Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167711 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dadang
"Prevalensi gizi buruk di Kabupaten Pandeglang mencapai 32,28%. Berbagai intervensi telah dilakukan guna menekan kasus tersebut, antara lain intervensinya adalah PMT dari program JPSBK pada keluarga miskin. Tujuan penelitian ini adalah: mengetahui proporsi Ibu yang patuh dalam memberikan makanan tambahan, menilai hubungan antara umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, manfaat pemberian PMT, pengalaman Ibu dalam pemberian PMT, jumlah anggota keluarga, persepsi tentang jarak pada tempat pelayanan kesehatan, suplai PMT yang cukup, penyuluhan oleh petugas dengan kepatuhan Ibu memberikan makanan tambahan di Kabupaten Pandeglang tahun 2002.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pandeglang tahun 2002 dan disain yang digunakan adalah Krosseksional. Cara pengambilan sampel menggunakan sistim Muster dengan program C Survey.
Hasil penelitian menunjukan proporsi Ibu yang tidak patuh mencapai 70%. Untuk faktor pengalaman dan faktor persepsi jarak pada tempat pelayanan kesehatan terjadi interaksi hasilnya yaitu bahwa Ibu yang memiliki persepsi jarak yang dekat dan berpengalaman memiliki peluang patuh 0,035 kali lipat di bandingkan dengan Ibu yang memilki persepsi jarak yang jauh dan tidak berpengalaman dalam pemberian PMT (95% CI 0,002:0,517), setelah di kontrol variabel lainnya. Sedangkan untuk ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang cara pemberian PMT memiliki peluang patuh 15 kali lipat dibandingkan dengan Ibu yang pengetahuannya kurang tentang cara pemberian PMT (95% Cl 3,111:79,886).
Untuk Ibu yang suplai PMT diberikan cukup akan memiliki peluang patuh 18 kali lipat dibandingkan dengan apabila suplai PMTnya kurang (95% CI 5,220:65,752). Untuk faktor pendidikan, pekerjaan, faktor jumlah anggota keluarga, manfaat pemberian PMT, umur, dan penyuluhan oleh petugas tidak ada hubungan dengan kepatuhan.
Saran dalam meningkatkan kepatuhan lbu dalam memberikan PMT, bahwa persepsi jarak dekat pada tempat pelayanan kesehatan dan berpengalaman dalam memberikan PMT tidak berpengaruh terhadap kepatuhan lbu dalam memberikan PMT. Walau demikian peningkatan pengetahun Ibu tentang cara pemberian PMT yang baik dan benar serta suplai PMT yang cukup dapat meningkatkan kepatuhan Ibu dalam memberikan PMT.

Factors Related to Mother's Compliance in Providing Food Supplement According to Instruction of Social Safety Net Program in Health in 1999, to Child Age 6 to 23 Months Old in Pandeglang District in 2002Prevalence of malnutrition in Pandeglang District reached 32.28%. Many interventions had been done to decrease the prevalence, including food supplementation program of the Social Safety Net in Health (JPSBK) targeted to the poor families. The aim of this study is to know the proportion of compliant mothers in providing food supplement, to understand the relationship between mother's age, education, occupancy, knowledge, perception on benefit of food supplementation, mother's experience in providing food supplement, family size, perception on distance to health facilities, sufficiency of food supplement supply, extension by health personnel and mother's compliance in providing food supplement in Pandeglang District in 2002.
This study was conducted in Pandeglang District in 2002 using cross sectional design. Sampling was done by cluster system using C survey program.
Result of this study shows that the proportion of non-compliant mothers was 70%. There was interaction between experience and perception on distance factors where mothers who perceive the distance as close and having experience had chance to be compliant of 0.035 times compared to those who perceive the distance as far and not having experience of providing food supplement (95% CI 0.002:0.517) after controlled by other variables. Mothers who possessed good knowledge about providing food supplementation had chance to be compliant of 15 times compared to those mothers who did not possess sufficient knowledge on providing food supplement (95% CI 3.111:79.886). Mothers with adequate supply of food supplement had chance of 18 times higher to be compliant compared to those without adequate supply (95% CI 5.220:65.752).
Several suggestions can be endorsed after this study, that perception about distance to health care facilities and experience in providing food supplement has no influence to mother's compliance in providing food supplementation. However, improving mother's knowledge on how to provide food supplement and adequate supply of food supplement could improve mother's compliance."
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 11366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nana Nazmiah
"Masalah kurang gizi pada balita merupakan masalah gizi utama di Indonesia yang ditemui pada sebagian besar wilayah Indonesia termasuk DKI Jakarta. Penelitian pada bulan Mei-Juni 2012 di wilayah kerja Puskemas Petukangan Selatan Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Tahun 2012.
Bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kekurangan energi protein (KEP) pada balita umur 6-59 bulan. Menggunakan metode cross sectional, dengan variabel dependen adalah KEP balita, sedangkan umur, jenis kelamin, asupan makanan, penyakit infeksi, pendidikan ibu, pekerjaan ayah, penghasilan perbulan ketersediaan pangan, besarnya keluarga dan pemanfaatan pelayanan kesehatan menjadi variabel independen
Hasil penelitian menunjukan proporsi balita yang mengalami KEP adalah 54,2%. Hasil analisis bivariat, faktor-faktor yang berhubungan adalah asupan makanan, penyakit infeksi, pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Kesimpulannya proporsi KEP termasuk tinggi. Saran pelaksanaan program intervensi gizi fokus pada kelompok rentan, mereplikasi pos gizi, promosi kesehatan gizi dan kerja sama lintas sektor.
The problem of less nutrition especially for children under five is still the case of main nutrition in Indonesia that can be found in most regions either in country side or Town, even it occurs in province of DKI Jakarta. This research was carried out from May to June 2012 in Local Government Clinic in Petukangan Selatan The sub-distric of Pesanggrahan in 2012.
The goal of this research is to know the factors relating to the less energy of protein which occurs on children under five- age, within 6 to 59 months. The research used the method of cross sectional.The Dependent Variable is the status of the less energy of protein it self, whereas age, sex, food, disease infection, education of their mothers, jobs and duties, incomes per month, the amount of family, and health services become the Independent Variable.
The result of this research showed that the proportion of children under fiveage who experienced the less energy of protein based on weights and ages was 54,2 %. The analyses of the factors relating to the less energy of protein was the need of food,disease infection,jobs and duties and use the health services.
The conclusion of this research is that the proportion of KEP for children under five-age in Local Government Clinic in South Petukangan is high. It is suggested to carry out the intervention of nutrient program and give the focus on maximize the nutrition post and replication of nutrition post, the promotion about health as a prevent, and join with another institution.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Evan Regar
"Status gizi merupakan parameter yang dapat mengetahui masalah kesehatan di suatu daerah atau negara. Hingga saat ini prevalensi masalah gizi di Indonesia masih cukup tinggi, yang dapat ditentukan dengan indeks berat badan menurut usia (BB/U) dan tinggi badan menurut usia (TB/U). Masalah gizi kronik akan menimbulkan komplikasi jangka panjang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecukupan asupan energi dan makronutrien dengan status gizi pada anak usia lima sampai tujuh tahun.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional-analitik potong lintang dengan menggunakan data sekunder. Data yang dianalisis adalah data yang memenuhi kelengkapan tanggal lahir, pengukuran antropometri, serta analisis food recall 24 jam. Besar sampel penelitian ini adalah 122 anak. Analisis statistik yang digunakan adalah metode Fisher.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara kecukupan asupan protein dengan status gizi (indeks BB/U: p=0,024; indeks TB/U: p=0,037). Tidak terdapat hubungan bermakna antara kecukupan asupan energi dengan status gizi (indeks BB/U: p=0,358; indeks TB/U: p=0,733), kecukupan asupan lemak dengan status gizi (indeks BB/U: p=1,000; indeks TB/U: p=1,000), dan kecukupan asupan karbohidrat status gizi (indeks BB/U: p=0,462; indeks TB/U: p=1,000).

Nutritional status is a parameter that could determine health problems in a region or a country. So far prevalence of nutritional problem in Indonesia is still quite high. Nutritional problem can be determined by measuring weight-for-age (W/A) and height-for-age (H/A) index. Persistent nutritional problem correlates with long-term sequelae. This study was intended to evaluate the association between energy-macronutrient adequacy and nutritional status in children age five to seven year old.
This study was an observational-analytic, cross-sectional using secondary data. In order to be analayzed datas must have complete birth date, anthropometric measurement, and analysis of 24-hour food recall. The study population was 122 children. Statistical analysis was performed using Fisher test.
We found that there was a significant association between protein adequacy and nutritional status (W/A index: p=0.024; H/A index: p=0.037). There was no significant association between energy adequacy and nutritional status (W/A index: p=0.358; H/A index: p=0.733), fat adequacy and nutritional status (W/A index: p=1,000; H/A index: p=1.000), carbohydrate adequacy and nutritional status (W/A index: p=0.462 and H/A index: p=1.000).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teshalonica Mellyfera Irania
"Di Indonesia, defisiensi makronutrien (stunting, wasting, dan underweight) masih menjadi salah satu masalah kesehatan. Salah satu penyebab dari stunting, wasting, dan underweight adalah kurang beragamnya diet yang dikonsumsi, yang dapat diukur dengan indikator dietary diversity score. Penelitian cross- sectional ini meneliti data sekunder, yang melibatkan sebanyak 85 subjek usia 24—36 bulan di kelurahan Kampung Melayu, Jakarta Timur. Riwayat asupan makan didata menggunakan 24-hour recall, yang akan digunakan untuk menghitung dietary diversity score. Status gizi diukur berdasarkan nilai skor Z dari height- for-age, weight-for-age, dan weight-for-height. Pada hasil, didapatkan mayoritas subjek memiliki DDS sedang (54,1%). Prevalensi subjek dengan stunting, underweight, dan wasting, secara berturut-turut adalah 36,5%, 29,4%, dan 7,1%. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara DDS dengan stunting, underweight, ataupun wasting. Melalui analisis multivariat, terdapat dua faktor yang berhubungan secara signifikan dengan stunting, yakni jenis kelamin (p=0,025) dan tingkat pendidikan ibu (p=0,047). Sebagai kesimpulan, selain keragaman pangan, terdapat beberapa faktor lain yang memengaruhi status gizi anak, seperti jenis kelamin dan tingkat pendidikan ibu. Oleh sebab itu, pemberian edukasi kepada ibu terhadap diet anak yang sehat dapat menjadi suatu bentuk tindakan pencegahan terhadap undernutrition.

In Indonesia, macronutrient deficiency (stunting, wasting, and underweight) is still a health problem. One of the causes of stunting, wasting, and underweight is the lack of variety in the diet consumed, which can be measured by an indicator called dietary diversity score. This cross-sectional study examined a secondary data, involving 85 subjects aged 24—36 months in Kampung Melayu sub-district, East Jakarta. Food intake history was recorded using 24-hour recall, which will be used to calculate the dietary diversity score. Nutritional status was measured based on the Z score of height-for-age, weight-for-age, and weight-for- height. As a result, majority of subjects had medium DDS (54.1%). The prevalence of subjects with stunting, underweight, and wasting was 36.5%, 29.4%, and 7.1%, respectively. There is no significant relationship between DDS and stunting, underweight, or wasting. Through multivariate analysis, there were two factors that were significantly associated to stunting, which are gender (p=0.025) and mother's education level (p=0.047). In conclusion, in addition to food diversity, there are many other factors that influence the nutritional status of children, such as gender and maternal education. Therefore, providing education to mothers about a healthy child's diet can be used as a form of preventive action against undernutrition."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjondro Sulistiorini
"ABSTRAK
Pemberian MP-ASI dipengaruhi oleh berbagai faktor. Sampai saat ini belum diperoleh informasi mengenai pemberian MP-ASI dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan Pulogadung, Kotamadya Jakarta Timur.
Tujuan penelitian ini untuk memperoleh informasi tentang pemberian MP-ASI pada bayi yang berusia 4-12 bulan serta faktor dominan dari karakteristik ibu yang mempengaruhinya. Metode penelitian yang dipergunakan adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional.
Populasi pada penelitian ini adalah ibu dari bayi usia 4-12 bulan, yang pada saat pengumpulan data berdomisili di Kecamatan Pulogadung, Kotamadya Jakarta Timur. Jumlah sampel 248 orang dengan metode pengambilan sampel random sampling secara bertingkat.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat praktek pemberian MP-ASI yang terlalu dini. Praktek pemberian NIPASI tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan gizi dan pekerjaan ibu. Pengetahuan gizi merupakan variabel antara yang menghubungkan beberapa variabel babas dengan praktek pemberian MP-ASI.
Tingkat konsumsi energi, protein, vitamin A, vitamin C dan zat besi yang berasal dari MP-ASI masih kurang mencukupi. Secara umum pengetahuan gizi muncul sebagai fakfor penentu dari tingkat konsumsi zat gizi tersebut, kecuali energi. Tetapi pada saat terjadi infeksi, pengaruh pengetahuan gizi terhadap tingkat konsumsi berkurang.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan gizi memiliki peranan panting dalam mempengaruhi praktek pemberian MP-ASI. Serdasarkan kesimpulan tersebut disarankan untuk meningkatkan pengetahuan gizi ibu, yang meliputi jenis dan lumlah bahan pangan yang tepat untuk diberikan sebagai MP-ASI serta usia yang tepat bagi pengenalan jenis-jenis MP-ASI."
1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erny Erawati Pua Upa
"Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Hal ini karena bila terjadi kekurangan gizi terutama pada usia balita akan menyebabkan terjadi penurunan kecerdasan, kegagalan pertumbuhan fisik, menurunkan produktivitas serta menurunkan daya tahun tubuh terhadap penyakit. Ini disebabkan karena sejak anak dalam kandungan hingga berumur 2 tahun terjadi pertumbuhan dan perkembangan otak paling pesat yakni 80 % dan hingga usia 5 tahun mencapai 100 %.
Dinas kesehatan kota Kupang merupakan instansi pemerintah yang salah satu fungsinya adalah merumuskan kebijakan teknis di bidang kesehatan. Oleh karena itu dengan adanya peningkatan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di kota Kupang, maka dinas kesehatan kota Kupang mempunyai wewenang untuk menetapkan kebijakan dalam mengatasi masalah gizi balita. Salah satu kebijakan yang dilakukan adalah perencanaan program gizi balita. Hal ini karena dengan perencanaan dapat menentukan tujuan, pedoman serta cara pelaksanaan yang efektif dan teratur dalam mengatasi masalah gizi balita. Hingga saat ini belum ada penelitian tentang perencanaan gizi balita di Dinas Kesehatan Kota Kupang.
Tujuan penelitian ini ingin mengetahui gambaran perencanaan program gizi balita di dinas kesehatan kota Kupang tahun 2005, dengan menggunakan pendekatan sistem yakni input, proses, dan output, Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan data sekunder.
Hasil penelitian menunjukan tidak ada perencanaan dari bawah (bottom up planning). Pedoman yang digunakan dalam perencanaan tahunan hanya pedoman anggaran sehingga dokumen perencanaan yang dihasilkan berupa rencana anggaran tahunan. Tidak ada rencana kerja operasional yang akan dilakukan. Data yang dipakai untuk perencanaan sangat terbatas jugs sarana komputasi dan transportasi. Tenaga perencana gizi merangkap kepala seksi kesehatan anak dan remaja. Tidak ada pembagian tugas (job description).
Kegiatan bimbingan teknis dan konsultasi dengan pimpinan berjalan baik, hanya materinya terbatas sehingga tidak ada koordinasi lintas program, koordinasi lintas sektor sangat terbatas, tidak ada perencanaan untuk mencegah terjadinya masalah gizi balita hanya perencanaan untuk mengatasi masalah gizi balita. Kualitas dokumen perencanaan jangka panjang 5 tahunan cukup baik, sedangkan dokumen perencanaan jangka pendek hanya ada tujuan dan rencana anggaran.
Saran untuk dinas kesehatan kota Kupang agar menerima perencanaan yang dibuat dari puskesmas, tenaga perencana gizi tidak merangkap dengan jabatan lain, ada pembagian tugas (job description) yang jelas, perlu adanya koordinasi lintas program koordinasi lintas sektor perlu ditingkatkan lagi. Focus perencanaan bukan hanya untuk mengatasi masalah gizi balita tapi untuk mencegah terjadinya masalah gizi balita. Perlu adanya rencana kerja operasional (plan of action) untuk 1 tahun yang merupakan aplikasi dari rencana jangka panjang dan disosialisasikan ke semua puskesmas yang ada di kota Kupang.

Nutrition is one determinant of human resource quality. Malnutrition, particularly during underfives would reduce intellectual capacity, failure to thrive, reduce productivity, and reduce immune system against infection. Since conception until 2 years old, growth and development of brain is in its peak, reaching 80% of its potential and reqaching 100% at five years old.
Kupang City Health Office is government institution which function includes formulating technical policy in health area. Therefore, the situation of increasing prevalence of malnutrition (both moderate and severe undemub ition) in Kupang City has forced Kupang City Health Office to formulate and implement policy and program to overcome the situation. One policy that has been formulated was underfive nutrition program planning. Planning should determine the objectives, guidance, and effective implementation to overcome underfives nutrition problem. Until recently, there was no study on underfive nutrition program planning in Kupang City Health Office.
The objective of this study was to describe underfive nutrition program planning in Kupang City Health Office in year 2005 using system approach consisting of input, process, and output. This study was a descriptive analytic using qualitative approach. Data used in this study included primary and secondary data.
The study showed no bottom up planning. Guidance used in the yearly planning was only budget guidance and thus the produced planning document was yearly budget plan. There was no operational work plan, and very limited use of data, computation and transport. Nutrition planner also worked as Head of Section of Child and Adolescent Health. There was no job description available.
Technical assistance and consultation with management was running well, however the material was limited and therefore no planning to prevent malnutrition among underfives only planning to overcome the situation when it was occurred, The quality of five year plan document was quite good, while the short term planning document only included objective and budget plan.
It is recommended that the Kupang City Health Office to accept planning developed by public health centers, no overlapping and dual job, to have clear job description, to implement the inter program coordination, and to improve intersectoral coordination, to shift focus of nutrition program planning as not to focus only on corrective action but also preventive. There is a need to develop yearly plan of action which is an application of long term (five yearly) planning and to socialize it to all public health centers Kupang City.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marina Arifin
"Status gizi memegang peran penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas, menurunkan daya tahan serta meningkatkan kesakitan dan kematian. PMT JPS-BK merupakan salah sate kegiatan pelayanan program JPS-BK dalam rangka mencegah semakin memburuknya status kesehatan dan gizi masyarakat terutama keluarga miskin yang diakibatkan adanya krisis ekonomi. Adapun tujuan dari PMT tersebut adalah mempertahankan dan meningkatkan status gizi anak balita keluarga miskin.
PMT IPS-BK pada anak balita telah dilaksanakan semenjak tahun 1999 di Kabupaten Indragiri Hilir, namun hingga saat ini prevalensi gizi kurang dan gizi buruk tetap tinggi yaitu gizi buruk sebesar 5,0 % tahun 2001 dan gizi kurang 1,9 % tahun 2001. Disamping itu angka ini lebih tinggi dari angka propinsi Riau pada tahun yang sama sehingga perlu dilakukan penelitian hubungan antara PMT JPS-BK dan faktor-faktor lain dengan status gizi anak balita.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan status gizi balita sebelum dan sesudah Pemberian Makanan Tambahan program JPS-BK setelah dikontrol dengan variabel penyakit infeksi, konsumsi energi dan konsumsi protein.
Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre and postest. Dimana perbedaan status gizi dilihat dan sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Sampel penelitian adalah anak balita usia antara 12 - 59 bulan yang mempunyai data penimbangan berat badan sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Besar sampel dalam penelitian ini adalah 165 anak balita.
Hasil penelitian memperlihatkan prevalensi gizi kurang sebelum PMT JPS-BK sebanyak 70 anak (42,4 %) dan sesudah PMT JPS-BK menurun menjadi 60 anak (36,4 %). Berdasarkan hasil uji 11rMc1Vemar terdapat perbedaan yang bermakna antara status gizi sebelum dan sesudah PMT JPS-BK. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penurunan prevalensi gizi kurang tidak begitu besar sehingga penelitian ini menyarankan agar program PMT JPS-BK lebih berhasil, maka pemberian makanan perlu dilakukan dengan model ibu asuh sehingga petugas dapat memantau dan mengawasi PMT yang dikonsumsi anak. Disamping itu PMT yang diberikan diharapkan sesuai dengan komposisi zat gizi yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan.
Daftar bacaan : 52 (1971- 2003)

The Relationship between Providing Supplement Foods (PSF) JPS-BX and Other Factors of Infants Nutrition Status (12 - 59 months) in Indragiri Hilir Regency in the Year 2002 Nutrition status has a significant role in improving the quality of human resources. Insufficiency of nutrition could restrain physical improvements and intellectual developments, decrease productivity, decrease immunity, and increase illness and causality. PSF JPS-BK is one of the JPS-BK service program activities in the prevention of health status and society nutrition degeneration, specially the impoverished families which caused by the economic crisis. Whereas, the objectives of the PSF is to maintain and improve nutrition status of infants of impoverished families.
PSF JPS-BK of infants has been undertaken since 1999 in lndragiri Hilir Regency, but until now the nutrition prevalence of less nutrition and bad nutrition are still high in which bad nutrition is 5,0 % in 2001 and less nutrition is 1,9 % in 2001. Beside that, this number is higher from the number of Riau Province in the same year, thus a study of the relationship of PSF JPS-BK and other factors of infants nutrition status needs to be undertaken
This study is to find out the differences of infants nutrition status before and after Providing Supplement Foods in JPS-BK program subsequent to being controlled with infection illness variable, energy consumptions, and protein consumptions.
The research design which is used is one group pre- and post test. Whereas the differences of nutrition status is observed before and after PSF JPS-BK. The samples are infants aged between 12 - 59 months which has weight measurement data before and after PSF WS-BIC The amounts of samples in this study are 165 infants.
The result of the study shows that the less nutrition prevalence before PSF JPSBK is 70 children (42,2 %) and after PSF JPS-BK decrease to 60 children (36,4 %). Based on the McNemar test result, there is a significant difference between nutrition status before and after PSF JPS-BK.
From the result of this study, it can be concluded that the decrease of less nutrition prevalence is not quite high, thus this study recommends that in order for the PSF JPS-BK program to be successful, providing of foods need to be undertaken through foster mother model so that the officers could monitor and supervise the PSF consumptions by the children. Furthermore, the provided PSF is expected to be in accordance to the composition of nutrition elements, which is established by the Health Ministry.
Bibliography Iist : 52 (1971-- 2003)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuyu Buono Ayuning Pertiwi
"Di era pandemi ini, banyak sekali kegiatan yang mengharuskan kita untuk dilakukan secara online. Kegiatan bisnis yang awalnya dilakukan secara tunai juga telah berubah menjadi non tunai, seperti menggunakan switching bill payment. Akan tetapi, jika terdapat banyak pengguna yang melakukan request, maka biller dapat mengalami overloaded dan menjadi tidak responsif. Oleh karena itu, penulis ingin membuat sebuah circuit breaker yang dapat menentukan kondisi dari biller kemudian memutuskan koneksi antara switching dengan biller jika biller tersebut dalam kondisi yang kurang baik. Circuit breaker yang ada akan diimplementasi menggunakan 2 service, dimana service pertama akan memiliki sebuah library circuitbreaker dalam bentuk decorator yang memiliki fungsi memutuskan atau menyambungkan koneksi antara switching dan biller. Service lainnya dari circuit breaker yaitu service model yang berfungsi sebagai penentu apakah suatu biller sedang berada dalam kondisi normal atau tidak. Cara service tersebut menentukan kondisi biller adalah dengan menggunakan sebuah dataset dummy yang kemudian dilakukan transformasi menggunakan Sequence Graph Transform (SGT). Kemudian, dataset yang telah ditransformasi tersebut akan dilakukan training menggunakan tensorflow untuk menghasilkan suatu model yang dapat melakukan prediksi terhadap kondisi biller. Penerapan circuit breaker ke sebuah switching bill payment dapat memberikan kenyamanan kepada pengguna dalam melakukan transaksi pembayaran berupa layanan yang cepat dari switching tersebut.

In this pandemic era, there are a lot of activities that requires us to do it online. Business activity that is done by using cash has now become cashless, like for example by using switching bill payment. However, if there is a lot of users making a request, there is a chance that the switch will be overloaded and it will become unresponsive. As a result, the author tried to create a circuit breaker that is able to determine biller's condition and if it is in bad condition then the circuit breaker will cut off the connection. The circuit breaker will be implemented using 2 services in which one of the services will have a circuitbreaker library in a shape of decorator . The other service is a service model where it will decide if a biller is in a normal condition or not. The way it determines biller's condition is by using a dummy dataset that is transformed using Sequence Graph Transform (SGT). Then, the transformed dataset will be trained using TensorFlow to produce a model that can be used to predict biller's condition. Implementing a circuit breaker into a switching bill payment gives convenience to the user in doing payment transactions by giving them a fast service from the switching."
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuni Zahraini
"Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) dengan status gizi balita 12-59 bulan. Data sekunder yang digunakan bersumber dari data Riskesdas 2007 untuk wilayah Provinsi DI Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur. Hasil penelitian menyatakan bahwa sebagian besar (60,9%) keluarga balita di DI Yogyakarta sudah KADARZI, sedangkan di NTT baru 12,2% keluarga balita yang termasuk KADARZI. Uji statistik yang dilakukan menemukan hubungan yang bermakna antara status KADARZI, keteraturan menimbang, makan beraneka ragam, penggunaan garam beryodium, dan kejadian diare dengan status gizi balita (p<0,05). Akhirnya disarankan bahwa masih perlu dilakukan sosialisasi secara merata tentang KADARZI serta indikator perilakunya kepada masyarakat untuk mencegah dan mengurangi terjadinya masalah kurang gizi pada balita khususnya di provinsi NTT.

The reseach is aimed to know the relationship between nutritional family awareness and nutritional status of child 12-59 month. The data was used from Riskesdas 2007 for DI Yogyakarta and NTT. The result of this research show that 60,9% family who has child 12-59 month in DI Yogyakarta has nutritional awareness status, but in NTT there was only 12,2%. The result of statistical test shows that the family nutritional awareness, continiously child weighing, consumption of combine food, used of iodine salt, and diarrhoea were associated with nutritional status of child 12-59 month.(p<0,05). This finding may be used to inform future intervention aimed at increasing nutritional family awareness status specially in NTT.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
S5749
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tedjaningsih Hartono
"Krisis ekonomi di Indonesia yang dimuiai pada pertengahan tahun 1997, telah menjadi ancaman terhadap keadaan gizi masyarakat terutama anak yang berusia di bawah lima tahun (Bela). Di Kabupaten Garut berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 1998/1999 tercatat ada KEP (Kekurangan Energi Protein) total yang meliputi keadaan Gizi kurang dan gizi buruk; sebesar 27%. Keadaan ini meningkat dart tahun 1997 yang hanya 16,13 % dan tahun 1996 sebesar 5,2%. Semakin tingginya jumlah anak di bawah usia lima tahun (Balita) yang mengalami status gizi buruk telah mendorong pemerintah menetapkan berbagai kebijakan untuk menanggulangi hal tersebut. Guna mengetahui penyebab mengapa jumlah anak rawan gizi naik meskipun telah dlambil sejumlah kebijakan untuk mengatasi hal ini, maka diperlukan suatu penelitian.
Penelitian yang dilakukan membatasi permasalahan pada faktor-faktor yang berpengaruh pada status gizi anak; khususnya anak di bawah usia tiga tahun (Bate) sebagai fokus penelitian; yang selanjutnya dihubungkan dengan kebijakan yang telah dan akan diambil. Penelitian tentang faktor-faktor tersebut dilaksanakan di Desa Barusari dan Desa Sarimukti Kecamatan Semarang Kabupaten Garut Jawa Barat, pada bulan September s/d Nopember 1999 dengan responden sebanyak 184 orang anak yang berusia di bawah tiga tahun (batita), dan 184 prang ibu dari batita yang bersangkutan.
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa tingginya angka kejadian anak dengan gizi kurang dan gizi buruk di Desa Barusari dan Sarimukti berhubungan signifikan dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu tentang kesehatan, status ekonomi keluarga, akses terhadap pelayanan kesehatan, dan sanitasi rumah serta lingkungannya. Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh dan memerlukan penelitian lebih lanjut adalah lebih tingginya angka kelompok usia Balita, rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat, dan kurangnya fasilitas dan tenaga kesehatan.
Kemudian, untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang perlu diambil dalam rangka meningkatkan status gizi anak yang sesuai dengan kondisi setempat, dilakukan penelaahan masalah melalui tiga pendekatan yaitu melalui kebijakan yang sudeh ditetapkan oleh pemerintah dan bersifat top down, kebijakan yang dikembangkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten melalui pendekatan manajemen strategik, serta pendekatan community development planning yang dikembangkan oleh penulis berdasarkan data primer. Hasil penelaahan ini melahirkan alternatif kebijakan baru yang kemudian diprioritaskan dengan metoda AHP.
Hasil pemilihan kebijakan dengan metoda AHP untuk jangka pendek adalah 'Pemberian bantuan pangan dan gizi', sedangkan untuk jangka panjang adalah 'Peningkatan taraf ekonomi'."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T2824
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>