Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 153569 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rohmanika
"Pendahuluan: Penyalahgunaan zat merupakan permasalahan global yang telah merambah ke berbagai lapisan masyarakat. Salah satu zat yang meningkat penyalahgunaanya adalah metamfetamin (MA). MA memiliki penetrasi ke susunan saraf pusat yang lebih baik dan lama kerja yang lebih lama dibanding amfetamin sehingga MA berpotensi lebih banyak disalahgunakan dan menimbulkan gejala psikiatri seperti ansietas, depresi dan psikosis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola penggunaan metamfetamin dengan gejala psikiatri menurut addiction severity index (ASI) pada pasien rehabilitasi di BNN Lido Bogor. Metode: Penelitian ini merupakan potong lintang analitik dengan mengambil data rekam medis penyalahguna MA selama periode Januari 2016-Desember 2018 di BNN Lido Bogor. Penilaian gejala psikiatri menggunakan ASI dengan kriteria insklusi adalah penyalahguna MA yang berusia ≥ 18 Tahun. Hasil: Pada penelitian ini terdapat 1842 penyalahguna MA yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukan penyalahguna MA didominasi oleh laki-laki (95,5%) dengan kelompok umur <40 tahun (92,4%), bekerja (64,2%), berpendidikan SMA (64,6%) dan tidak menikah (58,5%). Mayoritas penyalahguna MA menggunakan dosis ≥0,2gram (54,3%), durasi penyalahgunaan <5 tahun (57,1%) dan rute penyalahgunaan secara merokok (50,9%). Jumlah penyalahguna MA yang mengalami gejala psikiatri adalah 770 orang (41,8%). Depresi merupakan gejala psikiatri yang paling banyak dialami (31,9%), selanjutnya ansietas (24,5%) dan psikosis (8,9%). Berdasarkan hasil analisis multivariat didapatkan profil demografi dan cara penyalahgunaan yang memiliki hubungan bermakna secara statistik dengan gejala psikiatri adalah jenis kelamin (p = 0,003), durasi (p=0,000), rute administrasi (p = 0,006) dan penggunaan dengan narkotika lain (p = 0,001). Kesimpulan: Pada penelitian ini ditemukan jenis kelamin wanita, durasi penyalahgunaan ≥5 tahun dan rute administrasi merokok dan penggunaan dengan narkotika lain lebih berisiko menimbulkan gejala psikiatri.

Introduction: Substance abuse is a global problem that has penetrated into various levels of society. One of the substances whose abuse is increasing is methamphetamine (MA). MA has better penetration into the central nervous system and a longer duration of action than amphetamines, so MA has the potential to be abused more and cause psychiatric symptoms such as anxiety, depression and psychosis. The purpose of this study was to determine the relationship between methamphetamine use patterns and psychiatric symptoms according to addiction severity index (ASI) in rehabilitation patients at BNN Lido Bogor. Methods: This study is a cross-sectional analytic by taking medical records of MA abusers during the period January 2016-December 2018 at BNN Lido Bogor. Assessment of psychiatric symptoms using ASI with inclusion criteria is MA abusers aged 18 years. Results: In this study, there were 1842 MA abusers who met the inclusion criteria. The results showed that MA abusers were dominated by men (95.5%) with an age group of <40 years (92.4%), working (64.2%), high school education (64.6%) and not married (58 ,5%). The majority of MA abusers used a dose of 0.2gram (54.3%), duration of abuse <5 years (57.1%) and a smoking route (50.9%). The number of MA abusers who experienced psychiatric symptoms was 770 people (41.8%). Depression was the most experienced psychiatric symptom (31.9%), followed by anxiety (24.5%) and psychosis (8.9%). Based on the results of multivariate analysis, it was found that the demographic profile and mode of abuse that had a statistically significant relationship with psychiatric symptoms were gender (p = 0.003), duration (p = 0.000), route of administration (p = 0.006) and use with other narcotics (p = 0.001). Conclusion: In this study, it was found that female sex, duration of abuse 5 years and route of administration of smoking and use with other narcotics were more at risk of causing psychiatric symptoms."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wiwin Herwina
"Saat ini Methamphetamine (shabu) menjadi tren narkotika di Indonesia, menggantikan heroin (putauw). Gejala psikiatri umum ditemukan pada pecandu dengan penggunaan methamhetamine (shabu), gejala afektif berupa depresi dan kecemasan. Terapi yang saat ini dianggap cukup baik secara umum adalah Therapeutic Community yang terdiri dari beberapa tahapan rehabilitasi. Salah satunya adalah tahap Primary, pada tahap ini seluruh tools of Therapeutic Community digunakan. Namun angka drop out pada tahap ini cukup tinggi yaitu 49,5%. Depresi yang terjadi pada saat mengikuti program rehabilitasi mengakibatkan pelaksanaan terapi adiksi kurang maksimal. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pengumpulan data secara random sistematik. Jumlah sampel sebanyak 120 residen (penyalah guna methamphetamine) diambil dari tiap - tiap Primary. Primary Hope, Primary Faith, Primary HOC, dan Primary Care masing - masing sebanyak 30 residen. Selanjutnya dilakukan penyebaran kuesioner dengan menggunakan kuesioner kesehatan pasien PHQ-9. PHQ -9 merupakan instrumen untuk membuat kriteria diagnosis depresi berbasis DSM - IV yang telah di validasi. Data yang diperoleh di lapangan kemudian di sajikan secara analisis deskriptif dengan melakukan uji frekuensi dan chi - square untuk melihat hubungan antara program rehabilitasi dengan metode Therapeutic Community dan tingkat depresi pada penyalah guna Methamphetamine (shabu) menggunakan software SPSS versi 17.00.
Hasil penelitian ini menunjukkan dari 120 residen yang merupakan pengguna methamphetamine (shabu) didapati sebanyak 3 orang residen (2,5 %) yang mengalami depresi minimal, sebanyak 49 orang residen (40,8%) mengalami depresi ringan, sebanyak 39 orang residen (32,5 %) mengalami depresi sedang, sebanyak 23 orang residen (19,2 %) mengalami depresi cukup berat dan sebanyak 6 orang residen (5,0 %) mengalami depresi parah. Dengan melihat hasil ini, dapat dikatakan terdapat hubungan antara program rehabilitasi dengan metode Therapeutic Community dan tingkat depresi pada penyalah guna Methamphetamine (shabu). Untuk itu sudah saatnya bagi Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido untuk membuat arah kebijakan yang baru terkait program rehabilitasi khususnya untuk pengguna Methamphetamine (shabu). Karena penyakit jiwa atau depresi meskipun minimal akan dikaitkan dengan retensi dan tidak selesainya program rehabilitasi.

Currently Methamphetamine (shabu) into drug trends in Indonesia, replacing heroin (putauw). Common psychiatric symptoms in addicts with the use methamhetamine (methamphetamine), affective symptoms such as depression and anxiety. Therapies that are currently considered to be quite good in general is a Therapeutic Community is comprised of several stages of rehabilitation. One is the Primary stage, at this point all the tools of Therapeutic Community is used. But the dropout rate at this stage is quite high at 49.5%. Depression that occurs during the rehabilitation program resulted in the implementation of addiction therapy is less than the maximum. This study uses a quantitative method with random systematic data collection. The total sample of 120 residents (methamphetamine abuser) taken from each Primary. Primary Hope, Primary Faith, Primary HOC, and Primary Care each about 30 residents. Furthermore, the distribution of the questionnaire by using the patient health questionnaire PHQ-9. PHQ-9 is an instrument to make the criteria for a diagnosis of depression based on DSM - IV which has been validated. The data obtained in the field later served as a descriptive analysis with frequency test and chi - square to see the relationship between rehabilitation program with Therapeutic Community method and the rate of depression in abusers of Methamphetamine (shabu) using SPSS software version 17.00.
The results showed that a residents of 120 methamphetamine users (shabu) found as many as 3 people resident (2.5%) were depressed at a minimum, as many as 49 people resident (40.8%) resident suffered minor depression, as many as 39 people resident (32.5 %) had moderate depression, as many as 23 people resident (19.2%) had depression severe enough and as many as 6 people resident (5.0%) had severe depression. By looking at these results, it can be said there is a relationship between a rehabilitation program with the Therapeutic Community method and the rate of depression in abusers of Methamphetamine (shabu). It is time for the Lido BNN Rehabilitation Center to create a new policy direction related to the rehabilitation program, especially for users of Methamphetamine (shabu). Because of mental illness or depression although minimal would be associated with the retention and completion of rehabilitation programs.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetiyawan
"Metamfetamin merupakan salah satu zat yang paling banyak disalahgunakan di Indonesia diantara zat yang lainnya dan dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan ketergantungan metamfetamin kira-kira 40% pada penelitian di Amerika Serikat. Sedangkan  di Cina ditemukan 69,89%  pengguna metamfetamin kronis mengalami gangguan fungsi kognitif. Di Indonesia penelitian mengenai metamfetamin masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini untuk melihat profil fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin. Penelitian dilakukan dengan rancang potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien dengan gangguan penggunaan metamfetamin di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta pada bulan Maret 2019. Besar sampel sebanyak 81 orang. Pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan instrumen RAVLT dan pemeriksaan psikopatologi menggunakan instrumen SCL-90. Dari penelitian ini didapatkan hasil prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin sebanyak 37%. Sebagian besar orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin yang mengalami gangguan fungsi kognitif adalah laki-laki (80%), berusia ≥30 tahun (63%), pendidikan tinggi (70%), telah bekerja (56,7%), status tidak menikah (53,3%) , tingkat keparahan berat (70%), penggunaan > 24 bulan (83,3%), frekuensi  tidak setiap hari (80%), dosis yang digunakan ≤ 0,5 gram (70%), menggunakan alkohol (46,7%%) dan ganja (46,7%), mempunyai psikopatologi (53,3%) dan gejala  psikotik (40,0%). Secara statistik tidak terdapat hubungan  antara karakteristik subyek, tingkat keparahan gangguan penggunaan metamfetamin, pola penggunaan metamfetamin, penggunaan zat lain serta psikopatologi dengan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin cukup besar dan tidak ditemukan faktor-faktor yang memengaruhinya.

Methamphetamine use is increasing in Indonesia and commonly associated with cognitive impairment. The estimated prevalence of cognitive impairment in methamphetamine dependent individuals was found to be approximately 40% in the United States. In China, approximately 69.89% of chronic methamphetamine user exhibit cognitive impairment. Methamphetamine study in Indonesia is still limited. The research purpose is to explore profile of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder. The research was conducted with cross-sectional design. The subjects were the people with methamphetamine use disorder in Marzoeki Mahdi Mental Hospital in Bogor and Drug Dependence Hospital in Jakarta in March 2019.  The sample consisted of 81 persons. The cognitive function was measured using RAVLT and psychopathology examination using SCL-90. The estimated prevalence of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder was found to be approximately 37%. Subjects with cognitive impairment were aged ≥30 years (63%), males (80%), had a higher level of education (70%), employed (56.7%), married (53.3%), with profound severity (70%), methamphetamine ever used > 24 months (83.3%), not daily use of methamphetamine  (80%), dose of methamphetamine use ≤ 0,5 gram (70%), reported less alcohol drinking (46.7%%), less cannabis use (46.7%), had psychopathology (53.3%) and had more psychotic symptoms (40,0%). No association was found between subjects’ characteristic, severity, pattern, another drug and psychopathology with cognitive impairment. Cognitive impairment occurred frequently among methamphetamine use disorder. This study provides  no association between potential related factors of cognitive impairment among patients with methamphetamine use disorder."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58670
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasetiyawan
"Metamfetamin merupakan salah satu zat yang paling banyak disalahgunakan di Indonesia diantara zat yang lainnya dan dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan ketergantungan metamfetamin kira-kira 40% pada penelitian di Amerika Serikat. Sedangkan di Cina ditemukan 69,89% pengguna metamfetamin kronis mengalami gangguan fungsi kognitif. Di Indonesia penelitian mengenai metamfetamin masih sangat terbatas. Tujuan penelitian ini untuk melihat profil fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin. Penelitian dilakukan dengan rancang potong lintang. Subyek penelitian adalah pasien dengan gangguan penggunaan metamfetamin di Rumah Sakit Jiwa Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta pada bulan Maret 2019. Besar sampel sebanyak 81 orang. Pemeriksaan fungsi kognitif menggunakan instrumen RAVLT dan pemeriksaan psikopatologi menggunakan instrumen SCL-90. Dari penelitian ini didapatkan hasil prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin sebanyak 37%. Sebagian besar orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin yang mengalami gangguan fungsi kognitif adalah laki-laki (80%), berusia ≥30 tahun (63%), pendidikan tinggi (70%), telah bekerja (56,7%), status tidak menikah (53,3%) , tingkat keparahan berat (70%), penggunaan > 24 bulan (83,3%), frekuensi tidak setiap hari (80%), dosis yang digunakan ≤ 0,5 gram (70%), menggunakan alkohol (46,7%%) dan ganja (46,7%), mempunyai psikopatologi (53,3%) dan gejala psikotik (40,0%). Secara statistik tidak terdapat hubungan antara karakteristik subyek, tingkat keparahan gangguan penggunaan metamfetamin, pola penggunaan metamfetamin, penggunaan zat lain serta psikopatologi dengan fungsi kognitif. Prevalensi gangguan fungsi kognitif pada orang dengan gangguan penggunaan metamfetamin cukup besar dan tidak ditemukan faktor-faktor yang memengaruhinya.

Methamphetamine use is increasing in Indonesia and commonly associated with cognitive impairment. The estimated prevalence of cognitive impairment in methamphetamine dependent individuals was found to be approximately 40% in the United States. In China, approximately 69.89% of chronic methamphetamine user exhibit cognitive impairment. Methamphetamine study in Indonesia is still limited. The research purpose is to explore profile of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder. The research was conducted with cross-sectional design. The subjects were the people with methamphetamine use disorder in Marzoeki Mahdi Mental Hospital in Bogor and Drug Dependence Hospital in Jakarta in March 2019. The sample consisted of 81 persons. The cognitive function was measured using RAVLT and psychopathology examination using SCL-90. The estimated prevalence of cognitive impairment in people with methamphetamine use disorder was found to be approximately 37%. Subjects with cognitive impairment were aged ≥30 years (63%), males (80%), had a higher level of education (70%), employed (56.7%), married (53.3%), with profound severity (70%), methamphetamine ever used > 24 months (83.3%), not daily use of methamphetamine (80%), dose of methamphetamine use ≤ 0,5 gram (70%), reported less alcohol drinking (46.7%%), less cannabis use (46.7%), had psychopathology (53.3%) and had more psychotic symptoms (40,0%). No association was found between subjects characteristic, severity, pattern, another drug and psychopathology with cognitive impairment. Cognitive impairment occurred frequently among methamphetamine use disorder. This study provides no association between potential related factors of cognitive impairment among patients with methamphetamine use disorder."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Priadamtama
"Pelaksanaan Metode Rehabilitasi Therapeutic Community Dan Kambuhnya Relapse bagi Penyalahgunaan Narkotika oleh BNN di Balai Besar Rehabilitasi BNNOleh Bayu PriadamtamaProgram Studi KriminologiFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas IndonesiaABSTRAKBalai Besar rehabilitasi menjadi salah satu program dan wadah yang memberikan pelayanan dalam menanggulangi ancaman bahaya dari penyalahgunaan narkotika, Balai Rehabilitasi bertugas untuk memberikan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental bagi para penyalahguna narkotika. Adapun metode rehabilitasi sosial yang bertujuan untuk memulihkan penyalahguna narkotika agar tidak kembali menggunakan narkotika atau relapse adalah dengan menggunakan metode Therapeutic Community. Metode ini dipilih oleh Balai Besar Rehabilitasi karena diprediksi dapat mengurangi Relapse hingga 80 dan tentunyanya harus mengikuti tahapan durasi waktu tidak sedikit. Untuk metode ini minimal dilakukan selama 3 bulan dan mendapatkan hasil maksimal metode Therapeuric Community membutuhkan waktu 5-7 tahun bagi penyalahguna narkotika. Hanya saja Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor hanya menetapkan jangka waktu 6 bulan untuk proses pemulihan dan perbaikan terhadap penyalhguna narkotika. Maka dengan demikian, penulisan TKA ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan metode Therapeutic Community , dengan mempertimbangkan profile Relapse di Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor.

The Implementation Method of Rehbilitation Therapeutic Community and Relapse for Drug Abuse by National Anti Narcotics Agency In Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor by Bayu PriadamtamaSarjana Reguler CriminologyUnivercity of IndonesianThe Panti Rehabilitation Program and became one of the containers that provide service in tacking the dangers of drugs abuse. As a Unit of execution in serving the drugs abuse, the Balai Besar Rehabilitasi served to restore and Improe the physical and menthal condition for the drugs abuse. As for Social rehabilitation methods that aim to restore the drugs abuse to all of people are not to back use the drugs or relapse is to use methods 'Teharapeutic Community'. This methods was chosen by the Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor because can reduce up to 80 relapse and certainly should follow the stages of the duration time. For the methods at least peformed 3 month and get maximum results methods of ' Therapeutic Community' takes 5 until 7 years for drugs abuse. Its just the Balai Besar Rehabilitasi Lido Bogor just settled a period of 6 months to the process of recovery and repair against the drugs abuse. At the end the papper of this TKA implementation methods of rehabilitation 'Therapeutic Community', taking into the profile to the Balai Besar Rehabilitasi BNN Lido Bogor.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Estetika Yuli Asterini
"Meningkatnya penggunaan narkoba (narkotika, psikotropika dan berbahaya lainnya) di dunia, berdampak pada penyalahgunaan Methamphetamin (METH) khususnya di Indonesia. Efek METH dapat menginduksi neurotoksik, dimana terjadi kerusakan pada saraf terminal dopaminergik, serotonergik, apoptosis neuron, astroglia dan aktivasi mikroglia yang mengarah pada respon peradangan saraf di dalam otak. Studi menunjukkan efek NAC yang signifikan dalam memperbaiki TNF-α dan IL-6 pada fase infeksi akut atau kronis memotivasi pelaksanaan penelitian untuk mengevaluasi perubahan kadar IL-6 dan TNF-α pada pasien ketergantungan METH yang mengalami withdrawal pada kelompok yang mendapatkan terapi N- asetilsistein.
Penelitian ini menggunakan bahan biologis tersimpan (serum), untuk mengetahui kadar IL-6 dan kadar TNF-α sebagai indikator neuroinflamasi pada pasien dengan ketergantungan METH yang mendapatkan terapi NAC (n=30) atau Placebo (n=30) selama 30 hari (cross-sectional). Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi Kinetik FKUI Salemba, Jakarta Pusat dan waktu penelitian pada bulan Agustus 2022 sampai bulan November 2022 dengan menggunakan metode ELISA.
Hasil penelitian didapatkan 15 sampel yang terukur dan hanya 7 sampel yang dapat dianalisis (NAC-Placebo, Pre-Post Intervensi). Hasil mean TNF-α (Pre NAC) = 78.403 (pg/ml) ± 108,02, dan mean TNF-α (Post NAC) = 55,3176 (pg/ml) ± 75,15. Hasil IL-6 didapatkan pre NAC= 13,52 pg/ml, dan post NAC= 7,57 pg/ml. Kesimpulan penelitian adalah kadar IL-6 pada kelompok yang mendapatkan NAC mengalami penurunan dan kadar TNF-α pada kelompok yang mendapat NAC mengalami penurunan. Saran untuk penelitian selanjutnya diperlukan sampel baru dengan subyek yang lebih banyak dengan parameter inflamasi lainnya, dan kit-reader yang sensitif untuk mendapatkan efek potensial anti-inflamasi NAC pada subyek ketergantungan METH.

The increasing use of drugs (narcotics, psychotropics and other dangerous drugs) in the world has had an impact on the abuse of Methamphetamine (METH), especially in Indonesia. The effects of METH can induce neurotoxicity, where there is damage to dopaminergic, serotonergic nerve terminals, neuronal apoptosis, astroglia and activation of microglia which leads to a neuroinflammatory response in the brain. The study shows the significant effect of NAC in improving TNF-α and IL-6 in the acute or chronic phase of infection motivating the implementation of research to evaluate changes in IL-6 and TNF-α levels in METH-dependent patients experiencing withdrawal in the group receiving N-acetylcysteine ​​therapy .
This study used stored biological material (serum), to determine IL-6 levels and TNF-α levels as indicators of neuroinflammation in patients with METH dependence who received NAC therapy (n=30) or Placebo (n=30) for 30 days (cross -sectional). The research was conducted at the Kinetic Pharmacology Laboratory, FKUI Salemba, Central Jakarta and the research period was from August 2022 to November 2022 using the ELISA method.
The research results showed that 15 samples were measurable and only 7 samples could be analyzed (NAC-Placebo, Pre-Post Intervention). Results mean TNF-α (Pre NAC) = 78.403 (pg/ml) ± 108.02, and mean TNF-α (Post NAC) = 55.3176 (pg/ml) ± 75.15. IL-6 results showed that pre NAC= 13.52 pg/ml, and post NAC= 7.57 pg/ml. The conclusion of the study was that IL-6 levels in the group that received NAC decreased and TNF-α levels in the group that received NAC decreased. Suggestions for further research require new samples with more subjects with other inflammatory parameters, and sensitive kit-readers to obtain the potential anti-inflammatory effect of NAC in METH-dependent subjects.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Lita
"Skripsi ini membahas faktor yang mempengaruhi Indeks Severitas Adiksi Addiction Severity Index pada pengguna Napza dan gambaran keberhasilan program rehabilitasi sosial di Rumah Singgah PEKA tahun 2015-2017. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan desain penelitian menggunakan desain studi potong lintang cross sectional study dilakukan dengan total populasi dengan jumlah 132 orang klişen, dengan sampel 86 klien. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara mendalam sedangkan data sekunder diperoleh melalui data kuesioner ASI Addiction Severity Index 5th Edition.
Hasil: tingkat masalah indeks severitas adiksi terbesar pada area penggunaan obat. Penggunaan zat yang paling banyak adalah jenis heroin golongan narkotika sejumlah 49 klien. Tidak ditemukan hubungan antara usia, jenis kelamin, pendidikan, status menikah dan penggunaan zat utama dengan indeks severitas adiksi. Namun, ada hubungan antara domisili dengan indeks severitas adiksi dengan nilai P = 0,006, PR 0,156 CI 0,038-0,642. Keberhasilan program di Rumah Singgah PEKA berdasarkan kemampuan klien mencapai tujuan dan pengurangan dosis, yaitu yang dinyatakan berhasil menurut konselot dari 86 klien sebanyak 62 72. Namun mantan klien masih mudah untuk mengalami relaps karena kurangnya monitoring.

This thesis discusses about the factors that influence the Addiction Severity Index on the drug users and the success of social rehabilitation program in Rumah Singgah PEKA in 2015 2017. This descriptive research with quantitative and qualitative approach with research design using cross sectional study design. Total population with 132 people client , with sample 86 client. The data used in this research is primary and secondary data. Primary data were obtained from in depth interviews while secondary data obtained through data of ASI questionnaire Addiction Severity Index 5th Edition.
Results the degree of problem of the largest addiction severity index in the area of drug use. The most widely used substance is narcotics type heroin of 49 clients. No association was found between age, sex, education, marital status and the use of key substances with an addiction severity index. However, there is a correlation between domicile and addiction severity index with value P 0,006, PR 0,156 CI 0,038 0,642. The success of the program in Rumah Singgah PEKA based on the client 39 s ability to achieve goals and dose reduction, which is declared successful according to the counsel of 86 clients as much as 62 72. But the former client is still easy to experience relapse due to lack of monitoring.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erniawati Lestari
"Ketergantungan metamfetamin merupakan permasalahan kesehatan di Indonesia dan global dengan angka yang meningkat setiap tahunnya. Terbatasnya bukti klinik farmakoterapi sehingga sampai saat ini belum terdapat terapi standar bagi penyalahgunaan metamfetamin. Penelitian ini bertujuan melihat efektivitas dan keamanan asetilsistein yang merupakan prekursor glutation, sebagai salah satu pengobatan baru yang memiliki potensi dalam bidang adiksi yang dapat mengurangi gejala putus zat dan keinginan untuk menggunakan metamfetamin melalui kuisioner ‘Putus Zat Metamfetamin’ dan SCL-90, serta pemeriksaan kadar glutation (GSH) dan glutation disulfide (GSSG).
Penelitain Randomised control trial (RCT) ini dilakukan bulan september sampai november 2019 pada 66 pria dengan ketergantungan metamfetamin di Balai besar Rehabilitasi Lido Badan Narkotika Nasional (BNN) Indonesia. Dilakukan randomisasi blok pada peserta penelitian untuk menerima obat dan plasebo (2x600mg asetilsistein oral, n=33 atau plasebo, n=33). Gejala putus zat metamfetamin dinilai melalui skor kuisioner ‘Putus Zat Metamfetamin’ dan perbaikan gejala psikiatri pada saat putus zat metamfetamin dinilai melalui skor kuisioner SCL-90. Kadar antioksidan GSH dan GSSG diukur sebelum dan sesudah pemberian obat dan plasebo.
Asetilsistein tidak berbeda bermakna dalam mengurangi skor gejala putus zat (withdrawal) metamfetamin , perubahan gejala psikiatri dan perubahan kadar antioksidan jika dibandingkan dengan plasebo. Asetilsistein juga tidak memiliki perbedaan bermakna dalam hal keamanan jika dibandingkan dengan plasebo. Diperlukan penelitian lebih lanjut melalui uji klinik dengan randomisasi stratifikasi untuk menkonfirmasi hasil penelitian ini.

Methamphetamine dependece is one of the most prevalent health problems in Indonesia and globally, with increasing number every year. Current pharmacotherapies have limited clinical evidence and there has been no standard therapy for methamphetamine dependece. This study was designed to evaluate the efficacy and safety of acetylcysteine which is a precursor of glutathione, as one of the new treatments that has potential effect in addiction that can reduce withdrawal symptoms through the 'Methamphetamine withdrawal symptoms' and SCL-90 questionaire, and through measuring the levels of glutathione (GSH) and glutathione disulfide (GSSG)
This double-blind randomized clinical trial was conducted from September to November 2019 on 66 men with methamphetamine dependence at Lido Rehabilitation Center National Narcotics Control (NNB) of Indonesia. Block randomization of study participants was carried out to receive the drug and placebo (2x1200 mg of oral acetylcysteine, n = 33 or placebo, n = 33). Symptoms of methamphetamine withdrawal are assessed through the questionnaire score 'Methamphetamine withdrawal symtoms' and SCL-90. GSH and GSSG antioxidant levels were measured before and after administration of drugs or placebo.
Acetylcysteine was not significantly different in reducing the scores of methamphetamine withdrawal symptoms, changes in psychiatric symptoms and changes in antioxidant levels when compared to placebo. Acetylcysteine also did not have a significant difference in safety when compared with placebo. Further research is needed through clinical trials with stratified randomization to confirm the results of this study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Inez Aprilina
"Metamfetamin merupakan jenis obat terlarang yang sering disalahgunakan oleh masyarakat. Dalam proses penanganan penyalahgunaan obat-obatan terlarang diperlukan metode analisis yang sensitif, selektif serta valid. Pada penelitian ini, dilakukan optimasi kondisi analisis dan validasi untuk analisis metamfetamin dalam rambut. Sistem kromatografi terdiri dari kolom DB-5-MS (30 m x 0,25 mm, 0,25 μm) dengan fase gerak berupa gas helium. Sebagai baku dalam digunakan efedrin hidroklorida. Program suhu yang terpilih yaitu pada zona 1 diawali dari suhu 50oC ditahan selama 1 menit kemudian dinaikkan suhunya menjadi 150oC ditahan selama 5 menit dengan kenaikan suhu 20oC/menit, kemudian dinaikkan suhunya menjadi 250oC dan ditahan selama 2 menit dengan kenaikan suhu 30oC/menit, suhu injektor 250oC. dan laju alir 1,2 mL/menit. Pada validasi dalam rambut, diperoleh nilai LLOQ 0,5 μg/mL. Metode ini juga memenuhi kriteria akurasi dan presisi intra hari dan antar hari selama 5 hari dengan nilai %diff yang tidak melampaui +15%.

Methamphetamine is a type of drug that is often abused by people. In the process of handling the abuse of illicit drugs, a sensitive, selective and valid method is required.In this study, optimization of analytical conditions and validation for the analysis of methamphetamine in hair was conducted. Chromatography was performed on a DB-5MS column (30 m x 0,25 mm, 0,25 μm) with helium as mobile phase. Ephedrine hydrochloride was used as internal standard. Temperature programme selected for zone 1 begins from 50oC and held for 1 min then raised to 150oC temperature was held for 5 min with 20oC/minute temperature rise, then raised the temperature to 250oC and held for 2 minute with a temperature rise 30oC/minute; the injector temperature was 250oC, and a flow rate of 1.2 mL / minute. In hair validation the lower limit of quantification was 0.5 μg/mL. The method also fulfill the criteria for accuracy and precision intra and inter day for 5 days by %diff values that does not exceed + 15%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2013
S46395
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Safrina Dahri
"Seringnya terjadi kekambuhan pada pecandu narkoba setelah program penyembuhan, menjadikan perlunya penelitian tentang dinamika terjadinya kekambuhan pada pecandu narkoba. Seperti yang kita ketahui, banyak jenis narkoba yang beredar di indonesia antara lain ganja, ekstasi, shabu, heroin dan jenis lainnya. Penelitian ini hanya menfokuskan dinamika terjadinya kekambuhan pada pecandu heroin. Alasan dipilihnya penelitian pada pecandu heroin karena heroin merupakan jenis narkoba yang paling banyak di salahgunakan, paling kuat ketergantungannya terlihat dari gejala putus (withdrawal sympton) yang timbulkannya dan kecenderungan untuk menambah dosis, serta banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan akibat kecanduan putaw seperti tingkah laku kriminal, gangguan fisik, AIDS bahkan kematian.
Adapun alasan pentingnya dilakukan penelitian ini adalah untuk melihat aplikasi pendekatan cognitive-behavioral dalam menjelaskan proses kekambuhan pada pecandu heroin. Kedua, akibat kekambuhan pada pecandu heroin menimbulkan banyak kerugian materi karena harus berkali-kali berobat bahkan kematian karena kecenderungan menambah dosis. Dan disamping kedua alasan di atas, sedikitnya penelitian tentang kekambuhan pada pecandu putaw menjadikan pentingnya mengadakan penelitian tentang kekambuhan jenis narkoba Iain agar masalah ini dapat diatasi dengan merancang program pencegahan kekambuhan (relapse prevention) untuk para pecandu narkoba di Indonesia.
Skripsi ini menggunakan metode kualitatif dengan mengambil kasus kekambuhan pada pecandu putaw. Adapun sumber data utama yang dipakai adalah hasil laporan wawancara dengan responden (pecandu putaw) dan sumber data penunjang yaitu observasi. Dengan menggunakan kedua data ini, diharapkan hasil penelitian akan lebih baik dan lebih dapat dipercaya. Skripsi ini berusaha menggambarkan masalah kekambuhan yang teljadi pada pecandu putaw dengan menggunakan pendekatan cognitive-behavioral mengenai proses kekambuhan yang dikemukakan oleh Marlatt dan Gordon (1985).
Hasil skripsi menunjukkan bahwa terdapat beberapa situasi yang beresiko terjadinya kekambuhan, antara Iain emosi negatif (negative emotional state), tekanan Sosial (social pressure) dan konflik antar pribadi (interpersonal conflict). Kemungkinan terjadinya kekambuhan semakin besar karena pengaruh beberapa faktor kognitif seperti self efficacy yang rendah dan adanya positive outcome expectancies. Pengaruh faktor situasi dan faktor kognitif ini mendorong pecandu memakai untuk pertama kalinya (lapse/slip). Slip dianggap sebagai pelanggaran terhadap aturannya sendiri untuk berhenti memakai putaw. Setelah slip, pecandu akan mengalami konflik (a cognitive dissonance effect) dan cenderung menyalahkan dirinya sendiri (a personal attribution eject). Pada saat pecandu merasakan lapse/slip menjadi kekambuhan dan merasa tidak mungkin dia kembali berhenti, maka salah satu cara menghilangkan gangguan yang ia rasakan tersebut adalah dengan cara membiarkan kekambuhan tersebut menjadi tidak terkendali.
Berdasarkan hasil skripsi, beberapa saran untuk penelitian selanjutnya adalah menggunakan pendekatan kuantitatif untuk meneliti faktor situasi apa yang paling berperan terhadap terjadinya kekambuhan apakah determinan interpersonal atau intrapersonal. Selain itu, perlu dilakukan penelitian Iebih lanjut tentang factor mana yang Iebih berperan terhadap terjadinya kekambuhan apakah karena factor internal (kognitif) atau eksternal (situasi) serta program intervensi untuk rnencegah terjadinya kekambuhan (relapse prevention) pada pecandu putaw khususnya dan pecandu narkoba secara umum. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2000
S2886
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>