Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 84154 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Okla Sekar Martani
"Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP) merupakan suatu kelompok gangguan perkembangan yang ditandai dengan gangguan kualitatif interaksi sosial, komunikasi, pola perilaku repetitif, dan stereotipik. Prevalensi GPP dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berbagai faktor diduga berkaitan dengan GPP termasuk faktor risiko terkait kelahiran bayi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan faktor risiko terkait kelahiran bayi terhadap GPP. Penelitian ini berdesain kasus kontrol dengan melibatkan 52 anak dengan GPP (44 laki-laki, 8 perempuan, umur rata-rata 7,3 tahun) dan 156 anak tanpa GPP (132 laki-laki, 24 perempuan, umur rata-rata 7,3 tahun). Faktor risiko terkait kelahiran meliputi riwayat BBLR, panjang badan lahir pendek, lingkar kepala kecil, asfiksia, penggunaan alat bantu napas, infeksi kongenital, kelainan kongenital, hiperbilirubinemia, dan nilai APGAR rendah. Data diperoleh dari wawancara terhadap ibu kandung dan rekam medik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asfiksia (OR = 3,31; 95% CI 1,103 – 9,941; p = 0,048) dan penggunaan alat bantu napas saat lahir (OR = 3,31; 95% CI 1,103 – 9,941; p = 0,048) merupakan faktor risiko yang berperan terhadap GPP. Riwayat BBLR, panjang badan lahir pendek, lingkar kepala kecil, infeksi kongenital, kelainan kongenital, hiperbilirubinemia, dan nilai APGAR rendah tidak berperan terhadap GPP. Disimpulkan bahwa asfiksia dan penggunaan alat bantu napas berperan penting sebagai faktor risiko GPP.

Pervasive Developmental Disorder (PDD) is a group of developmental disorder that is characterized by social interaction impairment and communication impairment along with repetitive and stereotyped behaviors. Prevalence of PDD is increasing every year. Many factors are suspected to have correlation with PDD including neonatal risk factors. The purpose of this study is to discover the role of neonatal risk facors in PDD. This case-control study includes 52 children diagnosed with PDD (44 males, 8 females, mean age 7.3 years) and 156 normal developing children (132 males, 24 females, mean age 7.3 years). The neonatal risk factors include low birth weight, low birth height, small head circumference, asphyxia, assisted ventilation, congenital infection, congenital malformation, hiperbilirubinemia, and low APGAR score. Historical data was obtained from their mothers and medical record. The results show that asphyxia (OR = 3.31; 95% CI 1.103 – 9.941; p = 0.048) and assisted ventilation (OR = 3.31; 95% CI 1.103 – 9.941; p = 0.048) had a role in PDD. Meanwhile low birth weight, low birth height, small head circumference, congenital infection, congenital malformation, hiperbilirubinemia, and low APGAR score didn’t have a role in PDD. In conclusion, asphyxia and assisted ventilation are important risk factors of PDD.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmah Yulam Sari
"Gangguan perkembangan pervasif (GPP) merupakan kelompok gangguan yang ditandai dengan terlambatnya perkembangan keterampilan fungsional dalam sosialisasi, komunikasi, bahasa dan fungsi motorik.Prevalensi GPP dari tahun ke tahun semakin meningkat.Berbagai faktor diduga berkaitan dengan kejadian GPP termasuk faktor kehamilan ibu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor kehamilan dengan GPP. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan melibatkan 52 anak dengan GPP (44 laki-laki, 8 perempuan) dan 156 anak tanpa GPP sebagai kontrol (132 laki-laki, 24 perempuan) dengan umur rata-rata kelompok kasus dan kontrol 7,3 tahun, untuk menganalisis enam faktor kehamilan ibu yang mungkin berpengaruh terhadap kejadian GPP. Data diperoleh dari wawancara terhadap ibu kandung masing-masing anak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan ibu merokok saat hamil berhubungan secara bermakna dengan GPP (OR = 6,417; 95% CI 1,140-36,12; p = 0,035). Demikian pula dengan riwayat infeksi (OR = 4,250; CI 3,319-5,443; p = 0.004) dan riwayat depresi ketika hamil (OR = 4,508; 95% CI 2,015-10,084; p = 0,001). Riwayat ibu sebagai perokok pasif, kebiasaan meminum alkohol, dan konsumsi obat-obatan selama hamil tidak berhubungan secara bermakna dengan GPP.
Disimpulkan bahwa kebiasaan ibu merokok, riwayat infeksi, dan riwayat depresi saat hamil merupakan faktor risiko penting Gangguan Perkembangan Pervasif.

Pervasive developmental disorder (PDD) is a group of developmental disorders that is characterized by delays in the development of functional skills in socialization, communication, language and motor function. Prevalence of PDD is increasing every year. Various factors are suspected to have correlation with PDD including maternal pregnancy factors.
This study aims to determine the relationship between pregnancy factors with PDD. This study used case -control design involving 52 children with PDD (44 males and 8 females) and 156 children without PDD as controls (132 men and 24 women) with an average age of cases and controls 7.3 years , to analyze the correlation between six maternal pregnancy factors that may affect the incidence of PDD. Data were obtained from interviews with the biological mother of each child.
The results showed that maternal smoking habits during pregnancy significantly correlate with PDD (OR = 6.417; 95% CI 1.140 - 36.12; p = 0.035). As well as a history of infection (OR = 4.250; CI 3.319 -5.443; p = 0.004) and a history of depression during pregnancy (OR = 4.508; 95% CI 2.015 -10.084; p = 0.001). Meanwhile, maternal history of passive smoking, alcohol drinking habits, and consumption of drugs during pregnancy was not significantly associated with PDD.
In conclusion, maternal smoking, history of infection and a history of depression during pregnancy have an important role as risk factors ofPervasive Development Disorders.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nartono Kadri
"ABSTRAK
Penyakit hemolitik neonatal (PHN) adalah suatu penyakit dengan umur sel darah merah janin atau neonatus yang memendek akibat antibodi ibunya. Antibodi ibu yang dapat menyeberang plasenta ialah IgG. Dengan ditemukannya upaya preventif anti Rho (anti-D) terhadap penyakit hemolitik Rhesus, maka pada waktu ini PHN akibat inkompatibilitas golongan darah ABO ibu-janin (PHN-ABO) merupakan penyebab utama terjadinya penyakit hemolitik isoimun pada neonatus.
PHN-ABO lebih sering ditemukan pada bayi golongan darah A atau B dan ibu golongan darah O, dan angka kejadiannya berbeda bermakna dibandingkan dengan kehamilan inkompatibel pada ibu golongan darah A atau B.Hal ini disebabkan karena antibodi anti-A atau anti-B pada ibu golongan darah O umumnya adalah klas IgG (7S) yang dapat menyeberang lintas plasenta, sedangkan pada ibu golongan darah A atau B umumnya adalah klas IgM (19S) yang tidak dapat menyeberang plasenta. Kehamilan inkompatibel ibu golongan darah O dengan janin golongan darah A atau B ditemukan sekitar 15-40% dari seluruh kehamilan.
Dalam masyarakat Indonesia, kelompok golongan darah O merupakan persentase tertinggi dibandingkan kelompok golongan darah lainnya yaitu 40,8%, diikuti golongan A, B kemudian. AB. Di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta (RSUPN CM), 59,2% ibu bergolongan darah O melahirkan bayi golongan darah A atau B.
Sekitar 20%-30% penderita ikterus neonatal dari berbagai ras ternyata berlatar belakang inkompatibilitas ABO. Pada beberapa penelitian terpisah, ditemukan bahwa resiko kejadian PHN-ABO lebih tinggi pada ras kulit berwarna dibandingkan dengan ras kulit putih. Di Afrika Selatan, ditemukan 47% dari penderita ikterus neonatal disebabkan oleh inkompatibilitas ABO. Pemeriksaan laboratorik uji antiglobulin direk positif, pada etnis kulit berwarna berbeda bermakna dibandingkan dengan etnis kulit putih. Tindakan transfusi tukar atas indikasi hiperbilirubinemia berlatar belakang kehamilan dengan inkompatibel ABO mempunyai persentase yang cukup tinggi. Angka kejadian di Afrika Selatan adalah 55% dari seluruh tindakan transfusi tukar, di Jakarta ditemukan sekitar 42,4%, dan di Singapore sebanyak 28%.
Di daerah yang keadaan lingkungan hidupnya belum memadai, kejadian PHN-ABO lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang lingkungan hidupnya lebih baik, hal ini disebabkan adanya paparan substansi dari lingkungan berupa bakteri atau parasit. Beberapa bakteri misalnya E.coli dan parasit cacing Ascaris lumbricoides dan Necator americanus yang banyak ditemukan di daerah lingkungan hidup kurang sehat, ternyata mengandung substansi yang mirip dengan komponen sel darah merah A atau B. Bila paparan oleh substansi demikian terjadi secara berulang dan kontinu, dapat menimbulkan reaksi antigen antibodi sekunder terhadap antibodi alamiah yang telah ada pada ibu, terjadilah pembentukan antibodi lebih cepat dan tinggi. Pada wanita hamil yang mempunyai titer antibodi anti-A atau anti-B tinggi, kemungkinan terjadinya penyakit hemolitik ABO pada bayinya makin tinggi pula."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1998
D179
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susi Hartati
"Pneumonia pada balita masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Hal ini terlihat dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas akibat pneumonia. Salah satu upaya untuk menurunkannya adalah dengan mengetahui faktor risiko yang menyebabkan terjadinya pneumonia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada anak balita di rumah sakit. Desain yang digunakan adalah cross sectional dengan 138 sampel. Hasil penelitian dengan regresi logistik didapatkan 4 faktor risiko yang berhubungan secara bermakna yaitu usia balita, riwayat pemberian ASI, status gizi balita dan kebiasaan merokok keluarga. Kegiatan edukasi tentang peningkatan pemberian ASI dan nutrisi kepada orangtua balita perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya pneumonia.

Pneumonia in children under five in Indonesia is still a major health problem. This can be seen in the high rates of morbidity and mortality of pneumonia. One of the efforts to decrease it is by knowing the risk factors that cause pneumonia. This study aims to determine the risk factors associated with the incidence of pneumonia in children under five in hospital. The study used cross sectional design with 138 samples. The results obtained with logistic regression showed four significant risk factors: children under five, history of breastfeeding, nutritional status of children and family smoking habits. Promotion and awareness campaign on breast feeding and nutritional status factors should be conducted to prevent pneumonia."
Depok: Akademi Keperawatan Mitra Keluarga Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
610 JKI 15:1 (2012)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Agung Bhagaskoro Hardiyan Syahputro
"Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP) merupakan suatu kelompok gangguan perkembangan yang ditandai dengan gangguan kualitatif interaksi sosial, komunikasi, pola perilaku yang repetitif dan stereotipik. Prevalensi GPP semakin meningkat di berbagai negara, dari tahun ke tahun. Berbagai faktor diduga berkaitan dengan kejadian GPP, termasuk faktor riwayat persalinan ibu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara 12 faktor riwayat persalinan ibu dengan GPP. Riwayat persalinan ibu termasuk prematuritas <37 minggu, urutan persalinan, durasi persalinan yang terlalu lama, komplikasi persalinan dan pendarahan postpartum, tekanan darah saat persalinan, komplikasi terkait tekanan darah, persalinan letak sungsang, bantuan persalinan, abruptio placentae, placenta previa, dan induksi persalinan. Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan melibatkan 52 anak dengan GPP (44 laki-laki, 8 perempuan) dan 156 anak sehat sebagai kontrol (132 laki-laki, 24 perempuan) dengan umur rata-rata baik untuk kelompok kasus dan kelompok kontrol adalah 7,3 tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa durasi persalinan yang terlalu lama >12 jam berhubungan secara bermakna dengan GPP (OR = 3,22; IK95% 1,324 - 7,829; p = 0,007) demikian pula dengan komplikasi persalinan (OR = 2,42; IK95% 1,000 - 5,831; p = 0,045) dan jumlah perdarahan postpartum 501-1000 ml (OR =3,11; IK95% 1,373 - 7,025; p = 0,007), jumlah perdarahan >1000 ml (OR = 4,87; IK95% 1,401 - 16,947; p = 0,013). Faktor lainnya seperti prematuritas <37 minggu, urutan persalinan, tekanan darah saat persalinan, komplikasi terkait tekanan darah, persalinan letak sungsang, bantuan persalinan, abruptio placentae, placenta previa, dan induksi persalinan tidak berhubungan secara bermakna dengan GPP. Disimpulkan bahwa durasi persalinan yang terlalu lama, komplikasi persalinan dan pendarahan postpartum merupakan faktor risiko penting Gangguan Perkembangan Pervasif.

Pervasive Developmental Disorder (PDD) is a group of developmental disorder that is characterized by social interaction impairment and communication impairment along with repetitive and stereotyped behaviors. Prevalence of PDD is increasing in many countries every year. Many factors are suspected to have association with PDD, including maternal perinatal factors.
The purpose of this study is to discover the association between maternal perinatal facors and PDD. Maternal perinatal factors include prematurity less than 37 weeks, birth order, prolonged labor, labor complication, post-partum hemorrhage, blood pressure in labor, blood pressure complication, breech presentation, assisted labor, abruptio placentae, placenta previa, and labor induction. This case-control study includes 52 children diagnosed with PDD (44 males, 8 females) and 156 tipically developing children as control group (132 males, 24 females), with mean age for both groups are 7,3 years.
This study shows that prolonged labor more than 12 hours was significantly associate with PDD (OR = 3.22, 95% CI 1.324 - 7.829; p = 0.007), as well as labor complication (OR = 2.42, 95% CI 1.000 - 5.831; p = 0.045) and postpartum hemorrhage 501-1000 ml (OR = 3.11, 95% CI 1.373 - 7.025; p = 0.007), postpartum hemorrhage >1000 ml (OR = 4.87; 95% CI 1.401 - 16.947; p = 0.013). Meanwhile prematurity less than 37 weeks, birth order, blood pressure in labor, blood pressure complications, assisted delivery, abruptio placentae, placenta previa, and labor induction were not significantly associate with PDD. In conclusion, prolonged labor, labor complications, and amount of postpartum hemorrhage play important roles as risk factors of Pervasive Developmental Disorder (PDD).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tasha Farhana Dahlan
"Gangguan Perkembangan Pervasif (GPP) adalah gangguan perkembangan neuron atau saraf dengan tanda-tanda gangguan pada interaksi sosial, komunikasi, dan melakukan kegiatan dan ketertarikan dengan streotipe tertentu yang berulang-ulang. Prevalensi GPP yang semakin meningkat menjadi penyebab dilakukannya penelitian pada berbagai faktor yang diduga berhubungan dengan GPP.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor karakter sosiodemografi orangtua dan riwayat keluarga dengan GPP. Faktor karakter sosiodemografi orangtua meliputi usia Ayah saat kelahiran anak, usia Ibu saat kelahiran anak, dan sosial ekonomi keluarga. Faktor riwayat kesehatan keluarga meliputi diabetes, epilepsi, gangguan perkembangan pervasif, dan gangguan mental lainnya.
Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan melibatkan 52 anak dengan GPP (44 laki-laki, 8 perempuan, umur rata-rata 7,3 tahun) dan 156 anak tanpa GPP sebagai kontrol (132 laki-laki, 24 perempuan, umur rata-rata 7,3 tahun) untuk menganalisis sembilan faktor kelahiran bayi yang diduga berperan pada kejadian GPP. Data diperoleh melalui wawancara ibu kandung dan catatan rekam medik.
Hasil penelitian mengemukakan usia Ayah saat kelahiran anak berhubungan secara bermakna dengan GPP (OR = 0,47; 95% CI 0.240-0.912; p = 0,024). Usia Ibu saat kelahiran anak, sosial ekonomi keluarga, riwayat kesehatan keluarga seperti diabetes, epilepsi, gangguan perkembangan pervasif, dan gangguan mental lainnya tidak terbukti berhubungan secara bermakna dengan gangguan perkembangan pervasif pada penelitian ini.
Disimpulkan bahwa usia Ayah saat kelahiran anak adalah faktor risiko Gangguan Perkembangan Pervasif.

Pervasive Developmental Disorder (PDD) is a neuronal development disorder manifested as impairment of social interaction and communication,with certain repetitive and stereotyped behaviors. Studies to discover potential factors of PDD have been made as the consequence of increasing Prevalence of PDD.
The purpose of this study is to discover the correlation between parental demographic factors and family history with PDD. The parental demographic includes that paternal age at birth, maternal age at birth, and socioeconomic of family. The family history includes diabetes, epilepsy, PDD, and other mental disorder.
This case-control study involves the parents of 52 children diagnosed with PDD (44 males, 8 females, mean age 7.3 years) and the parents of 156 normal developing children as control group (132 males, 24 females, mean age 7.3 years) to analyze the correlation between parental demographic factors and family history with PDD. The data was obtained from biological mothers and medical records.
The results show that paternal age at birth was significantly correlate with PDD (OR = 0.47; 95% CI 0.240-0.912; p = 0.024). Meanwhile maternal age at birth, socioeconomic of family, family history of diabetes, epilepsy, PDD, and other mental disorder were not significantly correlate with PDD.
In conclusion, paternal age at birth is the risk factors of Pervasive Developmental Disorder (PDD).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryanti Satyadi Sutrisna
"Stroke dikenal sefama ini sebagai kelumpuhan separuh badan,
gangguan bicara, hingga berakibat pada kematian. Korban stroke kalau
tidak meninggal biasanya menjadi cacat sehingga menjadi beban bagi
keluarganya. Stroke lebih banyak dikaitkan dengan tekanan darah tinggi
atau hipertensi serta penyakit kardiovaskuler yang berkaitan dengan
jantung dan pembuluh darah yang diderita oteh orang~orang lanjut usia_
Pada kenyataannya, stroke menyerang siapa saja, terlepas dan kelompok
usia atau sosial ekonomi tertentu. Hasil survei ?Kesehatan Rumah Tangga'
tahun (995 memperlihatkan bahwa stroke dan penyakit kardiovaskuler
lainnya adalah penyebab paling banyak kasus kematian pada kelompok
usia 35 tahun. Stroke' dianggap menyerang orang secara tiba-tiba, tetapi sebenamya ada faktor-faktor yang dapat dijadikan tanda awal teriadinya serangan. Faktor itu disebut faktor risiko. Dengan adanya faktor ini, seseorang akan lebih rentan terserang. Cara yang terbaik untuk mencegah stroke adalah dengan mengendalikan faktor risiko yang masih dapat dikontrol, yaitu: hipertensi, kadar kolesterol tinggi, kegemukan, gangguan tidur, kebiasaan merokok, kurang berolah raga, stres, dan penggunaan pil KB pada wanita. llmu kedokteran berfokus pada faktor ristko yang Iangsung
berhubungan dengan tisik dan kurang memperhatikan keadaan psikoiogis
pasiennya.
Secara teori banyak hal yang dapat menjadi faktor risiko stroke.
Berdasarkan tinjauan kepustakaan, penelitian ini menentukan tujuan untuk melihat sejauh mana peran sires dan sumber sires yang berupa Stressful. Life Event, Stressful Life Styfe, dan Tipe Kepribadian individu Tipe A berperan menjadi faktor nsiko pada terjadinya stroke pada usia muda.
Untuk mencapai tujuan penelitian ini, telah dilibatkan 90 orang
subyek penelitian yang terbagi dalam 2 kalompok, kelompok pertama
adalah 40 pasien pasca stroke yang sedang menjalani rawatjalan di bagian polisaraf rumah sakit RSCM, RSPAD dan RS. POLRI. Kelompok kedua
adalah orang yang bukan pasien, tidak pernah stroke dan aktif bekerja.
Kepada mereka dibenkan alat ukur STR, yang mengukur sires individu
sebeium terjadinya serangan, alat ukur SLE yang mengukur peristiwa hidup penuh stres yang mereka alami sebelum serangan, alat ukur SLS yang mengukur gaya hidup stres yang mereka jalani sebelum serangan, dan alat ukur TA yang mengukur ciri-ciri Kepribadian individu Tipe A. Alat ukurnya semua berbentuk kuesioner. 'Data yang dipero|eh diolah dengan perhitungan nilai untuk mendapatkan gambaran perbedaan individu yang stroke dengan individu yang tidak stroke pada stres dan sumber stres.
Kemudian data diolah dengan multipel regresi untuk mendapat gambaran
seberapa besar peran stres dan sumber stres pada individu penderita
stroke dan individu bukan penderita stroke.
Banyak penelitian sebelumnya yang meneliti stroke, mengatakan
faktor fisik yaitu hipertensi dan penyakit kardiovaskuler yang berperan sebagai faktor risiko penyebab serangan stroke. Namun sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin membuktikan berperannya faktor psikologis, maka penelitian ini membuktikan pengaruh stres dan sumber stres sebagai faktor risiko. Dengan perkataan lain, keberadaan stres dan sumber stres sebagai faktor risiko, dapat membedakan kerentanan SBSBOFBDQ terhadap serangan stroke Mereka yang mengalami stres dan mengalami keterpaparan terhadap sumber stres mempunyai kemungkinan yang Iebih besar mendapatkan serangan stroke.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan faktor psikologis
sebagai faktor risiko yang berperan secara bermakna dalam meningkatkan
kerentanan seseorang mengalami serangan stroke. Unluk selanjutnya.
Tentu dibutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk menguatkan hasil peneiitian ini. Untuk itu ada beberapa saran yang dapat dipergunakan sebagai pertimbangan pada penelitian lebih Ianjut, yaitu: alat ukur diperbaiki, sampel diperbanyak memperluas variabel bebas dengan mengikut sertakan faktor psikologis iainnya. Selain itu variabei kontrol yang dapat disertakan sebagai variabel bebas adalah variabel jenis kelamin.
Pada banyak penelitian ditemukan bahwa individu dengan jenis kelamin"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danang Ambar Prabowo
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
D1752
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anidar
"Latar belakang. Epilepsi dapat terjadi 34 - 94% pada pasien palsi serebral. Epilepsi pada anak palsi serebral akan sulit dikontrol, sehingga akan meningkatkan bertambah beratnya gangguan fungsi kognitif, gangguan fungsi motorik berjalan, gangguan prilaku, yang nantinya dapat menurunkan kulitas hidup anak di kemudian hari. Faktor risiko terjadinya epilepsi pada palsi serebral berbeda-beda antara satu peneliti dengan peneliti lainnya.
Tujuan. (1) mengetahui manifestasi klinis palsi serebral spastik, (2) mengetahui apakah faktor-faktor risiko seperti kejang neonatus, awitan kejang pertama < 1 tahun, riwayat keluarga epilepsi, subtipe palsi serebral spastik, proses persalinan, usia gestasi, berat badan lahir, ukuran lingkar kepala, riwayat infeksi susunan saraf pusat, gambaran EEG dan gambaran CT scan/MRI kepala berhubungan dengan kejadian epilepsi pada palsi serebral spastik
Metode penelitian. Desain penelitian adalah kasus kontrol dan dilakukan poliklinik rawat jalan Neurologi Anak di RSCM, RSUP Fatmawati dan RSAB Harapan Kita kurun waktu Januari 2010 sampai Agustus 2015 terhadap 250 anak palsi serebral spastik usia 1 sampai 18 tahun. Faktor risiko dianalisis bivariat dan multivariat.
Hasil. Manifestasi klinis palsi serebral spastik yang paling banyak ditemukan adalah tipe kuadriplegia 53,2% dan epilepsi lebih banyak terjadi pada tipe ini yaitu 52%. Pada analisis bivariat didapatkan faktor risiko yang bermakna yaitu awitan kejang pertama < 1 tahun (RO 5,49; IK 95% 2,98-10,10), EEG epileptik (RO 11,60; IK 95% 3,63-37,00), dan pencitraan abnormal (RO 2,96; IK 95% 1,07-8,13). Pada analisis multivariat didapatkan yaitu awitan kejang < 1 tahun dan EEG epileptik merupakan faktor risiko yang berperan untuk terjadinya epilepsi pada palsi serebral spastik.
Simpulan. Manifestasi klinis palsi serebral spastik yang paling banyak ditemukan adalah tipe kuadriplegia. Faktor risiko yang berperan untuk terjadinya epilepsi pada palsi serebral spastik adalah awitan kejang pertama < 1 tahun dan EEG epileptik.

Background. Epilepsy occurs in 34?94 percent of children with cerebral palsy. Epilepsies associated with cerebral palsy are difficult to control and associated with greater impairment of cognitive function, with lower probability of walking, with more severe behavioural problem, and a poorer quality of lifein compromising autonomy. Risk factors of epilepsy in children with cerebral palsy vary among studies.
Objective. (1) to identify clinical feature in spastis cerebral palsy, (2) to identify and analyze the association of risk factors including neonatal seizures, onset of first seizures before 1 year, family history of epilepsy, the type of cerebral palsy, delivery process, gestational age, birth weight, head circumference, history of central nervous system infection, the electroencephalogram (EEG) and magnetic resonance imaging (MRI)/computed tomography (CT) Scan findings with occure of epilepsy in spastic cerebral palsy.
Methods. Casus-control study was conducted in child neurology outpatient clinics in Cipto Mangunkusumo, Fatmawati, Harapan Kita Hospital Jakarta on January 2010 to August 2015 to 250 children of spastic cerebral palsy from 1 until 18 years old age. Data were analyzed using the IBM SPSS for Windowsv, 22 software.
Results. The most common type of spastic cerebral palsy is quadriplegia 53,2% and the occurance of epilepsy 52% in this type. Bivariate analysis showed that significantly onset of first seizures before 1 year (OR = 5.49; 95%CI 2.98-10.10), epileptiform EEG wave (OR = 11.60; 95%CI 3.63-37.00), and abnormal MRI/CT Scan (OR = 2.96; 95%CI 1.,07-8.13). Multivariate logistic regression analysis revealed that onset of first seizures before 1 year and epileptiform EEG wave were all found to be significant and independent risk factors for epilepsy in children with spastic cerebral palsy.
Conclusion. The most common type of spastic cerebral palsy is quadriplegia. The present study reveals that onset of first seizures before 1 year and epileptiform EEG wave are strongly associated with epilepsy in children with spastic cerebral palsy."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>