Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 214090 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mampioper, Ronalda Jaqualin Alama Manai
"Stunting merupakan bentuk tubuh pendek bahkan sangat pendek dari standar usia yang disebabkan oleh kekurangan gizi dalam kurun waktu yang lama dengan faktor determinannya ialah status sosioekonomi rendah, asupan nutrisi dan kesehatan ibu yang buruk, riwayat sakit berulang dan praktik pemberian makan pada bayi dan anak yang tidak tepat (Kemenkes RI, 2022). Upaya penanggulangan stunting perlu dimodifikasi dengan pendampingan dan pemberdayaan keluarga serta dukungan sosial sehingga residen mengemas intervensi keperawatan berupa inovasi Sikanda untuk menanggulangi stunting pada balita di Kelurahan Jatijajar yang dilakukan selama 2 bulan. Tujuan dari penulisan ini adalah mengetahui gambaran penerapan inovasi Sikanda (Skrining gizi, konsultasi dan pemberdayaan keluarga) dalam menanggulangi stunting pada balita. Metode yang digunakan adalah Mixed method, yakni menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Populasi implementasi inovasi Sikanda adalah seluruh balita stunting di Kelurahan Jatijajar dengan jumlah sampel 42 balita. Hasil intervensi inovasi Sikanda pada komunitas balita stunting menunjukan bahwa setelah dilakukan intervensi keperawatan kepada komunitas balita stunting di kelurahan Jatijajar, maka terdapat adanya perubahan status gizi yang dinilai berdasarkan indeks TB/U diperoleh kategori sangat pendek berkurang sebesar 19,1%, kategori pendek naik sebesar 14,3% dan kategori normal naik sebesar 4,8%. Sedangkan pada perubahan perilaku ibu balita yaitu pengetahuan baik meningkat sebanyak 16,9%. Sikap orang tua yaitu sikap baik meningkat sebesar 40,5% dan keterampilan baik meningkat sebesar 23,8%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa intervensi keperawatan Sikanda dapat meningkatkan status gizi balita dan perilaku ibu balita stunting.

Stunting is a form of short stature or even very short compared to age standards caused by malnutrition over a long period of time with the determinant factors being low socioeconomic status, poor nutrition and maternal health, history of recurrent illness and feeding practices to infants and children who are not healthy. right (Ministry of Health RI, 2022). Efforts to tackle stunting need to be modified with family assistance and empowerment as well as social support so that residents package nursing interventions in the form of Sikanda's innovation to tackle stunting in toddlers in the Jatijajar Village which is carried out for 2 months. The purpose of this paper is to describe the application of Sikanda's innovation (nutrition screening, consultation and family empowerment) in tackling stunting in toddlers. The method used is Mixmethod, which combines quantitative and qualitative approaches. The population of Sikanda's innovation implementation is all stunted toddlers in the Jatijajar Village with a total sample of 42 toddlers. The results of Sikanda's innovation intervention in the stunting toddler community showed that after nursing intervention was carried out for the stunting toddler community in the Jatijajar sub-district, there was a change in nutritional status assessed based on the height/age index, the very short category decreased by 19.1%, the short category increased by 14.3% and the normal category increased by 4.8%. Meanwhile, changes in the behavior of toddler mothers, namely good knowledge, increased by 16.9%. Parents' attitude, namely good attitude, increased by 40.5% and good skills increased by 23.8%. Thus, it can be concluded that Sikanda's nursing interventions can improve the nutritional status of toddlers and the behavior of stunting mothers."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agustin Dwi Rachma Nisa
"Perawatan di lingkungan Instalasi Gawat Darurat pada situasi pandemi COVID-19 memberikan pengalaman tersendiri bagi pasien, terutama bagi pasien dengan kesadaran compos mentis yang terinfeksi COVID-19 sangat berpotensi untuk mengalami kecemasan. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk memberikan gambaran mengenai penerapan Terapi Murottal dalam asuhan keperawatan pada pasien COVID-19 yang terpasang Ventilasi Mekanik Non-Invasif di IGD dan mengalami kecemasan. Terdapat satu kasus yang dibahas yaitu pada pasien dengan masalah kecemasan. Intervensi keperawatan yang diberikan yaitu berupa pemutaran Murottal surah Yasin, Al-Insyirah, dan Ar-Rahman. Hasil evaluasi berdasarkan tanda mayor dan minor pasien dengan kecemasan serta pengukuran kecemasan menggunakan Face Scale Anxiety menunjukkan sebagian besar masalah dapat teratasi dan menunjukkan perbaikan walaupun belum secara keseluruhan. Terapi Murottal direkomendasikan untuk dapat diterapkan dalam asuhan keperawatan pasien COVID-19 yang terpasang Ventilasi Mekanik Non-Invasif dengan masalah kecemasan.

Murottal Therapy as Nursing Intervention for Patient with COVID-19 Recieving Non-Invasive Mechanical Ventilator: Case Study. Treatment at Emergency Room amid COVID-19 pandemic provides certain experiences for patients, especially for patient with good conciousness (compos mentis) who are infected COVID-19, they are probably would experience anxiety. The purpose of this writing is to provide an overview of the application of murottal therapy in nursing care for COVID-19 patient who are using NIV at Emergency Room and experience anxiety. There are one case which being discussed on this article and we found the problem is anxiety. Nursing intervention which being used is Murottal Yasin, Al-Insyirah, and Ar-Rahman. Evaluation of the intervention are based on major and minor signs, and also from assessment of Face Anxiety Scale indicate that some problems were resolved, while some others were partially resolved with some improvement or unresolved. We recommended Murottal Therapy as nursing care for COVID-19 patient who are using NIV at Emergency Room and experience anxiety.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Lauda Azmi
"Menstrual cup merupakan cangkir menstruasi yang berbentuk seperti corong minyak dengan ukuran lebih kecil yang terbuat dari silikon berstandar medis dan aman bagi tubuh. Penggunaan menstrual cup membuat vagina seolah-olah dimasuki oleh segel vakum menimbulkan berbagai pandangan yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk menerima dan mencobanya. Penelitian ini menggunakan desain studi eksploratif dengan pendekatan kualitatif dan dengan teknik pengambilan data secara Focus Group Discussion (FGD) dan Wawancara Mendalam (WM). Hasil pada penelitian ini menunjukkan persepsi sebagian besar informan dalam melihat bentuk dan penggunaan menstrual cup dianggap berisiko dan memberikan rasa ngilu, nyeri, perih dan luka pada organ intim. Sikap mahasiswi yang belum menikah tidak jauh berbeda dengan mahasiswi yang sudah menikah dan memiliki riwayat melahirkan. Sebagian besar informan menyikapi penggunaan menstrual cup sebagai pengganti pembalut dengan menerimanya karena menstrual cup dianggap lebih efektif dibandingkan dengan pembalut karena tidak menimbulkan rasa lembab, gatal, dan kebocoran. Niat untuk menggunakan menstrual cup telah diungkapkan oleh sebagian informan namun masih membutuhkan waktu lama, sebab belum memiliki keberanian untuk menggunakan menstrual cup sebagai pengganti pembalut. Persepsi, sikap, dan niat yang mendasari pengambilan keputusan pada mahasiswi di Kota Padang dalam menyikapi menstrual cup sebagai pengganti pembalut

Menstrual cup is an object that is shaped like an oil funnel with a smaller size made of medical-standard silicone and is safe for the body. The use of a menstrual cup makes it seem as if the vagina is being entered by a vacuum seal, causing various views that influence the decision to accept and try it. This study uses an explorative study design with a qualitative approach and with data collection techniques by Focus Group Discussion (FGD) and In-depth Interviews (WM). The perception of most of the informants in seeing the shape and use of menstrual cups is considered risky and gives aches, pains, sores and wounds to the intimate organs. The attitude of unmarried female students is not much different from that of married female students who have a history of giving birth, some informants think that menstrual cups damage the hymen and cause trauma in using them. Most of the informants responded to using menstrual cups as a substitute for sanitary napkins by accepting them because menstrual cups are considered more effective than sanitary napkins because they do not cause dampness, itching, and leakage. The intention to use a menstrual cup has been expressed by some informants but it still takes a long time, because they do not have the courage to use a menstrual cup as a substitute for sanitary napkins. There are various perceptions, attitudes, and intentions that underlie the decision making of female students in the city of Padang in responding to menstrual cups as a substitute for sanitary napkins"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Ulfah
"Lanjut usia (lansia) merupakan kelompok yang berisiko mengalami kualitas tidur yang buruk. Hal ini berdampak pada munculnya banyak masalah kesehatan pada lansia karena menurunnya kepuasan tidur pada lansia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan risiko jatuh pada lansia di PSTW wilayah Jakarta dengan sampel penelitian berjumlah 104  dengan rentang usia 60-88 tahun. Instrumen yang digunakan untuk mengukur  kualitas tidur pada lansia adalah Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), sedangkan risiko jatuh diukur menggunakan Morse Falls Scale (MFS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 99 (95,2%) lansia di panti memiliki kualitas tidur yang buruk dan 82 (78,8%) lansia memiliki risiko jatuh, baik rendah maupun tinggi. Terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan risiko jatuh (p <0,05) dengan nilai R 0,208 Penelitian selanjutnya dapat dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang memengaruhi kualitas tidur lansia di panti. Perawat memiliki tanggung jawab memberikan program promosi kesehatan terkait cara meningkatkan kualitas tidur pada lansia, sehingga kualitas tidur lansia dapat ditingkatkan.

Eldery have a high risk of poor sleep quality. It can lead to several health problem due to decreased sleep satisfication. This study purpose to determine the relation between sleep quality and fall risk. The cors-sectional study was conducted at four Eldery Care Institutions in DKI Jakarta. This sample consisted of 104 eldery people who ranged from 60 to 88 years. Data were collected with two instruments, Pittsburgh Sleep Quality Index for measuring sleep quality and the Morse Falls Scale (MFS) for assessing fall risk in eldery. The results showed 99 (95,2%) of eldery had poor sleep quality and 82 (78,8%) experienced both low and high fall risk. It was explored that there was a significant relation between sleep quality and fall risk (p < 0,05) with R value 0,208. Futher research is expected to conduct for the most influential factors of poor sleep quality in eldery. The nurses have a role by promoting health education related to sleep quality ad thus the sleep quality should be increased."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusuma Wijaya
"Later Belakang : Dalam menjalankan aktivitas belajar mengajar, sebagian besar komunikasi yang dilakukan seorang guru adalah dalam bentuk komunikasi verbal. Penggunaan suara harus cukup lantang dan stabil sehingga pelajaran yang disampaikan dapat diterima dengan baik. Proses pengeluaran suara merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan suara selain faktor - faktor risiko lainnya.
Metode : Peneiitian dengan metode potong lintang untuk mendapatkan hubungan kegiatan belajar mengajar dan gangguan suara serta faktor - faktor lain. Gangguan suara ditentukan bila tenjadi peningkatan dua atau lebih parameter akustik pada hasil pemeriksaan analisis suara. Pengumpulan data dilakukan melalui pengisian kuesioner, pemeriksaan fisik, pengukuran lingkungan kerja dan analisis suara dengan menggunakan alat MDI/P produksi Kay Elemetric corp.
Hasil Penelitian : Guru yang mengajar disekolah dengan akreditasi "A" sebanyak 51,5%, yang mempunyai masa kerja lebih dari 5 tahun sebanyak 80,'7% dan mengajar lebih dari 16 jam dalam seminggu sebanyak 54,4%. Prevalensi gangguan suara pada guru sekolah dasar sebesar 29,2%. Terdapat tiga faktor determinan terjadinya gangguan suara yaitu, status akreditasi sekolah (p = 0,021 , CI = 1,133 - 4,624 , OR = 2,28) , masa kerja (p = 0,04, CI = 1,004 - 8,073, OR = 2,84) serta lama keija perminggu (p = 0,040, CI = 1,020 - 4,209, OR = 2,072). Tidak didapati perbedaan yang bermakna untuk faktor risiko yang lainnya terhadap terjadinya gangguan suara.
Kesimpulan : Tempat mengajar, lama kerja perminggu serta mesa kerja sebagai guru berhubungan dengan terjadinya gangguan suara pada guru sekolah dasar.

Background: While carrying out the teaching and leaming activities, most communication was done by verbal communication. Use of sound should be loud enough and stable so that lessons can be delivered well-received. Vocal loading is one of the risk factor for voice disorders.
Methods : This cross sectional method to obtain the relationship of teaching and learning activities and voice disorders. Voice disorders is determined if there was an increase of two or more parameters on the results of acoustic voice analysis. Data collected through questionnaires, physical examination, working environment measurement and analysis of voice using MDVP Kay Elemetric corp.
Results : Teachers who teach in schools with the accreditation of the "A" as much as 5l.5%, which has the working lives of more than 5 years were 80.7% and teach more than 16 hours a week as much as 54.4%. Prevalence of voice disorders in primary school teachers by 29.2%. There are three factors as the determinant of the occurrence of voice disorders, school accreditation status (p = 0.02l, Cl = 1.133 to 4.624, OR = 2.28), length of employment (p = 0.04, CI = 1.004 to 8.073, OR = 2.84 ) and the length of work per week (p = 0.040, CI = 1.020 to 4.209, OR = 2.072). No significant difference was found for other risk factors on the occurrence of voice disorders.
Conclusion : The place of teaching, working period per week and years of service as a teacher associated with the occurrence of voice disorders in primary school teachers.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
T32330
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tetra Arya Saputra
"Latar Belakang: Pandemi coronavirus disease 2019 (COVID-19) dihubungkan dengan peningkatan kejadian gangguan psikiatri. Tenaga kesehatan sebagai barisan terdepan dalam penanganan pasien COVID-19 memiliki risiko tinggi untuk mengalami gangguan cemas. Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi gangguan cemas pada tenaga kesehatan saat pandemi COVID-19 di RSUP Persahabatan dan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Desain penelitian ini adalah studi deskriptif potong lintang dengan melakukan wawancara kepada dokter dan perawat yang bertugas di ruang perawatan COVID-19 serta memenuhi kriteria inklusi. Penelitian ini menggunakan Instrumen Penilaian Gangguan Jiwa MINI ICD-10 (Mini International Neuropsychiatric Interview Version ICD-10), kuesioner PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) dan kuesioner peristiwa hidup Holmes-Rahe. Penelitian dilakukan pada periode Januari-Oktober 2021 dengan Teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling sampai seluruh sampel tercakup dalam penelitian.
Hasil: Didapatkan 106 subjek penelitian dengan rerata usia adalah 30,57±4,8 tahun. Terdiri dari 34 orang dokter dan 72 perawat. Jumlah subjek yang mengalami gangguan cemas sebanyak 23 orang (22%). Jenis gangguan cemas yaitu agorafobia (10,4%), gangguan panik (5,7%), sosialfobia (4,7%), gangguan obsesif kompulsif (0,9%), gangguan cemas menyeluruh (9,4%) dan stres pasca trauma (0,9%). Berdasarkan analisis bivariat didapatkan hubungan bermakna antara pekerjaan dengan gangguan cemas (p=0,025) namun tidak didapatkan hubungan bermakna antara peristiwa hidup dengan gangguan cemas. Analisis multivariat didapatkan faktor-faktor yang memengaruhi gangguan cemas pada tenaga kesehatan di masa pandemi COVID-19 adalah ruang perawatan dan komorbid.
Kesimpulan: Prorporsi gangguan cemas pada tenaga kesehatan yang bekerja di ruang perawatan COVID-19 di RSUP Persahabatan adalah 22% dengan jenis gangguan cemas terbanyak adalah agorafobia. Faktor-faktor yang memengaruhi gangguan cemas yaitu ruang perawatan dan komorbid.

Background: Coronavirus disease 2019 (COVID-19) pandemic associated with an increased incidence of psychiatric disorder. Healthcare workers as a frontliner in caring COVID-19 patients have a high risk experiencing anxiety disorder. The aim of study is to determine the proportion of anxiety disorder in healthcare workers during COVDI-19 pandemic in RSUP Hospital and influencing factor.
Methods: The design of study was descriptive cross sectional study with interview to doctor and nurse who discharge in COVID-19 ward and met the inclusion criteria of the study. This study used questionnaire MINI ICD-10 (Mini International Neuropsychiatric Interview Version ICD-10) questionnaire, PSQI (Pittsburgh Sleep Quality Index) questionnaire, and Holmes-Rahe questionnaire. The research was conducted from January to October 2021 with convenience sampling. The data was processed using SPSS 25 for statistic test.
Results: Total subject 106 were recruited in this study with the mean age was 30,57±4,8 years old. Subject were of 34 doctors and 72 nurses. There were 23 subject (22%) experienced anxiety disorders. The types of anxiety disorders were agoraphobia (10,4%) panic disorder (5,7%), social phobia (4,7%), obsessive compulsive disorder (0,9%), general anxiety disorder (9,4%). Based on bivariate analysis, there was a significant association between health care workers with anxiety disorder (p=0.025) but there was no significant association between life event with anxiety disorder. The multivariate analysis that the influencing factors of anxiety disorder in medical healthcare workers during COVID-19 pandemic were working unit and comorbidities.
Conclusion: The proportion of anxiety disorder in healthcare workers during COVID-19 pandemic in RSUP Persahabatan was 22% with the most type of anxiety disorder is agoraphobia. The influencing factor of anxiety disorder were working unit and comorbidities.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Maria Margareth
"Di Amerika diperkirakan lebih dari 20 juta orang terpajan bising 85 dB atau lebih. Departemen tenaga kerja di Amerika mengestimasi bahwa 19,3 % dari pekerja di manufacturing dan utilities terpajan kebisingan dengan intensitas 90 dBA atau lebih 34,4 % terpajan kebisingan pada level di atas 85 dBA, dan 53,1% terpajan kebisingan pada level di atas 80 dBA. Frechet mendapatkan data bahwa 55% daerah industri di Quebec-Canada mempunyai tingkat kebisingan di atas 85 dB dan menurut survei prevalensi NIHL (Noise Induced Hearing Loss) atau gangguan pendengaran akibat bising bervariasi antara 40 - 50%. Gangguan pendengaran sebagai penyakit akibat kerja yang paling sering terjadi di berbagai industri membutuhkan perhatian dari banyak pihak. Gangguan pendengaran yang dialami seseorang akan berpengaruh pada produktivitas kerja dan kualitas hidup pekerja tersebut, sehingga pengendalian bising sangat penting untuk dilaksanakan di semua industri. Pelaksanaan program pengendalian bising atau Hearing Conservation Program di PT. X perlu dievaluasi sesuai dengan ketentuan yang ada, agar dapat diketahui hal-hal yang dapat diperbaiki untuk mewujudkan Hearing Conservation Program yang efisien, efektif, dan memadai.

United States estimated that more than 20 million people exposed to noise 85 dB or more. Department of labor in the United States estimates that 19.3% of workers in manufacturing and utilities exposed to noise with intensity 90 dBA or more than 34.4% exposed to noise levels above 85 dBA, and 53.1% exposed to noise levels above 80 dBA. Fréchet have shown that about 55% of industrial areas in Quebec-Canada has a noise level above 85 dB and, according to survey the prevalence of NIHL (Noise Induced Hearing Loss), or noise induced hearing loss varies between 40-50%. Hearing loss as occupational diseases is the most often occur in various industries require attention from many parties. Hearing loss will affect the worker?s productivity and quality of life of workers, so that noise control is very important to be implemented in all industries. Implementation of noise control program or a Hearing Conservation Program at the PT. X needs to be evaluated in accordance with existing provisions, in order to know the things that could be improved to realize the Hearing Conservation Program that is efficient, effective, and adequate."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rahmita Frizanggi
"Dampak dari perawatan di ruang rawat inap isolasi selama berhari-hari pada klien yang terkonfirmasi positif COVID-19 dapat menimbulkan masalah psikososial yaitu ansietas. Karya ilmiah ini menjelaskan asuhan keperawatan ansietas pada klien COVID-19 yang sedang melakukan perawatan di ruang rawat inap dengan teknik relaksasi, teknik distraksi dan kolaborasi medikasi. Metode karya ilmiah yang digunakan adalah laporan kasus tunggal. Karya ilmiah dilakukan selama 4 hari di ruang rawat inap isolasi RS Universitas Indonesia. Laporan kasus ini berfokus kepada klien Ny. F usia 25 tahun yang setelah dipindahkan dari IGD ke ruang rawat inap mengeluhkan napas tidak teratur dan sulit untuk tidur karena takut sendirian di ruang perawatan. Hasil evaluasi yang didapatkan adalah hilangnya tanda dan gejala ansietas, serta penurunan hasil Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) dari abnormal menjadi normal.

The impact of hospitalization in single treatment room for days to the patients who COVID-19 positive tested could lead to the psychosocial problems, one of them is anxiety. This study explained an overview of anxiety nursing care in a patient with COVID-19 who was hospitalized in single treatment room by means of relaxation and distraction techniques also collaboration in medication. The method of this study is single case study. The study was conducted for 4 days in single treatment room of University Indonesia’s Hospital. This study focused on Mrs. F, the 25 years old patient that after being transferred from the emergency room to the single treatment room, the patient complains of having irregular breathing and could not sleep at night because the patient was too afraid to be alone in the room. The evaluation result obtained were the disappearance of sign and symptoms of anxiety and the decreasing result of Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) form abnormal to normal."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Josephine Chrestella Wang
"Emerging adulthood merupakan periode kehidupan yang rentan terhadap gangguan psikologis. Dengan prevalensi gangguan psikologis yang tinggi, namun tingkat pencarian bantuan psikologis profesional yang rendah, intensi untuk mencari bantuan psikologis profesional pada emerging adulthood menjadi penting untuk ditelusuri. Penelitian ini bertujuan untuk menguji korelasi antara intensi mencari bantuan psikologis profesional dan self-compassion pada emerging adults dengan gejala gangguan psikologis yang belum ditangani. Intensi mencari bantuan psikologis profesional diukur menggunakan Mental Help-Seeking Intention Scale (MHSIS) dan self-compassion diukur menggunakan Skala Welas Diri (SWD) versi pendek. Digunakan pula alat ukur Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9) dan Generalized Anxiety Disorder-7 (GAD-7) untuk menyaring gejala gangguan psikologis partisipan. Data yang diolah dalam penelitian ini berasal dari 129 individu (100 perempuan dan 29 laki-laki) berusia 18–29 tahun (M = 21,43 tahun) dengan gejala gangguan psikologis yang belum pernah menggunakan layanan kesehatan mental sebelumnya. Penelitian ini menemukan bahwa intensi mencari bantuan psikologis profesional tidak berkorelasi secara signifikan dengan self-compassion (r = -0,084, p > 0,05). Implikasi dari penelitian ini adalah untuk mengerucutkan populasi penelitian dan menilik faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi intensi mencari bantuan psikologis profesional.

Emerging adulthood is a life period in which the risk of experiencing psychological disorders is heightened. Given a high prevalence of psychological disorders, yet low tendencies to seek professional psychological help, the intention to seek professional psychological help in emerging adulthood becomes important to be studied. This study investigates the correlation between intention to seek professional psychological help and self-compassion in emerging adults with currently untreated symptoms of psychological disorders. Mental Help-Seeking Intention Scale (MHSIS) and the short version of Skala Welas Diri (SWD) were used to measure intention to seek professional psychological help and self-compassion respectively. Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9) and Generalized Anxiety Disorder-7 (GAD-7) were used to screen participants’ psychological disorders symptoms. Participants of this study consists of 129 individuals (100 females and 29 males) aged 18–29 years (M = 21,43 years) with symptoms of psychological disorders who had never used any mental health services. This study found no significant correlation between intention to seek professional psychological help and self-compassion (r = -0,084, p > 0,05). The implication of this study is to narrow the research population scope and to examine other factors that may influence intention to seek professional psychological help"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Finda Finari
"Latar belakang. Kecemasan adalah bentuk ketakutan akan hal yang tidak diketahui. Dianjurkan tindakan yang dilakukan adalah memberikan informasi atau mengedukasi dengan cara yang baik dan menyenangkan. Salah satu bentuk pendekatan melalui gambar yang berkesan positif baik yang statis maupun bergerak.Anak tuna rungu adalah anak yang memilki kelainan pendengaran. Hambatan terbesar adalah kesulitan berkomunikasi, oleh karena itu manajemen kecemasan pada anak tuna rungu membutuhkan komunikasi dan teknik tersendiri Tujuan penelitian ini adalah menganalisis perbedaan tingkat kecemasan pada anak tuna rungu sebelum dan sesudah ditunjukkan gambar statis atau gambar bergerak “berkunjung ke dokter gigi”. Metode Penelitian. Desain penelitian adalah studi eksperimental klinis. Pendekatan yang dilakukan dengan menunjukkan gambar statis dan gambar bergerak. Sebanyak 42 anak tuna rungu, dibagi menjadi 2 kelompok, 1 kelompok diberikan gambar statis dan 1 kelompok diberikan gambar bergerak. Subjek diukur tingkat kecemasannya sebelum dan setelah melihat gambar statis atau gambar bergerak. Pengukuran tingkat kecemasan dihitung dengan Facial Image Scale (FIS) dan Venham Behaviour Scale (VBS). Hasil. Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap tingkat kecemasan anak tuna rungu antara sebelum dan sesudah pemberian aplikasi gambar statis dengan VBS (p=0,010) dan tidak bermakna dengan FIS (p=0,310). Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap tingkat kecemasan anak tuna rungu antara sebelum dan sesudah pemberian aplikasi gambar bergerak dengan VBS (p=0,003) dan tidak bermakna dengan FIS (p=0,1000). Kesimpulan. Dapat disimpulkan baik gambar statis maupun gambar bergerak memberikan pengaruh dalam menurunkan tingkat kecemasan anak tuna rungu yang baru pertama kali berkunjung ke dokter gigi.

Background. Anxiety is relating to a fear of unknown subject. One important technique in alleviating anxiety for patients is delivering patient education in the best way. The alternate way to allevating patient’s anxiety is by giving picture and video based patient education. Deaf children is children with hearing impairment that cause difficulty to communicate. American Association Pediatric Dentristry provides the guidelines that effective communication is essential, and for hearing impared patients, can be accomplished through a variety of methods. Method. The design of this study is clinic experimental study. We show the static picture and the moving picture “Berkunjung ke Dokter Gigi” to 42 deaf children. The anxiety level before and after is measured by using the Facial Image Scale (FIS) and Venham Behaviour Rating Scale (VBS). Result. There are significant differences on level of anxiety before and after by giving static picture measured by using VBS (p=0,010) and not significant defferences measured by using FIS (p=0,310). There are significant differences on level of anxiety before and after by giving moving picture measured by using VBS (p=0,003) and not significant differences measured by using FIS (p=1,000). Conclusion. Static picture and moving picture can reduce the level of anxiety in deaf children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>