Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121441 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nanda Kurniawan
"Latar belakang: Umpan balik konstruktif merupakan komponen esensial dalam proses pembelajaran mahasiswa kedokteran. Keberhasilan dalam menyampaikan umpan balik berperan dalam meningkatkan performa dan keterampilan klinis mahasiswa. Kurikulum pendidikan kedokteran yang terbagi menjadi tahap preklinik dan klinik memungkinkan adanya perbedaan persepsi mahasiswa terkait umpan balik. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan persepsi umpan balik yang diterima oleh mahasiswa fakultas kedokteran tahap preklinik dan klinik.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang ini dilakukan pada mahasiswa kedokteran Universitas Indonesia menggunakan instrumen kuesioner. Kuesioner terdiri dari 22 pertanyaan Likert-scale 1-5 tentang peran penting (5 pertanyaan), metode (12 pertanyaan), dan hambatan (5 pertanyaan) penyampaian umpan balik konstruktif. 209 mahasiswa preklinik dan 129 mahasiswa klinik berpartisipasi dalam penelitian ini.
Hasil: Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan signifikan antara persepsi mahasiswa kedokteran preklinik dan klinik terhadap respon pertanyaan pada domain peran penting, metode, dan hambatan umpan balik konstruktif (p>0.05). Terdapat perbedaan persepsi secara signifikan (p<0.05) pada pertanyaan umpan balik berfokus pada tingkah laku dibandingkan individunya, umpan balik diberikan kapanpun selama proses pembelajaran, dan pengetahuan untuk memberikan umpan balik konstruktif kurang memadai.
Kesimpulan: Mahasiswa kedokteran tahap preklinik dan klinik menyatakan setuju bahwa umpan balik konstruktif berperan penting dalam meningkatkan pembelajaran mahasiswa. Sementara persepsi mahasiswa terhadap domain metode dan hambatan pemberian umpan balik menunjukkan respon yang bervariasi. Tidak terdapat perbedaan persepsi mahasiswa preklinik dan klinik terhadap umpan balik konstruktif secara signifikan.

Background: Constructive feedback is an essential component in the medical student learning process. The important role of constructive feedback is to improve student performance and clinical skills. The medical education curriculum is divided into preclinical and clinical medical years allows for differences in student perceptions regarding feedback. This study aims to compare the perception of feedback received by preclinical and clinical medical students.
Methods: This cross-sectional study was conducted on medical students at the University of Indonesia. The Likert-scale questionnaire consisted of 22 questions about the important role (5 questions), methods (12 questions), and barriers (5 questions) to constructive feedback. 209 preclinical students and 129 clinical students participated in this study.
Results: The results showed that there was no significant difference between the perceptions of preclinical and clinical medical students on the questions of importance, methods, and barriers to constructive feedback (p<0.05). There was a significant difference in perception (p<0.05) on the question, feedback focuses on behavior rather than the person, Feedback is provided at any time during the learning process, and There is inadequate knowledge for providing constructive feedback.
Conclusion: Preclinical and clinical medical students agree that constructive feedback plays an important role in improving student learning. Preclinical and clinical students perceptions of the methods and barriers to providing feedback showed varied responses. There is no significant difference in the perception of preclinical and clinical students to constructive feedback.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yahya Ramadhan Ardhiana
"Latar belakang: Feedback atau umpan balik menjadi komponen penting dalam komunikasi. Saat ini, pemberian umpan balik sudah dilakukan oleh banyak tenaga pengajar di Indonesia termasuk dosen kedokteran. Namun, penelitian tentang persepsi dosen dan mahasiswa pada mahasiswa kedokteran tentang umpan-balik di Indonesia belum ditemukan. Penelitian ini dilakukan untuk menilai persepsi dosen dan mahasiswa preklinik terhadap pentingnya pemberian umpan-balik dan praktik pemberian umpan-balik pada situasi pembelajaran preklinik.
Metode: Penelitian ini menggunakan kuesioner yang menilai persepsi mahasiswa dan dosen terkait pemberian umpan balik konstruktif. Kuesioner tersebut terbagi ke dalam 3 topik pembahasan: peran penting pemberian umpan balik; metode pemberian umpan balik; hambatan pemberian umpan balik. Dua ratus mahasiswa preklinik dan 90 dosen preklinik menjadi partisipan pada penelitian ini. Respons dari kedua kelompok dibandingkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan bermakna.
Hasil: Persepsi kelompok mahasiswa dan dosen memiliki perbedaan bermakna untuk hampir keseluruhan butir pernyataan. Artinya, Terdapat perbedaan bermakna antara persepsi mahasiswa dan persepsi dosen terkait pemberian umpan balik untuk ketiga topik pembahasan.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dan dosen terkait pemberian umpan balik konstruktif dalam proses pembalajaran."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Johannes Elia Susanto
"Latar belakang: Umpan balik adalah media yang dapat dipakai untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. Definisi umpan balik kini diperluas dengan memberikan kritik serta saran kepada pembelajar. Di dunia pendidikan kedokteran, pemberian umpan balik sangatlah penting untuk memastikan dokter-dokter masa depan ini memiliki kompetensi klinis yang mumpuni serta memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik. Beberapa penelitian terbaru mengemukakan bahwa persepsi dosen dengan mahasiswa terkait umpan balik masih belum mendapatkan titik temu. Hal ini berpotensi menghambat proses pembelajaran dan peningkatan performa mahasiswa.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan menggunakan Google Form kepada mahasiswa tahap klinik serta dosen dari departemen-departemen klinik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Kuesioner terdiri atas 22 pernyataan dan dinilai dengan menggunakan skala Likert satu sampai lima, dengan satu menunjukkan bahwa responden sangat tidak setuju dan lima menunjukkan bahwa responden sangat setuju. Hasil kuesioner kemudian diolah dengan menggunakan SPSS. Hasil kuesioner diolah dengan uji normalitas, uji deskriptif, dan uji nonparametrik dua kelompok independen Mann-Whitney.
Hasil: Kuesioner diisi oleh 123 orang mahasiswa klinik (Profesi I dan Profesi II) dan 69 orang dosen dari departemen klinik. Hasil analisis responden kuesioner antara dosen klinik dengan mahasiswa klinik tentang kepentingan pemberian umpan balik konstruktif, metode pemberian umpan balik konstruktif, serta tantangan pemberian umpan balik konstruktif memiliki nilai p<0,05.
Kesimpulan: Persepsi antara dosen klinik dengan mahasiswa klinik tentang kepentingan pemberian umpan balik konstruktif, metode pemberian umpan balik konstruktif, serta tantangan pemberian umpan balik konstruktif berbeda

Background: Feedback is a medium which can be used to improve the quality of learning. The definition of feedback gets broadened to giving critiques and advice as well. It is more important than ever for medical students to be given feedback by their teachers so that these students can improve their clinical competencies and give the best healthcare in the future. Recent research states that the perception between the faculty staff and the students regarding constructive feedback are different. This condition might affect the learning process of the students.
Methods: This is cross-sectional research that used a questionnaire and distributed by using Google Forms to clinical years students and clinical department faculty staff in Faculty of Medicine Universitas Indonesia. It is made of 22 statements. The questionnaire used Likert scale of one to five. The responses are processed by using SPSS. The responses then tested with normality test, descriptive test, and nonparametric test, Mann-Whitney
Results: The questionnaire’s respondents are 123 students and 69 faculty staff. After the data got analyzed, the p value of the three components is below 0,05
Conclusion: The perception between the clinical medicine faculty staff and clinical medicine students regarding importance of feedback, methods of providing feedback, and barriers of providing constructive feedback are different
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anyta Pinasthika
"Pendahuluan: Umpan balik yang efektif menjadi semakin penting dalam pembelajaran tahap klinis. Umpan balik dapat tersedia di berbagai bentuk, isi dan diberikan oleh berbagai pihak untuk perbaikan performa mahasiswa. Umpan balik yang efektif hanya dapat dicapai dengan melibatkan mahasiswa sebagai pemeran aktif. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi bagaimana umpan balik dimanfaatkan oleh mahasiswa kedokteran tahap klinik.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain studi fenomenologi pada mahasiswa kedokteran tahap klinik, staf pengajar klinis dan pengelola modul tahap klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang dipilih dengan pendekatan maximum variation sampling. Sebanyak tujuh focus group discussion dan empat in-depth interview dilakukan hingga saturasi data tercapai. Studi dokumen buku rancangan pengajaran dilakukan sebagai triangulasi. Analisis data dilakukan menggunakan analisis tematik.
Hasil Penelitian: Mahasiswa memanfaatkan umpan balik melalui proses identifikasi, penerimaan dan tindak lanjut umpan balik. Performa mahasiswa menjadi indikator untuk identifikasi umpan balik. Proses penerimaan umpan balik diawali dengan reaksi emosi, refleksi konten umpan balik dan refleksi pengalaman, yang dipengaruhi oleh faktor mahasiswa dan staf pengajar. Umpan balik dapat diterima, ditolak, diterima atau dilupakan. Umpan balik yang diterima akan ditindaklanjuti oleh mahasiswa. Keseluruhan proses ini dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, seperti adaptasi pembelajaran klinis saat pandemi, lingkungan pembelajaran (termasuk hubungan antar staf pengajar, budaya, regulasi dan kurikulum modul serta institusi), supervisi dan evaluasi proses pembelajaran. Pencarian umpan balik juga ditemukan sebagai proses umpan balik, namun terbatas akibat faktor budaya.
Kesimpulan: Penelitian ini memberikan gambaran mengenai bagaimana mahasiswa kedokteran tahap klinik memanfaatkan umpan balik yang dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, yang perlu dipertimbangkan saat memberikan umpan balik dan pengembangan budaya umpan balik di fakultas.
Kata Kunci: pemanfaatan umpan balik, mahasiswa kedokteran, pembelajaran klinis, faktor sosial budaya umpan balik

Background: Effective feedback has become even more important in clinical rotations, as feedback comes in many forms, contents, and providers to aid improvement of performance. This could only be achieved by acknowledging students’ active role in feedback. This study aims to explore how feedback is utilized in undergraduate clinical settings.
Methods: This study is a qualitative phenomenology study involving medical students on their clinical clerkships, clinical teachers, and clinical rotation coordinators in Faculty of Medicine Universitas Indonesia. Respondents were selected through maximum variation sampling approach. A total of seven focus groups and four in-depth interviews were conducted and data saturation was reached. Document study was conducted as triangulation. Thematic analysis approach was used in data analysis.
Results: Students use feedback by identifying, receiving, and acting on feedback. Performance was used as indicators to identify feedback. Receiving feedback involved a process of emotional reaction, reflection of feedback content and reflection of performance, also influenced by student and teacher factors. Feedback might be accepted, rejected, remembered, or forgotten. Accepted feedback could be acted upon by students. The process of using feedback was influenced by sociocultural factors, such as modified learning opportunities driven by pandemic, learning environment (including relationship between students and supervisors, culture, clinical rotation, and faculty regulations also curriculum), supervision, and evaluation of learning process. Feedback-seeking behavior was found to be limited due to cultural factors.
Conclusion: This study provides insights on how students use feedback in clinical setting influenced by sociocultural factors, which must be considered in feedback provision and development of feedback culture in the faculty.
Keywords: using feedback, medical students, clinical education, sociocultural factors of feedback
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwita Oktaria
"[ABSTRAK
Latar Belakang: Umpan balik memiliki peran penting pada proses pembelajaran
seseorang. Konsep mengenai perilaku mencari umpan balik telah banyak diteliti
tetapi masih terdapat gambaran yang belum lengkap mengenai berbagai aspek
terkait perilaku mencari umpan balik tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi perilaku mencari umpan balik mahasiswa kedokteran di Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung (FK Unila) secara mendalam.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Pengumpulan data dilakukan melalui FGD (focus group
discussion) dengan mahasiswa FK Unila Angkatan 2012, 2013 dan 2014.
Triangulasi data dilakukan melalui FGD dengan staf pengajar, wawancara dengan
ketua tim Medical Education Unit dan studi dokumen yang dilakukan selama
bulan April sampai dengan Mei 2015. Hasil FGD dan wawancara dituliskan
dalam bentuk transkrip verbatim lalu dilakukan analisis tematik dan koding.
Selanjutnya dilakukan reduksi dan penyajian data.
Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemahaman mahasiswa dan staf
pengajar mengenai umpan balik masih belum tepat. Motivasi mahasiswa untuk
mencari umpan balik disebabkan oleh keinginan untuk mendapatkan informasi
yang berguna bagi dirinya dan mengontrol kesan orang lain. Faktor penghambat
tersering mahasiswa dalam mencari umpan balik kepada staf pengajar adalah rasa
segan dan takut untuk mendapatkan komentar negatif mengenai dirinya.
Mahasiswa akan mencari umpan balik kepada orang yang memiliki hubungan
kedekatan dan kredibilitas yang baik dalam konteks lingkungan yang privat.
Kesimpulan: Belum adanya pemahaman yang sama mengenai pengertian umpan
balik menyebabkan proses pencarian dan pemberian umpan balik di FK Unila
belum berjalan secara efektif. Sistem pendidikan kedokteran yang hirarkis, faktor
budaya dan kesibukan staf pengajar merupakan beberapa faktor penghambat.
Institusi perlu membuat suatu kebijakan yang bertujuan untuk menumbuhkan
kesadaran dan menciptakan atmosfer bagi mahasiswa dan staf pengajar akan arti
penting umpan balik.

ABSTRACT
Background: Feedback has many important roles in an individual learning
process. The concept of feedback-seeking behaviour has been widely studied but
there is still lack of information on the aspects related to it. This study is aimed to
explore feedback-seeking behaviour of undergraduate medical students at Faculty
of Medicine University of Lampung.
Method: This study used qualitative research methods with phenomenological
approach. Data was collected through focus group discussion (FGD) with students
in Faculty of Medicine University of Lampung class of 2012, 2013 and 2014.
Similar method was used with faculty members to triangulate the data, and also an
in-depth interview with the head of Medical Education Unit and document
analysis. The result of FGD and interview were transcribed verbatim, analysed
thematically and coded, to reduce and present the data.
Result: The results obtained in this study indicate that the understanding of
students and lecturers of feedback is still incorrect. Students are motivated to seek
feedback because they want useful information and have the desire to control the
impressions of others. One of the biggest factors that inhibit students to seek
feedback from the lecturer is their fear in getting negative comments. Students
will look for feedback from people who have close relationships with them and
good credibility in the context of a private environment.
Conclusion: The absence of a common understanding of the meaning of feedback
causes the feedback-seeking and feedback-giving process on FK Unila not run
effectively. Hierarchical system of medical education, cultural factors and
lecturers? busy schedule are some factors that hinder feedback-seeking process.
Institutions need to make a policy to raise awareness and create an atmosphere for
students and faculty members on the importance of feedback, Background: Feedback has many important roles in an individual learning
process. The concept of feedback-seeking behaviour has been widely studied but
there is still lack of information on the aspects related to it. This study is aimed to
explore feedback-seeking behaviour of undergraduate medical students at Faculty
of Medicine University of Lampung.
Method: This study used qualitative research methods with phenomenological
approach. Data was collected through focus group discussion (FGD) with students
in Faculty of Medicine University of Lampung class of 2012, 2013 and 2014.
Similar method was used with faculty members to triangulate the data, and also an
in-depth interview with the head of Medical Education Unit and document
analysis. The result of FGD and interview were transcribed verbatim, analysed
thematically and coded, to reduce and present the data.
Result: The results obtained in this study indicate that the understanding of
students and lecturers of feedback is still incorrect. Students are motivated to seek
feedback because they want useful information and have the desire to control the
impressions of others. One of the biggest factors that inhibit students to seek
feedback from the lecturer is their fear in getting negative comments. Students
will look for feedback from people who have close relationships with them and
good credibility in the context of a private environment.
Conclusion: The absence of a common understanding of the meaning of feedback
causes the feedback-seeking and feedback-giving process on FK Unila not run
effectively. Hierarchical system of medical education, cultural factors and
lecturers’ busy schedule are some factors that hinder feedback-seeking process.
Institutions need to make a policy to raise awareness and create an atmosphere for
students and faculty members on the importance of feedback]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Elitha
"Berdasarkan studi awal, diketahui bahwa karyawan unit Area PT X merasa kurang puas dengan proses komunikasi yang terjalin dengan atasan sehingga berdampak pada penurunan kinerja. Hal ini disebabkan kurangnya kualitas umpan balik dari atasan karena atasan belum mengetahui cara memberikan umpan balik secara efektif kepada anggota tim. Penelitian ini dilakukan dalam dua studi yaitu Studi 1 dengan desain korelasional dan Studi 2 dengan desain pretest-posttest. Studi 1 bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi terkait kualitas umpan balik dan kepuasan terhadap komunikasi pengawasan pada karyawan unit Area PT X. Pengambilan data Studi 1 dilakukan kepada 230 karyawan unit Area PT X menggunakan kuesioner persepsi terkait kualitas umpan balik dari Steelman, Levy, & Snell (2004) dan kuesioner kepuasan terhadap komunikasi pengawasan dari Ramirez (2012). Hasil Studi 1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara persepsi terkait kualitas umpan balik dan kepuasan terhadap komunikasi pengawasan (r = 0.364, p < 0.01). Selanjutnya, hasil tersebut ditindaklanjuti pada Studi 2 dengan memberikan intervensi pelatihan pemberian umpan balik kepada 9 Facility Manager di unit Area PT X. Studi 2 bertujuan untuk mengetahui efektivitas intervensi tersebut dalam meningkatkan pengetahuan manajer terkait proses pemberian umpan balik secara efektif kepada anggota tim. Hasil Studi 2 menunjukkan bahwa sesudah pelatihan, terdapat peningkatan pengetahuan yang signifikan pada manajer dalam memberikan umpan balik secara efektif dengan peningkatan sebesar 45% (t = -7.031, p < 0.05). Dengan demikian, hasil ini dapat menjadi dasar peningkatan persepsi terkait kualitas umpan balik dan kepuasan terhadap komunikasi pengawasan pada karyawan unit Area PT X.

Based on preliminary study, employees of unit Area PT X were found not satisfied with communication established with their superiors, resulted in decreased performance. This is due to lack of feedback quality provided by superiors because they do not know how to provide effective feedback to team members. This research was conducted in two studies which Study 1 represents correlational design and Study 2 represents pretest- posttest design. Study 1 aims to determine relationship between perceived feedback quality and satisfaction with supervisory communication among employees of unit Area PT X. Study 1 was conducted on 230 employees of unit Area PT X using perceived feedback quality questionnaire from Steelman, Levy, & Snell (2004) and satisfaction with supervisory communication questionnaire from Ramirez (2012). Results of Study 1 indicated that there was significant and positive relationship between perceived feedback quality and satisfaction with supervisory communication (r = 0.364, p < 0.01). Furthermore, these results were followed up in Study 2 by providing feedback training intervention to 9 Facility Managers in unit Area PT X. Study 2 aims to determine effectiveness of interventions in increasing manager's knowledge about how to give feedback effectively to team members. Results of Study 2 showed that after training, there was significant increase in managers’ knowledge about how to give an effective feedback, with an increase of 45% (t = -7.031, p < 0.05). Thus, these results can be the basic step for increasing perceived feedback quality and satisfaction with supervisory communication on employees of unit Area PT X."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldeka Kamilia Mufidah
"Pendahuluan: Pendidikan dokter terdiri dari dua tahap pembelajaran, yaitu tahap akademik (preklinik) dan tahap klinik. Dosen yang ideal merupakan komponen terpenting dalam proses pembelajaran tersebut. Kedua tahap pembelajaran tersebut memiliki metode dan lingkungan pembelajaran yang berbeda sehingga diperkirakan terdapat perbedaan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik. Penelitian ini bertujuan membandingkan atribut dosen kedokteran yang ideal antara tahap akademik dengan klinik menurut persepsi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang (cross sectional) ini menggunakan data primer yang diperoleh dari pengisian mandiri kuesioner yang valid dan reliabel (Cronbachs alpha 0.950). Sampel diperoleh secara cluster random sampling dari populasi mahasiswa tingkat tiga dan lima Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia sebanyak 200 orang. Data yang diperoleh dianalisis bivariat.
Hasil: Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa tahap akademik dengan klinik terhadap atribut dosen yang ideal yaitu atribut penuh persiapan (p 0.010), kompetensi klinis (p 0.028), bersikap tidak diskriminatif (p 0.001), pengajaran yang interaktif (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), dan memberikan tugas yang jelas dan sesuai topik (p0.005). Terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa berjenis kelamin perempuan dengan laki-laki terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut profesionalisme (p 0.014) dan empati (p 0.010), serta terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dari Jabodetabek dengan luar Jabodetabek terhadap atribut dosen yang ideal, yaitu atribut role model (p 0.027). Hasil analisis peringkat menunjukkan atribut dosen kedokteran yang ideal pada tiga peringkat teratas pada tahap akademik ialah profesionalisme, pengetahuan, komitmen terhadap perkembangan peserta didik, kejelasan, bersikap jujur, respek, mampu membimbing mahasiswanya dalam proses pembelajaran, dan keterampilan komunikasi yang baik. Sedangkan pada tahap klinik ialah pengetahuan, kompetensi klinis, respek, profesionalisme, mampu menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran, ketulusan hati, kejelasan, dan bersikap jujur.
Diskusi: Pada tahap akademik, pembelajaran cenderung lebih terstruktur dan dominan kuliah, dengan lingkungan belajar yang formal sehingga dosen yang penuh persiapan dipersepsi sebagai dosen yang ideal. Sementara di tahap klinik, pembelajaran lebih bersifat experiential, mahasiswa dominan memelajari keterampilan klinik dengan lingkungan belajar tidak formal berupa lingkungan pelayanan kesehatan, sehingga kompetensi klinik dan pengajaran yang interaktif menjadi atribut yang ideal. Baik mahasiswa tahap akademik maupun mahasiswa tahap klinik memandang atribut terpenting yang harus dimiliki seorang dosen ideal adalah penguasaan pengetahuan, profesionalisme, kejelasan dan kualitas personal seperti jujur dan respek.

Medical education consists of two stages of learning, preclinical and clinical. An ideal medical teacher needs attributes for supporting learning process. Both stages have different environments of learning and learning methods, so that the ideal medical teachers attributes in both stages are estimated to be different. This study aims to compare the attributes of ideal medical teacher between preclinical stage and clinical stage according to medical students view in faculty medicine of Universitas Indonesia.
Method: This cross-sectional study using primary data with questionnaire which is valid and reliable (Cronbachs alpha 0.950). The sample was obatained by cluster random sampling from two groups, medical students in third years and fifth years of Faculty Medicine of Universitas Indonesia. Total 200 data were analyzed by bivariate analysis.
Result: The results of bivariate analysis showed that there were differences in perceptions between preclinical and clinical students on the ideal attributes of medical teacher, such as well-prepared (p 0.010), clinical competence (p 0.028), non-discriminative (p 0.001), interactive teaching (p 0.035), non-judgmental (p 0.005), and provide clear and on-topic assignment (p 0.005). There are differences in perceptions between female and male students on the ideal attributes of medical teacher, such as professionalism (p 0.014) and emphaty (p 0.010) and there are differences in perceptions between students from Jabodetabek and outside Jabodetabek on the ideal attributes of medical teacher, such as role model (p 0.027).  The results shown that the ideal attributes of medical teacher based on top three in preclinic stage are professionalism, knowledge, commitment to the development of students, clarity, honest, respect, guiding students in the learning process, and good communicator skill. Meanwhile in clinical stages are knowledge, clinical competence, respect, professionalism, creating conducive atmosphere to learning, sincerity, clarity, and honest.
Discussion: In the preclinical stage, learning methods are more structured such as lectures with a formal learning environment, so that the well-prepared attribute is considered as ideal attributes for medical teacher. While in the clinical stage, learning methods are more experiential and students tend to be more in learning clinical skills with a non-formal learning environment, so that the clinical competent and interactive teaching attributes are considered as important attribute for medical teacher. Both students at the preclinical and clinical stages considered the attributes of knowledge, professionalism, clarity, and personal attributes such as honest and respect as the important attributes for ideal medical teacher.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Opie Dwi Agustina
"Konsep diri merupakan variabel sentral yang dapat memengaruhi perilaku manusia, terutama pada fase remaja akhir. Menjadi dasar dalam memilih strategi koping fangirling, konsep diri remaja cenderung banyak yang negatif dan dapat berdampak buruk terhadap kepribadiannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran konsep diri mahasiswa yang melakukan fangirling pada mahasiswa reguler Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia FIK UI.
Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah usia, angkatan, IPK terakhir, asal daerah, dan perilaku fangirling, sedangkan variabel dependennya adalah konsep diri. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif sederhana dengan pendekatan cross sectional. Total sampel dalam penelitian ini berjumlah 134 orang yang dipilih menggunakan teknik non probability purposive sampling.
Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa sebesar 50 mahasiswa yang melakukan fangirling memiliki konsep diri yang positif. Penjabaran dari dimensi konsep diri yaitu dimensi identity, judging, behaviour dan self-critic menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa yang melakukan fangirling memiliki konsep diri yang positif pada keempat dimensi tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan mahasiswa dapat bijak dalam memilih strategi koping yang baik untuk diri sendiri sehingga tidak terpapar dampak yang lebih buruk terhadap konsep dirinya.

Self concept is a central variable that can affect human behavior, especially in the late adolescent phase. Being the basis in choosing a coping strategy fangirling, adolescent self concept tend will be a lot of negative and can adversely affect the personality. This study aims to find out the self concept of students who do fangirling on the regular students of the Faculty of Nursing University of Indonesia FIK UI.
Characteristics of respondents in this study were age, generation, final GPA, local origin, and fangirling behavior, while the dependent variable is self concept. This research is a quantitative research with simple descriptive design with cross sectional approach. The total sample in this study amounted to 134 people selected using non probability purposive sampling technique.
The results of this study illustrates that as many as 50 students who do fangirling have a positive self concept. Descriptions of the self concept dimension of the dimensions of identity, judging, behavior and self critic shows that students who do fangirling have a positive self concept on the four dimensions. Students is expect that results of this study will be wise in choosing a good coping strategy for yourself so as not exposed to a worse impact on his self concept.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurita Adha Dianti
"Mahasiswa kedokteran mengalami beberapa tahap transisi, salah satunya transisi dari tahap pendidikan preklinik ke klinik. Transisi ini memberikan tantangan, lingkungan, dan tekanan baru yang membutuh adaptasi mahasiswa. Apabila stressor tidak dapat diatasi dengan baik, maka akan terjadi distress yang menyebabkan depresi, burnout, kecemasan, dan lain sebagainya. Motivasi merupakan faktor yang penting bagi mahasiswa agar dapat mengelola emosi dan sumber daya dengan baik dan memiliki kemampuan belajar deep learning. Penelitian mengenai hubungan tipe motivasi terhadap burnout pada mahasiswa kedokteran belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan tipe motivasi dengan burnout pada mahasiswa di tahap transisi preklinik ke klinik. Penelitian ini dilakukan di FKUI dan menggunakan desain cross-sectional dengan melibatkan mahasiswa pada tahun pertama transisi dari preklinik ke klinik. Mahasiswa diklasifikasikan ke dalam empat tipe motivasi melalui analisis motivasi intrinsik dan ekstrinsik menggunakan kuesioner Skala Motivasi Akademik. Tipe motivasi mahasiswa merupakan variable independen yang dinilai hubungannya dengan komponen burnout selama proses pendidikan. Burnout dinilai menggunakan kuesioner Maslach Burnout Inventory HSS. Sejumlah 164 mahasiswa terlibat sebagai responden penelitian. Hasilnya didapatkan tipe motivasi paling banyak pada tahap ini ialah tipe termotivasi minat dan status 79,2% (N = 130), diikuti termotivasi minat 13,41% (N = 22), termotivasi rendah merupakan 6,09% ( N = 10), dan termotivasi status 1,2% dari populasi (N = 2). Siswa dengan tipe termotivasi minat memiliki komponen persepsi terhadap prestasi yang lebih tinggi (p=0,03) dan depersonalisasi yang lebih rendah (p <0,026) dibanding tipe termotivasi minat dan status.

Medical students should undergo several stages in their education, one of them is transition from preclinical to clinical year. This transition introduces new challenges, environments, and pressures that can cause stress. If stress cannot be overcome properly, it may cause depression, burnout, and anxiety. Motivation is important for student to study and cope from stress and burnout. This study hence aimed to assess the relationship between type of motivation and burnout in medical student during the transition period from preclinical to clinical phases. This study was cross-sectional and conducted in FMUI, among medical students in the first year of transition from preclinical to clinical year. Students were categorized into four subgroups through analysis of intrinsic and controlled motivation using Academic Motivation Scale. Group membership is used as an independent variable to assess burnout components. Burnout was measured using Maslach Burnout Inventory HSS. A total of 164 students participated in the study. Four groups were identified: students who are interest-status motivated constituted 79.2% of the population (N=130), interest-motivated students constituted 13.41% of the population (N=22), low motivated students constituted 6.09% of the population (N=10), statusmotivated student 1.2% of the population (N=2). Interest-motivated students had higher personal accomplishment (p = 0.03) and lower depersonalization (p = 0.026) than intereststatus motivated students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harliana Liswati
"ABSTRAK
Pelajaran matematika sampai saat ini masih menjadi momok bagi para pelajar di
berbagai belahan dunia. Materi matematika yang kompleks, guru yang galak, ditambah
lagi teknik pengajaran yang tidak menyenangkan seringkali dijadikan alasan atas
rendahnya motivasi belajar siswa di bidang. Hal ini dapat rnerugikan siswa karena
telah terbukti bahwa ilmu matematika dibutuhkan di berbagai bidang kehidupan manusia.
Motivasi belajar matematika yang rendah pada akhirnya dapat membawa dampak buruk
bagi siswa itu sendiri, terutama pada prestasi belajar matematika mereka. Menyadari
pentingnya motivasi belajar matematika, para tokoh pendidik mencoba mengajukan
beberapa cara untuk mengatasi hal tetsebut, salah satunya adalah dengan praktek
pemberian umpan balik kepada siswa. Menurut Cole dan Chan (1987), bentuk-bentuk
umpan balik yang sering dipraktekkan di sekolah adalah umpan balik positif dan
knowledge of result. Dari berbagai hasil penelitian terbukti bahwa knowledge of result
lebih efektif dalam meningkatkan motivasi belajar siswa karena selain mengandung
umpan balik positif jenis umpan balik ini juga melibatkan umpan balik negatif. Dengan
demikian, knowledge of result akan memberikan gambaran lengkap tentang kelebihan
dan kelemahan siswa sehingga siswa diharapkan dapat memperbaiki kekurangannya.
Secara teoritis pemberian kedua bentuk umpan balik ini dapat memotivasi siswa
untuk belajar. Namun dalam prakteknya praktek umpan balik tidak selamanya berhasil
meningkatkan motivasi belajar siswa. Pada penerapannya, umpan balik -terutama yang
bersifat negatif- harus diterapkan dengan sangat hati-hati sesuai dengan kebutuhan siswa,
khususnya terhadap siswa dengan harga diri akademik rendah. Mereka sangat rentan
dalam menerima evaluasi dari orang lain terutama yang bersifat negatif terhadap unjuk
kerja yang mereka tampilkan. Mereka dengan harga diri rendah ini memiliki kebutuhan
yang besar akan penghargaan terhadap dirinya. Oleh karena itu umpan balik seyogyanya
diberikan kepada mereka dengan tujuan memuaskan kebutuhan harga diri tersebut. Jika
kebutuhan akan harga diri telah terpuaskan maka diharapkan kebutuhan intelektul siswa
(dalam hal ini motivasi belajar) akan bangkit. Hal ini sejalan dengan pemikiran Maslow
mengenai hirarki kebutuhan. Dengan demikian siswa tidak dapat diharapkan
menampilkan motivasi belajar jika kebutuhan pada tingkat sebelumnya, yakni harga diri
belum terpenuhi. Harga diri, sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi
belajar matematika harus diperhatikan dengan seksama oleh guru sebelum menerapkan
umpan balik.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk menjawab
permasalahan ?Apakah ada pengaruh pemberian umpan halik terhadap motivasi belajar
pada anak yang memiliki harga diri rendah ?? Lebih khusus, ?pemberian umpan balik manakah yang menghasilkan motivasi belajar yang lebih balk pada siswa dengan harga
diri rendah ; jenis umpan balik yang positif atau knowledge of result ?". Hipotesa yang
akan diuji dalam penelitian ini adalah "mean gained score motivasi belajar matematika
pada kelompok siswa SLTP dengan harga diri rendah yang memperoleh umpan balik
positif lebih tinggi secara signifikan daripada mean gained score motivasi belajar
matematika pada kelompok siswa SLTP dengan harga diri rendah yang memperoleh
knowledge of result.
Penelitian ini melibatkan satu jenis variabel independen (independent variable),
yaitu pemberian umpan balik (umpan balik positif dan knowledge of result ) yang ingin
dilihat perbedaan efektivitasnya pada peningkatan motivasi belajar siswa (sebagai
variabel dependen) dengan harga diri rendah. Untuk itu maka peneliti bermaksud
menyusun rancangan penelitian dengan menggunakan desain Randomized Two-Group
Design Pretest-Postrest dan melakukan pengujian statistik dengan t-test terhadap
perbedaan mean gained score kedua kelompok.
Dalam penelitian ini yang secara khusus akan dilihat adalah motivasi belajar pada
mata pelajaran Matematika pada siswa tingkat SLTP kelas I dengan harga diri rendah.
Dipilihnya siswa tingkat SLTP ini selain karena pada tingkat tersebut sering terjadi krisis
motivasi belajar, juga karena siswa tersebut berada pada tahap remaja, dimana pada
tahap ini remaja sering melakukan proses evaluasi diri. Harter (1990) dan Santrock
(1990) menyatakan bahwa evaluasi terhadap pengalaman keberhasilan dan kegagalan
adalah salah satu faktor yang membantu terbentuknya harga diri. Ahli lain menambahkan
bahwa masa remaja, terutama remaja awal (12-15 tahun) adalah suatu massa yang rawan,
karena adanya transisi baik dari segi fisik, kognitif lingkungan, dan sebagainya. Pada
masa ini remaja yang masih terheran-heran dengan berbagai perubahan dalam dan harus
membiasakan diri dengan perubahan tersebut dituntut pula untuk beradaptasi dengan
perubahan situasi sekolah. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan stress bagi remaja yang
jika tidak teratasi dapat membawa dampak negatif dan akan terbawa ke tahap
perkembangan selanjutnya.
Dari penelitian ini terbuki bahwa ?mean gained score motivasi belajar
matematika pada kelompok siswa SLTP dengan harga diri rendah yang memperoleh
umpan balik positif tidak lebih tinggi secara signifikan daripada mean gained score
motivasi belajar matematika pada kelompok siswa SLTP dengan harga diri rendah yang
memperoléh knowledge of result. Dengan demlkian hipotesa nol dalam penelitian ini
diterima. Meskipun perbedaan efektivitas kedua umpan balik tersebut tidak terlacak,
namun terlihat bahwa kedua umpan balik tersebut berhasil meningkatkan motivasi belajar
matematika siswa dengan harga diri akademik rendah.
Di akhir penelitian akan dikemukakan beberapa saran sehubungan dengan hasil
penelitian. Saran-saran yang diajukan dalam penelitian ini berupa saran metodologis dan
saran praktis. Saran metodologis diajukan untuk dijadikan pertimbangan dalam
penyempurnaan penelitian selanjutnya, sementara saran praktis diperuntukkan bagi pihak
sekolah dan orang tua agar lebih memperhatikan kebutuhan remaja awal, terutama yang
berkaitan dengan proses pembelajaran."
1998
S2512
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>