Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 209208 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zahra Ainina Cahyaningtyas
"Dukungan sosial ditemukan dapat berperan sebagai variabel penyangga ketika individu mengalami situasi stres. Peranan ini menjadi penting ketika individu mengalami kondisi stres yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan subjektifnya. Pada situasi ekonomi yang mengalami kenaikan, kelompok generasi sandwich yang berperan untuk mengurus orang tua dan anak dalam satu waktu menjadi rentan untuk mengalami stres finansial yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan subjektifnya. Terkait dengan hubungan tersebut, penelitian ini mengkaji peran dari dukungan sosial sebagai variabel moderator pada hubungan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif. Penelitian ini melibatkan 135 responden generasi sandwich berusia 35-60 tahun yang memberikan dukungan finansial kepada anak dan orang tua. Analisis korelasional Pearson yang dilakukan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif menunjukkan adanya korelasi negatif yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi stres finansial maka akan semakin rendah kesejahteraan subjektif individu. Meskipun demikian, tidak terdapat peran moderasi yang signifikan dari dukungan sosial dalam hubungan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif.

Previous studies found that social support could have a moderating effect during one’s stressful situation. This role became important as the individual experienced a stressful situation that could have a negative impact towards its well-being. During the economic situation where inflation arises, the sandwich generation group whose role is to take care of parents and children at one time became vulnerable to experience financial stress which can have a negative impact on their subjective well-being. Related to this relationship, this study examined the role of social support as a moderator variable. This study involved 135 sandwich generation respondents, ranging from 35 to 60 years old, who provided financial support to their children and parents. Pearson’s correlation analysis conducted between financial stress and subjective well-being showed a significantly negative relationship, indicating that higher financial stress would lead to a lower subjective well-being. However, there is no significant moderating role of social support in the relationship between financial stress and subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Mardiyanah
"Peluang mendapatkan pendapatan lebih tinggi mendorong pekerja untuk bermigrasi ke berbagai daerah di Indonesia. Namun, hal ini menimbulkan tantangan tersendiri bagi kesejahteraan subjektif pekerja migran seperti stres, kesepian, dan rendahnya modal sosial. Penelitian ini menguji hubungan antara persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif pada 86 karyawan migran berusia 20-40 tahun di Indonesia. Data dikumpulkan melalui kuesioner dengan alat ukur The-PERMA-Profiler dan Social Provision Scale (SPS). Hasil penelitian menunjukan adanya korelasi positif secara signifikan antara persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif (r=0.382, p<.01, two-tailed) yang menunjukan semakin tinggi pekerja memiliki persepsi dukungan sosial, maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan subjektif yang dirasakannya. Dimensi persepsi dukungan sosial yang berhubungan erat dengan kesejahteraan subjektif adalah meyakinkan keberhargaan diri, disusul dengan dimensi integrasi sosial dan dimensi bimbingan. Oleh karena itu, perusahaan perlu merancang kebijakan yang mendukung apresiasi pekerja, lingkungan yang menciptakan integrasi sosial dan mentor bagi karyawan migran serta memberikan dukungan yang memadai untuk meningkatkan persepsi dukungan sosial dan kesejahteraan karyawan migran.

Opportunities for higher incomes encourage workers to migrate to various regions in Indonesia. However, this poses its own challenges to the subjective well-being of migrant workers such as stress, loneliness, and low social capital. This study examined the relationship between perceived social support and subjective well-being in 86 migrant employees aged 20-40 years in Indonesia. Data were collected through questionnaires with The-PERMA-Profiler and Social Provision Scale (SPS) measurement tools. The results showed a significant positive correlation between perceived social support and subjective well-being (r=0.382, p<.01, two-tailed), indicating that the higher the workers' perceived social support, the higher their subjective well-being. The dimension of perceived social support that is closely related to subjective well-being is self-esteem, followed by the social integration dimension and the guidance dimension. Therefore, companies need to design policies that support worker appreciation, environments that create social integration and mentors for migrant employees and provide adequate support to improve the perceived social support and well-being of migrant employees."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selvin Pamalla Mangiwa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara dukungan sosial dan kesejahteraan psikologis pada perawat Critical Care di Rumah Sakit di Kota Bogor pada tahun 2024. Metodologi menggunakan pendekatan cross-sectional survey yang melibatkan 132 perawat yang bekerja di ruang Critical Care di Rumah Sakit di Kota Bogor yang memiliki kompetensi dan lisensi pelatihan khusus dalam memantau hemodinamik pasien kritis, pemberian therapi dan asuhan keperawatan kritis secara berkelanjutan. Responden dipilih dengan menggunakan metode total sampling. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang telah divalidasi dan diuji peneliti sebelumnya. Penelitian ini menggunakan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MPSS) dan Perceived Organizational Support (POS) yang dimodifikasi mengikuti teori aspek dukungan sosial Sarafino untuk dukungan sosial dan Ryff Psychological Well-being scale (RPWBS) untuk kesejahteraan psikologis. Data dianalisis menggunakan IBM SPSS versi 23. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dan kesejahteraan psikologis perawat critical care, dengan nilai p-value <0,05 melalui uji Chi-Square dan korelasi positif . Hal ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat dukungan sosial maka semakin tinggi juga kesejahteraan psikologis, dan sebaliknya. Temuan ini mengungkapkan bahwa dukungan sosial memberikan pengaruh besar terhadap kesejahteraan psikologis dan kesejahteraan psikologis menjadi salah satu hal yang penting yang dapat menyumbang prevalensi masalah psikososial.

This research want to exploration correlation social support between psychological well-being of Critical Care nurses in Hospitals at Bogor City on 2024. The methodology use is cross-sectional survey approach involving 132 nurses who work in Critical Care area in Hospitals at Bogor City. Nurses in critical care area must be haved competency and special training license in monitoring hemodynamics of critical patients, providing therapy and critical nursing care on an ongoing basis. Respondents were selected using the total sampling method. Data was collected through questionnaires that have been validated and reliabilited. This research using modification instrument Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MPSS) and Perceived Organizational Support (POS) which were modified following Sarafino's social support aspect theory for social support and Ryff Psychological Well-being scale (RPWBS) for psychological well-being . Data were analyzed using IBM SPSS version 23. The results showed that there was a significant correlation between social support and the psychological well-being of critical care nurses, with p-value <0.05 using the Chi-Square test. This indicates that the higher level of higher social support can make psychological well-being and vice versa. These findings reveal that social support has a major influence on psychological well-being and psychological well-being is one of the important things that can contribute to the prevalence of psychosocial problems."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizki Alfiansyah
"Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang menjadi masa kritis dan rentan bagi setiap individu. Masa ini turut menjadi tantangan bagi individu dengan menghadirkan sejumlah konflik dan perubahan pada beragam aspek kehidupan, seperti halnya masalah peralihan, kebingungan identitas serta masalah psikologis lainnya. Salah satu kelompok yang terdampak atas hal ini ialah remaja yang tinggal di panti asuhan dengan segala kompleksitas masalah yang dihadapinya sebagai anak telantar. Sehubungan dengan ini, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa segala tantangan yang dihadapi remaja dapat diatasi dengan tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial yang dirasakan dari keluarga, pengasuh, dan teman sebaya serta tingkat optimisme dengan kesejahteraan subjektif pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan Sosial Anak Putra Utama 3 Tebet. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui sebaran angket (kuesioner) dan penentuan sampel menggunakan teknik total sampling terhadap 63 responden. Alat ukur kesejahteraan subjektif disusun berdasarkan instrumen SWLS (Satisfaction with Life Scale), sementara dukungan sosial mengacu pada ISEL (Interpersonal Support Evaluation), dan optimisme mengacu pada ASQ (Attributional Style Question). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar remaja PSAA PU 3 Tebet memiliki tingkat yang rendah pada keseluruhan variabel mencakup kesejahteraan subjektif, dukungan sosial, dan optimisme. Selain itu, uji korelasi bivariat menggunakan Kendall’s tau-b menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kesejahteraan subjektif, didasari dengan nilai R=0,269 dan sig. 0,035<0,05. Kemudian, terdapat pula hubungan signifikan antara dukungan sosial pengasuh dengan kesejahteraan subjektif, didasari dengan nilai R=0,331 dan sig. 0,009<0,05. Selain itu, ditemukan hubungan signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan kesejahteraan subjektif, didasari dengan nilai R=0,364 dan sig. 0,004<0,05. Sementara itu, uji korelasi pada variabel optimisme menunjukkan tidak terdapat hubungan antara optimisme dengan kesejahteraan subjektif dengan nilai sig. 0,924>0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa Ha₁, Ha₂, Ha₃ ditolak dan Ho₁, Ho₂, Ho₃ diterima, sementara Ha₄ diterima dan Ho₄ ditolak.

Adolescence is a transitional period from childhood to adulthood that is critical and vulnerable for every individual. This phase presents various challenges, including conflicts and changes in multiple aspects of life, such as transition problems, identity issues and other psychological problems. One group significantly affected by these challenges is adolescents living in orphanages, facing the complexities of being abandoned children. Findings indicate that high levels of subjective well-being can help adolescents overcome these challenges. This study aims to examine the relationship between the perceived social support from family, caregivers, and peers, as well as the level of optimism, and the subjective well-being of adolescents residing at the Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet orphanage. This research employs a descriptive quantitative approach, collecting data through questionnaires and using total sampling to select 63 respondents. The subjective well-being measurement tool is based on the Satisfaction with Life Scale (SWLS), while social support is evaluated using the Interpersonal Support Evaluation List (ISEL), and optimism is measured using the Attributional Style Questionnaire (ASQ). The results indicate that most adolescents at PSAA PU 3 Tebet exhibit low levels across all variables, including subjective well-being, social support, and optimism. Furthermore, bivariate correlation tests using Kendall’s tau-b reveal significant relationships between family social support and subjective well-being (R=0.269, p=0.035<0.05), caregiver social support and subjective well-being (R=0.331, p=0.009<0.05), and peer social support and subjective well-being (R=0.364, p=0.004<0.05). However, the correlation test for the optimism variable shows no significant relationship with subjective well-being (p=0.924>0.05). These findings indicate that hypotheses Ha₁, Ha₂, and Ha₃ are rejected, while hypotheses Ho₁, Ho₂, and Ho₃ are accepted. Conversely, hypothesis Ha₄ is accepted, and hypothesis Ho₄ is rejected."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syahid
"Pasien yang diisolasi Covid-19 tidak dapat berinteraksi dan terpaksa dipisahkan dari lingkungan sosialnya. Keadaan ini tentu akan berdampak terhadap kebahagiaan psikologisnya, padahal kebahagiaan psikologis merupakan faktor yang penting dalam penyembuhan pasien Covid-19. Dalam penelitian ini ingin diketahui lebih lanjut bagaimana peranan dukungan sosial terhadap kebahagiaan psikologis pada saat pasien isolasi Covid-19, dan juga dukungan sosial apa yang signifikan berperan terhadap kebahagiaan psikologis. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial adalah Multidimensional Scale of Perceived Social Support dan kebahagiaan psikologis dengan Ryff’s Psychological Well Being Scale. Partisipan pada penelitian ini adalah individu yang sedang diisolasi maupun penyintas Covid-19 dengan total partisipan 84 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear sederhana. Dari hasil penelitian diketahui adanya peran yang signifikan dari dukungan sosial terhadap kebahagiaan psikologis pada pasien disaat masa isolasi Covid-19 (r = 0.442, n= 84, R2 = 0.185, p<.05), dan baik dukungan keluarga, teman, maupun ‘orang yang spesial’ berperan secara signifikan. Juga diketahui bahwa dukungan orang spesial (tetangga) diketahui paling besar peranannya pada kebahagiaan psikologis.

Patients isolated from Covid-19 cannot interact and are forced to be separated from their social environment. This situation will certainly have an impact on his psychological well being, even though psychological well being is an important factor in healing Covid-19 patients. In this study, we want to find out more about the role of social support on psychological well being when patients are isolated from Covid-19, and also what social support has a significant role in psychological well being. The measuring instrument used to measure social support is the Multidimensional Perceived Social Support Scale and psychological well being with the Ryff Psychological Well-being Scale. Participants in this study were individuals who were isolated and survivors of Covid-19 with a total of 84 participants. The data analysis technique used is simple linear regression. From the results of the study, it is known that there is a role in social support for psychological well being during the Covid-19 isolation condition (r = 0.442, n = 84, R2 = 0.185, p < .05), and both support from family, friends, and significant other plays a significant role. It is also known that the support of significant others (neighbors) is known to have the greatest role in psychological well being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ikhsan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat dukungan sosial terhadap tingkat well-being pekerja di bidang industri kreatif digital. Penelitian sebelumnya cenderung melihat faktor individual dan organisasional sebagai faktor yang berkontribusi terhadap tingkat well-being pekerja. Dalam rangka memperkaya studi-studi sebelumnya, penelitian ini berusaha menjelaskan well-being pekerja melalui dukungan sosial yang dimiliki pekerja, khususnya keluarga, atasan dan rekan kerja. Dukungan sosial diyakini dapat memberikan sumberdaya yang dapat membentuk dan meningkatkan fungsi dalam bekerja, sehingga semakin tinggi dukungan sosial yang diterima maka semakin tinggi well-being yang dirasakan oleh pekerja dan sebaliknya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data diperoleh melalui survei kepada 130 pekerja kreatif digital di Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pekerja kreatif digital memiliki tingkat well-being dan dukungan sosial yang cenderung rendah. Dukungan sosial yang bersumber dari keluarga, atasan dan rekan kerja terbukti berhubungan dengan tingkat well-being pekerja. Selain itu, didapatkan hasil dukungan sosial yang bersumber dari atasan dengan bentuk dukungan appraisal sebagai variabel yang paling berhubungan dengan well-being pekerja di bidang industri kreatif digital.

ABSTRACT
This study explains the effect of social support level to creative digital worker well-being. Previous studies found that individual internal and organizational as factors that contribute to level of worker well-being. To enrich previous studies, This study seeks to explain worker well-being through social supports, especially from family, supervisor and co-workers. Social support is believed to provide resources that can form and improve functionality in work, so the higher the social support is received then the higher the well-being perceived by workers and vice versa. This study uses quantitative approaches with data collection techniques obtained through surveys to 130 creative digital worker in Jakarta. The results show that creative digital worker have a low level of well-being and social support. Social support from family, supervisor and co-workers is positively correlated with workers well-being. This research also found that social support from supervisor and appraisal support as the most associated variabel with worker well-being."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rakhen Naufal Rifananda
"Beberapa penelitian menemukan berbagai beban dan kekhawatiran mengenai masa depan yang dimiliki oleh Generasi sandwich. Kekhawatiran yang dimiliki meliputi kondisi finansial di masa depan dan kondisi kesehatan orang tua yang sudah lansia. Kekhawatiran tersebut memiliki konsekuensi terhadap kesehatan fisik, mental dan kesejahteraan subjektif mereka. Memiliki ekspektasi positif mengenai masa depan, atau biasa disebut sebagai optimisme, diduga dapat mengurangi efek buruk dari berbagai kekhawatiran tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat hubungan antara optimisme dan kesejahteraan subjektif. Jumlah partisipan penelitian adalah 128 orang dalam rentang umur 35-60 tahun yang menanggung kebutuhan anak dan keluarganya dalam waktu yang bersamaan. Hasil analisis Pearson correlation menunjukkan adanya korelasi positif dan signifikan antara optimisme dan kesejahteraan subjektif. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk generasi sandwich, semakin tinggi optimisme akan semakin tinggi kesejahteraan subjektifnya.

Several studies have found various burdens and worries sandwich generation has regarding the future. Future financial state and their parents’ deteriorating health are one of their biggest concerns. These worries have negative consequences on their physical health, mental health, and their subjective well-being. Having a positive expectation regarding the future, also known as optimism, is thought to be able to negate the negative effects their worries have. The purpose of this study was to examine the relationship between optimism and subjective well-being. There were 128 participants ranging from 35-60 years of age who actively take care of their children and parents at the same time. Pearson correlation analysis of the data has shown that there is a significant positive relationship between optimism and subjective well-being. This can be interpreted that for sandwich generation, the higher the optimism the higher their subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Julian Devianti
"Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui peran psychological capital (PsyCap) dalam memediasi hubungan antara perceived social support dan subjective well-being pada istri yang bekerja. Penelitian ini penting karena belum ada pemahaman yang jelas terkait dengan bagaimana perceived social support dapat berperan pada subjective well-being istri yang bekerja. Pada penelitian ini, subjective well-being diukur dengan Satisfaction with Life Scale dan Scale of Positive Affect and Negative Experience, perceived social support diukur menggunakan Multidimensional Scale of Perceived Social Support, dan psychological capital diukur dengan PCQ-12. Penelitian ini dilakukan pada 117 istri yang bekerja. Hasil penelitian menemukan bahwa psychological capital memediasi hubungan antara perceived social support dan subjective well-being. Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya literatur terkait variabel perceived social support, psychological capital, dan subjective well-being.

This study aimed to examine the role of psychological capital (PsyCap) in mediating the relationship between perceived social support and subjective well-being of working wives. This study is important because there is yet a clear understanding on how perceived social support can contribute to subjective well-being of working wives. In this study, subjective well-being was measured by Satisfaction with Life Scale and Scale of Positive Affect and Negative Experience, perceived social support was measured using Multidimensional Scale of Perceived Social Support, and psychological capital was measured by PCQ-12. This study was conducted on 117 working wives. The results found that psychological capital mediates the relationship between perceived social support and subjective well-being. The results of this study can be useful for enriching the literature related to the variables of perceived social support, psychological capital, and subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chatarina Vania Maharani Wicaksono
"Penelitian ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara penggunaan media sosial dan stres sosial terhadap social well-being. Studi-studi mengenai social well-being di Asia menemukan bahwa aspek non-ekonomi seperti nilai dan norma budaya, tradisi, relasi dan agama yang beragam antar negara memiliki asosiasi terhadap social well-being sehingga aspek tersebut perlu diperhitungkan. Peneliti berargumen bahwa penggunaan media sosial dan stres sosial memiliki hubungan dengan social well-being. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat penggunaan media sosial terhadap tingkat social well-being dan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat stres sosial terhadap tingkat social well-being. Fungsi media sosial pada masa pandemi menjadi aspek vital sehingga menjadikan temuan ini berlawanan dengan temuan sebelumnya, media sosial memberikan lebih banyak manfaat secara positif sehingga meredam sisi negatif dari media sosial. Temuan penelitian menunjukkan bahwa aspek ekonomi masih menjadi faktor yang menentukan kepuasan hidup individu. Metode yang digunakan dalam penelitian kuantitatif ini adalah menggunakan data primer yang diambil melalui teknik survei yang disebarkan secara daring pada sampel dari populasi yaitu Jabodetabek yang berusia usia 19 hingga 40 tahun dengan total 419 responden. Peneliti juga menggunakan wawancara mendalam untuk mengumpulkan data pendukung

This study aims to examine the relationship between social media use and social stress on social welfare. Studies on social well-being in Asia find that non-economic aspects such as cultural values and norms, traditions, relations and religions that vary between countries have associations with social well-being, therefore these aspects need to be taken into account. Researcher argue that social media use and social stress have a relationship with social well-being. The results showed that there was a significant relationship between the level of social media use and the level of social well-being and there was no significant relationship between the level of social stress and the level of social well-being. The function of social media during the pandemic is an important aspect so that this finding is contrary to previous findings, social media provides more benefits in a positive way so that it is viewed negatively than social media. The research findings show that the economic aspect is still a factor that determines individual life satisfaction. The method used in this quantitative research is to use primary data taken through survey techniques that are boldly distributed to a sample of the population, namely Jabodetabek aged 19 to 40 years with a total of 419 respondents. Researchers also use indepth interview to collect supporting data."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Salsabila
"Banyaknya peristiwa yang terjadi menyangkut Gojek membuat para pengemudi Gojek menjadi dekat satu sama lain dan memiliki sense of community. Pro-kontra yang terjadi mengenai keberadaan Gojek mungkin mengganggu social well being para pengemudi Gojek. Dari penelitian-penelitian sebelumnya, dapat diketahui terdapat hubungan antara sense of community dan social well being.
Penelitian ini pun ingin mengetahui apakah terdapat hubungan antara sense of community dan social well being pada pengemudi Gojek di Jabodetabek. Data diambil dari 61 partisipan. Peneliti menggunakan Sense of Community Index - 2 untuk mengukur sense of community dan Social Well Being Scale untuk mengukur social well being.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sense of community dan social well being pada pengemudi Gojek di Jabodetabek. Selain itu, ditemukan bahwa dimensi integration and fulfillment of needs dan shared emotional connection pada sense of community paling baik dalam memprediksi social well being pada pengemudi Gojek di Jabodetabek.

Many events that happened involving Gojek has brought the Gojek drivers to be closer to each other and to have a senes of community. However, the pros and cons that occured regarding the existence of Gojek might also disturb their social well being. From previous studies, it is found that there is a relationship between the sense of community and social well being.
This study aims to find out whether there is a significant relationship between the sense of community and social well being of Gojek drivers in Jabodetabek or not. The data was taken from 61 participants. The writer used the Sense of Community Index - 2 to measure the sense of community and also Social Well Being Scale to measure social well being.
The results of this study showed that there is a positively significant relationship between the sense of community and social well being of the Gojek drivers in Jabodetabek. Furthermore, it was found that the dimensions of integration and fulfillment of needs and shared emotional connection in the sense of community work best in predicting the social well being of the Gojek drivers in Jabodetabek.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63285
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>