Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 156592 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suci Nugraha
"Kualitas hidup terkait kesehatan merupakan penilaian yang bersifat subyektif. Persepsi pasien dalam menilai aspek-aspek kehidupan yang terdampak oleh penyakit dan prosedur perawatan yang dijalani ini dipengaruhi oleh budaya dimana pasien hidup. Pada masyarakat yang kehidupannya dipengaruhi agama, penilaian pasien ini diprediksi dipengaruhi oleh agama yang dianutnya. Model kualitas hidup terkait kesehatan yang memasukan unsur budaya belum menjelaskan mekanisme hubungan agama terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pasien SLE yang hidup dalam konteks budaya Indonesia. Untuk mengenali dan menjelaskan mekanisme pembentukan kualitas hidup ini, perlu ada suatu model teoretis yang dibangun berdasarkan perspektif pasien dan teruji secara empiris. Penelitian ini di laksanakan dengan metode mixed-methods exploratory sequential design. Penelitian terdiri dari 2 tahap, yaitu: tahap penelitian kualitatif dengan metode FGD pada 18 pasien SLE ini dan penelitian cross sectional untuk menguji model teoretis yang dibangun berdasarkan hasil penelitian pertama. Penelitian tahap kedua dilakukan terhadap 328 pasien SLE yang direkrut melalui convenience sampling strategy. Hasil analisis analisis dengan model struktural memperlihatkan bahwa model teoretis yang terdiri dari variabel religiusitas, spiritual support dan depresi sebagai pembentuk kualitas hidup terkait kesehatan psien SLE sesuai dengan data empirik.

Health-related quality of life is a subjective appraisal. The patient's perception to about effect of disease and its treatment procedures to their life are influenced by the culture in which the patient lives. In a religious society, such as Indonesia, this appraisal is affected by the religion they adhere to. The health-related quality of life model that incorporates cultural aspects has not yet explained the relationship mechanism between religion and health-related quality of life of patients with SLE who live in Indonesian culture. To identify and explain this mechanism, it is necessary to have a theoretical model that is built based on patient’s perspective and tested empirically. This research was conducted using a mixed-exploratory sequential design method. The study consisted of 2 stages, namely: a qualitative research phase using the FGD method on 18 patients with SLE and a cross-sectional study to test the theoretical model that was built based on the results of the first study. The second phase of the study was conducted on 328 SLE patients who were recruited through a convenience sampling strategy. The analysis by the structural model suggested that the theoretical model consisting of religiosity, spiritual support, and depression variables as determinants of health-related quality of life on patients with SLE was consistent (fit) with the empirical data."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Wulandari
"Meskipun kualitas hidup terkait kesehatan telah diteliti secara luas, namun faktor kontekstual pasien cenderung diabaikan. Tujuan dari disertasi ini adalah untuk menguji model kontekstual kualitas hidup terkait kesehatan (health related quality of life-HRQoL) yang diajukan oleh Ashing-Giwa (2005) pada pasien paska infark miokard (IM) dan meneliti peranan prediktor-prediktor yang memengaruhi HRQOL. Variabel yang masuk ke dalam level individual adalah kecemasan, left ventricular ejection fraction (LVEF) dan komorbiditas. Kepuasan pernikahan dan coping religius Islami termasuk dalam level sistemik. Penelitian ini menggunakan desain metode penelitian mixed method explanatory. Pada studi 1, penelitian cross sectional dilakukan terhadap 170 pasien paska IM. Pasien mengisi empat kuesioner (MacNew Health Related Quality of Life, Couple Satisfaction Index, Cardiac anxiety Questionnaire, coping religius Islami). Data LVEF dan komorbiditas pasien didapatkan dari catatan medis. Model teoritis diuji dengan menggunakan structural equation modelling (SEM). Hasil penelitian menujukan bahwa kecemasan memiliki pengaruh langsung yang negatif terhadap HRQOL. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara komorbiditas pasien, coping religius Islami dan LVEF terhadap HRQOL. Kepuasan pernikahan adalah moderator yang signifikan terhadap hubungan antara kecemasan dengan HRQOL. Pada studi 2 dilakukan penelitian kualitatif dengan menggunakan metode multiple case study (studi kasus ganda). Hasil penelitian menujukkan bahwa responden mengalami kecemasan terhadap kecemasan terhadap kematian, kecemasan terhadap bertambah parahnya penyakit dan efek samping pengobatan. IM dihayati sebagai kesempatan kedua untuk menebus kesalahan masa lalu dan adanya dukungan dari pasangan membuat responden lebih mudah untuk menjalani kehidupan paska IM. Aspek lain yang muncul dalam penelitian kualitatif adalah komunikasi antara pasien - dokter dan adanya peran jender terhadap HRQOL responden.

Although health related quality of life (HRQOL) has been studied extensively, the role of patient’s contextual factors tended to be neglected. The purpose of this dissertation is to test contextual model of health related quality of life proposed by Ashing-Giwa (2005)in post myocardial infarction (MI)  patients and to examine roles of health related quality of life predictors. Variables include in the individual level are anxiety, left ventricular ejection farction and comorbidity. Marital satisfaction and Islamic religious coping are included in the systemic level. An explanatory mixed method study was conducted for this dissertation. For study 1, a cross sectional study included 170 post myocardial infarction (MI) patients was conducted. The patients filled out four questionnaires (MacNew Health Related Quality of Life, Couple Satisfaction Index, Cardiac Anxiety Questionnaire, Islamic Religious Coping. Data regarding patients left ventricular ejection fraction (LVEF) and comorbidity were gathered from patient’s medical status. The theoretical model was tested using structural equation modelling. Structural equation modelling revealed that anxiety had a negative direct relationship to HRQOL. There were no significant relationships among patient’s comorbidity, Islamic religius coping, LVEF and HRQOL Marital satisfaction was a significant moderator of the relationship between anxiety and HRQOL. In study 2, a multiple case study revealed that respondents had anxiety toward death, severity of their disease and medication’s side effects. MI was experienced as a second chance given by God to redeem their misdeed in the past. Supports from spouse made respondents feel at ease to live their daily life after MI. Other aspects emerged in the qualitative study were patients-doctor communication and role of jender in respondents HRQOL."
Universitas Indonesia, 2019
D2757
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudith Rachmadiah
"Myasthenia Gravis (MG) merupakan penyakit autoimun kronik yang banyak terjadi pada kelompok usia produktif. Walau masih relatif jarang ditemukan, namun insidensi dan prevalensi Myasthenia Gravis dilaporkan terus meningkat. Kelemahan otot kronik yang dialami berdampak pada penurunan fungsi secara individu maupun sosial. Dampak negatif derajat kelemahan otot terhadap skor kualitas hidup telah terbukti dari penelitian secara global maupun di Indonesia, namun determinan lain yang menentukan kualitas hidup terkait kesehatan (HRQoL) individu dengan Myasthenia Gravis masih belum tereksplorasi. Menggunakan metode kuantitatif dengan desain cross-sectional, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel apa saja yang menjadi determinan HRQoL individu dengan Myasthenia Gravis di Indonesia. Seratus dua puluh delapan responden yang merupakan anggota Yayasan Myasthenia Gravis Indonesia direkrut di dalam penelitian. Pengambilan data dilakukan secara daring melalui Google Form. Alat ukur yang digunakan adalah self-administered questionnaire MG-QoL 15, General Self Efficacy Scale, HADS, dan kuesioner variabel independen yang sudah melalui uji validitas dan reliabilitas. Sesudah dilakukan analisis deskriptif, analisis hubungan dengan Independent T-Test, Uji Anova, Uji Korelasi, serta analisis regresi linier multivariat, didapatkan hasil yaitu rata-rata skor kualitas hidup individu dengan MG adalah 28,3±12,89; determinan HRQoL pada individu dengan MG adalah Pendidikan, Efikasi Diri, Dukungan Sosial dan Masalah Kesehatan Mental sesudah dikontrol dengan Usia, Pernikahan, Status Bekerja Jenis Kelamin, Latihan Fisik dan Kunjungan ke Profesional Medis; determinan yang paling berpengaruh terhadap HRQoL individu dengan MG adalah Masalah Kesehatan Mental dengan nilai p = 0,001 dan koefisien Beta = 0,302.

Myasthenia Gravis (MG) is a chronic autoimmune disease that mostly occurs in the productive age group. Although it is still relatively rare, the incidence and prevalence of Myasthenia Gravis are reported to be increasing. The chronic muscle weakness experienced has an impact on individual and social decline in function. The negative impact of the degree of muscle weakness on quality of life scores has been proven from research both globally and in Indonesia, but other determinants that determine the health-related quality of life (HRQoL) of individuals with Myasthenia Gravis have not been explored. Using a cross-sectional design and quantitative methods, this study aims to analyze what variables are the determinants of HRQoL of individuals with Myasthenia Gravis in Indonesia. One hundred and twenty eight respondents who are members of the Myasthenia Gravis Indonesia Foundation were recruited in the study. Data collection is done online via Google Form. The measuring instrument used is the self-administered questionnaire MG-QoL 15, General Self Efficacy Scale, HADS, and the independent variable questionnaire that has passed validity and reliability tests. After descriptive analysis, correlation analysis with Independent T-Test, Anova Test, Correlation Test, and multivariate linear regression analysis were carried out, the results obtained were the average quality of life score of individuals with MG was 28.3±12.89; HRQoL determinants in individuals with MG are Education, Self-Efficacy, Social Support and Mental Health Disorders after being controlled with Age, Marriage, Sex Working Status, Physical Exercise and Visits to Medical Professionals; The determinants most influential to the HRQoL of individuals with MG are Mental Health Disorders with a value of p = 0.001 and a coefficient of Beta = 0.302."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya
"Kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap hidupnya. Kualitas hidup merupakan bagian dari kesejahteraan, yang merupakan komponen kesehatan yang positif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup terkait kesehatan dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional. Responden penelitian adalah  105 orang tenaga kependidikan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) pada tahun 2018. Data dianalisis menggunakan uji korelasi dan uji t independen. Hasil analisis menunjukkan sebagian besar (88,6%) tenaga kependidikan FKM UI memiliki kualitas hidup terkait kesehatan yang baik, dengan skor rata-rata 77,49±11,88. Responden terdiri dari 41 perempuan dan 64 laki-laki berumur 40,65±9,69 tahun. Status gizi (p=0,879); kualitas diet komponen variasi (p=0,157) dan adekuasi (p=0,561); sarapan (p=0,780); merokok (p=0,080); jenis kelamin (p=0,449); kebugaran (p=0,520), dan umur (p=0,869) tidak berhubungan dengan kualitas hidup terkait kesehatan. Aktivitas fisik (p=0,017); durasi tidur (p=0,044); dan penyakit kronis (p=0,010) berhubungan dengan kualitas hidup terkait kesehatan.

Quality of life is an individual perception of his/her life. Quality of life is part of wellness, that is the positive component of health. Health  is “a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity”. The purpose of this research is to find factors related to health-related quality of life by cross-sectional research design. This research is done with administration staffs of Faculty of Public Health Universitas Indonesia as respondents on 2018. Data collected was analyzed with correlation test and independent-t test. Analysis result shows most of the respondents (88,6%) are categorized in good health-related quality of life, with mean score 77,49±11,88. Respondents are 41 women and 64 men, aged 40,65±9,69 years old. Nutritional status (p=0,879); variety component (p=0,157) and adequacy component (p=0,561) of diet quality; eating breakfast (p=0,780); smoking (p=0,080); gender (p=0,449); fitness (p=0,520); and age (p=0,869) are not associated to health-related quality of life. Physical activity (p=0,017); sleep duration (p=0,044); and chronic diseases (p=0,010) are associated to health-related quality of life."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasya Layalia Lahino
"Latar Belakang: Penyakit ginjal kronik (PGK) pada lanjut usia dapat mempengaruhi fungsi sehari-hari dan kualitas hidupnya. Penurunan kualitas hidup dapat ditemukan sejak awal diagnosis PGK hingga stadium akhir, salah satunya berkaitan dengan gangguan depresi yang dialami. Meskipun demikian, dikatakan kualitas hidup seorang lanjut usia berkaitan dengan cadangan kognitif yang dapat membantu lanjut usia untuk berkompensasi terhadap penurunan fungsi secara patologis.
Metode: Penelitian ini merupakan sebuah studi potong lintang untuk mengetahui hubungan antara depresi dan cadangan kognitif terhadap kualitas hidup pada lanjut usia dengan penyakit ginjal kronik di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Penilaian depresi menggunakan geriatric depression scale (GDS), cadangan kognitif (Kuesioner Indeks Cadangan Kognitif/ KICK) dan kualitas hidup dengan WHOQOL-BREF. Analisis bivariat dengan uji korelasi dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara depresi dan cadangan kognitif terhadap kualitas hidup.
Hasil: Gambaran demografi pada studi ini adalah perempuan (60%), usia 60 – 74 tahun (73%), pendidikan tinggi, berobat PGK di atas 5 tahun (52.5%), stadium PGK 3A (43.75%), dengan komorbiditas hipertensi (22%). Kejadian depresi pada pasien lanjut usia dengan PGK 71.25% dengan mayoritas depresi ringan (36.25%) sedangkan cadangan kognitif memiliki skor tinggi yaitu di atas 131 (47.5%). Kualitas hidup didapatkan skor paling tinggi pada domain lingkungan (60) dan paling rendah domain fisik (49). Depresi berkolerasi kuat dengan penurunan kualitas hidup domain psikologis (r = -0.702, p<0.001) namun tidak didapatkan hubungan bermakna antara cadangan kognitif dengan kualitas hidup pada studi ini.
Simpulan: Gangguan depresi pada lanjut usia dengan PGK dapat menurunkan kualitas hidup domain fisik, psikologis, sosial dan lingkungan secara bermakna. Skrining kondisi psikologis sejak awal stadium PGK perlu dilakukan agar gangguan depresi dapat ditangani secara adekuat dan meningkatkan derajat kualitas hidup lanjut usia.

Background: Chronic kidney disease (CKD) in geriatric patients might impaired their daily functions and quality of life. From the early stage of the disease, neuropsychiatric disorder such as depression could arise, declining the quality of life (QoL), however, cognitive reserve is believed to compensate such pathology and improving their quality of life.
Method: This is a cross-sectional study conducted in outpatient geriatric clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital to find correlation between depression and cognitive reserve with quality of life. Self-rated questionnaire was used to measure depression (GDS), cognitive reserve (KICK) and quality of life (WHOQOL-BREF). Bivariate correlation was used to explore the correlation between depression and cognitive reserve with quality of life.
Results: The samples were mostly women (60%), 60 – 74 years of age (73%), with high educational degree, have undergone treatment for CKD for more than 5 years (52.5%), stage 3A CKD (43.75%), mostly with hypertension (22%). There were 71% depression in this study and mostly mild depression (36.25%) dan good score on cognitive reserve index (47.5%). In this study, mean score of QoL domain was highest in environment (60) and lowest in physical (49). There was strong correlation between depression and poor psychological domain in quality of life (r = -0.702, p<0.001) but no statistically significant correlation between cognitive reserve and quality of life.
Conclusion: In geriatric patients with CKD, depression could impair every domain of their quality of life significantly. Screening and management for depression become important since the early stage of disease and help to improve their Quality of Life.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Henni Kusuma
"Kualitas hidup pada pasien HIV/AIDS sangat penting untuk diperhatikan karena penyakit infeksi ini bersifat kronis dan progresif sehingga berdampak luas pada segala aspek kehidupan baik fisik, psikologis, sosial, maupun spiritual. Masalah psikososial khususnya depresi dan kurangnya dukungan keluarga terkadang lebih berat dihadapi oleh pasien sehingga dapat menurunkan kualitas hidupnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menjelaskan hubungan antara depresi dan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pada pasien HIV/AIDS. Penelitian ini menggunakan rancangan studi potong lintang dan merekrut sampel sebanyak 92 responden dengan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai kualitas hidup kurang baik (63,0%), mengalami depresi (51,1%), dukungan keluarga non-supportif (55,4%), berjenis kelamin laki-laki (70,7%), berpendidikan tinggi (93,5%), bekerja (79,3%), berstatus tidak kawin (52,2%), mempunyai penghasilan tinggi (68,5%), berada pada stadium penyakit lanjut (80,4%), rata-rata usia 30,43 tahun, dan rata-rata lama mengidap penyakit 37,09 bulan. Pada analisis korelasi didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara depresi dan dukungan keluarga dengan kualitas hidup (p=0,000 & p=0,000, α=0,05).
Selanjutnya, hasil uji regresi logistik menunjukkan responden yang mengalami depresi dan mempersepsikan dukungan keluarganya non-supportif beresiko untuk memiliki kualitas hidup kurang baik setelah dikontrol oleh jenis kelamin, status marital, dan stadium penyakit. Selain itu, diketahui pula bahwa dukungan keluarga merupakan faktor paling dominan yang berhubungan dengan kualitas hidup dengan nilai OR=12,06.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah perlu dilakukan intervensi untuk memberdayakan keluarga agar dapat senantiasa memberikan dukungan pada pasien HIV/AIDS dan upaya pencegahan serta penanganan terhadap masalah depresi agar dapat memperbaiki kualitas hidup pasien HIV/AIDS.

Quality of life of patients with HIV/AIDS become a main concern since this chronic and progressive illness may impact in all aspects of patient?s life: physical, psychological, social, and spiritual. Psychosocial problems especially depression and lack of family support are frequently faced of this patients which effect in reducing their quality of life. The purpose of this study was to identify and to explain the relationship between depression and family support with quality of life in patients with HIV / AIDS. This study used cross-sectional study design, with a total sample is 92 respondents that recruited by purposive sampling technique.
The results showed that the majority of respondents have poor quality of life (63.0%), depression (51.1%), lack of family support (55.4%), male (70.7% ), higher education level (93.5%), work (79.3%), unmarried (52,2%), have higher income (68.5%), in advanced stage of disease (80.4% ), with an average age of 30.43 years, and the average length of illness 37.09 months. Analysis of the correlation showed any significant relationship between depression and family support with quality of life (p=0,000 & p=0,000, α=0,05).
Further analysis with logistic regression test demonstrated that respondents who perceive depressed and family non-supportive are at risk to have poor quality of life after being controlled by gender, marital status, and stage of disease. In addition, this analysis showed that family support is the most influential factors to the quality of life with OR=12,06.
Recommendations from this study is necessary to empower family in order to continously giving support to patients with HIV/AIDS and also needs to prevent and resolve problem of depression in order to improve quality of life of patients with HIV/AIDS.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Karina Wijayanti
"Latar belakang: Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun multisistem kronik dengan perjalanan penyakit yang berfluktuasi dengan insiden yang semakin meningkat. Dengan berkembangnya diagnostik dan terapi LES, kesintasan pasien semakin meningkat. Namun, kualitas hidup pasien LES berkurang karena bertambahnya komorbiditas pasien dan efek samping terapi. Intervensi mendengarkan murottal Al-Qur’an merupakan salah satu modalitas terapi untuk meningkatkan kualitas hidup. Tujuan: Mengetahui pengaruh intervensi mendengarkan murottal Al-Qur’an pada kualitas hidup pasien  LES. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen kuasi dengan rancangan studi pretest postest yang dilakukan pada pasien LES di Poliklinik Alergi Imunologi RSCM periode Februari-April 2024. Pasien yang mendapatkan psikofarmaka, steroid setara prednison ≥ 20 mg/hari, tidak dapat membaca atau menulis, serta menolak ikut penelitian tidak diikutsertakan dalam penelitian. Kelompok intervensi diperdengarkan murottal Al- Qur’an (QS. Ar-Rahman) dengan durasi minimal 15 menit sebanyak 2 kali setiap hari selama 40. Sebelum dan setelah intervensi, dilakukan evaluasi kualitas hidup, aktivitas penyakit LES, dan HADS. Hasil: Sebanyak 65 subjek penelitian, 32 di kelompok intervensi dan 33 di kelompok kontrol diikutkan dalam penelitian ini. Pada kelompok intervensi didapatkan rerata peningkatan kualitas hidup pasca intervensi dibandingkan sebelumnya (rerata kualitas hidup pasca vs pre intervensi, 82,33 ± 11,37 vs 77,47 ± 13,78), p = 0,02. Kelompok yang sebelumnya rutin mendengarkan murottal mengalami peningkatan signifikan rerata kualitas hidup (rerata kualitas hidup pasca vs pre intervensi,  85,57± 9,02 vs 79,78  ± 10,82), p = 0,03. Intervensi mendengarkan murottal Al-Qur'an mengakibatkan peningkatan signifikan selisih median domain pasca intervensi pada domain kesehatan fisik (median (min-maks), 3,10 (-25 –40,60), p = <0,001) dan domain beban bagi orang lain (median (min-maks) 8,30 (-16,70 –75), p = 0,003). Selain itu, mendengarkan murottal Al-Qur'an juga menurunkan secara signifikan ansietas pada kelompok intervensi, p = 0,01. Kesimpulan: Intervensi mendengarkan murottal Al-Qur’an dapat meningkatkan secara signifikan kualitas hidup pasien LES.  

Objectives With the development of systemic lupus erythematosus (SLE) diagnostics and therapy, patient survival has also increased. However, the quality of life (QoL) of SLE patients is reduced due to comorbidities and side effects of therapy. Spiritual activity is one of the interventions that can improve QoL. This study aims to assess the effect of listening to Quran recitation on the QoL of SLE patients. Methods A quasi-experimental study with a pretest-posttest study design was conducted on SLE patients at the allergy immunology polyclinic of Cipto Mangunkusumo Hospital from February–April 2024. Women aged 18 years or older, diagnosed as SLE based on EULAR/ACR 2019 criteria, Muslim, have no hearing loss, and receive steroids equivalent to prednisone ≤ 20 mg/day were enrolled in this study. Patients were assigned to intervention and control groups. The intervention group listened to Quran recitation (QS. Ar-Rahman) for a minimum duration of 15 minutes, two times daily, for 40 days. We assessed the changes in the QoL score using the LupusQoL questionnaire after the intervention. The SLE disease activity and Hospital Anxiety and Depression Scale (HADS) were also evaluated. Results A total of 65 research subjects, 32 in the intervention group and 33 in the control group were included in this study. In the intervention group, there was a mean increase in QoL post intervention (mean QoL post vs pre intervention, 82.33 ± 11.37 vs 77.47 ± 13.78), p = 0.02. The group that previously regularly listened to Quran recitation experienced a significant increase in mean QoL (mean QoL post vs pre intervention, 85.57 ± 9.02 vs 79.78 ± 10.82), p = 0.03. Listening to Quran recitation resulted in a significant increase in the post-intervention median domain difference in the health domain in the physical health domain (median (min-max), 3.10 (-25–40.60), p = <0.001) and burden for others domain (median (min-max), 8.30 (-16.70–75), p = 0.003). Listening to Quran recitation also significantly reduced anxiety in the intervention group, p = 0.01. Conclusion Listening to Quran recitation can significantly improve the QoL of SLE patients, especially in the group that previously regularly listened to Quran recitation. There was a significant increase after the intervention in the physical health and the burden on others domain. The intervention of listening to Quran recitation can also significantly reduced anxiety."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mir`Atul Ginayah
"Latar belakang: Gangguan Kognitif adalah salah satu manifestasi dari NPSLE. Pasien LES dengan gangguan kognitif telah dilaporkan memiliki dampak yang besar pada kualitas hidup dan berpengaruh besar pada peran sosial pasien LES.
Tujuan: Mengetahui prevalensi gangguan kognitif pada pasien LES dan hubungan gangguan kognitif dengan kualitas hidup pada pasien LES.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien LES di poliklinik rawat jalan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Data yang dikumpulkan adalah karakteristik pasien, hasil tes MoCA-Ina, LupusQol, dan HADS. Data karakteristik pasien meliputi usia, jenis kelamin, penyakit komorbid, aktivitas penyakit, penggunaan kortikosteroid dan imunosupresan lainnya, serta durasi penyakit. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji T independen jika data terdistribusi normal, jika data tidak terdistribusi normal maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan Uji Mann Whitney. Analisis multivariat regresi linier dilakukan untuk menilai pengaruh variabel perancu terhadap hubungan gangguan kognitif dengan kualitas hidup. Nilai p yang dianggap signifikan adalah <0,05.
Hasil: Dari 116 subjek, 112 (96,6%) adalah perempuan, dengan usia rerata (SB) 34,41 (10,15) tahun, memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggi sebanyak 45 (38,8%). Durasi penyakit median (RIK) adalah 52 (16,75 - 109,5) bulan, dan yang memiliki komorbid sebanyak 41 (35,3%). Aktivitas penyakit berdasarkan penilaian Mex-SLEDAI adalah 2,75 (0-6), dengan keterlibatan organ terbanyak adalah mukokutaneus (90,5%) dan muskuloskeletal (91,4%). Sebagian besar pasien menggunakan kortikosteroid, sedangkan yang tidak menggunakan hanya 12 (10,3%) dan hidroksiklorokuin adalah penggunaan tertinggi sebesar 79 (68,1%). Depresi dan ansietas berdasarkan kuesioner HADS masing-masing 24 dan 44 subjek. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien LES adalah 57,8%. Berdasarkan analisis bivariat dengan uji Mann Whitney, ditemukan bahwa kualitas hidup, yang dinilai dengan kuesioner LupusQoL, tidak berhubungan dengan gangguan kognitif. (p-value = 0,750).
Kesimpulan: Lebih dari separuh subjek mengalami gangguan kognitif. Tidak ada hubungan antara gangguan kognitif dan kualitas hidup pada pasien LES.

Background: Cognitive Impairment is one of the manifestations of NPSLE. SLE patients with cognitive impairment have been reported to have a major impact on quality of life and a major effect on the social role of SLE patients.
Objective: This study aimed to find out prevalence of cognitive impairment in SLE patients and the relationship between cognitive impairment and quality of life in SLE patients.
Method: This was a cross-sectional study of SLE patients from outpatient clinic Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Data collected were patient characteristics, MoCA-Ina, LupusQol, and HADS test results. Data on patient characteristics included age, gender, comorbid diseases, disease activity, use of corticosteroids and other immunosuppressants, and duration of disease. The analysis was carried out using the independent T test if the data was normally distributed, if the data was not normally distributed then a statistical test was carried out using the Mann Whitney Test. Linear regression multivariate analysis was performed to assess the effect of confounding variables on the relationship between cognitive impairment and quality of life. The p value that was considered significant was <0.05.
Result: Of the 116 subjects, 112 (96.6%) were female, with a mean age of 34.41 (10.15) years, had tertiary level of educations at 45(38.8%). The duration of illness was 52 (16.75-109.5) months with 41 (35.3%) had comorbidities. Their disease activity based on Mex-SLEDAI assessment was 2.75 (0-6), with the most organ involvement of the participants were mucocutaneous (90.5%) and musculoskeletal (91.4%). Most of the patients were using corticosteroid as their therapy, while those who did not use was only 12 (10.3%) and hydroxychloroquine was the highest usage among the participants 79 (68.1%). Depression and anxiety were assessed with HADS questionnaire were 24 and 44, respectively. The prevalence of cognitive impairment in SLE patients was 57.8%. Based on bivariate analysis with the Mann Whitney test, it was found that the quality of life, which was assessed by the Lupus QoL questionnaire, there was no relationship between cognitive impairment and quality of life in SLE patients (p-value= 0.750).
Conclusion: More than half of the subjects experienced cognitive impairment. There was no significant relationship between cognitive impairment and quality of life in SLE patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhli Waznan
"ABSTRAK
Dewasa ini, jumlah populasi usia lanjut di Indonesia semakin meningkat. Jumlah ini diiringi dengan semakin banyaknya masalah-masalah yang menyertai seseorang dengan usia lanjut, seperti menurunnya mobilitas fungsional. Penurunan mobilitas fungsional ini akan berpengaruh terhadap menurunnya pula kualitas hidup terkait kesehatan HRQoL . Belum ada penelitian yang mengetahui korelasi antara mobilitas fungsional dengan HRQoL, jika diukur menggunakan European Quality of Life-5 Dimension EQ-5D yang memiliki keunggulan. Sebanyak 70 pasien usia lanjut di Poliklinik Geriatri, RSCM dilakukan pengukuran TUGT mengukur mobilitas fungsional dan EQ-5D mengukur HRQoL . Didapatkan nilai median untuk TUGT adalah 12,335 7-30,9 detik, EQ-5D TTO 0,777 0,532-1 , dan EQ-5D VAS 70,0 30-100 . Dengan menggunakan analisis korelasi, didapatkan hasil bahwa terdapat korelasi negative antara TUGT dengan EQ-5D TTO p= 0,006; r= -0,324 dan EQ-5D VAS p= 0,037; r= -0,254 . Dari penelitian ini didapatkan bahwa TUGT orang usia lanjut di Indonesia lebih rendah jika dibandingkan di negara lain. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian-penelitian terkait mobilitas fungsional dan HRQoL. Penelitian lanjutan tentang hubungan kausalitas kedua variabel perlu dilakukan.

ABSTRACT
Recently, total population of eldery in Indonesia is growing in number. This number accompanied by problems among elderly, as decrese in functional mobility. The decrease of functional mobility will affect to health related quality of life HRQoL . There is still no study knowing correlation between functional mobility and HRQoL, if assessed using European Quality of Life 5 Dimension EQ 5D which has its own excellence. As many as 70 elderly patients in Geriatric Policlinic was tested for timed up and go test TUGT for assessing functional mobility and EQ 5D for assessing HRQoL . The median of TUGT was 12,335 7 30,9 second, EQ 5D TTO was 0,777 0,532 1 , and EQ 5D VAS was 70,0 30 100 . From bivariate analysis, there was a correlation between TUGT with EQ 5D TTO p 0,006 r 0,324 and TUGT with EQ 5D VAS p 0,037 r 0,254 . From this study, it is known that TUGT of elderly patient in Indonesia is lower if compared to another counties rsquo references value. This study is also suit with another studies about functional mobility and HRQoL. Advanced study to know causality association between variables needs to be done. "
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ceria Nurhayati
"ABSTRAK
Tingkat pengetahuan dan self management merupakan faktor yang penting dalam
meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan self management dengan kualitas hidup pada
pasien DM tipe 2. Desain dalam penelitian ini adalah analitik cross sectional dengan jumlah
sampel 75 orang yang dilakukan di Rumkital DR. Ramelan Surabaya. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan (r = 0.619; p < 0.01),
self management (r = 0.685; p < 0.01) dengan kualitas hidup pada pasien DM tipe 2. Hasil
multivariat menunjukkan bahwa nilai HbA1c merupakan faktor yang paling mempengaruhi
hubungan antara tingkat pengetahuan dan self management dengan kualitas hidup pada
pasien DM tipe 2. Perawat dapat meningkatkan pengetahuan pasien dengan memberikan
edukasi yang berfokus pada peningkatan self management dan memfasilitasi pemberian
dukungan keluarga serta supervisi dan monitoring terkait self management yang dilakukan
pasien DM tipe 2.

ABSTRACT
Knowledge and self management are important factor in improving the quality of life of
patients with type 2 diabetes. The purpose of this research is to know the correlation of
knowledge level and self management with quality of life in DM type 2 patient. The design in
this study is cross sectional analytic with the sample of 75 people conducted in Rumkital DR.
Ramelan Surabaya. The results showed that there was a significant correlation between
knowledge level (r = 0.619, p <0.01), self management (r = 0.685, p <0.01) with quality of
life in type 2 DM patients. Multivariate results showed that HbA1c was the most influencing
factor the relationship between knowledge level and self management with quality of life in
type 2 DM patients. Nurses can improve patient knowledge by providing education that
focuses on improving self management and facilitating family support and supervision and
monitoring related self-management by DM type 2 patients."
2018
T49254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>