(1,8-10,5). Walaupun kurang bermakna
secara statistik, perlu mempertimbangkan pemberian ARV pada stadium klinis awal
sebagai faktor yang turut meningkatkan survival ODHA mengingat stadium klinis
dapat diperiksa di semua layanan kesehatan. (p=0,07, HR=2.3, 95%CI 0,9-5.6).
Faktor pendidikan secara statistik juga bermakna membedakan survival pasien.
Dalam penelitian ini stadium klinis dibuktikan sebagai confounding.
Hal yang disarankan adalah meningkatkan cakupan penemuan dan tatalaksana
dini kasus HIV/AIDS dengan melakukan pelacakan pada semua kasus mangkir,
meningkatkan kepatuhan memakan ARV dan mengupayakan pendampingan kasus
secara maksimal.
ABSTRACT
Background:
ARV for HIV or AIDS patients is a hope to reduce the mortality, morbidity
and to prevent the transmissions. To achieve the MDG the minister of health need to
cover 90% AIDS people with ARV adherently. RSUD Arifin Achmad Pekanbaru
have giving the therapy for AIDS patients since 2004, but have never studied the
survival analysis and another factors that contribute to yet.
Method:
This study is a cohort retrospective design, with 319 samples. Take place in
Arifin Achmad Hospital Of Pekanbaru, Riau Province in May-June 2013. The
resource are medical record of HIV/AIDS patiens in VCT clinic. Was analyse by
Kaplan-Meier survival analysis and then for further use multivariate analyses.
Result:
The study show that the survival of patiens who take ARV adherently is
higher than the other one. The patients who no used ARV adherently will have
mortality rate 42,5 times than the patients that used ARV addherently. (p=0,01,
95%CI: 13-138). The deaths amount only 5,8% on the adherently ARV patients, but
at another side, the deaths amount increase by 28%. Another factor that contribute to
increase the survival are CD4 amounts at the beginning of therapy that >100
sel/mm³(p=0,01, HR=4,39, 95% CI(1,8-10,5). We need to consider the clinical of
AIDS stadium as one of factor that contribute to increase the survival too if use ARV
at the beginner of clinical stadium. (p=0,07, HR=2.3, 95%CI 0,9-5.6). The educations
level has the value statistically to distinguish the survival. In this study, the clinical
stadium is a confounder.
We sugest to improve the early detection and prompt treatment by tracking
the lost of follow up patients, increase the adherent of ARV and by mentoring
or”buddy” programe for all HIV cases."
2013
T35661
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winona Andrari Mardhitiyani
"Infeksi Human Immunodeficiency Virus HIV yang menyebabkan AIDS sampai saat ini masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Pengobatan infeksi HIV kemudian menjadi sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup dari penderita. Pengobatan infeksi HIV pada anak-anak khususnya sering menemui hambatan dalam hal kepatuhan, baik dari anak itu sendiri maupun dari pengasuh. Dalam penelitian ini dianalisis mengenai hubungan latar belakang pengasuh terhadap kepatuhan minum obat anak terinfeksi HIV di RSCM. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan jumlah sampel sebesar 94. Pengambilan data menggunakan kuesioner kepatuhan minum obat yang diambil dari Development of Multi-Method Tool to Measure ART Adherence in Resource-Constrained Settings: The South Africa Experience yang diterbitkan oleh Center for Pharmaceutical Management, Management Sciences for Health pada tahun 2007 yang dikembangkan di Afrika Selatan. Hasil yang ditemukan adalah tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, status pengasuh, dan keterlibatan pada Kelompok Dukungan Sebaya KDS dengan kepatuhan minum obat p >0,05.

Human Immunodeficiency Virus HIV infection causes AIDS, and is still one of the most frequent cause of death in the world. HIV medication then becomes highly important to improve the patients'quality of life, and to expand their life expectancies. HIV medication in children, however, is especially problematic in terms of adherence, whether the problems are from the children themselves or from the caregivers. This research was meant to analyze the correlation between caregiver's background and HIV infected children's adherence in RSCM, a hospital in Jakarta, Indonesia. This research used cross sectional method with 94 caregivers as the sample. The data was collected using an adherence questionnaire that was adapted from Development of Multi Method Tool to Measure ART Adherence in Resource Constrained Settings The South Africa Experience which was published by Center for Pharmaceutical Management, Management Sciences for Health in 2007. This questionnaire was developed in Southern Africa. After collection, the data was analyzed statistically using chi square or Kolmogorov Smirnov if using chi square was not possible. The results reveal that there is no correlation between caregiver's background educational background, income per month, caregiver's relation with the child, and caregiver's involvement in an HIV related support groups and HIV infected children's adherence to antiretroviral therapy p 0,05."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70386
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istiqomah
"Kepatuhan terapi ARV adalah hal terpenting bagi penderita HIV agar keberhasilan manajemen terapi dapat tercapai, dimana dapat dipengaruhi beberapa faktor diantaranya sosiodemografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pekerjaan), tingkat pengetahuan HIV, dan pengetahuan ARV. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan terapi ARV pada penderita HIV/AIDS. Menggunakan cross sectional, analisa data menggunakan uji chi-square, pada 90 responden penderita HIV yang mengkonsumsi ARV di Kota Depok.
Hasil penelitian ini menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan terapi ARV diantaranya Usia (p: 0,000 , α: 0,05), Tingkat pendidikan (p: 0,000 , α: 0,05), Pengetahuan HIV (p: 0,000 , α: 0,05), dan Pengetahuan ARV (p: 0,006 , α: 0,05). Sementara jenis kelamin (p: 0,729 , α: 0,05),dan Pekerjaan (p: 0,119 , α: 0,05) tidak berhubungan.

The adherence towards ARV therapy plays the most important role for HIV infected patients in order to achieve successful management of therapy, which various factors are presumed to affect such as sociodemographic factors (age, sex, education, and occupation), knowledge HIV and ARV. This research is conducted to find out the factors, which are affecting the obedience of the HIV infected people toward ARV therapy. The criss sectional design is used in the research, to analyze data , the author uses chi-square consecutive sampling and total samples from 90 correspondents, HIV infected patients who are currently consuming ARV in Depok.
The result of the research condusted in this thesis shows factors associated with adherence toward ARV therapy among age (p: 0,000 , α: 0,05), education (p: 0,000 , α: 0,05), knowledge HIV (p: 0,000 , α: 0,05), and knowledge ARV (p: 0,006 , α: 0,05). While sex (p: 0,729 , α: 0,05), and occupation (p: 0,119 , α: 0,05) are not associated.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S63230
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rizky Isnaini
"ABSTRAK
Efek samping yang ditimbulkan oleh pengobatan antiretroviral menjadi salah satu penyebab berkurangnya kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan menjadi alasan utama kegagalan terapi. Kejadian efek samping obat sebenarnya dapat dicegah apabila diiringi pemantauan dari tenaga kesehatan. Kegiatan monitoring efek samping obat antiretroviral sangat penting untuk dilakukan guna mencegah kemungkinan terjadi efek samping obat yang serius dan jarang terjadi, baik yang sudah diketahui hubungan kausalnya maupun yang belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan monitoring efek samping pada pasien yang mendapatkan antiretroviral di Puskesmas Kecamatan Kembangan Jakarta Barat tahun 2017. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik. Pengambilan data dilakukan secara prospektif pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi secara total sampling. Data didapatkan dari data primer yaitu data yang berasal dari hasil wawancara dan data sekunder berupa rekam medis dan resep. Analisis klasifikasi efek samping menggunakan algoritma naranjo. Efek samping yang ditemukan pada pasien HIV/AIDS yang menjadi subjek penelitian terdiri dari dua kategori yaitu mungkin probable dengan presentase 45,45 dan cukup mungkin possible dengan presentase 36,36 . Usia p=0,379 , jenis kelamin p=1 , dan lama waktu penggunaan obat p=0,07 tidak terbukti memberikan pengaruh yang bermakna terhadap terjadinya efek samping.

ABSTRAK
The side effect occurred by antiretroviral medication is one of many causes in decreasing of obedient patients and the main reason of the therapy failure. The occurrence of side effect could be prevented if monitored by the medical labors. Monitoring the side effect of antiretroviral medicine is necessary, as it allows to prevent the probability of serious and rare occasions of side effect occurrence, whether with known causal relation or not. This study aimed to monitor the side effect on patient who received antiretroviral medication at Puskesmas Kecamatan Kembangan West Jakarta in 2017. This study is an analysis descriptive research. The data retrieved in prospective method from patient who met the inclusion criteria of total sampling. The data acquired from primary data which was originated from interviews and secondary data originated from medical records and prescription. Naranjo algorithm was used to analyze the classification of side effects. The side effect found from HIV AIDS patient as subjects for this study consisted of two categories, which are probable with 45,45 and possible with 36,36 in percentage. Age p 0,379 , gender p 1 , and usage time p 0,07 were proven, that they dd not have significant effect on side effect."
2017
S69140
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bryany Titi Santi
"Laporan Kemenkes RI mengenai angka kejadian HIV & AIDS di Indonesia sampai September menyatakan 92.251 kasus HIV dan 39.434 kasus AIDS. ODHA memerlukan ARV untuk menekan replikasi virus. Paduan pengobatan dimulai dari lini pertama yang terdiri atas 2 Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NRTI) dan 1 Non-nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor (NNRTI). Nevirapin adalah ARV golongan NNRTI yang paling sering digunakan karena efektif dan efisien. Evaluasi pengobatan ARV dan data mengenai substitusi ARV masih kurang. Substitusi dapat menggambarkan isu penting berkaitan dengan keberhasilan program pengobatan HIV dan efek samping obat. Desain penelitian ini kasus kontrol dengan data berasal dari rekam medis. Kasus adalah mereka yang mengalami sustitusi nevirapin. Analisis univariat, bivariat dan multivariat logistik regresi dilakukan. Didapatkan faktor-faktor dominan yang berhubungan dengan substitusi nevirapin adalah tingkat pendidikan OR=3,31(CI95%=1,27-8,63) dan kondisi awal terapi yaitu stadium klinis OR=0,37 (CI95%=0,13-1,11), kadar SGOT OR=2,15 (CI95%=0,83-5,57), kadar SGPT dengan OR=1,41 (CI95%=0,61-3,26), dan CD4 dengan OR ==1,80 (CI95%=0,56-5,83). Edukasi kepada pasien dengan tingkat pendidikan rendah mengenai manfaat dan cara minum obat perlu lebih ditekankan dan monitoring keluhan efek samping secara teratur melalui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laborarium secara berkala kepada seluruh penderita HIV/AIDS yang mendapat ARV disertai CD4 dan enzim hati diawal terapi yang tinggi.

Indonesian Ministry of Health reported that there are 92.251 cases HIV and 39.434 cases AIDS until September 2012. Those people need ARV to suppress viral load dan enhaced their immunity. Based on guideline therapy, starting ARV should from first line which consisted of 2 NRTI (nucleoside reverse transcriptase inhibitor) dan 1 NNRTI (non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor). Nevirapin is a NNRTI and more prescribe because its effectiveness and efficiency. In Indonesia, there are less data about antiretroviral evaluation, especially substitution. These data are important to identify some issues such as effectiveness antiretroviral therapy and toxicity. Toxicity that induced by antiretroviral effect nonadherence. This study is using case control design which source of data is medical records. Cases are those who experienced nevirapine substitution. Univariat, bivariat and multivariate logistic regression are using to analyze these data. Result shows that significant factors associated with nevirapine substitution are education level OR=3,31(CI95%=1,27-8,63), clinical staging OR=0,37 (CI95%=0,13-1,11), SGOT level at baseline OR=2,15 (CI95%=0,83-5,57), SGPT level at baseline OR=1,41 (CI95%=0,61-3,26), and CD4 at baseline OR ==1,80 (CI95%=0,56-5,83). This result recommend to educate those who are low education with comprehensive information about antiretroviral and monitoring regularly patients who have elevated level of liver enzime on baseline therapy."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T38679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arabia Tamrin
"HIV merupakan masalah kesehatan masyarakat utama secara global. HIV memerlukan pengobatan seumur hidup sehingga kepatuhan terhadap pengobatan antiretroviral sangat diperlukan oleh ODHIV agar mencapai keberhasilan pengobatan. Tesis ini mengkaji seberapa besar pengaruh tingkat kepatuhan terapi antiretroviral terhadap resiko kegagalan virologis yang dikur dari capaian supresi virus pada orang dengan HIV di Kota Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif  dengan metode observasional analitik dan desain kasus kontrol  melalui pemanfaatan data SIHA versi 1.7 di  11 fasilitas kesehatan. Hasil penelitian didapatkan orang dengan HIV di Kota Bogor dengan kepatuhan terapi rendah  memiliki resiko 13,21 kali (95% CI: 6,00-29,06; p: 0,000) menyebabkan virus tidak supresi. Disarankan untuk optimalisasi konseling kepatuhan melalui peran konselor dalam menggali hambatan kepatuhan pada orang dengan HIV di layanan.

HIV is a major public health problem globally. HIV requires lifelong treatment so that adherence to antiretroviral treatment is needed by PLHIV to achieve treatment success. This thesis examines how much influence the level of adherence to antiretroviral therapy has on the risk of virological failure as measured by the achievement of virus suppression in people living with HIV in Bogor City. This research is a quantitative study using analytic observational methods and a case-control design using SIHA version 1.7 data in 11 health facilities. The results of the study found that people with HIV in Bogor City with low adherence to therapy had a 13.21 times (95% CI: 6.00-29.06; p: 0.000) risk of causing the virus to not be suppressed. It is suggested to optimize adherence counseling through the counselor role in exploring adherence barriers in people with HIV in services."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessi Marantika Nilam Sari
"Kurangnya kepatuhan terhadap pengobatan menjadi faktor risiko munculnya jenis HIV yang resisten terhadap obat, yang dapat ditularkan kepada orang lain. Kepatuhan terhadap pengobatan yang buruk tidak hanya membahayakan kesehatan individu tetapi juga meningkatkan penularan. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya ketidakpatuhan minum obat ARV pada ODHIV yang mendapatkan terapi ARV di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tangerang. Jenis penelitian ini menggunakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional. Penelitian dilakukan di poli HIV Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tangerang dan waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2023 menggunakan data sekunder. Populasi penelitian berjumlah 1.337 ODHIV yang aktif menjalani pengobatan antiretroviral di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tangerang dengan menggunakan total sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi sehingga sampel penelitian berjumlah 1.286 ODHIV. Hasil analisis univariat menunjukan bahwa usia ≥ 35 tahun (56,45), laki-laki (61,20%), pendidikan rendah (87,10%), belum kawin atau cerai (51,92%), domisili dalam kabupaten Tangerang (55,88%), mendapatkan konseling kepatuhan (63,73%), memiliki jaminan kesehatan (51,92%), ≥5km akses layanan kesehatan (54,07%), IO non TB (40,90%), stadium lanjut (63,69%), viral load ≥40 mL (46,73%), tidak ada efek samping obat (53,34%), lamanya pengobatan >5 tahun (72,01%), masuk kedalam populasi kunci (88,01%) dan tidak mendapat dukungan (61,12%). Hasil analisis kai kuadrat secara statistik ada hubungan antara umur, jenis kelamin, status pendidikan, status perkawinan, domisili, pelayanan konseling kepatuhan, stadium klinis WHO, viral load, lamanya pengobatan ARV, kelompok populasi kunci dan dukungan teman sebaya (P-Value<0,05) dengan ketidakpatuhan minum obat ARV. Hasil analisis cox regression dengan faktor yang secara statistik berhubungan terhadap ketidakpatuhan minum obat antiretroviral pada ODHIV adalah umur (P-Value=0,01) nilai PR 1,20 dengan 95% CI (1,05-1,38), status perkawinan (P-Value=0,02) nilai PR 1,18 dengan 95% CI (1,03-1,36), domisili (P-Value=0,01) nilai PR 1,19 dengan 95% CI (1,04-1,36), viral load (P-Value=0,001) nilai PR 1,27 dengan 95% CI (1,10-1,43), lamanya pengobatan ARV (P-Value=0,005) nilai PR 1,25 dengan 95% CI (1,07-1,47), kelompok populasi kunci (P-Value=0,02) nilai PR 1,27 dengan 95% CI (1,04-1,56), dukungan teman sebaya (P-Value=0,04) nilai PR 1,15 dengan 95% CI (1,00-1,32). Faktor umur, status perkawinan, domisili, viral load, lamanya pengobatan, kelompok populasi kunci dan dukungan teman sebaya memiliki pengaruh terhadap ketidakpatuhan minum obat antiretroviral (ARV) pada ODHIV di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Tangerang.

Lack of treatment adherence becomes a risk factor for the emergence of drug-resistant strains of HIV, which can be transmitted to others. Poor adherence to treatment harms the individual’s health and increases the risk of transmission. This study aims to observe the factors associated with the occurrence of non-adherence to taking ARV drugs in PLHIV who receive ARV therapy at the Regional General Hospital of Tangerang Regency. This type of study uses observational research with a cross-sectional design. The study was conducted at the HIV Specialist of the Regional Govern Hospital of Tangerang Regency and the time of the study was carried out in November 2023 using secondary data. The study population amounted to 1,337 PLHIV who were actively undergoing antiretroviral treatment at the Regional General Hospital of Tangerang Regency using total sampling by inclusion and exclusion criteria so that the study sample amounted to 1,286 PLHIV. The results of the univariate analysis showed that the age of ≥ 35 years (56.45), male (61.20%), low education (87.10%), unmarried or divorced (51.92%), domiciled in Tangerang district (55.88%), received compliance counselling (63.73%), had health insurance (51.92%), ≥5km of health service access area (54.07%), non-TB IO (40.90%), advanced stage (63.69%), viral load ≥40 mL (46.73%), no drug side effects (53.34%), duration of treatment ≥5 years (72.01%), entered into key populations (88.01%) and received no support (61.12%). The results of the kai squared analysis statistically showed there was an association between age, sex, educational status, marital status, domicile, adherence to counselling services, WHO clinical stage, viral load, duration of ARV treatment, key population groups and peer support (P-Value<0.05) with non-adherence to taking ARV drugs. The results of Cox Regression analysis with factors statistically related to non-adherence to taking antiretroviral drugs in ODHIV were age (P-Value = 0.01), PR value 1.20 with 95% CI (1.05-1.38), marital status (P-Value = 0.02), PR value 1.18 with 95% CI (1.03-1.36), domicile (P-Value = 0.01), PR value 1.19 with 95% CI (1.04-1.36), viral load (P-Value = 0.001), PR value 1.27 with 95% CI (1.10-1.43), duration of ARV treatment (P-Value = 0.005), PR value 1.25 with 95% CI (1.07-1.47), key population group (P-Value = 0.02), PR value 1.27 with 95% CI (1.04-1.56), peer support (P-Value = 0.04), PR value 1.15 with 95% CI (1.00-1.32). Factors such as age, marital status, domicile, viral load, duration of treatment, key population groups and peer support have an influence on non-adherence to taking antiretroviral drugs (ARV) in PLHIV at the Regional General Hospital of Tangerang Regency."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Fakhtur Ramadhan
"Saat ini Antiretroviral Therapy (ART) merupakan satu-satunya tatalaksana pada pasien HIV yang dilakukan untuk mengendalikan atau menekan replikasi virus di dalam darah. Setelah tes HIV dinyatakan positif, orang dengan HIV harus mendapatkan informasi dan bimbingan yang akurat dan tepat untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang HIV, termasuk pencegahan, dan keyakinan diri untuk memulai ARV. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan pasien baru positif HIV untuk memulai minum obat ARV di masa pasca pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain cross sectional melalui pendekatan survei, dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner pada 109 responden. Hasil uji statsitik didapatkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang ARV (p value = 0,000, α = < 0,05), cemas (p value = 0,000, α = < 0,05), spiritual (p value = 0,001, α = < 0,05), dan dukungan keluarga (p value = 0,001, α = < 0,05) dan ke empat variabel ini memiliki interaksi yang kuat (p va-lue=0,000; <0,05) dengan keyakinan pasien baru positif HIV untuk memulai obat ARV. Keyakinan diri memiliki peran penting dalam mengelola situasi secara efektif, memoti-vasi diri, dan mengontrol emosi sehingga tahu apa yang harus dilakukan, oleh karena itu pengkajian secara komprehensif pada awal diagnosa pasien sangat penting agar tindakan yang dilakukan dapat tepat sasaran.

Currently Antiretroviral Therapy (ART) is the only treatment for HIV patients that is carried out to control or suppress viral replication in the blood. After testing positive for HIV, people living with HIV must receive accurate and appropriate information and guidance to increase their knowledge about HIV, including prevention, and the confidence to start ARVs. The purpose of this study was to identify the factors that influence the confidence of new HIV positive patients to start taking ARV drugs in the post-Covid-19 pandemic. This study used a descriptive analytic method with a cross sectional design through a survey approach, using an instrument in the form of a questionnaire on 109 respondents. Statistical test results found that there was a significant relationship between knowledge about ARVs (p value = 0.000, α = <0.05), anxiety (p value = 0.000, α = <0.05), spiritual (p value = 0.001, α = <0.05), and family support (p value = 0.001, α = <0.05) and these four variables have a strong interaction (p value = 0.000; <0.05) with new HIV positive patients' beliefs about starting ARV drugs. Self-confidence has an important role in managing situations effectively, motivating yourself, and controlling emotions so you know what to do, therefore a comprehensive assessment at the initial diagnosis of a patient is very important so that the actions taken can be right on target."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>