Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186023 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sembiring, Barnabas
"Perubahan sosial yang terjadi pada era induatrialisasi, modernisasi dan teknologi pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 telah menimbulkan persoalan baru dalam kehidupan individu maupun sosial kemasyarakatan. Persoalan yang terjadi adalah seputar pertentangan antara nilai-nilai budaya, tradisi masyarakat desa atau kota kecil yang dinilai kolot, konservatif dan sulit menerima perubahan, diperhadapkan dengan pandangan dan pola hidup masyarakat modern dari kota besar.
Tesis ini menggunakan dua karya sastra fiksi prosa sebagai data primer. Dari kedua karya sastra tersebut mengkisahkan tentang kehidupan individu dan masyarakat kota kecil, kemudian menganalisis perbedaan pandangan antara kedua penulis, yaitu Lewis dan Anderson tentang kota kecil.
Dalam menganalisis perbedaan pandangan antara kedua penulis digunakan metode kualitatif dan teori sastra ekstrinsik, yaitu pendekatan yang mengkaitkan karya sastra dengan latar belakang konteks sosial dan psikologi Pendekatan sosiologi digunakan untuk menganalisis ciri-ciri manusia modern, dengan mempergunakan teori Alex inkeles. Sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang melatar belakangi pengaruh psikologi terhadap individu digunakan teori Sigmund Freud tentang halusinasi atau kekuatan khayal.
Dari hasil analisis perbedaan pandangan antara Lewis dan Anderson diperoleh poin-poin yang mendasari perbedaan kedua penulis (I) Lewis memfokuskan perhatiannya pada faktor sosial dan nilai-niiai budaya dan tradisi masyarakatnya (2) Lewis bertujuan mereformasi sikap atau pandangan masyarakatnya, (3) Lewis berpandangan ambivalen dalam menghadapi pertentangan antara budaya yang kolot dan tradisional dengan pandangan modern.
Sedangkan (1) Anderson menyoroti faktor psikologis yang menggangu individu yang tindakannya aneh (grotesque) di kota kecil itu. (2) Anderson menginginkan kehidupan yang tenang di kota kecil dan condong konsevatif tapi bukan anti kemajuan atau progressive.(3) Anderson mengkhawatirkan pengaruh teknologi terhadap kehidupan manusia.

Different Opinion between Sinclair Lewis and Sherwood Anderson about The Small Town Society in America Reflected in " Main Street " and " Winesburg, Ohio Social changes in industrialization, modernization and technology era in the last of 19 century till the begining of 20 century was emerged new problems in individual life and social community. The problem is around contradiction between cultural and tradition value of society from small town with modernization point of view and life style of people from city .
This thesis has used prose fiction of literary works, which is title "Main Street" and "Winesburg, Ohio" by Sinclair Lewis and Sherwood Anderson. Those literary works have told about the individual and society in the small town. The object of this thesis is to indicate different opinion between those writers.
This thesis has used qualitative methodology and extrinsic theory that has been connected with literary work, sociology and psychology contexts. Sociology approach by using Alex Inkwells theory as a purpose to analyze characteristic of modern society. While psychology approach by using Sigmund Freud theory about hallucination of writer.
Different opinion between Sinclair Lewis and Sherwood Anderson about the small town that are:
1. Lewis focused on society, culture and tradition of people.
2. Lewis is purposed to changes and reform culture, tradition and the attitude of people.
3. Lewis is ambivalence in his opinion facing the contradiction between old tradition, culture and new ideas (modern).
While Anderson :
1. Focused on aspect of psychology to the individual in the small town.
2. Anderson likes living in the small town and inclining to conservative thinking but he also progressive.
3. Anderson worried the bad influence of modern technology.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Putri
"Dalam ruang urban berkumpul berbagai individu dari beragam kelas sosial, etnis, latar belakang, dan kehidupan yang berbeda. Ruang urban yang selalu identik dengan hal-hal yang modern memiliki sisi lain berupa gejala social pathology. Gejala ini timbul sebagai efek samping kehidupan masyarakat urban pada individu yang kurang mampu bersaing secara ekonomi dan sosial dalam kehidupan urban. Beberapa gejala ini ditangkap dan dimainkan dalam delapan kartun online korpus data penelitian ini. Kartun online yang sifatnya aktual mampu menangkap unsur-unsur yang mengganggu ini untuk kemudian diputar balik, dan disajikan secara jenaka lewat humor hitam. Untuk menangkap gambaran kehidupan kota urban dalam kartun digunakan pendekatan semiosis sastra dan analisa unsur-unsur semiosis dalam kartun. Penelitian ini membuktikan bahwa karakter Herr Riebmann dalam kartun online ?nichtlustig.de? mewakili aspek-aspek patologi sosial dalam kota urban.

In urban space together various individuals from diverse social classes, ethnicities, backgrounds, and different life. Urban space that is always synonymous with modernity have another side that is the symptoms of social pathology. These symptoms occur as a side effect of urban life in individuals who are less able to compete economically and socially in urban life. Some of these symptoms are captured and played in eight online cartoons as the datas of this study. Online cartoons are actual and able to capture the elements that interfere with this for later reversed, and presented through playful black humor. To capture the image of an urban city life in cartoons, semiosis approach and analysis of literary elements of semiosis in the cartoon are used. This study proves that the character Herr Riebmann in the online cartoon "nichtlustig.de" represent the social aspects of pathology in an urban city."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2012
S1284
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Antony
Saarbrucken: Lambert Academic Pub., 2010
307.76 SIH c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Djioe Let Beng
"Fokus penelitian ini adalah peer-group society orang Italia di West End, Boston pada pertengahan abad ke-20, yang dipaparkan dalam buku The Urban Villagers karya Herbert J. Gans. Tulisan ini juga mengungkapkan bagaimana pola pergaulan mereka sulit dirubah oleh caretakers atau pemerhati kota dalam upaya mendidik West Enders menjadi pelaku-pelaku kebudayaan kota industri Boston.
Peer-groups merupakan kelompok-kelompok keluarga Italia yang melakukan pertemuran rutin satu hingga tiga minggu sekali di West End. Pertemuan rutin ini dimotori oleh para pria dewasa yang telah menikah dan memiliki keluarga. Pertemuan ini merupakan sarana melanggengkan hubungan serta kedekatan anak-anak laki-laki Italia disana ketika mereka dewasa. Pergaulan semacam ini dianggap tidak conform dengan pola kebudayaan kota industri seperti Boston. Tesis Gans pada bukunya mengatakan bahwa pergaulan ini merupakan gejala kelas (class phenomenon) den dapat dianggap sebagai sebuah subculture.
Penelitian ini melihat gejala tersebut dari sisi yang lain. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa apa yang membentuk kelompok-kelompok peer-group adalah ikatan emosional yang disebut solidaritas. Solidaritas muncul jika ada perasaan senasib dan sama antar pelaku interaksi sosial. Kesamaan nilai-nilai yang dianggap penting merupakan kunci ikatan emosional ini. Individualisme ditekan supaya setiap anggota kelompok mampu secara maksimal conform terhadap nilai-nilai kelompoknya. Nilai-nilai yang sama ini dapat dikenali melalui habitus lokasi West End sendiri.
Habitus West End mampu menunjukkan bahwa solidaritas yang terwujud dalam kelompok-kelompok peer-group orang Italia di West End merupakan tanggapan lokalitas terhadap kesenjangan sosial ekonomi antara masyarakat kota Boston kelas menengah sebagai pelaku kebudayaan kota industri dengan orang Italia di West End yang kebanyakan lemah ekonominya.
The focus of this research is the peer-group society of the Italians in West End, Boston in the middle of the twentieth century, which is discussed in Herbert J. Gans' book, The Urban Villagers. This book also reveals how difficult it is for the caretakers to change the social habits of the West Enders in the process of the adoption of the Boston urban culture.
Peer-groups are groups of the Italian families who gather regularly one to three times a week in West End. The Italian family men promote these routine gatherings. These gatherings are believed to preserve the relation and cohesion among the male teenagers when they grow up. This sociability is considered not to conform to such an urban industrial culture as that of Boston. Gans' thesis is that this sociability is a class phenomenon and can be considered as a subculture.
This research tries to look at this phenomenon from a different perspective. In this research it is found that what constitutes those groups is emotional cohesion - that is solidarity. Solidarity occurs if there is a feeling of similar fates among the individuals. The similarity of the significant values is the key to the strong emotional cohesion. Individualism is suppressed so that each member of a group may totally conform to the collective values. Those values can be recognized through West End's habitués.
West End's habitués shows that solidarity in a form of peer-groups is the response of locality to the economic inequality between the Boston middle class as the urban industrial culture supporters and the Italian West Enders, who belong to the poor working class.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11946
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Oscar Frits
"Saat ini timbul permasalahan mengenai masyakat Batak yang tinggal di kota yang cenderung bersikap kompromis dan tidak taat terhadap adat istiadat leluhurnya. Namun demikian sikap masyakat Batak itu sendiri tidak seluruhnya seragam, ada yang menyatakan sikap mendukung (favor) atau tidak mendukung (disfavor) terhadap pelaksanaan adat istiadat. Sementara itu cerminan dari pelaksanaan adat tampak dari sikapnya terhadap pelaksanaan hukuman adat. Sikap penduduk kota dapat dipengaruhi oleh adanya situasi overload dan faktor kedekatan diantara anggota kelompok.
Atas dasar itulah penulis mencoba melihat pengaruh yang ditimbulkan oleh pengalaman seseorang dengan lingkungan perkotaan dan bentuk kehidupan sosial dengan sikap mereka terhadap pelaksanaan hukuman adat. Sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan gambaran hubungan antara penghayatan situasi overload dan kehidupan sosial dengan sikap terhadap pelaksanaan hukuman adat.
Metode penelitian adalah kuantitatif, dengan melihat penyebaran skor penghayatan situasi overload, kehidupan sosial, dan sikap terhadap pelaksanaan adat. Penelitiaan ini dilakukan pada kelompok masyarakat Batak yang bertempat tinggal di Jakarta. Dalam penelitian ini akan digunakan tiga instrumen, yaitu instrumen pertama untuk mengukur penghayatan situasi overload adalah, dengan menggunakan skala Guttman. Alat ini telah dibuat oleh saudara Myrna Ratna Maulidina dan disempurnakan lebih lanjut. Sedangkan instrumen yang kedua bertujuan mengukur sikap terhadap hukuman adat, dengan menggunakan skala Likert. Dan pada instrumen ketiga bertujuan untuk menggolongkan seseorang pada bentuk kehidupan sosial yang selama ini dijalaninya. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran mengenai penghayatan situasi overload dan sikap terhadap hukuman adat pada masyarakat Batak yang tinggal di Jakarta.
Pelaksanaan pengambilan data di lapangan dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden yang memenuhi kriteria penelitian. Jumlah kuesioner yang disebarkan sebanyak 300 buah, meliputi beberapa gereja di wilayah Jakarta. Penyebaran kuesioner dilakukan mulai tanggal 16 Juni, dan terkumpul pada tanggal 28 Juli 1997. Dari 300 buah kesioner yang disebarkan disejumlah gereja yang berlokasi di Jakarta, kenyataan yang diperoleh hanya terkumpul 97 buah.
Gambaran sampel, adalah pria Batak dewasa yang telah menikah, terbanyak berusia antara 30-55 tahun dan tergolong memiliki pendidikan yang baik, hampr 45% adalah sarjana. Umumnya mereka terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan bekerja pada hampir semua sektor yang ada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara penghayatan situasi overload dengan sikap terhadap hukuman adat. Begitu pula pada bentuk kehidupan sosial yang mempunyai hubungan signifikan dengan penghayatan situasi overload, maupun dengan sikap terhadap pelaksanaan hukuman adat. Dari data yang ada, diperoleh gambaran bahwa bentuk kehidupan sosial yang disintegrasi, adalah mereka yang paling merasakan adanya situasi overload dan bersikap kurang mendukung terhadap pelaksanaan hukuman adat. Sedangkan persistensi dan transformasi kurang merasakan situasi overload, dan nampaknya masih cenderung bersikap mendukung terhadap pelaksanaan hukuman adat.
Kesimpulannya yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah bahwa penghayatan situasi overload dan bentuk kehidupan sosial pada masyarakat Batak yang tinggal di Jakarta mempunyai hubungan yang signifikan dengan sikap yang mereka tunjukkan terhadap adanya pelaksanaan hukuman adat saat ini, khususnya di daerah perkotaan. Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan agar metode penelitian disempurnakan, yaitu dari segi alat ukur, pengambilan data di lapangan, jumlah sampel dan analisis data. Pada segi teoritis diperlukan pembahasan yang lebih mendalam mengenai situasi overload, agar lebih sesuai dengan kondisi perkotaan, khususnya dengan kota-kota di Indonesia."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2433
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albert Chandra
"ABSTRAK
Berjalan kaki merupakan salah satu cara berpindah tempat yang dilakukan oleh
manusia setiap saatnya, baik berjalan di dalam suatu ruangan (misalnya di dalam
kamar tidur) sampai berjalan untuk mencapai suatu tujuan, dari tempat asal ke
tempat yang ingin dicapai. Untuk memfasilitasi kegiatan ini, maka perlu disediakan
jalur untuk pejalan kaki/ jalur pedestrian yang layak supaya pejalan kaki dapat
berjalan dengan nyaman. Selain jalur pedestrian yang layak, pejalan kaki juga
membutuhkan akses transportasi umum yang baik supaya dapat berpindah tempat
yang lebih jauh dan mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi.
Skripsi ini membahas mengenai adaptasi jalur pedestrian secara fisik yang diadopsi
oleh Jakarta dan Singapura, supaya kegiatan berjalan kaki dapat dilakukan dengan
nyaman juga di negara yang mempunyai suhu rata-rata tahunan yang cukup tinggi
dan terekspos sinar matahari sepanjang tahunnya. Ruang lingkup yang dibahas
dalam skripsi ini adalah di pusat kota atau CBD (Central Business District) Jakarta
dan Singapura yang menerapkan atau berencana menerapkan sistem Transit
Oriented Development dan mempunyai iklim tropis sepanjang tahunnya.
ABSTRACT
Walking is one of human’s way to mobilize themselves anytime, such as moving
inside a space/ room (e.g. inside a bedroom), moving inside a building (from room
to room) or even in bigger context, like moving from starting point to the
destination point, from one building to another, and etc. Facilitating this activity
needs a descent pedestrian lane in order to achieve the maximum convenient for
user. Apart from pedestrian lane, pedestrians also need accessible public transport
to move farther and reduce dependence on private automobile. This undergraduate
thesis will be about adaptation of pedestrian lane in Jakarta and Singapore so that
walking activity can also be convenient at tropical countries with high annual
temperature and high exposure of sunlight all year round. The scope of this thesis
is the downtown or Central Business District at Jakarta and Singapore that apply or
try to apply Transit Oriented Development and have tropical climate all year round"
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S58695
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Noor Alya
"Dewasa ini, ruang-ruang publik telah mengalami transformasi, didorong pergeseran tren dan motif pada interaksi sosial. Di sisi lain, di bawah dominasi kapitalisme dan pasar bebas, kini ruang-ruang publik telah diperhitungkan sebagai suatu komoditas ekonomi. Walaupun muncul dalam fungsi yang beragam namun kesemuanya memiliki kesamaan, terkemas, bertema, juga dikomodifikasi untuk konsumsi dan hiburan dengan akses berdasarkan kemampuan untuk membayar (Gottdiener dalam Aurigi et al., 1997). Sementara etika perancangan kota adalah merancang ruang publik yang inklusif (Leclerq, 2018), ruang publik yang dikomodifikasi dapat mengarah pada eksklusivitas. Seperti yang kita ketahui, ruang yang diproduksi secara inheren merupakan alat produksi yang mengarah pada penciptaan ruang baru di mana hubungan kuasa dan kontrol ada (Lefebvre, 1991). Didefinisikan sebagai kendali atas, kuasa dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk, seperti otoritas dan perwujudannya di lingkung bangun. Hal tersebut mengontrol baik ruang maupun perilaku pengguna yang ditandai dengan disahkannya kuasa melalui prosedur sah dan tidak adanya argumen. Dengan menggunakan teori the Production of Space oleh Lefebvre, Penulis tertarik untuk mengetahui mekanisme otoritas dan perwujudan yang terjadi di dalam ruang publik yang dikomodifikasi. Riset terkait komodifikasi ruang dan kajian ruang publik menggunakan teori the Production of Space oleh Henri Lefebvre telah banyak dilakukan sebelumnya. Namun, melihat otoritas dan perwujudan yang terjadi dalam konteks ruang publik yang dikomodifikasi adalah hal baru dari penelitian ini. Temuan pada penelitian ini mengungkapkan mekanisme otoritas dan perwujudan kuasa yang diterapkan dalam produksi ruang publik yang dikomodifikasi sebagai upaya untuk memahami dinamika lingkungan perkotaan.

Public spaces have transformed, driven by the dominion of capitalism and the world market. As public spaces now considered as an economic commodity, it might appear towards various functions but have similarities; packaged, themed, commodified for consumption and entertainment with access based on the ability to pay (Gottdiener in Aurigi et al., 1997). While the ethics of urban designer is to design an inclusive public space (Leclerq, 2018), commodified public spaces might lead to exclusivity. As commodification bounded to its production factor when it comes to public space sphere, space produced inherently is a means of production which leads to a new creation of space where power relations and control exist (Lefebvre, 1991). Defined as control over, power manifests itself in many forms-one of them is the authority. It controls space and its representation combined with control over the users behavior, characterized by the absence of arguments and legitimate through legal procedures. This research aims to know the dynamics of authority that occur in commodified public space, by using the theory of Production of Space by Lefebvre. Research related to the commodification of space and the study of public space using the theory of Production of Space has been done before. However, seeing the authority occurring in the context of commodified public space is the novelty of this research. The finding reveals the mechanism of power through objectification and authorization applied in the production of commodified public space as an attempt to understand the dynamics of the urban environment."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erik Sutanto
"Keberadaan ruang publik di perkotaan dapat membantu terciptanya lingkungan yang sehat dan kesehatan masyarakat. Salah satu ruang publik yang berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat berada di Ruang Publik Kalijodo, Jakarta, Indonesia. Adanya fasilitas olahraga dan tempat bermain anak yang disediakan di Ruang Publik Kalijodo memicu tempat ini ramai dikunjungi sebagai tempat berolahraga, rekreasi dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan pembentukan Ruang Publik Kalijodo, menganalisis persepsi masyarakat terhadap kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat, serta menganalisis dampak keberadaan Ruang Publik Kalijodo terhadap lingkungan masyarakat sekitar. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mixed method melalui metode kuisioner, wawancara, observasi, dan studi pustaka dengan jumlah sampel keseluruhan 152. Hasilnya menunjukkan bahwa proses pembentukan Ruang Publik Kalijodo dapat dilihat dari sejarah Kalijodo yang mencakup Kalijodo sebelum dibongkar, proses pembongkaran, dan Kalijodo pasca pembongkaran. Ruang Publik Kalijodo berhasil berperan dalam pembentukan kesehatan lingkungan dan menyehatkan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil persepsi masyarakat yang kuat terhadap kesehatan lingkungan di Ruang Publik Kalijodo mencapai 65,7. Pencapaian kesehatan lingkungan yang kuat juga diikuti oleh kesehatan masyarakat yang kuat. Pencapaian kesehatan masyarakat yang kuat dapat dilihat dari hasil persepsi kesehatan masyarakat dari aspek fisik, mental dan sosial. Keberhasilan ruang publik tersebut juga diperkuat dari dampak yang dirasakan oleh masyarakat sekitar berupa kondisi lingkungan yang mencakup meningkatnya kesehatan masyarakat, tingkat kriminalitas menurun, manfaat dari segi ekonomi, dan terjadinya kondisi keguyupan antar warga akibat dari hasil interaksi yang terjadi melalui aktifitas kegiatan-kegiatan ditempat ini. Keberhasilan pembentukan kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat di Ruang Publik Kalijodo serta perubahan-perubahan yang terjadi di kawasan ini membantu merubah citra yang melekat di kawasan Kalijodo dari negative menjadi positif. Hal tersebut kemudian juga dapat membantu merubah citra kota Jakarta menjadi lebih sehat.

Abstract. The existence of public space can help create a healthy environment and public health. One of the public spaces which is influential environmental health and public health located be in Kalijodo Public Spaces, Jakarta, Indonesia. The existence of sports facilities and children 39 s playground provided in Kalijodo Public Space trigger this place visited as a place of sports, recreation and social activities.This study aims to describe the formation of Kalijodo Public Space, analyzing people 39 s perceptionsthe environmental health impact and public health in Kalijodo Publik Space, and analyze the impact of Kalijodo Public Space to the surrounding community. The approach used in this study is a mixed method with questionnaires, interviews, and literature study with the total sample size 152. The results show that the process of forming Kalijodo Public Space can be seen from Kalijodo 39 s history which includes Kalijodo before being dismantled, process demolitionof Kalijodo, and Kalijodo post demolition. Kalijodo Public Space succeeded in play a role in the formation of environmental health and nourish the community. This can be seen from the results of perception of society to environmental health a strong in Kalijodo Public Spaces reached 65.7. Achieving strong environmental health is also followed by strong public health. Attainment public health a strong can be seen from physical, mental and social outcomes. The success of the public sphere this also strengthens from the impacts are felt by surrounding community in the form of environmental conditions that include increased public health, decreased crime rates, economic benefits, and the occurrence of harmony among citizens as a result of interactions that occur through activities activities in this place. The success of the formation of environmental health and public health in Kalijodo Public Space as well as changes occurring in the region helped to change the inherent image of the Kalijodo region from negative to positive that matter can help change the image of Jakarta to be healthier.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T50189
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Gus Abdurrahman Wahid
"Pada masa pandemi, ruang publik perkotaan harus ditempuh dengan waspada. Pergeseran persepsi masyarakat terhadap kota pun terjadi, umumnya mereka menganggap keramaian kota sebagai ruang yang sebisa mungkin harus dihindari karena potensi penularan Covid-19 lebih besar dengan ramainya penduduk kota. Keadaan seperti ini terjadi hampir di seluruh kota di dunia, termasuk di DKI Jakarta. Masyarakat Indonesia dengan sebagian besarnya pengguna media sosial membagikan informasi dan pengalaman yang mereka rasakan terkait situasi dan kondisi Jakarta di media sosial, terutama secara tekstual di akun Twitter mereka. Penelitian ini akan mengeksplorasi secara kualitatif melalui analisis konten media sosial, analisis sentimen dan narasi serta persepsi yang terbentuk pada masyarakat terkait citra. Melalui analisis konten media sosial untuk melihat persepsi yang diutarakan secara tekstual oleh masyarakat Jakarta selama pandemi Covid-19 dan untuk mengetahui bagaimana persepsi tersebut membentuk citra kota Jakarta. Persepsi warga ini membentuk citra yang negatif pada elemen distrik yang menjadi kategori dominan pada kumpulan twit warga yang diteliti. Citra yang dihasilkan dari fungsi perkotaan pun menjadi sorotan, kelima dimensi fungsi kota yaitu vitalitas, kecocokan, sense, akses, dan kontrol semuanya memiliki karakteristik negatif. Sehingga pembicaraan serta persepsi mengenai kota Jakarta di media sosial Twitter pada masa krisis pandemi menghasilkan citra yang negatif. Utamanya pada fungsi vitalitas, yakni pemenuhan kebutuhan biologis manusia.

During a pandemic, urban public spaces must be taken with caution. There has also been a shift in people's perceptions of the city, generally they consider the city crowd as a space that should be avoided as much as possible because the potential for Covid-19 transmission is greater with the hectic population of the city. This situation occurs in almost all cities in the world, including DKI Jakarta. Indonesian people with the majority of social media users share information and experiences they feel related to the situation and conditions in Jakarta on social media, especially textually on their Twitter accounts. This research will explore qualitatively through analysis of social media content, analysis of sentiment and narratives as well as perceptions formed in society regarding image. Through analysis of social media content to see the perceptions expressed textually by the people of Jakarta during the Covid-19 pandemic and to find out how these perceptions shape the image of the city of Jakarta. This citizen perception forms a negative image of the district element which is the dominant category in the collection of tweets of the residents studied. The image generated from urban functions is also in the spotlight, the five dimensions of city function, namely vitality, fit, sense, access, and control all have negative characteristics. So that discussions and perceptions about the city of Jakarta on Twitter social media during the pandemic crisis produce a negative image. Mainly on the function of vitality, namely the fulfillment of human biological needs."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faris Budiman Annas
"ABSTRAK
ABSTRAK Persaingan di antara kota-kota dunia dalam merebut sumberdaya semakin sengit dan kompetitif. Untuk menjadi pemenang dalam persaingan tersebut maka suatu kota memerlukan suatu identitas yang unik dan city image yang baik. Selain itu, media sosial sebagai suatu medium yang kini tengah tumbuh, menjadi alat yang efektif untuk bagi pengelola city brand untuk melancarkan kegiatan komunikasi Penelitian ini bertujuan untuk memahami identitas brand kota yang dibangun kota Bogor di media sosial dan juga strategi pengkomunikasian brand kota yang dilakukan oleh pemerintah kota melalui media sosial agar tujuan dari kegiatan komunikasi menjadi efektif dan efisien.. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan diperkuat dengan pengamatan lapangan, dan kemudian dianalisis menggunakan analisis tematik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Bogor memiliki identitas yang khas sehingga membedakan dengan kota-kota lainnya di dunia. Selain itu, kota Bogor menggunakan pendekatan aktif dan pasif mengkomunikasikan brand kota kepada target audiens. Selain itu strategi co-creation antara pihak pemerintah dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan kegiatan pengkomunikasian brand kota. Katakunci : media sosial, identitas brand, brand kota, co-creation

ABSTRACT
Competition among the world 39 s cities in seizing resources is becoming more fierce and competitive. To be a winner in the competition then a city needs a unique identity and a good city image. In addition, social media as a medium that is now growing, become an effective tool for the city brand managers to launch communication activities. This study aims to understand the place brand identity of Bogor in social media and also the city brand communication strategy undertaken by the city government through social media so that the purpose of communication activities to be effective and efficient. This research uses qualitative methods where data collection is done through in depth interviews and reinforced with field observations, and then analyzed using thematic analysis. The results showed that the city of Bogor has a distinctive identity that distinguishes it from other cities in the world. In addition, Bogor uses an active and passive approach to communicate the city brand to the target audience. In addition, the co creation strategy between the government and the community becomes the key to the success of city brand communication activities. Keyword social media, brand identity, city brand communication, co creation "
2017
T47950
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>