Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127401 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saul Elias Arikalang
"Perencanaan kesehatan adalah salah satu dari fungsi manajemen yang terpenting, yang harus dikerjakan lebih dahulu sebelum mengerjakan fungsi manajemen yang lain. Output perencanaan kesehatan tahunan Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung hingga saat ini kualitasnya masih rendah, padahal dilihat dari inputnya cukup memadai, diduga proses perencanaannya yang tidak benar. Untuk itu perlu dilakukan penelitian secara mendalam tentang proses perencanaan kesehatan tahunan itu sendiri.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan teknik wawancara secara mendalam dan diskusi kelompok terarah. Adapun hasil temuan penelitian bahwa proses perencanaan kesehatan tahunan di Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung masih jauh dari sempuma, langkah-langkahnya masih banyak yang tidak sesuai dengan prosedur tetap perencanaan kesehatan. Penyebabnya adalah kemampuan dan pengetahuan perencana masih kurang, struktur organisasi perencana rendah tidak sesuai beban kerjanya, mekanisme kerjasama lintas program dan lintas sektor tidak jalan.
Agar perencanaan kesehatan tahunan yang dihasilkan berkualitas proses perencanaannya perlu diperhatikan, kualitas Sumber Daya Manusia perencana perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan yang intensif dan adekuat, pembinaan oleh atasan lebih diintensifkan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah struktur organisasi perencanaan di Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung, perlu dibenahi lagi agar sesuai beban tugas yang diembannya. Menggalang kerjasama lintas program dan lintas sektor dengan memanfaatkan otoritas pemerintah daerah.

The Analysis of the Annual Health Planning Process in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung 1995/1996Health planning is one of the most important management functions which have to be done first before doing the other management functions. The quality of the annual health planning output in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung is still low so far, whereas the input is adequate. It is hypothesized that the process of the annual health planning needs conducting.
The research method used is the qualitative method by using an In-depth Interview and Focus Group Discussion. The result is that the process of the annual health planning in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung needs more improving, its steps are not in accordance with the porcedur of health planning. The causes are the skill and knowledge of planner still low, the structure of planning organization not in accordance with the work load, the mechanism of cooperation between cross-program and cross-sectoral not functioning.
In order to produce a qualified annual health planning, the planning process requires considerable attention, the quality of human resource of planner needs improving by conducting education and training intensively and adequately, the supervision by the head needs improving intensively. The other matters require considerable attention are the structure of planning organization in Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II Kabupaten Bandung needs straightening so that it is in accordance with the work load, performed and the cooperation between cross-program and cross-sectoral needs supporting by using the authority of the local government.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Tut Wuri Handayani
"Perencanaan kesehatan merupakan hal penting yang merupakan awal dari berbagai fungsi manajemen. Keluaran mutu perencanaan kesehatan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pontianak masih belum baik. Kemampuan para perencana juga masih belum cukup mendukung. Studi ini meneliti proses perencanaan dalam kerangka pendekatan sistem untuk mengantisipasi pelaksanaan desentralisasi.
Metode penelitian adalah kualitatif, dilakukan dengan wawancara mendalam dan didukung dengan telaah dokumen.
Hasil penelitian menunjukkan proses perencanaan membutuhkan perbaikan, karena tahapannya belum sesuai dengan teori. Belum ada petugas yang mendapat pelatihan perencanaan dan penganggaran secara khusus. Struktur Urusan Perencanaan tidak sesuai dengan beban kerjanya. Koordinasi lintas program dan lintas sektoral belum berjalan seperti yang diharapkan. Telaah dokumen menunjukkan terdapat inefisiensi antara program. Ditambah dengan kekakuan administrasi memperberat inefisiensi. Pemerataan (equity) telah tampak dalam telaah dokumen seperti pelayanan bagi keluarga miskin dan barang barang-barang publik. Kelangsungan JPKM sulit bertahan.
Pembiayaan kesehatan di Kabupaten Pontianak didominasi oleh Pusat. Pada tahun 1999/2000 pembiayaan Pusat berkisar 88%, sedangkan Daerah hanya 11,89% terdiri dari 2,21% APBD tingkat II dan 9,68% dari APBD tingkat I. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar 2,76 milyar rupiah. Dana jaring pengaman sosial (JPS) membiayai sektor kesehatan sebesar 1,547 milyar rupiah. Bila diberlakukan konsensus Bupati mengenai pembiayaan kesehatan adalah 15% dari PAD, berarti pembiayaan kesehatan saat desentralisasi akan sangat menurun. Bandingkanlah dengan nilai pembiayaan saat ini. Bagaimana dapat mencapai dana seperti saat ini bila hanya megharapkan dari PAD saja. Mekanisme pembiayaan pra upaya dan rasionalisasi tarif pelayanan kesehatan selayaknya dijadikan sebagai sumber pendanaan. Pembiayaan pra upaya merupakan pilihan terbaik untuk mendanai sektor kesehatan.
Dalam rangka rnenghadapi desentralisasi, Kepala Dinas telah melakukan advokasi kepada Pemerintah Daerah. Bupati pun telah menunjukkan perhatiannya kepada sektor kesehatan. Untuk merebut Dana Alokasi Umum (DAU) petugas Dinas Kesehatan harus memiliki kemampuan advokasi kepada Pemerintah Daerah dan instansi terkait serta DPRD, antara lain dengan memaparkan pentingnya pembiayaan bagi sektor kesehatan. Analisis situasi kesehatan berdasar data, haruslah disertai dalam advokasi tersebut. Perencanaan kesehatan berbasis data (evidence based health planning) akan dapat menggambarkan berapa besar dana yang diperlukan. Dengan anggaran yang terbatas, Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah haruslah memprioritaskan pada pelayanan bagi keluarga miskin dan hal yang berdimensi keadilan sosial (social justice) seperti barang-barang publik. Untuk itu sebaiknya dibikin suatu piagam saling pengertian untuk rnemilih kegiatan yang diprioritaskan serta jaminan atas pembiayaannya. Pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan bagi keluarga miskin merupakan prioritas tinggi agar tercapai pemerataan (equity) pelayanan kesehatan.
Untuk memperbaiki perencanaan, peneliti menyarankan sebagai berikut : pelatihan perencanaan dan penganggaran kesehatan terpadu (P2KT) bagi para perencana, meningkatkan eselon Urusan Perencanaan, meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektor, melibatkan pemerintah daerah dan Bappeda dalam proses P2KT agar mempunyai persepsi yang sama dalam perencanaan kesehatan, serta melibatkan peneliti, ahli survei, ahli ekonomi kesehatan terutama dalam analisis situasi, penentuan prioritas, penilaian pilihan dan penyusunan program dan anggaran.
Daftar bacaan : 54 (1984-2001)

Analysis of The Annual Health Planning in The District Health Office of Pontianak, Kalimantan Barat Province, During The Fiscal Year 1999/2000.Health planning is one of the most important functions, which have to be done first before doing the other management functions. The quality health planning output in the District Health Office (DHO) of Pontianak is still low. The capability's health planner in DHO of Pontianak is not good enough. This study was conducted to research process of health planning in a view of systemic approach frame for anticipating decentralization era.
The qualitative method by using in-depth interview is used in this study. It is complemented by document observation.
The result is that the process of the health planning in DHO of Pontianak needs more improving. Their steps are not in accordance with the theory of health planning. The causes are no officials have trained health planning and budgeting specifically. The structure of planning subdivision not in accordance with the workload. The mechanism of cooperation between cross program and cross sectoral do not function. The document observation result is inefficiency between programs. Budget absorption failure caused by restraint or inflexibility finance mechanism more weight inefficiency. Equity has been contained in document, just like poor family health services and public goods. Sustainability of managed care is difficult to be implemented.
The composition of public finance is dominated by the central government. District figure for fiscal year 1999/2000 that approximately 88% of total government expenditure for health at district level, cone from the central government, and just about 2,21 % from the district income and expenditure budget and 9,68% from the province income and expenditure budget. District government revenue is 2,76 billion Rupiahs. Social Safety Net contributes 1,547 billon Rupiahs. According to District Head's consensus, local government health spending will be approximately 15% district government revenue. If this consensus is realized, public health spending will be reduced drastically. Compare with health expenditure this time; come from central and province budget 20,399 billion Rupiahs plus SSN 1,547 billion. How to afford the budget for health spending, if we just rely on district government revenue. It means we must strive for the public financing through pre payment mechanism, and rationalization user charge.
For anticipating decentralization era, the head of DHO of Pontianak has advocated to Local Government. District Head has showed full attention in health sector.
In order to get General Allocation Fund (GAF) so District Health Officials (DHOs) must have avocation capability to local government, other institution and local legislative body for introducing the importance of financing health services.
Evidence based in analysis of the health situation must accompany avocation. Evidence based health planning is the way of finding out how much money will be needed.
With restrictive budget, DHO and local government must priority the activity of program that has paradigm social justice and distributive justice (include public goods). So the local government must take the memorandum of understanding to choose the priority activities programs and convince that its financing is secure. Providing basic package and services for the poor are occupied on the high list of priorities to ensure equity.
In order to produce a qualified health planning, the planning process requires considerable attention to the quality of human resources (planner) that need improving by training about integrated health planning and budgeting (IHPB). The other matters require considerable attention are the structure of planning organization in DHO of Pontianak needs straightening in accordance with the workload and output of health planning; the cooperation between cross program and cross sectoral needs supporting by using the authority of local government. The other important things are better for local government and its planning (Bappeda) to involve them in IHPB process (cross sectoral institute), in order to have a same perception in the health planning, DHOs collaborative with other institution must arrange the strategic planning for directing the future activities; recruitment patterns and developing decision making guidelines (the strategy) that based on situational analysis. Meanwhile it is better for DHO of Pontianak to involve surveyor, surveillance epidemiology expert and health economic expert especially in analysis of the health situation, the priority setting, option appraisal and programming-budgeting.
References : 54 (1980-2001)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anang Risgiyanto
"Pada sektor kesehatan, desentralisasi adalah terjadinya pelimpahan kewenangan dari Departemen Kesehatan kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/Kota, yang berakibat terjadinya perubahan terhadap struktur, fungsi dan tanggung jawab, dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Disadari, bahwa desentralisasi ini berdampak juga pada sistem perencanaan pembangunan kesehatan, yaitu daerah mempunyai kewenangan besar untuk melakukan perencanaan dan penganggaran sesuai dengan situasi dan kemampuan daerah, sehingga beberapa permasalahan perencanaan terjawab dengan adanya sistem desentralisasi dengan Bottom Up Planning.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang mekanisme Sistem Penyusunan Perencanaan Program Pembangunan Kesehatan Pada Era Desentralisasi Di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan Tahun 2003, dengan menggunakan metode kualitatif dan melakukan pengumpulan data primer terhadap kompunen input, komponen proses dan komponen out put dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, melakukan observasi dan telaahan dokumen data skunder.
Hasil penelitian ini dalam pelaksanaan Penyusunan Perencanaan Program Pembangunan Kesehatan Pada Era Desentralisasi Di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan Tahun 2003, telah dapat dilakukan dengan mekanisme bottom up planning. Hambatan yang timbul berkaitan dengan penyusunan perencanaan program pembangunan kesehatan pada era desentralisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan, antara lain kualitas dan kuantitas sumberdaya tenaga belum memadai; kedudukan unit perencanaan pada sub bagian perencanaan di bawah bagian tata usaha, sehingga dalam pelaksanaan penyusunan perencanaan program pembangunan kesehatan tidak optimal; tidak tersedianya dana khusus untuk penyusunan perencanaan; sarana komputasi, transportasi dan komunikasi belum memadai; rendahnya ketersediaan dan kevalidan data; rendahnya pemahaman terhadap metode perencanaan; pelaksanaan bimbingan teknis penyusunan perencanaan belum maksimal; pelaksanaan konsultasi mengenai penyusunan perencanaan belum optimal; pelaksanaan langkah-langkah perencanaan belum maksimal; koordinasi lintas program sudah dilaksanakan akan tetapi terdapat hambatan mengenai sumberdaya manusiannya; perlu ditingkatkan untuk melakukan advocacy kepada pihak Pemerintah Daerah, DPRD dan Bapeda dan belum masuknya wawasan terhadap program pembangunan kepada sektor lain;' penggunaan pedoman penyusunan perencanaan dengan menggunakan konsep P2KT, serta melakukan rencana anggarannya dengan mengacu Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002; pedoman satuan biaya yang digunakan adalah pedoman satuan biaya dari Pemerintah Kabupaten dalam bentuk Keputusan Bupati; jadwal penyusunan perencanaan sudah dibuat secara sistematis akan tetapi penggunaannya belum maksimal serta realisasinya sering tidak tepat; dilakukannya pendokumentasian perencanaan program pembangunan kesehatan dalam bentuk DIPDA(DASK, Proposal, Master plan 2001-2005; adanya peningkatan anggaran pada tahun 2003. Kemudian adanya kegiatan district grant PIP I, guna mendorong pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yang didanai oleh pinjaman luar negeri (World Bank).
Saran utama untuk mendorong kemampuan Pemerintah Kabupaten khususnya Dinas Kesehatan Kabupaten Way Kanan dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yaitu dengan meningkntan kualitas dan kuantitas sumberdaya tenaga guna melakukan advokasi secara sitematis sehingga dapat memperoleh komitmen pengambil keputusan di daerah agar sektor kesehatan dapat dijadikan sebagai pilar pembangunan daerah melalui pelaksanaan bimbingan teknis; melakukan konsultasi; melaksanakan penyusunan perencanaan sesuai dengan langkah-langkah perencanaan; adanya koordinasi lintas program dan lintas sektor; adannya petunjuk perencanaan; menyusun anggaran biaya sesuai dengan pedoman satuan biaya; melakukan penjadwalan perencanaan sampai pelaksanaan kegiatan program pembangunan kesehatan.

In the health sector, the decentralization means the submission of authority from the Department of Health to the Health Office of Province and Regency/ Municipality, which cause the change towards the structure, function and responsibility, in order to provide health services to the people. It is realized that the decentralization also effect the health development planning system, namely the region have greater authority to perform the planning and budgeting according to the situation and the regional ability, that some planning problems are responded with the decentralization system with Bottom Up Planning.
This research is intended to obtain the description regarding the mechanism of Health Development Program Planning Preparation During The Decentralization Era In The Health Office Of Way Kanan Regency In The Year 2003, by using qualitative method and performing the primary data collection by using the in-depth interview technique, observation and study of documents of secondary data.
This results of this research in implementation of the Health Development Program Planning Preparation in the Decentralization Era in the Health office of Way Kanan in the year 2003, has been done with bottom up planning mechanism. The constraints faced related to the preparation of the health development program planning in the decentralization era in the health office of Way Kanan Regency, among others are the quantity and quality of the human resources that are not sufficient; the position of the planning unit in the sub division of planning under the administration unit, that in the implementation of the health development program planning preparation is not optimum; the lack of fund available especially for the planning preparation; insufficient computation and communication facilities, the low availability and validity of data; the low understanding towards the planning method; the technical guidance implementation is not optimum; consultation implementation regarding the planning preparation has not optimum; planning steps implementation has not maximum; the inter programs coordination has been dome but there is human resource constraint; the advocacy to the regional Government, DPRD and Bapeda needs to be increased due to lack of understanding toward the development program of the other sector; the use of planning preparation guide by using the concept of P2KT, and the prepare the budget by referring to the Kepmendagri No. 29 year 2002; the standard unit cost used is standard the unit cost from the regency government in the form of Decree of the Head of Regency; schedule of the planning preparation has been systematically, however, the usage is not maximum yet and the realization is often inaccurate; the documentation of health development planning in the form of DTPDAIDASK, Proposal, Master plan 2001-2005; the increase of budget in the year 2003. Then with the district grant PHP 1, in order to encourage the decentralization in the health sector which is financed by the foreign loan (World Bank).
The main suggestion to encourage the ability of the Regency Government, especially the Health Office of Way Kanan in order to implement the decentralization of the health sector, namely by increasing the quality and quantity of human resources in order to perform the advocacy systematically that the commitment of decision maker in the region can be obtained in the health sector to be used as the regional development pillar through technical guidance implementation; perform the consultation; perform the planning preparation according the planning steps; the inter programs and inter sector coordination; the planning guidance; prepare the budget according the standard unit cost perform the planning schedule up to the implementation of the health development program activities.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T13024
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naharus Surur
"Perencanaan tenaga kesehatan yang tidak baik akan mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara kebutuhan tenaga kesehatan dengan realisasi. Akibatnya menimbulkan ketidakmerataan tenaga kesehatan. Satu wilayah mendapatkan tenaga kesehatan yang memadai, sementara wilayah lain kurang tenaga kesehatan sehingga akan mempengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Proses perencanaan yang baik meliputi : (1) perkiraan demand , (2) perkiraan supply , (3) mempertahankan (retaining), anggaran (budgeting).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perencanaan tenaga kesehatan di Kabupaten Bogor tahun 2002 dengan mempergunakan analisis SIPOC, yaitu dilihat semenjak dari Suppliers - Inputs - Processes - Outputs -- Customer.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan teknik wawancara mendalam, observasi, dan penelusuran dokumen agar dapat digali informasi yang mendalam tentang perencanaan tenaga kesehatan di Kabupaten Bogor tahun 2002.
Adapun hasil dari penelitian ini adalah unsur pemasok (suppliers) telah memberikan dengan baik, walaupun masih ada pemasok lain yang belum dilibatkan dalam perencanaan tenaga kesehatan di Kabupaten Bogor tahun 2002 adalah organisasi profesi dan institusi pendidikan. Belum adanya SOP, dana yang tidak ada, sarana penting untuk untuk perencanaan yaitu IT belum memadai, dan tenaga perencana yang belum memadai dari segi kuantitas dan kualitas sangat mempengaruhi mutu Masukan (inputs). Sementara dalam unsur proses ditemukan bahwa prakiraan demand masih menggunakan metode "ratio tenaga terhadap jumlah penduduk", pada prakiraan supply masih sangat tergantung pada Dinkes Propinsi dan Pemda Kabupaten dalam reknit-ilea, prose retaining dengan strategi "layanan cepat-tepat-sejahtera", dan tidak memiliki anggaran khusus untuk pengembangan tenaga kesehatan. Pada unsur keluaran (outputs) sudah ada usulan kebutuhan. penempatan dan pengembangan nakes, akan tetapi belum memenuhi syarat sebuah usulan yang baik.
Sementara pada unsur customer/ pelanggan sudah merasa cukup puas dengan hasil perencanaan, namun tidak puas dengan realisasinya.
Untuk terlaksananya perencanaan yang baik perlu ditingkatkan kemampuan personil di Subdin Perencanaan dan Pengembangan, dilengkapi IT yang memadai agar Sistem Informasi Kesehatan dapat beroperasi, disediakan alokasi dana untuk perencanaan, dan harus banyak melakukan advocacy ke berbagai pihak dalam rangka mengoptimalkan perencanaan.
Daftar pustaka : 34 ( 1984-2001)

Analysis of Health Workforce Planning in Bogor in The year of 2002 The improper planning of medical staff will cause differences between the need of the staff and the number of staff in reality. The result is unequal number of the staff; in one place the number of the staff is sufficient but in another place isn't. The lack of the staff will influence the quality of the medical service. The good planning process involves (I) demand estimation, (2) supply estimation, (3) retaining , and (4) budgeting,
The purpose of this research is to know the medical staff planning description in Bogor Region in2002 using SIPOC analysis, from Supplier-Input-Processes-Outputs-Customer.
The method used in this research is qualitative method , using in depth interview technique, observation and document tracing. These techniques enable to dig information deeply about the planning of medical staff in Bogor region in 2002.
From this research, it is known that the Supplier has given well. But there are suppliers that are not involved in Bogor medical staff planning 2002, that are profession organization and educational institution. The non-existence of SOP, no funds, the insufficient of IT, and the insufficient of the quality and the quantity of the planning staff; influence the quality of the Inputs. Mean while; in the Process; demand estimation still using -staff ratio toward the number of people-' method. In the recruitment, supply estimation still depends on the province health institution and region authority. The retaining process using "Layanan cepat-Tepat-Sejahtera" (Fast-Accurate-Welfare) strategy and doesn't have special budget to develop the medical staff. In Output there has been a need of proposal , medical staff placement and development, but it is considered not fulfill the requirement of a good proposal. In Customer, the customers have felt satisfied by the planning , but they are disappointed with the carrying out.
To carry out the planning well, it is necessary to improve the personnel ability in Planning and Development Subsection, supplied with sufficient IT; so medical information system can work. Fund allocation is prepared for the planning, and advocacy must be done to people who concern to optimize the planning.
Bibliography: 34 (1984 - 2001)
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T8247
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asdi Basri
"Perencanaan kesehatan adalah salah satu fungsi yang dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan fungsi-fungsi lainnya dalam manajemen. Rendahnya kualitas usulan .perencanaan kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk mendapatkan gambaran tentang faktor-faktor tersebut perlu dilakukan penelitian,
Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang yang diadakan selama bulan Oktober 2000 dengan menggunakan metode kualitatif memakai teknik wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah.
Secara umum, penelitian ini menemukan adanya berbagai faktor yang diduga
bahwa usulan perencanaan kesehatan tahunan di Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang masih jauh dari sempurna. Dan dibuat oleh satu orang saja yakni Kepala Sub Bagian Tata Usaha. Hal ini disebabkan usulan perencanaan yang dibuat hanya bersifat lembaran
kerja, tanpa mempunyai tujuan yang jelas, tidak berkesinambungan dan dibuat oleh tenaga perencana yang belum terlatih serta tidak memperkirakan faktor penghambat atau pendorong pada waktu pelaksanaan dan tidak dapat menyesuaikan keadaan oleh sangat jarangnya dilakukan bimbingan teknis tentang perencanaan, tidak adanya pendelegasian wewenang secara tertulis, kurangnya koordinasi lintas program dan lintas sektor, tidak terlibatnya staf secara penuh, pengetahuan dan kemampuan para perencana tentang proses perencanaan yang masih kurang serta tidak adanya supervisi tentang proses perencanaan.
Berdasarkan hasil-hasil yang sudah dikemukakan di atas maka kualitas usulan tahunan kesehatan relatif rendah, disarankan agar Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang melakukan pembenahan terhadap manajemen perencanaan kesehatan dengan menempatkan urusan perencanaan ke dalam struktur yang ada, meningkatkan Pembinaan tentang perencanaan, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perencanaan melalui pelatihan dan pendidikan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah perlunya pendelegasian wewenang secara tertulis, melibatkan staf secara penuh dan meningkatkan kerja lama. lintas program dan lintas sektor.

The Analysis of Factors Expected to Correlase to Low Quality of Proposed Annual Health Planning at Health Department of Padang Panjang District, 1999/2000Health planning is the first function which has to be done before doing the other management functions. Low quality of proposed annual health planning can be caused by many factors.
This study was carried out at Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang in October 2000. Data were collected through in depth interview, focus group discussion and observation.
In general, this study found that the proposed annual health planning at Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang is still low in quality. It was correlated with the form of proposed document which was made only in working sheet only, without clear direction, no continuation, no prediction to the strenght and weakness is in time of action, inability to adapt to the situation caused by poor technical guide in the process of health planning, no written delegation of authority, poor coordination and cooperation between program holders and correlated sectors, poor staff who involves fully in the health planning process, poor knowledge and skill in health planning, and no supervision about health planning. It seemed that the proposed was made by contrained worker.
Based on the results above the the quality proposed annual health planting was low. It is suggested Dinas Kesehatan Kota Padang Panjang to look into health management by increasing the technical guide of health planning including knowledge and skill through training. Besides that, it is important to restrict the delegation of authority, to involve staffs fully in the health planning process and to increase the coordination and cooperation between program holders and other correlated sectors."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T1002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
C.H. Tuty Ernawati
"Pembangunan Kesehatan yang merupakan salah satu upaya penunjang Pembangunan Nasional, dibutuhkan tersedianya sumberdaya manusia yang tangguh, mandiri serta berkualitas, dengan desentralisasi memmberlkan wewenang kepada Kabupaten/Kota untuk menentukan sendiri prioritas pembangunan kesehatan daerahnya sesuai kemampuan, kondisi dan kebutuhan setempat, sehingga diharapkan mampu melakukan perencanaan kesehatan dan dapat memecahkan masalah kesehatannya sendiri, metode perencanaan dan penganggaran yang tepat akan dapat memberikan dampak pada perencanaan dan penganggaran yang dihasilkan, oleh karena anggaran yang diserahkan dari Pemerintah Pusat dalam bentuk block grant, dengan demikian kualitas perencanaan dan penganggaran kesehatan serta efektifitas advocacy mentadi sangat menentukan alokasi anggaran yang akan diperoleh dinas kesehatan, dimana akan menentukan pelaksanaan operasional program dalam kegiatan tahun berlalan.
Kota Payakumbuh merupakan salah satu Kabupaten/Kota yang ada di Propinsi Sumatera Barat, secara struktur Organisasi baru berjalan lebih kurang 1 (satu) tahun dengan peningkatan eselonering, 4 (empat) Sub dinas, 1 Bagian yang salah satu Sub Dinasnya adalah Sub Dinas Bina Program. Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi tentang Sistem Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh Tahun 2004 dengan mengkaji komponen Input, komponen Proses dan komponen Output.
Dari hasil penelitian ini dalam pelaksanaan Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh Tahun 2004, telah dapat dilakukan dengan bottom up planning, hambatan yang timbul berkaitan dengan Penyusunan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan, antara lain kuantitas dan kualitas sumber daya tenaga belum memadai, sarana komputasi, transportasi dan komunikasi belum memadai, belum tersedianya dana khusus untuk penyusunan perencanaan, ketersediaan data yang masih kurang dan kevalidan datanya, masih rendahnya pemahaman tentang metode perencanaan, pelaksanaan langkah - langkah perencanaan belum optimal. Dengan keterbatasan yang ada dalam penyusunan Perencanaan dan Penganggaran, maka perlu ditingkatkan kernampuan melakukan advocacy terhadap penentu kebijakan dalam kaitannya menentukan pembiayaan kesehatan.
Proses dokumen perencanaan dan penganggaran di Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh Tahun 2004 belum sesuai yang diharapkan karena belum didukung oleh data yang akurat dan valid dan dokumen yang dihasilkan adalah Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK), Proposal Proyek Health Workforce and Services (HWS) dan Rencana Strategi Kesehatan Kota Payakumbuh yang disyahkan serta merupakan dokumen penting dalam melakukan kegiatan evaluasi dan acuan selama melakukan kegiatan pembangunan kesehatan di Kota Payakumbuh yang akan dilakukan oleh Dinas Kesehata n.
Saran yang harus dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Payakumbuh yaitu penempatkan sumberdaya manusia yang tepat dengan posisinya sesuai dengan pendidikan dan keahliannya dengan mempertimbangkan profesionalisme, diperlukan visi organisasi yang menjadi komitrnen bersama oleh seluruh staf dan penguatan kepemimpinan di semua jenjang administrasi

Analysis on Health Planning and Budgeting Development System in Payakumbuh City Health Office year 2004Health development is one pillar of national development and necessitates the availability of strong, independent, and high quality human resources. Decentralization has given the districts/cities rights to self determine their own health development priorities according to their capacities, conditions, and needs. Thus it is expected that districts/cities are able to do their own planning and budgeting and solving their problems. Planning and budgeting method will have significant impact on the resulted plan and budget, and in a situation where budget and fund are provided by central government in form of block grant, quality of planning and budgeting along with effective advocacy will determine funding allocation for health sector to be received by health office. This, in turn, will strongly influence the operational of the program.
Payakumbuh City is one of city in West Sumatera Province, and structurally the organization of this city has just been running for around one year with increasing numbers of echelon in the government organization. This study aimed to obtain information on health planning and budgeting development system in Health Office of Payakumbuh City year 2004 by analyzing input, process, and output components.
The study shows that health planning and budgeting development system in Health Office of Payakumbuh City year 2004 has employed bottom up planning method, with constraints including insufficiency of human resources in term of quantity and quality,
lack of computational, transportation, and communication facilities, no specific budget for planning development, lack of valid relevant data, low understanding of planning method, and suboptimal implementation of planning steps. With those limitations, it is necessary to improve the ability to provide better advocacy to the policy maker in order to get sufficient allocation for health development.
The documentation process of health planning and budgeting development system in Health Office of Payakumbuh City year 2004 was not fully appropriate as expected due to lack of accurate and valid data. The produced document was Working Unit Budget Document (DASK), Health Workforce and Services (HWS) Project Proposal and Payakumbuh City Health Development Strategic Plan which have been legalized and are important as to provide guidance in evaluation and to be referred during implementation of health development in Payakumbuh City by Health Office.
It is suggested to Payakumbuh City Health Office to place appropriate human resources in accordance to education background by considering professionalism. There is also a need to set organization vision to be committed by all staff and to strengthen leadership in all administrative level.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T12813
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indiati R.B. Erlan
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syahril Djafril
"Dalam mewujudkan keberhasilan pembangunan kesehatan menyeluruh terpadu dan bekesinambungan diperlukan suatu perencanaan yang baik dan mantap. Artinya perencanaan ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat menjawab permasalahan kesehatan yang ada.
Untuk itu organisasi Dinas Kesehatan Kuantan Singingi harus mempunyai konsep dan perencanaan yang strategis tentang pelayanan serta pengendalian dan pelaksanaan kondisi masyarakat setempat.
Untuk menjawab lingkungan ekternal dan lingkungan internal apa saja yang mempengaruhi organisasi, serta perencanaan strategis yang bagaimana yang akan menjadi acuan dan pegangan organisasi dalam mencapai tujuan organisasi. Untuk menjawab semua itu dilakukan penelitian terhadap Dinas Kesehatan Kuantan Singin.
Pada penelitian ini informasi diperoleh dari data skunder dan sumber resmi lain yang berwenang dimana terhadap sumber resmi tersebut dilakukan wawancara mendalam yang ditentukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kuantan Singingi.
Untuk dapat menyusun rencana strategis Dinas Kesehatan Kuantan Singingi dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap input stage yang terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan analisis lingkungan internal Dinas Kesehatan Kuantan Singingi yang dilakukan oleh kelompok pengambil keputusan (Consensus Decision Making Group). yang terdiri Kepala Dinas, Bapeda, Pemda, DPRD dan seluruh jajaran Dinas Kesehatan Kuantan Singingi, selanjutnya CDMG melakukan tahap coaching dengan menggunakan analisis SWOT dan analisis IE matriks ( Internal Ekternal Matriks), dan terakhir dilakukan tahap pengambilan keputusan ( Decision Stage) melalui analisis QSPM ('Quantitative Strategic: Planning Matrixs).
Berdasarkan hasil analisis SWOT matriks Dinas Kesehatan Kuantan Singingi berada dalam kuadran Strenghts-Oppurtinitis (S-0) dimana pada kondisi demikian Dinas Kesehatan Kuantan Singingi melakukan strategi dengan kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluang. Pada analisis matriks IE posisi Dinas Kesehatan Kuantan Singingi berda pada sel II (Growth and Build) dimana pada posisi ini masih mempunyai peluang untuk melakukan pertumbuhan dan perkembangan organisasi.
Dari analisis kedua matriks diatas maka prioritas strategi yang tepat dan cocok adalah strategi intensif dan strategi integratif.

The Snalysis of Strategic Planning of Kuantan Singingi Health OfficeIn achieving the successfulness of integrated and continual health development, a well-arranged planning is important. It means that the planning must be constructed in such manner to answer any existing health problems. Therefore, the Health Office of Kuantan Singingi should have a clear concept and strategic planning about service, control, and public condition in the area.
To counter with the internal and external environment that may influence the institution, and which strategic planning that can be a reference and choice for the institution in achieving its goal, it was necessary to conduct the research about the Health Office of Kuantan Singingi.
In this study, information were acquired from secondary data and other authorized sources. To the authorized sources, it was carried out in-depth interview that had determined by the head of Health Office of Kuantan Singingi.
Strategic planning of Kuantan Singingi Health Office was arranged in three stages. First, it was input stage, which contained internal and external environment analysis of Kuantan Singingi Health Office, The analysis was conducted by Codsensus Decision Making Group, which consisted of Health Office Ind, Local Planning body (Bappeda), Local Government, Local House Representative and all departments of Kuantan Singingi Health Office. Hereafter, CMDG did a matching stage by using SWOT analysis and Internal and External (1E) Matrix. The final stage was Decision Stage through Quantitative Strategic Planning Matrix.
According to the result analysis of SWOT matrix, Kuantan Singingi Health Office was in the quadrant of strengths-opportunities (S-O), where in that condition the Kuantan Singingi Health Office held strategy with strengths to exploit opportunities. In IE analysis, the position of Kuantan Singingi Health Office was in cell II (growth and build), where the position still had opportunity to make growth and development of the organization
From both of above matrix analyses, it was known that the appropriate strategic priority was intensive and integrated strategies.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12688
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idrus
"Departemen Kesehatan Republik Indonesia dalam menuju Indonesia sehat 2010 telah menetapkan kebijaksanaan umum pembangunan kesehatan antara lain peningkatan derajat kesehatan sumber daya manusia dibidang kesehatan.
Dengan mengacu kepada UU no. 22 tahun 1999, dan UU no.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan PP no. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi. Semenjak dimulainya Otonomi Daerah tahun 2001 ini, maka Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman dipandang perlu mempunyai rencana strategik.
Untuk dapat menyusun rencana strategik Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman dilakukan penelitian Operasional dengan analisa kualitatif. Penyusunan rencana strategik ini dilaksanakan melalui tiga tahap yaitu tahap I (Input stage) terdiri dari analisis lingkungan eksternal dan internal dari Dinas Kesehatan yang dilakukan oleh Consensus Decision Making (CDM) yang terdiri dari Kepala Puskesmas, Kepala Subdinas, dan Kepala Seksi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman. Kemudian pads tahap II (Making Stage, CDM) melakukan identifikasi alternatif strategik dengan analisis internal dan eksternal (IE) Matrix dan SWOT Matrix. Setelah itu dilanjutkan dengan tahap III (Decision Stage) untuk menentukan prioritas strategik terpilih dengan menggunakan metode Quantitative Strategic Planning Matrixs (QSPM).
Berdasarkan hasil analisis SWOT Matrixs memperlihatkan Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman berada dalam kuadran Strenghths-Opportunities (S-O), dimana pada kondisi yang demikian Dinas Kesehatan dapat menciptakan Strategik yang menggunakan Kekuatan untuk memanfaatkan peluang sedangkan pada analisis dengan Matrixs IE memperlihatkan posisi Dinas Kesehatan berada pada set II (Growth and Build) yang berarti Dinas Kesehatan masih punya peluang untuk melakukan pertumbuhan dan pengembangan organisasinya.
Melalui kedua analisis Matrixs tersebut maka Strategik prioritas yang tepat untuk Dinas Kesehatan adalah Strategik Intensif dan Strategik Integratif.
Sebagai saran agar rencana strategik Dinas Kesehatan yang telah dibuat ini dapat dioperasionalkan maka perlu adanya rekomendasi dan dukungan dari Kepala Daerah dan DPRD Pasaman, setelah itu baru dilakukan sosialisasi kepada pihak terkait untuk menjalin koordinasi di dalam pelaksanaannya.

Strategic Planning of health office of Pasaman Regency Within framework of Regional Autonomy, Year 2001-2005
Department of health, the Republic of Indonesia according to Healthy Indonesia Year 2010 has determined general policy of health aspect development such as increasing of human resource in health aspect.
Referring to Law Number 22 Year 1999, and Law Number 25 year 1999 regarding Financial Balancing between central government and the regional government and Government Regulation Number 25 year 2000 regarding authority of the government and the provinces as autonomous regions. Beginning Pasaman District of autonomous in 2001, certainly the health office of Pasaman District would be a necessity this strategic Planning.
In order to build a strategic planning of this Board this operational research has been conducted using Qualitative analyses, this strategic we build in three stage. First (Input stage), Consists of external and Internal environmental analyses of health office. Through Consensus Decision Making (DMC) people in this group include Head public Health Centre, Head Sub District, Health office and Head Section Health office from Health Pasaman District. On the second stage (Matching Stage), intended alternative strategic by Internal-External Matrixs and SWOT Matrix analyses. Finally the third Stage (Decision Stage) was select the strategic priority, using Quantitative strategic Planning Matrix (QSPM) Method.
Based on the result of SWOT Matrix analyses, Health Pasaman District is positioned at Strenght-Opportunities (S-0) Quadrant, which means Health Pasaman District could maximizes its Internal strength using the opportunity meanwhile, the result of IE Matrix shown that position of health Pasaman District was at cell two (Growth and Build), it means that the Board still have the Opportunity to grow and develop its organization.
Both Matrixes analyses resulted in the priority strategic for organization development of Health Pasaman District are as follows intensive strategy and integrative strategy.
In order to Operational this Health Pasaman District Strategic Planning. There is a need of recommendation and support from Bupati and District Parliament (DPRD) after word socialization to related sectors should be done to build Coordination of the delivery of the programs."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T3111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naniek Isnaini Lestari
"Pembiayaan kesehatan dalam era otonomi sangat tergantung pada komitmen daerah, khususnya pembiayaan yang bersumber dari pemerintah. Sistem pembiayaan kesehatan di daerah perlu dikembangkan agar isu pokok dalam pembiayaan kesehatan daerah, yaitu mobilisasi, alokasi dan efisiensi pembiayaan dapat terselenggara dengan baik sehingga menjamin pemerataan, mutu dan kesinambungan pembangunan kesehatan daerah.
Tersedianya data pembiayaan kesehatan menjadi sangat penting dengan adanya kebijakan desentralisasi pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk penentuan kebijakan dan strategi pembiayaan program kesehatan di daerah.
Sampai saat ini belum pernah dilakukan analisis pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah di Kabupaten Tangerang, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar alokasi biaya kesehatan dalam satu tahun, secara total maupun perkapita, sumber pembiayaan, bagaimana peruntukan dilihat dari jenis belanja, line item, mata anggaran dan antar program, serta diketahuinya resource gap dalam pembiayaan program prioritas.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tangerang pada Dinas Kesehatan dan instansi terkait yang menjadi Finance Intermediares pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah. Studi ini menggunakan pendekatan District Health Account (DHA).
Analisis pembiayaan kesehatan menggunakan data alokasi tahun anggaran 2003, hasil analisis menunjukan bahwa total pembiayaan kesehatan bersumber pemerintah alokasi tahun anggaran 2003 adalah Rp. 80.960.838.900 dan 64.17% nya bersumber dari APBD, sedangkan pembiayaan kesehatan perkapita adalah Rp. 26.744/kapital tahun.
Dilihat dari peruntukannva, balk pembiayaan di Kabupaten, Dinas Kesehatan dan RSU, proporsi belanja publik lebih besar dari belanja aparatur dan sebagian besar dialokasikan untuk belanja operasional. Proporsi belanja investasi dan pemeliharaan di Kabupaten maupun di Dinas Kesehatan hampir berimbang, sedangkan di RSU alokasi belanja pemeliharaan sangat kecil, bahkan pemeliharaan gedung dan pelatihan tidak dianggarkan.
Dengan menggunakan angka estimasi Bank Dunia (biaya kesehatan Rp. 41.174/ kapital tahun) maka dibandingkan alokasi dana yang tersedia terdapat resource gap sebesar Rp. 43.683.563.300.
Disamping itu dari perhitungan input cost untuk 2 program prioritas, tidak didapatkan resource gap untuk P2TB Paru dan terdapat resource gap sebesar Rp. 11.180.000 untuk penanggulangan DBD (Demam Berdarah Dengue). Namun, bila biaya personel, gaji dan investasi dimasukkan dalam perhitungan, resource gap ternyata cukup tinggi. Kesulitan dalam perhitungan resource gap adalah dalam upaya mencocokkan Komponen Biaya dari dana yang tersedia dibandingkan kebutuhan dana.
Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan kesehatan perkapita bagi penduduk Tangerang dan memperkecil resource gap perlu dipertimbangkan efisiensi internal, realokasi antar unit pengguna dan program atau mobilisasi dana dengan mekanisme penyesuaian tarif pelayanan di Instansi Pemerintah dengan melihat kemampuan masyarakat membayar (ATP).
Daftar Bacaan : 30 (1990 - 2003)

Analysis of The Government Expenditures for Health in Tangerang District, Fiscal Year 2003. (A District Health Account Approach)Health financing in the era of regional autonomy strongly depends on the commitment of regional governments, in particular the government resources. The regional health financing system needs to be evaluated and developed so that the main issues concerning regional health financing, such as mobilization of funds, allocation of funds, and financial efficiency, could be well implemented to ensure the equity, quality and sustainability of the region's health development.
The availability of health financing data becomes very important with the decentralization of health services, to facilitate the process of policy making and strategic planning of regional health financing.
The analysis of the government expenditures for Health in Tangerang District has never been analyzed before, this research is a mean to find out the budget allocation for Health in one fiscal year totally and per capita, the sources of funds, the proportion of uses of fund within health programs, uses of fund by type of expenditures and line items, and to identify the resource gaps in the financing of priority health programs.
This research is carried out in the District Health Office of Tangerang District and other related institution, as finance intermediaries for government contribution for health. This study used a District Health Account approach.
Analysis of health financing is carried out from the data of fiscal year 2003. Analysis shows that the total source of government health expenditure in fiscal year 2003 amounts to Rp. 80.960.838.900,- with 64.17 % originating from the regional budget of Tangerang District, whilst the per capita health expenditure is Rp. 26.744,-per capita per year.
As judged by the usage of funds allocated to the District Health Office and the Regional Public Hospital, the proportion of funds used for public service exceeds that used for staff needs, with the greatest proportion of funds allocated for operational expenses. The proportion of funds for investment and maintenance in the Regional Health Service is almost equal, whilst the allocation of funds for maintenance in the Regional Public Hospital is minimal, even funds for the maintenance of buildings and training programs are not allocated.
Compared to World Bank estimated figure (health expenditure should be Rp.41.174 per capita per year) there is a resource gap of Rp. 43.683.563.300 per year.
Besides, from the calculation of input cost of two priority programs, there is no resource gap for the Tuberculosis Eradication Program and Rp. 11.180.000 for the Control of Dengue Hemorrhagic Fever Program. However, if we include the investment and salary, the resource gap will be quite high. We found difficulties in matching the line item of the fund available (DHA) and fund needed (input cost).
To fulfill the total requirement of per capita health needs of the population of Tangerang District and to minimize the resource gaps, the author suggests the need to improve internal efficiency financing, inter-program reallocation of funds, the reassessment of health services costs and tariffs, and the improvement of health services quality.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12928
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>