Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5738 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Biro Pusat Statistik, 1988
R 331.21 BIR u
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Cecep Ruhiyat
"ABSTRAK
Salah satu masalah serius yang dihadapi oleh dunia ketenagakerjaan di Indonesia adalah masih rendahnya upah yang diterima pekerja. Hal ini bisa dilihat dengan adanya ketentuan upah minimum baik regional maupun sektoral yang kerap sekali mengalami perubahan. Disamping itu, berbagai protes, demonstrasi, pemogokkan serta kasus-kasus perselisihan yang terjadi selama ini, sebagian besar mempunyai muatan masalah pengupahan.
Dengan berkembangnya industrialisasi di Indonesia, banyak kesempatan bagi angkatan kerja perempuan untuk memasuki pasar kerja. Namun kemudian muncul isu yang menyatakan adanya "perlakuan yang berbeda" terhadap pekerja laki-laki dibanding terhadap pekerja perempuan, dan adanya pekerja perempuan "dihargai" lebih rendah daripada pekerja laki-laki.
Studi ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya perbadaan upah pekerja antara pekerja laki-laki dan pekerja perempuan yang berstatus buruh/karyawan, dengan menggunakan data hasil Sakernas 1998. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah dengan menggunakan regresi logistik biner dengan variabel yang diperhatikan tingkat pendidikan, jam kerja, status perkawinan, jenis pekerjaaa/jabatarr, dan kelompok umur.
Secara empirik banyak yang mengatakan bahwa upah pekerja perempuan dibayar lebih rendah dari upah pekerja laki-laki. Dalam studi ini juga didapat hal yang sama dimana upah pekerja perempuan hanya sebesar 29,6 % hingga 90,22 % dari upah pekerja laki-laki. Rata-rata upah pekerja perempuan hanya sebesar 67,49 dari rata-rata upah pekerja laki-laki dimana rata-rata upah pekerja perempuan sebesar Rp. 213.629,- dan rata-rata upah pekerja laki-laki sebesar Rp. 316.546,-.
"
2000
T14617
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cindy Pregita
"Penelitian ini menggunakan data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2019 untuk menganalisis tingkat segregasi pekerjaan dan menguraikan kesenjangan upah yang dialami oleh pekerja dengan disabilitas di Indonesia. Dengan menggunakan kalkulasi index of dissimilarity, terdapat variasi segregasi pekerjaan berdasarkan jenis disabilitas, dimana pekerja dengan disabilitas mental dan kognitif mengalami segregasi pekerjaan paling parah. Sebaliknya, pekerja dengan disabilitas penglihatan mengalami segregasi pekerjaan terendah dibanding jenis disabilitas lain. Dengan menggunakan dekomposisi Blinder-Oaxaca, ditemukan variasi kesenjangan upah beserta dengan variasi faktor unexplained (bagian yang tidak dapat menjelaskan kesenjangan upah) berdasarkan jenis disabilitas. Pekerja dengan disabilitas fisik (mobilitas dan jari/tangan) mengalami potensi diskriminasi tertinggi, dimana kelompok ini memiliki faktor unexplained tertinggi dalam menjelaskan kesenjangan upah.

This study utilises data from Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2019 to analyse occupational segregation and decompose wage differential that faced by workers with disabilities in Indonesia. By index of dissimilarity calculation, this study found the variation of occupational segregation level based on type of disabilities, where workers with mental and cognitive disabilities face the highest occupational segregation. On the other hand, workers with vision disabilities face the lowest occupational segregation. By Blinder-Oaxaca decomposition, this study found the variation of wage differential that was driven by the variation of unexplained factors. Workers with physical disabilities (mobility and finger/ hand) face the highest discrimination potential, shown by the highest unexplained factor."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martinus Radhitio Gunawan Wibosono
"ABSTRAK
Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomer satu di dunia,faktor risiko kardiovaskular mempunyai efek terhadap seluruh populasi global termasuk kelompok pekerja khusus seperti polisi. Pekerjaan sebagai polisi merupakan pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi, beberapa penelitian telah melaporkan prevalensi yang tinggi dari penyakit penyakit yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular diantara anggota polisi. Hasil pemeriksaan kesehatan tahunan anggota BRIMOB pada tahun 2014, menunjukkan dari 1690 anggota didapatkan 20,8 dengan hipertensi, 54,76 dengan dislipidemia, 46,33 dengan obesitas, dan 2,18 dengan diabetes.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jenis pekerjaan pada satuan tugas terhadap faktor risiko kardiovaskular pada anggota Brimob.
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang komparatif comparative cross sectional study dengan menggunakan data sekunder dari hasil pemeriksaan kesehatan tahunan tahun 2015,pada anggota Brimob di Kelapa Dua Depok. Dari 200 subyek penelitian didapatkan jenis pekerjaan tidak berpengaruh terhadap prevalensi hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia dan overweight/obesitas. Mayoritas anggota brimob memiliki 2 atau lebih faktor risiko kardiovaskular, sebanyak 48,5 anggota brimob memiliki 2 faktor risiko kardiovaskular, 33 memiliki 3 faktor risiko dan 11,5 memiliki >3 faktor risiko. Umur berpengaruh terhadap prevalensi hipertensi, diabetes mellitus dan dislipidemia p=0,014, p=0,001, p=0,004 . Anggota brimob berumur >37 tahun memiliki risiko 3,5 kali lebih besar mengalami hipertensi dan 6,5 kali lebih besar mengalami diabetes dibandingkan kelompok umur 30-37 tahun p=0,047; OR 3,509; dan p = 0,014; OR 6,539 . Kelompok umur > 39 tahun memiliki risiko mengalami dislipidemia 3 kali lebih besar dibandingkan kelompok umur 30-39 tahun. p= 0,007; OR 3,188 . Sedangkan pangkat berpengaruh terhadap prevalensi diabetes mellitus p=0,003.
Dengan hasil ini, maka disarankan untuk lebih memperhatikan faktor risiko kardiovaskular pada anggota berumur diatas 37 tahun.

ABSTRACT
The cardiovascular desease is the number one cause of death in the world, cardiovascular risk factor has the effect to all global populations including specific occupation such as police officers. The police officers occupation is considered as a high stress level of occupation, some researches have revealed the high prevalence from the deases related to stress such as hypertension, diabetes and cardiovascular deseases among police officers. The result of annual medical check up applied for Mobile Brigade members in 2014 showed that from the total of 1690 members of the Mobile Brigade, 20,8 of them suffered from hypertension, 54,76 suffered from dysclipidemia, 46,33 suffered from obesity and 2,18 suffered from diabetes.
The objective of this research is to understand the influence of the type of occupation at a task force to the cardiovascular risk factor at Mobile Brigade members.
This research uses the comparative cross sectional study method using the secondary data from the result of 2015 medical check up held for Mobile Brigade members at Kelapa Dua Depok. From the 200 research subjects it is found out that the type of occupation does not have any influence to the prevalence of hypertension, diabetes mellitus, dyslipidemia and obesity. The majority of the Mobile Brigade members has 2 or more cardiovascular risk factors with the elaboration as follows 48,5 of them has 2 cardiovascular risk factors, 33 of them has 3 risk factors and 11,5 of them has more than 3 risk factors. The age has an influence to the prevalence to hypertension, diabetes mellitus and dyslipidemia p 0,014, p 0,001, p 0,004 . The Mobile Brigade members aged more than 37 years old have the risk of 3,5 times of suffering the hypertension and have the risk of 6,5 times suffering from diabetes compare to the age group of 30 ndash 37 years old p 0,047 OR 3,509 and p 0,014 OR 6,539 . The age group of more than 39 years old has the risk of suffering from dyslipidemia 3 times higher than the age group of 30 ndash 39 years old p 0,007 OR 3,188 . Meanwhile the rank has the influence to the diabetes mellitus prevalence p 0,003.
Seeing this result, it is recommended that the cardiovascular risk of the Mobile Brigade members should be paid attention to at the age of above 37 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosephine Anatassia Ansaputri
"Isu kesenjangan upah ibu merupakan salah satu kontributor utama yang memperluas jurang kesenjangan upah antar jender. Dalam melakukan analisis terkait kesenjangan upah ibu, penting untuk mengkonsiderasi karakteristik jenis pekerjaan karena jenis pekerjaan yang berbeda membutuhkan keterampilan yang berbeda serta memiliki hak dan kewajiban ketenagakerjaan yang berbeda. Dengan menggunakan data SAKERNAS 2020, studi ini menganalisis kesenjangan upah ibu berdasarkan jenis pekerjaan profesional (kerah putih) dan non-profesional (kerah abu-abu dan kerah biru). Metode dekomposisi Oaxaca Blinder dan RIF-Oaxaca digunakan untuk melihat besar kesenjangan dan perbedaan pola yang terbentuk antar jenis pekerjaan yang berbeda (between group) serta antar kuintil upah yang berbeda (within group). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat indikasi kesenjangan upah ibu tidak terjadi atau kecil terjadi di pekerjaan kerah putih (profesional) dibandingkan dengan pekerjaan kerah abu-abu dan biru (non-profesional). Kesenjangan upah ibu yang terjadi tersebut sebagian besar disebabkan karena faktor perbedaan produktivitas dan karakteristik antara ibu dan non-ibu di dunia kerja. Selain itu, di kerah abu-abu ditemukan fenomena sticky wage atau semakin kecil kuintil distribusi upah maka akan semakin besar kesenjangan upah yang terjadi, sebaliknya di kerah biru terjadi fenoma glass ceiling atau semakin besar kuintil distribusi upah maka akan semakin besar kesenjangan upah yang terjadi.

The issue of the motherhood wage gap is one of the main contributors that widen the gender wage gap. To analyse the motherhood wage gap, it is important to consider the characteristics of the occupations because different occupations require different skills and provide different privileges, labor rights, and demands for workloads. Using SAKERNAS 2020 data, this study analyses motherhood wage gap in professional (white-collar) and non-professional (grey-collar and blue-collar) occupations. The Oaxaca Blinder and RIF-Oaxaca decomposition methods were used to see the size of the gap and the different patterns formed between different types of occupations (between groups) and different wage quintiles for the same occupations (within groups). The results of this study indicate that motherhood wage gap is less likely to occur in white-collar jobs (professional) compared to gray-collar and blue-collar jobs (non-professional). The gap that occurs is largely due to differences in productivity and characteristics between mothers and non-mothers in the workplace. In addition, there is sticky wage phenomenon or the smaller the quintile of the wage distribution, the larger the wage gap will be in grey-collar jobs. On the contrary, glass ceiling is often found in blue-collar jobs."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Adriatni Kappiantari
"Studi mengenai upah minimum di Indonesia sejauh penulis amati, dilakukan dalam perspektif ekonomi. Padahal buruh sebagai individu merupakan bagian dari masyarakat dengan berbagai dimensi sosialnya, temiasuk sebagai warga negara yang memiliki hak untuk hidup layak. Upaya untuk membebaskan buruh dari kemiskinan absolut merupakan bagian penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan penduduk di Indonesia.
Upah minimum diduga berpengaruh terhadap upah rata-rata serta kemiskinan penduduk, yang diteliti melalui indikator konsumsi kalori dan tingkat kemiskinan penduduk. Tujuan pertama dari studi ini bertujuan untuk meneliti pengaruh upah minimum terhadap upah rata-rata dan tingkat kemiskinan penduduk. Sedangkan tujuan kedua adalah melakukan kajian terhadap faktor-faktor di luar faktor upah minimum yang berpotensi mempengaruhi tingkat kesejahteraan buruh.
Dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari BPS pada tahun 1996 dan 1999, bagian pertama dari studi ini menggunakan analisa statistik dengan metode regresi untuk meneliti pengaruh antara upah minimum dengan upah rata-rata dan tingkat kemiskinan. Hipotesa penelitian pertama yang diuji adalah semakin tinggi upah minimum, semakin tinggi upah rata-rata. Sedangkan hipotesis kedua adalah semakin tinggi upah minimum, semakin rendah peningkatan tingkat kemiskinan. Daiam hipotesis kedua, variabel upah minimum sebagai variabel terikat dikonversikan menjadi upah minimum riil dengan memasukkan faktor Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk menghilangkan pengaruh faktor inflasi. Dengan menggunakan pendekatan kemiskinan absolut, variabel tingkat kemiskinan sebagai variabel bebas dijabarkan melalui indikator penurunan konsumsi kalori dan peningkatan tingkat kemiskinan.
Hasil pengolahan data menunjukkan adanya pengaruh upah minimum yang signifikan terhadap upah rata-rata dan tingkat kemiskinan. Semakin tinggi upah minimum, semakin tinggi pula upah rata-rata suatu daerah. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan upah minimum di suatu daerah akan berdampak terhadap peningkatan upah rata-rata buruh di daerah tersebut. Semliki tinggi peningkatan upah minimum rill, semakin rendah peningkatan tingkat kemiskinan di suatu daerah. Dalam periode krisis tahun 1996 sampai dengan 1999, upah minimum telah menjalankan fungsinya untuk melindungi buruh pada khususnya, dan penduduk pada umumnya, agar tidak jatuh pada tingkat kemiskinan yang lebih parah.
Terdapat tiga implikasi teoritik dari hasil penelitian tersebut. Pertama, pengaruh negatif peningkatan upah minimum terhadap peningkatan tingkat kemiskinan tersebut mendukung konsep Webster mengenai pentingnya indikator pendapatan dalam pemenuhan kebutuhan absolut. Kedua, Konsep KHM (Kondisi Hidup Minimum) yang mendasari perhitungan upah minimum merupakan kebijakan yang sejalan dengan strategi pembangunan berdasarkan kebutuhan dasar dari Webster, meski dalam implementasinya justru menunjukkan pola redistribusi vertikal sumber-sumber yang terbalik, yakni dari buruh terhadap pengusaha. Ketiga, kebijakan penentuan upah minimum didasarkan pada konsep Hubungan Industrial Pancasila (HIP) yang menekankan pada relasi yang harmoni dan tidak mengakui adanya realitas konflik seperti dikemukakan Vedi B. Hadiz.
Dalam kebijakan penentuan upah minimum, harus ditentukan kriteria yang jelas. Kriteria utama yang harus dipenuhi adalah perkembangan IHK (Indeks Harga Konsumen) dan KHM buruh berdasarkan statusnya, yakni buruh laki-laki lajang, buruh perempuan lajang, buruh laki-laki berkeluarga, utau buruh perempuan berkeluarga. KHM harus dapat memenuhi kebutuhan kalori buruh dan keluarganya ditambah komponen-komponen lain di luar makanan. Besarnya koefisien determinasi yang kurang dari 0,20 pada analisis di bagian pertama studi ini menunjukkan bahwa kurang dari 20 persen variabel kesejahteraan yang dapat dijelaskan oleh variabel upah minimum rill. Oleh karena itu, bagian kedua dari studi ini melakukan kajian terhadap faktor-faktor di luar faktor upah minimum.
Bahasan ini melihat buruh tidak hanya dalam suatu hubungan industrial dengan pengusaha, melainkan juga kedudukannya sebagai warga negara yang berhak untuk mendapatkan kehidupan yang layak. Dalam kerangka penanggulangan kemiskinan absolut, negara harus ikut menjamin dan memenuhi kebutuhan minimum buruh serta berupaya membebaskan buruh dari kemiskinan, dan tidak membebankan sepenuhnya kepada pengusaha molalui penentuan upah minimum. Kebijakan upah minimum harus diintegrasikan dengan kebijakan lain agar upaya peningkatan kesejahteraan buruh dapat lebih efektif. Kewajiban negara ini dapat dilakukan diantaranya melalui penyediaan akses terhadap pelayanan publik (seperti perumahan, pelayanan kesehatan, tranportasi, pendidikan untuk anak), subsidi dan pengelolaan jaminan sosial bagi buruh, penegakan hukum dalam masalah jaminan sosial, insentif pajak bagi perusahaan yang memberikan opsi kepemilikan saham, serta upaya peningkatan kesejahteraan buruh secara lokal dalam kerangka pelaksanaan otonomi daerah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3526
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desmiwati
"Tesis ini membahas beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan upah minimum di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis ekonometri terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan upah minimum, kemudian juga dilakukan analisis deskriptif terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan upah minimum. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pengambilan kebijakan upah minimum memang dipengaruhi oleh hitung-hitungan secara ekonometri, akan tetapi proses politik, lobby, negosiasi dan posisi tawar yang terjadi antar elemen di dalam forum pengambilan keputusan mengenai upah minimum, yakni di Dewan Pengupahan juga menjadi faktor yang menentukan.

This thesis explores some factors that influence the minimum wage policy in Indonesia. This study uses econometric analysis to factors that influence the minimum wage policy, and also performed a descriptive analysis of the factors that affect the minimum wage policy. The results of this study show that minimum wage policy-making is affected by the econometric calculations, but the political process, lobbying, negotiation and bargaining power that occur between the elements in decision-making forum on the minimum wage, is the Wage Council also important factors."
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27563
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S5486
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mainake, Gabriel F. S.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
S20651
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>