Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 173955 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hana Dodik Pramiasti
"Kanker pada kelompok remaja dan dewasa muda umumnya berbeda dengan kanker yang biasa menyerang anak-anak atau orang dewasa yang lebih tua. Kelompok usia remaja dan dewasa muda ini memiliki masalah yang lebih rentan terhadap jenis kanker tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman kelompok remaja dan dewasa muda saat awal terdiagnosa kanker dan menjalani radiasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif   dimana metodologi yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi deskriptif yang akan menginterpretasikan dan menganalisis informasi melalui wawancara secara mendalam semi terstruktur. Sebelas orang partisipan yang memenuhi kriteria inklusi menyatakan bersedia mengikuti wawancara.  Penelitian ini menghasilkan empat buah tema yaitu Perasaan ketakutan dan kekhawatiran saat awal terdiagnosa kanker; Perubahan fisik dan psikologis sebagai dampak terapi radiasi; Perubahan aktivitas setelah menjalani radiasi dan Kebutuhan spiritualitas dan dukungan keluarga serta nilai aktualisasi diri. Kesimpulan penelitian ini adalah kelompok remaja dan dewasa muda mengalami ketakutan dan kekhawatiran akan kanker dan efek samping terapi yang akan dijalaninya. 

Cancers in the AYA (Adolescent and Young Adult) are generally different from cancers that usually affect children or older adults. Adolescents and young adults have problems that are more susceptible to certain types of cancer. This study aims to explore the experience of the AYA when they were initially diagnosed with cancer and under go radiation therapy. This is a qualitative research where the methodology used is a descriptive phenomenological approach that will interpret and analyze information through semi-structured in-depth interviews. Eleven participants who met the inclusion criteria stated that they were willing to take part in the interview. This study resulted in four themes, namely feelings of fear and worry when diagnosed with cancer; Physical and psychological changes as a result of radiation therapy; Changes in activity after undergoing radiation and Spirituality needs and family support and self-actualization values. The conclusion of this study is that the AYA experienced fear and concern about cancer and the side effects of the therapy they were going to undergo."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Said Syabri Albana
"Tujuan: Untuk mengetahui gambaran tingkat Toksisitas Finansial dan kemampuan pemenuhan kebutuhan dasar rumah tangga pada pasein kanker yang berobat menggunakan asuransi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Instalasi Radioterapi pada Rumah Sakit pusat rujukan nasional di Indonesia.
Metode: Penelitian deskriptif analitik dengan metode potong lintang, dilakukan wawancara pada pasien kanker yang telah selesai menjalani terapi radiasi dengan menggunakan kuesioner COST-FACIT untuk menilai Toksisitas Finansial, serta pengambilan data demografi, sosial ekonomi, status penyakit, serta pengaruh Toksisitas Finansial terhadap kebutuhan dasar rumah tangga dengan menggunakan formulir dan data sekunder rekam medis.
Hasil: Totat terdapat 105 pasien yang menyelesaikan pengisian kuesioner COST- FACIT. Delapan puluh tiga pasien (79%) mengalami Toksisitas Finansial, dimana 40 pasien (38,1%) mengalami Toksisitas Finansial Grade 1, 41 pasien (39%) Grade 2, dan 2 pasien (1,9%) pasien dengan Grade 3. Pada analisa univariat didapatkan jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, moda transportasi, indikasi radiasi, status covid, dan overall treatment times menjadi tujuh kategori yang secara signifikan berhubungan dengan Toksisitas Finansial, namun hanya jenis kelamin dan tingkat pendidikan yang berhubungan signifikan pada analisa Multivariat. Pasien yang mengalami Toksisitas Finansial secara signifikan berhubungan dengan kesulitan dalam pembayaran energi, pembayaran perumahan, dan pembiayaan transportasi.
Kesimpulan: Pasien laki-laki memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami Toksisitas Finansial dibandingkan dengan perempuan, dimana faktor pendidikan yang lebih rendah menjadi faktor yang bersama-sama dengan jenis kelamin menjadi prediktor terhadap nilai COST FACIT dalam menilai Toksisitas Finansial. Pasien- pasien yang mengalami Toksisitas Finansial juga akan mengalami kesulitan dalam mencukupi kebutuhan dasar rumah tangga.

Purpose: To determine the level of Financial Toxicity and the ability to fulfill basic household needs in cancer patients seeking treatment using National Health Insurance (JKN) in Radiotherapy Installations at National Referral Center Hospitals in Indonesia.
Method: Descriptive analytical research using a cross-sectional method, interviews were conducted with cancer patients who had completed radiation therapy using the COST-FACIT questionnaire to assess Financial Toxicity, as well as collecting demographic, socio-economic data, disease status, and the influence of Financial Toxicity on basic needs household using forms and medical records.
Results: A total of 105 patients completed the COST-FACIT questionnaire. Eighty- three patients (79%) experienced Financial Toxicity, of which 40 patients (38.1%) experienced Grade 1 Financial Toxicity, 41 patients (39%) Grade 2, and 2 patients (1.9%) had Grade 3. In the univariate analysis, it was found that gender, education level, income level, mode of transportation, radiation indication, covid status, and overall treatment times were seven categories that were significantly related to Financial Toxicity, but only gender and education level were significantly related in the Multivariate analysis. . Patients experiencing Financial Toxicity were significantly associated with difficulties with energy payments, housing payments, and transportation financing.
Conclusion: Male patients have a higher risk of experiencing Financial Toxicity compared to women, where lower education is a factor that together with gender is a predictor of the COST FACIT value in assessing Financial Toxicity. Patients who experience Financial Toxicity will also experience difficulty in meeting basic household needs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Milda Inayah
"Tujuan: Mengetahui hubungan beban finansial terhadap kualitas hidup pasien kanker yang menjalani terapi radiasi di instalasi radioterapi rumah sakit pusat rujukan nasional Indonesia yang menggunakan JKN.
Metode: Desain penelitian deskriptif analitik dengan metode cross sectional. Data diambil dari rekam medis dan kuesioner yang didalamnya terdapat formulir EORTC QLQ-C30 untuk menilai HRQoL, yang diisi melalui wawancara via telepon pada pasien kanker yang telah menjalani radioterapi di IPTOR RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo periode Januari 2022 - Maret 2023. Dilakukan analisis untuk mengidentifikasi dan mengetahui hubungan antara karakteristik sosiodemografi, klinis, dan ekonomi/beban ekonomi, terhadap HRQoL pasien kanker.
Hasil: Dari analisis bivariat masing-masing variabel independen, didapatkan untuk global health yang secara statistik memiliki hubungan (p>0,25) antara lain usia (p=0,166), jenis kelamin (p=0,090), stadium (p=0,111), pendapatan bulanan (p=0,114), dan skor COST FACIT (p<0,001). Untuk fungsi fisik, yang berhubungan yaitu KPS (p=0,089), OTT (p=0,048), pendapatan (p=0,146), dan skor COST FACIT (p<0,001). Sedangkan fungsi emosional, berhubungan dengan usia (p=0,081), jenis kelamin (p=0,113), KPS (p=0,119), indikasi radiaisi (p=0,188), OTT (p=0,053), OOP (p=0,021), financial catastrophe (p=0,135), dan skor COST FACIT (p<0,001). Hasil analisis multivariat dengan regresi linier didapatkan hanya skor COST FACIT yang memiliki nilai p<0,05 dari analisisi regresi liniernya untuk global health (p<0,001 b=0.443 R2=18,8%), fungsi fisik (p<0,001 b=0,456 R2=20,1%), dan fungsi emosional (p<0,001 b=0,523 R2=34,6%).
Kesimpulan: Toksisitas finansial memilki hubungan yang bermakna dalam menilai HRQoL pasien kanker yang menjalani radioterapi. Pendapatan, OOP, dan financial catastrophe juga dapat dipertimbangkan dan menjadi perhatian dalam mengevaluasi HRQoL dari pasien kanker.

Objective: To determine the relationship between financial burden and the quality of life of cancer patients undergoing radiation therapy at the radiotherapy installation of the national referral hospital in Indonesia that utilizes the National Health Insurance (JKN).
Methods: A descriptive-analytical research design with a cross-sectional method was employed. Data were obtained from medical records and questionnaires containing the EORTC QLQ-C30 form to assess HRQoL, filled out through telephone interviews with cancer patients who had undergone radiotherapy at IPTOR RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo from January 2022 to March 2023. An analysis was conducted to identify and understand the relationship between sociodemographic, clinical, and economic/economic burden characteristics with the HRQoL of cancer patients.
Results: From the analysis of each independent variable, it was found that for global health, there is a statistically significant relationship (p>0.25) with age (p=0.166), gender (p=0.090), stage (p=0.111), monthly income (p=0.114), and COST FACIT score (p<0.001). For physical function, the relationship variables are KPS (p=0.089), OTT (p=0.048), income (p=0.146), and COST FACIT score (p<0.001). Meanwhile, emotional function related to age (p=0.081), gender (p=0.113), KPS (p=0.119), radiation indication (p=0.188), OTT (p=0.053), OOP (p=0.021), financial catastrophe (p=0.135), and COST FACIT score (p<0.001). The results of multivariate analysis with linear regression show that only the COST FACIT score has a p-value <0.05 from its linear regression analysis for global health (p<0.001 b=0.443 R2=18.8%), physical function (p<0.001 b=0.456 R2=20.1%), and emotional function (p<0.001 b=0.523 R2=34.6%).
Conclusion: Financial toxicity is significantly related to assessing the HRQoL of cancer patients undergoing radiotherapy. Income, OOP, and financial catastrophe should also be considered and given attention when evaluating the HRQoL of cancer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amelya Augusthina Ayusari
"Latar Belakang: Kanker payudara merupakan kanker yang paling sering terjadi di dunia dengan insidensi 25,1% dari semua jenis kanker. Pasien kanker payudara yang menjalani radiasi, umumnya tidak memenuhi kriteria malnutrisi pada skrining gizi namun kebanyakan pasien memiliki massa otot yang rendah, sehingga berpotensi mengalami penurunan kapasitas fungsional. Proses keganasan dan radiasi dapat menyebabkan peningkatan IL-6 yang berdampak pada penurunan kadar Hb. Kadar kolesterol LDL yang tinggi juga sering ditemukan pada pasien dengan obes/riwayat obes, peningkatan ini merugikan karena berdampak pada prognosis dan kesintasan pasien. Terapi medik gizi yang adekuat diperlukan pada pasien kanker payudara.
Metode: Pasien kanker payudara berusia antara 36-79 tahun. Empat pasien telah menjalani mastektomi dan tiga di antaranya telah dikemoterapi. Pasien memiliki hasil skrining MST ≥2. Pemantauan yang dilakukan meliputi keluhan subjektif, kondisi klinis, tanda vital, pemeriksaan laboratorium, antropometri, komposisi tubuh, kapasitas fungsional dan analisis asupan 24 jam. Keempat pasien mendapatkan edukasi nutrisi, oral nutrition support (ONS), suplementasi vitamin dan mineral serta omega-3.
Hasil: Dari hasil pemantauan diketahui bahwa pasien kanker payudara yang mendapatkan terapi medik gizi dapat meningkatkan asupan makanannya, berat badan, massa otot, kekuatan genggam tangan, kadar hemoglobin dan perbaikan kadar kolesterol LDL. Skor ECOG/Karnofsky Performance dari keempat pasien mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan pemeriksaan awal.
Kesimpulan: Terapi medik gizi dapat memperbaiki outcome klinis, kapasitas fungsional, antropometri, dan laboratorium pada semua pasien dalam serial kasus ini.

Background: Breast cancer is the most common cancer in the world with an incidency 25.1% of all types of cancer. Generally, breast cancer patients who had undergoing radiation did not meet the criteria for malnutrition based on nutritional screening, but most patient had low muscle mass that reduce functional capacity. Malignancy and radiation cause an increase of IL-6 which result a decrease in Hb levels. High LDL cholesterol levels were also found in obesity or history of obesity which affected the prognostic and survival of breast cacer patient. The patients mostly had skeletal mass decreased. Adequate nutritional therapy is needed for breast cancer patients.
Method: The case saries reported breast cancer patients aged between 36-79 years. Three patients had mastectomy and chemotherapy, while the other had only mastectomy. Patients had MST screening ≥ 2. Patiens were examined of subjective complaints, clinical conditions, vital signs, laboratory examination, anthropometry, body composition, functional capacity and 24-hour intake analysis. The four patients received nutritional education, oral nutrition support (ONS), vitamin and mineral supplement and omega-3.
Results: Breast cancer patients who got adequate nutritional therapy had increased their food intake, body weight, skeletal mass, handgrip strength, hemoglobin levels and improvement of LDL cholesterol levels. The ECOG/Karnofsky Performance Score of the all patients showed improvement from the initial examination.
Conclusion: Medical nutrition therapy improves the outcome, nutritional status, laboratory parameters and body composition in breast cancer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Luh Eka Purwani
"[ABSTRAK
Latar belakang: Kanker kepala dan leher merupakan salah satu keganasan yang dapat menyebabkan malnutrisi. Radioterapi dan kemoterapi merupakan bagian dari terapi pasien yang dapat menimbulkan berbagai efek samping sehingga dapat memperburuk status gizi pasien. Tujuan tatalaksana nutrisi adalahmeningkatkan asupan pasien, mempertahankan berat badan dan meminimalkan penurunan berat badan selama radiasi dan kemoterapi, meningkatkan kualitas hidup, menurunkan angka mortalitas pasien KKL pasca radioterapi dan kemoterapi. Tatalaksana nutrisi yang diberikan meliputi pemberian makronutrien, mikronutrien, nutrien spesifik serta konseling dan edukasi.
Metode: Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang dan berusia antara 41 hingga 57 tahun. Ketiga pasien menjalani kemoradiasi dan hanya satu pasien yang menjalani radioterapi. Hasil skrining pada semua pasien dengan menggunakan malnutrition screening tool (MST) mendapatkan nilai ≥2. Kebutuhan energi pasien dihitung dengan menggunakan rumus Harris Benedict selanjutnya dihitung kebutuhan energi total dengan faktor stres 1,5. Pemantauan yang dilakukan pada pasien meliputi keluhan subyektif, kondisi klinis, tanda vital, antropometri, kapasitas fungsional, dan analisis asupan. Monitoring dan evaluasi dilakukan secara teratur untuk memantau pencapaian target nutrisi.
Hasil: Dukungan nutrisi yang diberikan pada keempat pasien dapat meningkatkan asupan dan menaikkan berat badan pasien ketiga, mempertahahankan berat badan pasien pertama dan keempat, serta meminimalkan penurunan berat badan pasien kedua. Kapasitas fungsional pasien tidak mengalami penurunan.
Kesimpulan: Dukungan nutrisi yang diberikan pada pasien kanker kepala dan leher dalam terapi radiasi dapat meminimalkan, mempertahankan, dan meningkatkan berat badan, serta mempertahankan kapasitas fungsional pasien.

ABSTRACT
Introduction: Head and Neck Cancer is malignant disease associated with malnutrition. Radiotherapy and Chemotherapy will give side effect which can worsen nutritional status. The goal of nutritional management are to maintain or increase nutritional status, improve quality of life, and prolong survival of patients. Nutrition management include provide macronutrient, micronutrient, specific nutrients, counseling, and education.
Methode: Patient in this case series were between 41 to 57 years old. Three of patients undergoing chemoradiation and one of patients on radiation therapy. All patients had a screening score ≥2 using a Malnutrition Screening Tool (MST). Nutritional status of patients were obese, normoweight with risk of malnutrition, and normoweight. Basal energy requirement were calculated using Harris Benedict Formula then calculated with stress factor 1.5 for total energy requirement. Monitoring included subjective complaints, clinical condition, vital signs, anthropometric, functional capacity and nutrition analysis. Monitoring and evaluation were done for accomplishment of nutritional targets.
Results : Nutritional support could increase intake and weight gain in third patients, weight maintaining in first and fourth patients, and for second patients were minimizing weight loss. There was no decrease in functional capacity.
Conclusion: Nutritional support in head and neck cancer with radiotherapy could minimizing, maintaining, and increasing body weight also maintaining functional capacity., Introduction: Head and Neck Cancer is malignant disease associated with
malnutrition. Radiotherapy and Chemotherapy will give side effect which can
worsen nutritional status. The goal of nutritional management are to maintain or
increase nutritional status, improve quality of life, and prolong survival of
patients. Nutrition management include provide macronutrient, micronutrient,
specific nutrients, counseling, and education.
Methode: Patient in this case series were between 41 to 57 years old. Three of
patients undergoing chemoradiation and one of patients on radiation therapy. All
patients had a screening score ≥2 using a Malnutrition Screening Tool (MST).
Nutritional status of patients were obese, normoweight with risk of malnutrition,
and normoweight. Basal energy requirement were calculated using Harris
Benedict Formula then calculated with stress factor 1.5 for total energy
requirement. Monitoring included subjective complaints, clinical condition, vital
signs, anthropometric, functional capacity and nutrition analysis. Monitoring and
evaluation were done for accomplishment of nutritional targets.
Results : Nutritional support could increase intake and weight gain in third
patients, weight maintaining in first and fourth patients, and for second patients
were minimizing weight loss. There was no decrease in functional capacity.
Conclusion: Nutritional support in head and neck cancer with radiotherapy could minimizing, maintaining, and increasing body weight also maintaining functional capacity.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Dewi Nerfina
"Kanker serviks merupakan penyakit keganasan yang berhubungan dengan masalah nutrisi. Massa tumor dapat menyebabkan berbagai perubahan metabolik dalam tubuh dan dapat mempengaruhi asupan sehingga pasien dapat jatuh dalam kondisi malnutrisi. Efek samping radioterapi dan kemoterapi dapat menyebabkan efek mual, muntah dan diare yang dapat semakin memperburuk status gizi pasien. Tatalaksana nutrisi pada pasien kanker serviks yang menjalani radioterapi dan kemoterapi bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan status gizi, meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang harapan hidup pasien. Tatalaksana nutrisi yang diberikan meliputi pemberian makronutrien, mikronutrien, nutrient spesifik serta pemberian konseling dan edukasi.
Pasien pada serial kasus ini berusia antara 42 hingga 52 tahun dengan stadium yang berbeda. Seluruh pasien menjalani radioterapi, sedangkan satu pasien menjalani radioterapi dan kemoterapi. Semua pasien memiliki skrining dengan nilai ≥2 menggunakan malnutrition screening tool (MST). Pemantauan yang dilakukan meliputi keluhan subyektif, kondisi klinis, tanda vital, antropometri, kapasitas fungsional dan analisis asupan.
Hasil pemantauan keempat pasien ternyata dukungan nutrisi yang diberikan dapat meningkatkan asupan dan menaikkan berat badan pada pasien pertama sedangkan pada pasien kedua, ketiga dan keempat terjadi penurunan berat badan yang minimal. Kapasitas fungsional pasien tidak mengalami penurunan dan kualitas hidup keempat pasien membaik.

Cervical cancer is malignant disease associated with nutrition problem. Tumor mass can lead to metabolic changes in the body and affect nutritional intake, so that patients can fall in malnutrition. Side effects of radiotherapy and chemotherapy are nausea, vomiting and diarrhea which can further worsen the nutritional status of patients. Nutrition management for cervical cancer patients in radiotherapy and chemotherapy are to maintain or increase nutritional status, improve quality of life and prolong survival of patients. Management of nutrients provision include to provide macronutrients, micronutrients, specific nutrients, counseling and education.
Patients age in this case series were between 42 to 52 years with a different stage of cervical cancer. All patient underwent radiotherapy, in which one patient underwent radiotherapy and chemotherapy. All patients had a screening score ≥2 using a malnutrition screening tool (MST). Monitoring included subjective complaints, clinical condition, vital signs, anthropometric, functional capacity and intake analysis.
The results of monitoring for all patients were nutritional support could increase intake and weight gain in the first patients, for second, third and fourth patients minimize weight loss. Functional capacity of all patients did not decline and quality of life all patients are increasing.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ermelinda Toyo Legu
"Latar Belakang. Perawatan diri merupakan aktivitas yang dilakukan pasien yang bertujuan untuk memelihara kesehatan, mencegah penyakit, memantau gejala, dan mengevaluasi efek pengobatan. Berbagai masalah psikologis pasien kanker terjadi akibat progresivitas kanker maupun pengobatan yang dijalankan. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres, kecemasan dan depresi terhadap perawatan diri pada pasien kanker yang menjalani terapi. Metode. Desain penelitian yang digunakan adalah metode desain korelasional melalui pendekatan cross sectional study dengan smapel yang didapatkan sebanyak 171 pasien . Hasil analisis data bivariat menggunakan uji chi-square dengan p value= 0,024 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara stres, kecemasan dan depresi terhadap perawatan diri pasien kanker yang menjalani terapi, Hasil analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik didapatkan stress, kecemasan dan depresi merupakan faktor yang mempengaruhi perawatan diri pasien kanker setelah dikontrol oleh tingkat ketergantungan, dukungan sosial dan self-efficacy dengan nilai OR 2.57. Hasil dari penelitian ini diharapkan adanya pengembangan intervensi psikologis demi meningkatkan perawatan diri pasien kanker dengan mempertimbangkan tingkat ketergantungan, dukungan sosial dan self- efficacy

Background. Self-care is an activity carried out by patients aimed at maintaining health, preventing disease, monitoring symptoms, and evaluating the effects of treatment. Various psychological problems in cancer patients occur due to the progress of the cancer and the treatment being carried out. Objective. This study aims to determine the relationship between stress, anxiety and depression on self-care in cancer patients undergoing therapy. Method. The research design used was a correlational design method using a cross sectional study approach with a sample of 171 patients. Results. Bivariate data analysis using the chi-square test with p value = 0.024 < 0.05, meaning that there is a significant relationship between stress, anxiety and depression on self-care for cancer patients undergoing therapy. The results of multivariate analysis using the logistic regression test showed that stress, anxiety and depression is a factor that influences self-care in cancer patients after being controlled by the level of dependency, social support and self-efficacy with an OR value of 2.57. The results of this research are expected to develop psychological interventions to improve self-care for cancer patients by considering the level of dependency, social support and self-efficacy"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marya Warascesaria Haryono
"Studi kasus serial ini bertujuan untuk memberikan tatalaksana nutrisi pada pasien kanker kepala dan leher yang menjalani terapi kemoradiasi. Status nutrisi seorang pasien kanker merupakan salah satu prediktor dalam menentukan QOL dan survival, tetapi status nutrisi pada kasus serial ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain metabolisme sel kanker, perubahan metabolisme dalam tubuh, efek samping radiasi, efek samping kemoterapi, serta faktor-faktor lain seperti psikis dan ekonomi. Serial kasus ini merupakan empat pasien kanker kepala dan leher berusia 30-57 tahun yang sedang menjalani kemoradioterapi dan telah mengalami penurunan berat badan bahkan sebelum dilakukan kemoradioterapi. Dalam perjalanan penyakitnya pasien mengalami efek samping terapi yang mempengaruhi status nutrisi pasien. Kebutuhan nutrisi pasien pada kasus serial ini dihitung menggunakan rumus Harris Benedict dengan faktor stres 1,5 dan diberikan protein sebanyak 1,5-2,0 g/kgBB/hari serta lemak 25-30%. Pemberian mikronutrien disesuaikan dengan RDA. Hasil dari kasus serial ini menunjukkan bahwa pasien yang status nutrisinya dapat dipertahankan menghasilkan outcome yang lebih baik daripada pasien yang status nutrisinya menurun. Untuk itu pada kasus keganasan kepala dan leher yang menjalani kemoradiasi sebaiknya diberikan konseling dan terapi nutrisi sejak awal sebelum timbul efek samping kemoradioterapi.

This case studies aims to provide nutritional management of head and neck cancer patients undergoing chemoradiation therapy. Nutritional status of a patient's cancer is one of the predictors in determining QOL and survival. Nnutritional status is influenced by many factors, such as cancer cell metabolism, metabolic changes, the side effects of radiation and chemotherapy, as well as other factors such as psychological and economic. This is a case series of four head and neck cancer patients aged 30-57 years who were undergoing chemoradiotherapy and has lost weight even before chemoradiotherapy. In the course of illness of patients experience side effects of therapy affects the nutritional status of patients. Nutritional needs of patients in the case series were calculated using the Harris Benedict formula and stress factor 1.5. Protein was given 1.5 to 2.0 g protein/kgBW/day and 25-30% of fat. Micronutrient was provide as RDA. Results of this case series suggests that the nutritional status of patients who can be maintained produced better outcomes than patients whose nutritional status declined. For it is in the case of head and neck malignancies who underwent chemoradiation should be given counseling and nutrition therapy early before any side effects of chemoradiotherapy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Primahastuti
"Latar belakang: Kanker kepala dan leher merupakan salah satu kanker yang berisiko tinggi malnutrisi. Pada kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal, radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi merupakan terapi pilihan dan berkaitan dengan berbagai efek samping yang berperan dalam penurunan asupan makan dan berefek negatif pada status nutrisi. Tata laksana nutrisi bertujuan untuk mengurangi risiko malnutrisi, mendukung keberhasilan terapi kanker, meningkatkan kualitas hidup, serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Pemberian terapi nutrisi berupa konsultasi individu yang meliputi perhitungan kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik, serta pemberian medikamentosa bila diperlukan.
Metode: Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang dengan rentang usia 3055 tahun. Dua dari empat pasien mendapat kombinasi kemoterapi. Hasil skrining keempat pasien dengan malnutrition screening tools (MST) didapatkan skor ≥2. Kebutuhan energi total dihitung menggunakan persamaan Harris-Benedict yang dikalikan dengan faktor stres sebesar 1,4. Pemantauan yang dilakukan berupa anamnesis keluhan subyektif dan analisis asupan, pemeriksaan fisik, antropometri, massa otot skelet, massa lemak, kekuatan genggam tangan, dan hasil laboratorium. Pemantauan dilakukan secara rutin dengan frekuensi satu kali per minggu untuk menilai pencapaian target nutrisi.
Hasil: Terapi nutrisi dapat meningkatkan asupan protein dan nutrien spesifik, namun tidak dapat mencegah penurunan BB, massa otot skelet, dan kekuatan genggam tangan pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi radiasi dengan atau tanpa kemoterapi.
Kesimpulan: Tata laksana nutrisi pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi kanker dapat memberikan efek positif pada asupan nutrien pasien.

Introduction: Head and neck cancer is one of malignancy with higher risk of malnutrition. Treatment of choice for locally advanced head and neck cancer is radiotherapy with or without chemotherapy and is associated with various side effects that may decrease food intake and negatively affect nutritional status. The aim of nutrition management is to reduce the risk of malnutrition, to support the success of cancer therapy, to enhance the quality of life, and to reduce morbidity and mortality. Nutrition therapy in the form of consultation includes calculation of energy needs, macronutrient, micronutrient, and specific nutrients, as well as drug therapy when needed.
Methods: This case series consist of four patients between 3055 years old. Half of the patients received combination with chemotherapy. All patients had screening score with malnutrition screening tools (MST) ≥2. The total energy requirement was calculated using Harris-Benedict equation then multiplied with stress factor 1.4. Monitoring was done by anamnesis of subjective complaints and food intake, physical examination, anthropometric, muscle mass, fat mass, hand grip strength, and laboratory results. Monitoring was performed frequently once a week to assess the accomplishment of nutritional target.
Results: Nutrition therapy could improve intake of protein and specific nutrients, but couldn't prevent weight loss, a decrease in muscle mass and hand grip strength in locally advanced head and neck cancer patients receiving radiation therapy with or without chemotherapy.
Conclusion: Nutrition management in locally advanced head and neck cancer patients receiving anticancer therapy positively affect patient's nutrient intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Barnabas I Wayan Tirta
"Latar belakang: Kanker nasofaring menempati urutan ke lima kanker yang paling sering diderita di Indonesia hingga tahun 2020. Terapi pilihan yang menjadi pilihan tata laksana kanker nasofaring adalah terapi radiasi dengan teknik Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) karena dapat mengurangi kejadian xerostomia. Namun sekalipun dengan teknik IMRT cedera pada kelenjar saliva pasca terapi radiasi masih sering terjadi. Penilaian cedera kelenjar saliva pasca radiasi menggunakan klasifikasi Radiation Therapy Oncology Group (RTOG) di mana penilaian derajat keparahan berdasarkan gejala klinis pasien sehingga MRI yang mempunyai kelebihan dalam menilai jaringan lunak dapat membantu penilaian derajat xerostomia secara objektif dengan melihat perubahan volume dan perubahan intensitas kelenjar parotis.
Metode: Dilakukan pengumpulan data dosis radiasi dan derajat xerostomia dari 30 pasien kanker nasofaring yang menjalani terapi radiasi serta dilakukan pengukuran perubahan volume serta rasio intensitas kelenjar parotis terhadap otot temporalis dari data MRI nasofaring pasien sebelum dilakukannya radiasi, 3 bulan sesudah radiasi dan 12 bulan sesudah radiasi.
Hasil: Xerostomia derajat 1 memiliki perubahan rasio intensitas sebesar 0.9 pada  3 bulan sesudah radiasi dan sebesar 2.0 pada 12 bulan sesudah radiasi serta perubahan volume sebesar 4.0 ml pada 3 bulan dan 7.9 ml pada 12 bulan sesudah radiasi. Sedangkan xerostomia derajat 2 memiliki perubahan rasio intensitas sebesar 1.0 pada 3 bulan sesudah radiasi dan 2.0 pada 12 bulan sesudah radiasi serta perubahan volume sebesar 7.3 ml pada 3 bulan dan 9.5 ml pada 12 bulan. Hubungan korelasi dosis radiasi dengan  perubahan intensitas 12 bulan memiliki nilai P 0.002 dan nilai R 0.54, sedangkan hubungan dosis radiasi dengan perubahan volume 3 bulan memiliki nilai P sebesar 0.000 serta nilai R 0.9 dan dengan perubahan volume 12 bulan memiliki nilai P sebesar 0.000 dan nilai R 0.9.
Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan perubahan intensitas kelenjar parotis lebih besar pada bulan ke 12 dibandingkan dengan bulan ke 3 setelah radiasi serta pada xerostomia derajat 2. Semakin besar dosis radiasi maka semakin besar pula perubahan volume kelenjar parotis.

Background: Nasopharyngeal cancer ranks as the fifth most common cancer in Indonesia until 2020. The treatment of choice for nasopharyngeal cancer is Intensity Modulated Radiation Therapy (IMRT) because it can reduce the incidence of xerostomia. However, even with the IMRT technique, injuries to the salivary glands after radiation therapy still occur frequently. Assessment of post-radiation saliva gland injury using classification Radiation Therapy Oncology Group (RTOG) where the assessment of the degree of severity is based on the patient's clinical symptoms so that MRI which has advantages in assessing soft tissue can help assess the degree of xerostomia objectively by looking at volume changes and parotid gland intensity changes. .
Method: Data were collected on radiation dose and degree of xerostomia from 30 nasopharyngeal cancer patients undergoing radiation therapy and measurements of changes in volume and intensity ratio of the parotid gland to the temporalis muscle were taken from nasopharyngeal MRI data before radiation, 3 months after radiation and 12 months after radiation.
Results: Grade 1 xerostomia had an intensity change of 0.9 at 3 months and 2.0 at 12 months and a volume change of 4.0 ml at 3 months and 7.9 ml at 12 months while grade 2 xerostomia had an intensity change of 1.0 at 3 months and 2.0 at 12 months and a change volume of 7.3 ml at 3 months and 9.5 ml at 12 months. The correlation between radiation dose and intensity change for 12 months has a P value of 0.002 and an R value of 0.54, while the relationship between radiation dose and volume change for 3 months has a P value of 0.000, an R value of 0.9 and a 12 month volume change with a P value of 0.000 and an R value of 0.9l.
Conclusion: This study showed that the change in the intensity of the parotid gland was greater at 12 months than at 3 months after radiation and at grade 2 xersotomia. The greater the radiation dose, the greater the parotid gland volume change.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>