Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 34004 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Annisa Sakinah Qur`ani
"Rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang memperhatikan mutu dan menjamin keselamatan pasien. Salah satu upaya untuk menjamin keselamatan pasien yaitu dilakukan skrining resep untuk meminimalkan kesalahan pengobatan. Skrining resep meliputi persyaratan administratif, farmasetik, dan klinis. Oleh karena itu, pada tugas khusus ini bertujuan untuk melakukan skrining kelengkapan resep yang ditinjau berdasarkan persyaratan administratif, farmasetik, dan klinis. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan pengumpulan data secara retrospektif menggunakan resep pasien Rawat Inap Kartika RSPAD Gatot Soebroto periode 12-16 Desember 2022. Populasi penelitian berjumlah 477 resep dan sampel penelitian sebanyak 220 resep yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi pada tanggal 12-16 Desember 2022. Berdasarkan hasil skrining kelengkapan resep pasien rawat inap Kartika RSPAD Gatot Soebroto periode 12-16 Desember 2022, diperoleh hasil bahwa kelengkapan persyaratan administratif yang tidak lengkap terdapat pada aspek berat badan dan tinggi badan, kelengkapan persyaratan farmesetik yang tidak lengkap terdapat pada aspek bentuk dan kekuatan sediaan, serta kelengkapan persyaratan klinis yang tidak lengkap terdapat pada aspek interaksi obat.

Rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang memperhatikan mutu dan menjamin keselamatan pasien. Salah satu upaya untuk menjamin keselamatan pasien yaitu dilakukan skrining resep untuk meminimalkan kesalahan pengobatan. Skrining resep meliputi persyaratan administratif, farmasetik, dan klinis. Oleh karena itu, pada tugas khusus ini bertujuan untuk melakukan skrining kelengkapan resep yang ditinjau berdasarkan persyaratan administratif, farmasetik, dan klinis. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional dengan pengumpulan data secara retrospektif menggunakan resep pasien Rawat Inap Kartika RSPAD Gatot Soebroto periode 12-16 Desember 2022. Populasi penelitian berjumlah 477 resep dan sampel penelitian sebanyak 220 resep yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi pada tanggal 12-16 Desember 2022. Berdasarkan hasil skrining kelengkapan resep pasien rawat inap Kartika RSPAD Gatot Soebroto periode 12-16 Desember 2022, diperoleh hasil bahwa kelengkapan persyaratan administratif yang tidak lengkap terdapat pada aspek berat badan dan tinggi badan, kelengkapan persyaratan farmesetik yang tidak lengkap terdapat pada aspek bentuk dan kekuatan sediaan, serta kelengkapan persyaratan klinis yang tidak lengkap terdapat pada aspek interaksi obat."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Risa Rahmayati
"Obat merupakan suatu bahan atau paduan bahan yang dapat digunakan sebagai pencegahan, penyembuhan, pemulihan, serta peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia (Menteri Kesehatan RI, 2016). Obat dapat diperoleh secara bebas atau berdasarkan resep dari dokter. Pasien yang memiliki masalah kesehatan tertentu dan menjalani terapi obat, umum diberikan resep obat dari dokter (Megawati & Santoso, 2017). Resep merupakan permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi baik tertulis pada kertas maupun secara elektronik kepada apoteker, untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai dengan peraturan yang berlaku (Menteri Kesehatan RI, 2016). Resep dari dokter harus memuat informasi yang jelas dan memenuhi aspek administratif, farmasetik, serta pertimbangan klinis agar apoteker serta petugas kefarmasian dapat memahami obat yang akan diberikan kepada pasien (Menteri Kesehatan RI, 2016). Tugas khusus ini dilakukan dengan mendokumentasikan serta secara metode deskriptif, dilakukan pengkajian resep terhadap aspek administratif, farmasetik, dan klinis. Pengkajian resep dilakukan terhadap dua resep yang berbeda tetapi memiliki indikasi beririsan, yaitu sebagai terapi obat gangguan kardiovaskular. Berdasarkan kedua resep tersebut, aspek yang dikaji secara administratif, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis cukup lengkap dan memberikan informasi yang cukup untuk apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya dalam menyediakan dan memberikan obat yang sesuai kepada pasien.

Drug is a material or combination of ingredients that can be used as prevention, cure, recovery, and health improvement and contraception for humans (Menteri Kesehatan RI, 2016). Drug can be obtained with or without prescription from a doctor. Patients who have certain health problems and undergo drug therapy, are generally given drug prescriptions from the doctors (Megawati & Santoso, 2017). Prescription is a written request from a doctor or dentist either written on paper or electronically to the pharmacist, to provide and deliver drugs for patients in accordance with applicable regulations (Menteri Kesehatan RI, 2016). Prescriptions from doctors must contain clear information and meet administrative, pharmaceutical, and clinical considerations aspects so that pharmacists and pharmaceutical personnel can understand the drugs to be given to patients (Menteri Kesehatan RI, 2016). This task is carried out by documenting and reviewing prescriptions on administrative, pharmacological, and clinical aspects with descriptive method. The review of prescriptions was carried out on two different prescriptions but had intersecting indications, specifically for cardiovascular disorders. Based on these two prescriptions, the aspects reviewed administratively, pharmaceutical suitability, and clinical considerations are quite complete and provide sufficient information for pharmacists and other pharmaceutical personnel in providing and delivering appropriate drugs to patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Athaya Syaharani Putri Kusumowardhani
"Pelayanan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seorang profesional dibidang ilmunya untuk melakukan atau memberikan jasa kepada konsumen yang membutuhkan. Waktu pelayanan dapat mempengaruhi kepuasan pasien terhadap pelayanan farmasi rumah sakit. Waktu pelayanan yang lama dianggap membuat pasien frustasi dan menjadi penyebab potensial ketidakpuasan pasien pada pelayanan kesehatan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui waktu pelayanan resep dari resep masuk hingga obat diberikan kepada pasien. Waktu pelayanan dihitung dari waktu dokter meresepkan hingga pemberian obat ke pasien. Parameter yang diamati adalah waktu penulisan resep, verifikasi, dispensing, dan penyerahan obat. Rata-rata waktu pelayanan pelayanan resep pasien pulang dari obat diresepkan hingga diserahkan adalah 10 jam 21 menit 27 detik, sehingga dapat disimpulkan bahwa pelayanan resep pasien pulang di Unit Rawat Inap dilakukan kurang dari 24 jam. Rata-rata waktu pelayanan resep pada tahap verifikasi, dispensing, dan penyerahan berturut-turut adalah 37 menit, 1 jam 48 menit 55 detik, dan 7 jam 55 menit 33 detik. Rata-rata waktu pelayanan resep untuk pasien dengan jaminan BPJS yaitu 10 jam 6 menit, sedangkan pelayanan resep untuk pasien dengan jaminan Umum memiliki waktu pelayanan 8 jam 53 menit 54 detik.

Service is a series of activities carried out by a professional in the field of knowledge to perform or provide services to consumers in need. Service time can affect patient satisfaction with hospital pharmacy services. Long service time is considered to frustrate patients and is a potential cause of patient dissatisfaction with health services. This research was conducted to determine the prescription service time from the incoming prescription until the drug was given to the patient. Service time is calculated from the time the doctor prescribes to administering the drug to the patient. Parameters that are considered are the time of prescription writing, verification, dispensing, and drug delivery. The average time for prescription services for patients to go home from the drugs prescribed to delivery is 10 hours 21 minutes 27 seconds, so it can be interpreted that the prescription services for patients going home at the Inpatient Unit are carried out in less than 24 hours. The average prescription service time at the verification, dispensing and delivery stages was 37 minutes, 1 hour 48 minutes 55 seconds and 7 hours 55 minutes 33 seconds respectively. The average prescription service time for patients with BPJS insurance is 10 hours 6 minutes, while prescription services for patients with general insurance have a service time of 8 hours 53 minutes 54 seconds."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kanita Klara
"Rumah sakit diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan mutu, mempertahankan standar pelayanan, dan mengutamakan keselamatan pasien. Medication error merupakan kesalahan penggunaan obat atau kegagalan dalam terapi obat ketika masih dalam pengawasan profesional kesehatan dan pasien yang dapat mengakibatkan efek berbahaya pada pasien. Kejadian ini dapat disebabkan oleh komunikasi yang buruk, seperti tidak lengkapnya informasi pasien, tulisantangan tidak terbaca, atau kesalahan komunikasi terkait pesanan obat, ambiguitas dalam nama produk, unit dosis, atau singkatan medis, kurangnya pelabelan yang sesuai, penyalahgunaan pasien karena pemahaman yang buruk tentang petunjuk penggunaan obat, serta faktor lingkungan, seperti pencahayaan, panas, dan kebisingan. Laporan ini dibuat dengan tujuan memperoleh data mengenai kejadian medication error pada fase prescribing dari segi administrasi, farmasetik, dan klinis pada resep Dinas Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto. Teknik pengambilan data dengan purposive sampling dimana data populasi diperoleh dari resep Dinas yang dikumpulkan oleh Instalasi Farmasi Pusat. Sampel yang diambil merupakan sampel yang memenuhi kriteria dan dihitung menggunakan rumus Slovin. Populasi yang telah dihitung berjumlah 1067 resep sehingga sampel yang perlu diambil adalah sebanyak 291 resep. Medication error pada resep dari segi administrasi pada BPJS Dinas RSPAD Gatot Soebroto periode 12 hingga 16 Desember ditemukan terjadi dalam parameter nama pasien sebanyak 4.124%, umur pasien sebanyak 56.357%, jenis kelamin sebanyak 32.302%, berat badan dan tinggi badan pasien sebanyak 100%, nama dokter sebanyak 0.344%, nomor izin dokter sebanyak 0.344%, paraf dokter sebanyak 0.344%, serta tanggal peresepan sebanyak 20.619%. Sedangkan pada segi farmasetik dan klinis tidak ditemukan kejadian medication error pada resep.

Hospitals are organized with the aim of improving quality, maintaining service standards, and prioritizing patient safety. Medication error is an error in the use of drugs or failure in drug therapy while still under the supervision of health professionals and patients which can result in harmful effects on patients. These incidents can be caused by poor communication, such as incomplete patient information, illegible handwriting, or miscommunication regarding drug orders, ambiguity in product names, dosage units, or medical abbreviations, lack of appropriate labeling, patient misuse due to poor understanding of instructions for using the drug, as well as environmental factors, such as lighting, heat, and noise. This report was prepared with the aim of obtaining data regarding the incidence of medication errors during the prescribing phase from an administrative, pharmaceutical, and clinical perspective on prescriptions from the Pharmacy Installation Service of the Gatot Soebroto Army Hospital. The data collection technique was purposive sampling where population data were obtained from official prescriptions collected by the Central Pharmacy Installation. The sample taken is a sample that meets the criteria and is calculated using the Slovin formula. The population that has been calculated is 1067 recipes so that the sample that needs to be taken is 291 recipes. Medication errors in prescriptions from an administrative point of view at the BPJS Dinas RSPAD Gatot Soebroto for the period December 12 to 16 were found to occur in the parameters of the patient's name by 4,124%, patient's age by 56,357%, gender by 32,302%, patient's weight and height by 100%, 0.344% doctor's name, 0.344% doctor's license number, 0.344% doctor's initials, and 20.619% prescription date. Meanwhile, from the pharmaceutical and clinical perspectives, there were no medication errors found in prescriptions."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Oktariani
"Pelayanan kefarmasian di rumah sakit mempunyai standar yang sudah ditetapkan salah satunya pada bidang farmasi klinik yaitu adalah pelayanan resep, dimana terdapat proses screening resep dan membutuhkan waktu pelayanan. Pada peresepan yang diberikan oleh dokter, seringkali ditemukan interaksi obat yang dapat menyebabkan beberapa masalah sehingga screening resep sangat diperlukan, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep adalah tenggang waktu mulai dari pasien menyerahkan resep sampai pasien menerima obat dari petugas farmasi. Menurut SPM waktu tunggu pelayanan resep dari RSAB Harapan Kita terdapat 45,56% resep racikan dan 42,89% resep obat jadi yang sesuai. Sedangkan berdasarkan SPM Permenkes terdapat 70% resep obat racikan dan 69,81% resep obat jadi yang sesuai. 2. Interaksi obat pada peresepan pasien di instalasi rawat inap RSAB Harapan Kita dibagi menjadi 5 kategori. Pada kategori A ditemukan interaksi sebesar 1,18%, kategori B sebesar 16,47%, kategori C sebesar 75,29%, kategori D sebesar 5,88%  dan kategori X sebesar 1,8%.

Pharmaceutical services in hospitals have predetermined standards, one of which is in the field of clinical pharmacy, namely prescription services, where there is a prescription screening process and requires service time. In prescriptions given by doctors, drug interactions are often found which can cause several problems so that prescription screening is necessary, while the waiting time for prescription service is the time period from the time the patient submits the prescription until the patient receives the drug from the pharmacist. According to the SPM prescription service waiting time from RSAB Harapan Kita, there were 45.56% concoction prescriptions and 42.89% prescription finished drugs that were appropriate. Meanwhile, based on the SPM Permenkes, there were 70% prescriptions for concoction drugs and 69.81% prescriptions for finished drugs that were appropriate. 2. Drug interactions in patient prescribing at the Harapan Kita Hospital inpatient installation are divided into 5 categories. In category A, there was an interaction of 1.18%, category B of 16.47%, category C of 75.29%, category D of 5.88% and category X of 1.8%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunnisa Salsabila Lutfi
"Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, pelayanan kefarmasian di rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang bertujuan atau berorientasi kepada pelayanan pasien (patient oriented), penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang bermutu (quality) dan terjangkau (affordable) bagi semua lapisan masyarakat, termasuk pula di dalamnya pelayanan farmasi klinik (Kementerian Kesehatan RI, 2014). Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu pelayanan di rumah sakit yang harus memenuhi standar pelayanan minimal. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2008, salah satu indikator pelayanan farmasi yang diatur dalam standar pelayanan minimal (SPM) rumah sakit adalah waktu tunggu pelayanan resep obat jadi dan obat racikan (Kementerian Kesehatan RI, 2008). Tercapainya pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan pemenuhan standar pelayanan minimal rumah sakit, termasuk di dalamnya pemenuhan standar pelayanan farmasi dengan indikator waktu tunggu pelayanan resep obat jadi dan racikan. Evaluasi terhadap waktu tunggu pelayanan resep obat jadi dan racikan di Depo Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Universitas Indonesia diharapkan dapat menggambarkan mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan agar tercapai pelayanan yang bermutu dan berfokus pada pasien (patient oriented). Tujuan tugas khusus ini antara lain, mengetahui rata-rata waktu tunggu dan mengevaluasi kesesuaian waktu pelayanan resep pasien di Depo Farmasi Rawat Jalan Rumah Sakit Universitas Indonesia dengan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

Pharmaceutical Service Standards in Hospitals emphasizes that pharmaceutical services in hospitals are an integral part of the hospital healthcare system aimed at providing patient-oriented care, offering quality and affordable pharmaceuticals, medical devices, and disposable medical materials to all segments of society, including clinical pharmacy services (Ministry of Health RI, 2014). Pharmaceutical services in hospitals are among those required to meet minimum service standards. According to Minister of Health Regulation Number 129 of 2008, one of the indicators of pharmaceutical services stipulated in the Minimum Service Standards of hospitals is the waiting time for dispensing ready-made prescriptions and compounded medications (Ministry of Health RI, 2008). The achievement of healthcare services is closely related to fulfilling the minimum service standards of hospitals, which includes meeting pharmaceutical service standards with indicators like waiting times for dispensing prescriptions. The evaluation of the waiting time for dispensing ready-made prescriptions and compounded medications at the Outpatient Pharmacy of the University of Indonesia Hospital is expected to illustrate the quality of pharmaceutical services provided to achieve high-quality and patient-centered care. The objectives of this paper include determining the average waiting time and evaluating the waiting times at the outpatient unit of the University of Indonesia Hospital with the Minimum Service Standards of Hospitals."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hana Aliyah
"Pengkajian resep merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, termasuk peracikan obat dan penyerahan disertai pemberian informasi. Tujuan pengkajian resep adalah untuk menganalisa adanya masalah terkait obat dan dilakukan untuk semua resep yang masuk tanpa ada kriteria khusus pasien. Pengkajian resep dapat dilakukan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, apotek, dan puskesmas. Pada tugas khusus ini, pengkajian resep dilakukan untuk pasien dengan ulkus kornea di Apotek Roxy Sawangan. Ulkus kornea merupakan defek epitel kornea sampai stroma yang disertai dengan inflamasi. Ulkus kornea secara garis besar dibagi berdasarkan penyebabnya yaitu infeksi dan non-infeksi. Beberapa gejala dari ulkus kornea bakteri yang dapat dialami pasien adalah mata nyeri, kemerahan, penurunan visus, fotofobia, lakrimasi dan sensasi benda asing. Terapi farmakologi untuk pasien ulkus kornea bakteri adalah antibiotik golongan fluorokuinolon atau kombinasi fortified antibiotic topical. Berdasarkan pengkajian resep Nyonya D di Apotek Roxy Sawangan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada medication error pada resep Nyonya D. Akan tetapi, terdapat ketidaksesuaian aspek administratif pada resep Nyonya D. Kemudian, berdasarkan aspek farmaseutik dan klinis yang telah dikaji dapat disimpulkan bahwa Nyonya D mengalami ulkus kornea yang disebabkan infeksi bakteri.

Prescription review is a series of activities consists of receiving, stock assessment, prescription review, preparing the medicine including compounding, dispensing, and providing information about the medicine to the patient. The purpose of prescription review is to analyse medication error and to be conducted for all prescription without any special criteria. Prescription review can be done in health care facilities such as hospital, drugstore, and public health center. On this report, prescription review was done for patient with corneal ulcer in Apotek Roxy Sawangan. Corneal ulcer is a defect in cornea epithelium until stroma with inflammation. In general, corneal ulcer classified based on its cause, with infection and non-infection. Some of the symptoms of bacterial corneal ulcers are eye pain, redness. Pharmacological therapy for patient with bacterial cornea ulcer is fluoroquinolone antibiotic or combination fortified antibiotic topical. Based on prescription review of Miss D in Apotek Roxy Sawangan, it can be concluded that there is no medication error in Miss D’s prescripition. However, there was discrepancy of administrative aspects in Miss D’s prescripition. Furthermore, based on pharmaceutical and clinical aspects of Miss D’s prescription, it can be concluded that Miss D has corneal ulcer caused by bacterial infection."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Hana Aliyah
"Pengkajian resep merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terdiri dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, termasuk peracikan obat dan penyerahan disertai pemberian informasi. Tujuan pengkajian resep adalah untuk menganalisa adanya masalah terkait obat dan dilakukan untuk semua resep yang masuk tanpa ada kriteria khusus pasien. Pengkajian resep dapat dilakukan di fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, apotek, dan puskesmas. Pada tugas khusus ini, pengkajian resep dilakukan untuk pasien dengan ulkus kornea di Apotek Roxy Sawangan. Ulkus kornea merupakan defek epitel kornea sampai stroma yang disertai dengan inflamasi. Ulkus kornea secara garis besar dibagi berdasarkan penyebabnya yaitu infeksi dan non-infeksi. Beberapa gejala dari ulkus kornea bakteri yang dapat dialami pasien adalah mata nyeri, kemerahan, penurunan visus, fotofobia, lakrimasi dan sensasi benda asing. Terapi farmakologi untuk pasien ulkus kornea bakteri adalah antibiotik golongan fluorokuinolon atau kombinasi fortified antibiotic topical. Berdasarkan pengkajian resep Nyonya D di Apotek Roxy Sawangan, dapat disimpulkan bahwa tidak ada medication error pada resep Nyonya D. Akan tetapi, terdapat ketidaksesuaian aspek administratif pada resep Nyonya D. Kemudian, berdasarkan aspek farmaseutik dan klinis yang telah dikaji dapat disimpulkan bahwa Nyonya D mengalami ulkus kornea yang disebabkan infeksi bakteri.

Prescription review is a series of activities consists of receiving, stock assessment, prescription review, preparing the medicine including compounding, dispensing, and providing information about the medicine to the patient. The purpose of prescription review is to analyse medication error and to be conducted for all prescription without any special criteria. Prescription review can be done in health care facilities such as hospital, drugstore, and public health center. On this report, prescription review was done for patient with corneal ulcer in Apotek Roxy Sawangan. Corneal ulcer is a defect in cornea epithelium until stroma with inflammation. In general, corneal ulcer classified based on its cause, with infection and non-infection. Some of the symptoms of bacterial corneal ulcers are eye pain, redness. Pharmacological therapy for patient with bacterial cornea ulcer is fluoroquinolone antibiotic or combination fortified antibiotic topical. Based on prescription review of Miss D in Apotek Roxy Sawangan, it can be concluded that there is no medication error in Miss D’s prescripition. However, there was discrepancy of administrative aspects in Miss D’s prescripition. Furthermore, based on pharmaceutical and clinical aspects of Miss D’s prescription, it can be concluded that Miss D has corneal ulcer caused by bacterial infection."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Manullang, Irawaty
"Penelitian ini dilatarbelakangi karena masalah waktu tunggu pasien, khususnya di Depo Farmasi Unit Rawat Jalan RS PGI Cikini, berdasarkan angket dari bagian Tim Pengendalian Mutu Rumah Sakit yang mendapatkan hasil rendahnya kecepatan pelayanan di Depo Farmasi sehingga waktu tunggu resep menjadi lama. Berdasarkan Survey awal yang dilakukan terhadap 30 resep, ternyata ditemukan waktu pelayanan rata-rata untuk obat jadi adalah 16 menit. Dari 30 resep tersebut masih ada 30% resep terlayani sekitar 66 menit, sehingga menimbulkan masalah penumpukkan resep dan waktu tunggu pengambilan obat yang lama di Depo Farmasi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh model antrian resep yang lebih baik di Depo Farmasi Unit Rawat Jalan RS PGI Cikini.Penelitian ini merupakan penelitian Cross Sectional dan Operational Research dengan analisis kuantitatif yang diolah berdasarkan pengumpulan data waktu masuk dan keluarnya resep ke dan dari setiap titik pelayanan di Depo Farmasi Unit Rawat Jalan RS PGI Cikini pada sore hari dari tanggal 22 April 2002 sampai dengan 27 April 2002.
Hasil penelitian ini adalah pola kedatangan resep mengikuti Distribusi Poisson dengan puncak kedatangan umumnya berada pada pukul 15.00-15.29 dan pukul 19.30-19.59, disiplin antriannya F.I.F.O yang dimodifikasi, struktur antrian Single Channel Multi Phase. Pada penelitian ini dibahas empat alternatif untuk mencari model antrian resep yang paling baik dengan cara mengubah komposisi petugas dan service time di setiap titik pelayanan. Keempat alternatif yang telah disimulasikan menghasilkan parameter antrian yang dapat mengurangi waktu tunggu. Alternatif keempat pada kedatangan di jam sibuk dipilih karena waktu resep dalam sistem lebih singkat dan utilisasi petugas lebih optimum.

The Development of Prescription Queue Model at the Drugstore Continue Care Unit "Sore Hari" PGI Cikini Hospital, Central of JakartaThis research is due the problem of patient's queue time, especially on the Drugstore Continue Care Unit - PGI Cikini Hospital, based on the questionnaire summary from Quality Assurance Team about the lowness of service quality performed by the drugstore. According to the previous survey, there has been completed to 30 prescription, actually found the average service time needed for the ready medicine is only 16 minutes. There are still 30% of 30 prescription which was handled for about 66 minutes, so that it occurred the accumulation prescription problem and long waiting time to get the medicine from the drugstore.
This objective of research is to find the better way or solution to the service problem on the drugstore. The research includes the research of Cross Sectional and Operational Research with quantitative analysis processed due to the in/out coming prescription from/to every spot service at the drugstore, at noon since 22 April 2002 up to 27 April 2001.
The result is the pattern of incoming prescription following the Poisson Distribution and the top incoming is generally on 15.00 - 15.29 and 19.30 - 19.59, its queue discipline is the modified F,1.F,O. its queue structure is Single Channel Multi Phase. On this research has been studied 4 alternatives to find the best model by changing the staff composition and service time at every spot service. Those 4 alternatives which have already been stimulated produce the parameter of reducing the queue time. The fourth alterative preferred choosing the busy time, due to the shorter system apply and the utilization staff is more optimum.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T10723
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadra Khalisya
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis waktu tunggu pelayanan resep pasien di Apotek Kimia Farma 115 Pamulang pada periode Desember 2023. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kesesuaian waktu tunggu pelayanan resep dengan standar yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif observatif, di mana data diperoleh melalui observasi langsung dan pencatatan waktu tunggu pasien dimulai saat resep diserahkan hingga obat diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu tunggu rata-rata pelayanan resep obat non racik adalah 15,7 menit, sedangkan waktu tunggu pelayanan resep obat racikan rata-rata adalah 25,1 menit. Waktu tunggu pelayanan obat non racik sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008, tetapi belum memenuhi standar pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016. Waktu tunggu pelayanan obat racikan telah sesuai dengan kedua peraturan tersebut. Berdasarkan hasil observasi, waktu tunggu yang lebih lama pada obat non racik dapat disebabkan oleh faktor penumpukan obat yang telah diberi etiket yang tidak langsung diserahkan kepada pasien. Berdasarkan hasil penelitian ini, direkomendasikan untuk melakukan evaluasi lebih lanjut terkait tingkat kepuasan pasien serta mengidentifikasi lebih dalam faktor-faktor yang menyebabkan lamanya waktu tunggu pelayanan, khususnya pada jam-jam sibuk dan waktu pergantian shift karyawan.

This study aims to analyze the prescription service waiting time for patients at Kimia Farma Pharmacy 115 Pamulang during the period of December 2023. The evaluation was conducted to determine the compliance of prescription service waiting time with the standards set by the Indonesian Ministry of Health. This study utilized a descriptive observational method, where data were obtained through direct recording of patient waiting times, from the moment the prescription was handed over until the medication was dispensed. The results showed that the average waiting time for non-compounded prescriptions was 15.7 minutes, while the average waiting time for compounded prescriptions was 25.1 minutes. The waiting time for non-compounded prescriptions met the requirements of Ministry of Health Regulation No. 129/Menkes/SK/II/2008, but did not comply with the standards set in Ministry of Health Regulation No. 73 of 2016. The waiting time for compounded prescriptions, however, was in accordance with both regulations. Based on observations, the longer waiting time for non-compounded prescriptions was due to the accumulation of medications that had been labeled but were not immediately handed over to the patients. This study recommends conducting further evaluations on patient satisfaction and identifying the factors that cause longer waiting times, especially during peak hours and shift changes. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>