Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 185576 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Khadijah
"Penelitian terdahulu telah membuktikan bagaimana kodependensi berakar dari faktor bawaan masa kecil sebagai strategi untuk mengatasi trauma. Kodependensi juga berkaitan dengan pola kelekatan yang terbentuk sejak kecil dan bertahan sepanjang waktu. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap pengaruh pengalaman menyakitkan di masa kecil (ACE) terhadap pengembangan kodependensi pada dewasa muda dengan melakukan uji regresi terhadap kelekatan dimensi anxiety dan dimensi avoidance sebagai variabel mediasi. Kodependensi dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan instrumen Spann-Fischer Codependency Scale (SFCS; Fischer et al., 1991), kelekatan diukur dengan menggunakan instrumen Experiences in Close Relationships–Relationship Structures (ECR-RS; Fraley et al., 2011), dan ACE diukur dengan menggunakan instrumen Childhood Trauma Questionnaire–Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003). Penelitian ini melibatkan 204 partisipan dewasa muda usia 18-40 tahun (M = 23,89, SD = 4,73). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ACE memiliki direct effect yang dapat memprediksi pengembangan kodependensi secara langsung (β =  0,12, SE = 0,04, p = 0,00). Selain itu, ditemukan pula bahwa kelekatan dimensi anxiety dapat memediasi pengaruh ACE terhadap kodependensi Î² =  0,08, SE = 0,02), sedangkan tidak ditemukan pada kelekatan dimensi avoidance< (β =  0,00, SE = 0,00).

Prior studies have proven how codependency is rooted in childhood as a strategy to cope with trauma. Codependency is also closely related to attachment styles that were formed in childhood and persist over time. This research aims to investigate how adverse childhood experiences (ACE) can predict the development of codependency among young adults by performing regression tests on the attachment-related anxiety and attachment-related avoidance as mediating variables. In this study, codependency was measured using the Spann-Fischer Codependency Scale (SFCS; Fischer et al., 1991), attachment was measured using Experiences in Close Relationships–Relationship Structures (ECR-RS; Fraley et al., 2011), and ACE was measured using Childhood Trauma Questionnaire–Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003). This study involved 204 young adults aged 18-40 years (M = 23.89, SD = 4.73). The results showed that ACE had a direct effect that could predict the development of codependency (β = 0.12, SE = 0.04, p = 0.00). In addition, it was also found that attachment-related anxiety could mediate the effect of ACE on codependency (β = 0.08, SE = 0.02), while it was not found in attachment-related avoidance (β = 0.00, SE = 0.00)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Alisha
"Berbagai studi telah dilakukan mengenai keterkaitan antara pengalaman sulit di masa kecil dengan depresi dan keterkaitan makna hidup dengan depresi. Peran kedua variabel tersebut terhadap depresi juga telah diteliti, akan tetapi, belum ada penelitian yang membandingkan peran keduanya terhadap depresi, khususnya pada populasi dewasa muda di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran pengalaman sulit di masa kecil dan makna hidup (keberadaan makna dan pencarian makna) terhadap depresi pada dewasa muda. Partisipan penelitian adalah dewasa muda yang berasal dari wilayah Jabodetabek (N=482), yang diberikan kuesioner BDI-II untuk mengukur depresi, ACE-Q untuk mengukur pengalaman sulit di masa kecil, dan MLQ untuk mengukur makna hidup. Hasil penelitian menggunakan analisis multiple linear regression menunjukkan bahwa pengalaman sulit di masa kecil memprediksi depresi secara positif, makna hidup pada dimensi keberadaan makna memprediksi depresi secara negatif, dan dimensi pencarian makna memprediksi depresi secara positif. Dibandingkan pengalaman sulit di masa kecil, makna hidup merupakan prediktor yang lebih kuat terhadap depresi, khususnya dimensi keberadaan makna. Berdasarkan hasil penelitian ini, kesadaran masayarakat mengenai makna hidup sebagai faktor resiko depresi perlu ditingkatkan dan praktisi kesehatan sebaiknya tidak fokus pada faktor resiko lingkungan saja, namun juga pada faktor resiko personal.

Many studies have done research about the relationship between adverse childhood experiences and depression and the relationship between meaning in life and depression. The role of those two variables in depression has also been done, however, there isn't any research that compares the role of both variables in depression, specifically, in the young adults population in Indonesia. This study aims to test the role of adverse childhood experiences and meaning in life (presence of meaning and searching for meaning) in depression in young adults. Participants of this study are young adults who live in Jabodetabek (N=482), who were given BDI-II questionnaire to measure depression, ACE-Q to measure adverse childhood experiences, and MLQ to measure meaning in life. The results of this study, using multiple linear regression, showed that adverse childhood experiences predicted depression positively, meaning in life in Presence Of Meaning dimension predicted depression negatively, and meaning in life in Search For Meaning dimension predicted depression positively Compared to adverse childhood experiences, meaning in life is the stronger predictor in depression, especially, in the dimension of presence of meaning. According to the results of this study, public awareness of meaning in life as a risk factor for depression needs to be raised and health practitioners should not just focus on the environmental risk factors that might cause depression, but also on personal risk factors."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Margaretha
"Kekerasan berpacaran merupakan kekerasan yang paling banyak ditemui pada dewasa muda di Indonesia pada tahun 2019. Pengalaman masa kecil yang buruk merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya kekerasan dalam berpacaran. Salah satu yang diduga menjembatani kedua varibel ini adalah anxious attachment. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui apakah anxious attachment memediasi pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran pada dewasa muda. Partisipan dalam penelitian  ini berjumlah 345 orang dengan rata-rata usia 21.56 tahun. Pengalaman masa kecil yang buruk diukur dengan Childhood Trauma Questionnaire Short Form, kekerasan dalam berpacaran diukur dengan Conflict Tactics Scales Revised Short Form dan anxious attachment diukur dengan Short Form Experience in Close Relationships- Revised. Hasil analisis menggunakan analisis mediasi menjelaskan bahwa anxious attachment memediasi hubungan antara pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran subskala injury pada dewasa muda (ab=0.0069,SE=0.0,99%, CI[0.0024, 0.0134]). Anxious attachment tidak memediasi pengalaman masa kecil yang buruk dengan kekerasan dalam berpacaran subskala psychological aggression, sexual coercion, physical assault dan negotiation. Kesimpulan penelitian menjelaskan bahwa semakin sering pengalaman masa kecil yang buruk dialami seseorang, semakin tinggi anxious attachment seseorang yang kemudian mengarahkan pada meningkatnya kekerasan dalam berpacaran subskala injury pada dewasa muda. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan instrumen tambahan seperti wawancara.

Dating violence was the most common type of violence happened to young adult in Indonesia in 2019. Adverse Childhood Experience is a risk factor that influence the development dating violence. Anxious attachment is postulated to mediate these two variables. The purpose of this study was to examinate whether anxious attachment mediates the relationship between adverse childhood experience and dating violence in young adulthood. The study was conducted on 345 participants with average age 21.56. Adverse Childhood Experience measured by Childhood Trauma Questionnaire Short Form, dating violence were measured by Conflict Tactics Scales Revised Short Form and anxious attachment measured by Short Form Experience in Close Relationships-Revised. The result  analysis using mediation analysis showed that anxious attachment significantly mediated the relationship between Adverse Childhood Experience and dating violence subscale injury in young adulthood (ab=0.0069,SE=0.0,99%, CI[0.0024, 0.0134]). Anxious attachment not mediate dating violence subscale  psychological aggression, sexual coercion, physical assault and negotiation. The research conclusion proves that the more often Adverse Childhood Experience happened, the higher the anxious attachment, which leads to increased dating violence subscale injury in young adulthood. Future research are suggested to add additional instrument such as interviews.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Aryanti Ardiningrum
"Resiliensi merupakan kemampuan untuk bangkit kembali ketika menghadapi situasi menekan. Resiliensi dapat dipengaruhi oleh berbagai hal sepanjang kehidupan individu. Penelitian ini fokus meneliti bagaimana resiliensi dipengaruhi situasi yang terjadi di masa kecil, dalam hal ini kekerasan dalam pengasuhan yang disebut sebagai Adverse Childhood Experience (ACE). Penelitian ini dilakukan secara korelasional menggunakan instrumen Brief Resilience Scale (BRS, Smith dkk., 2008) untuk mengukur karakteristik resiliensi individu dan Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF; Bernstein dkk., 2003) untuk mengukur pengalaman ACE individu. Penelitian ini melibatkan 255 dewasa muda di Indonesia berusia 18-29 tahun (M = 24.61, SD = 2.721). Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa resiliensi individu dapat diprediksi secara negatif dan signifikan oleh ACE (β=-0.19, SE=0.01, p=0,002), dengan semakin tinggi ACE individu maka semakin rendah resiliensi yang dimiliki individu. Penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti ACE terhadap resiliensi secara longitudinal.

Resilience is the ability to bounce back when faced with challenging situations. Resilience can be influenced by various factors throughout an individual's life. This study focuses on examining how resilience is affected by situations experienced during childhood, specifically adverse caregiving experiences known as Adverse Childhood Experiences (ACE). This correlational study utilized the Brief Resilience Scale (BRS; Smith et al., 2008) to measure individual resilience characteristics and the Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003) to assess participants' ACE. The study involved 255 young adults in Indonesia aged 18–29 years (M = 24.61, SD = 2.721). Regression analysis results showed that individual resilience can be predicted negatively and significantly by ACE (β=-0.19, SE=0.01, p=0.002), where higher individual ACE scores are associated with lower individual resilience. Future research is recommended to investigate ACE and resilience longitudinally.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mentari Pertama Neeskens
"

Pasangan yang telah menikah di Indonesia diketahui memiliki indeks kebahagiaan yang tinggi. Namun, pasangan yang menikah nyatanya juga menunjukkan angka perceraian dan KDRT yang cukup tinggi di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan adverse childhood experiences dan relationship satisfaction dengan dimensi adult attachment sebagai moderator pada pasangan dewasa muda yang sudah menikah di Jabodetabek (N=258). Pada penelitian ini, ACE diukur menggunakan ACE-Q, relationship satisfaction diukur menggunakan Relationship Assessment Scale (RAS), dan adult attachment diukur menggunakan ECR-RS. Setelah penelitian dilakukan, diketahui bahwa anxiety memperkuat dampak negatif ACE dan relationship satisfaction (b=0.26, t=2.24, p<.05). Sedangkan, avoidance diketahui tidak berperan dalam hubungan ACE dan RS (b=-0.15, t=-1.08, p=.27).


Married couples in Indonesia have a high happiness index of all marital status. But married couples also shows high divorce and domestic violence rates in Indonesia. This research was conducted to examine the relationship between adverse childhood experiences and relationship satisfaction with adult attachment dimensions as moderators in married young adult couples in Jabodetabek (N=258). ACE was measured using the ACE-Q, relationship satisfaction was measured using the Relationship Assessment Scale (RAS), and adult attachment was measured using the ECR-RS. It was discovered that anxiety strengthened the negative impact of ACEs and relationship satisfaction (b=0.26, t=2.24, p<.05). Meanwhile, avoidance was found not to play a role in the relationship between ACE and RS (b=-0.15, t=-1.08, p=.27)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aina Mumtaazah Khairunnisa
"Perkembangan teknologi menyediakan sarana baru untuk melakukan kekerasan dalam hubungan romantis, yang disebut sebagai cyber intimate partner aggression (CIPA), yang kerap kali terjadi pada usia dewasa muda. Penelitian terdahulu menemukan bahwa anxious attachment berhubungan dengan CIPA dan adverse childhood experience (ACE), yang merupakan prediktor kuat dari CIPA. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran mediasi anxious attachment dalam hubungan antara ACE dan CIPA pada individu dewasa muda di Indonesia. Penelitian ini menggunakan 3 instrumen penelitian, yaitu (1) Cyber Aggression in Relationship Scale (CARS; Watkins et al., 2018) untuk mengukur CIPA; (2) Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003) untuk mengukur ACE; dan (3) Experience in Close Relationship Scale-Revised 18 (ECR-R-18; Margaretha, 2020; Wongparkan & Wongparkan, 2012) untuk mengukur anxious attachment. Sampel penelitian ini berasal dari 941 partisipan dengan rata-rata usia 22.7 tahun, yang sedang atau pernah menjalani hubungan romantis serta menggunakan teknologi untuk menjalani hubungan romantis. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa ACE dapat memprediksi perilaku CIPA secara signifikan dan positif. Hasil analisis mediasi juga menunjukkan bahwa anxious attachment berperan sebagai mediator parsial dalam hubungan ACE dan CIPA. Penelitian ini memiliki implikasi pada pengembangan usaha preventif dan intervensi CIPA.

Technology developments have resulted in a new form of violence often occurring in young adult romantic relationships, namely cyber intimate partner aggression (CIPA). While previous findings show anxious attachment and adverse childhood experience (ACE) as strong predictors of CIPA, this study aims to look at the mediating role of anxious attachment in the relationship between ACE and CIPA in young adults in Indonesia. This study uses 3 research instruments, namely (1) Cyber ??Aggression in Relationship Scale (CARS; Watkins et al., 2018) to measure CIPA; (2) Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF; Bernstein et al., 2003) to measure ACE; and (3) Experience in Close Relationship Scale-Revised 18 (ECR-R-18; Margaretha, 2020; Wongparkan & Wongparkan, 2012) to measure anxious attachment. This study takes samples from 941 participants with an average age of 22.7 years who are currently or have previously been committed in a romantic relationship. The results of the regression analysis shows that ACE can predict CIPA behavior significantly and positively. The results of the mediation analysis also show that anxious attachment acts as a partial mediator in the relationship between ACE and CIPA. This research has implications for the development of CIPA preventive and intervention efforts."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Dokumentasi  Universitas Indonesia Library
cover
Indry Nalal Iza
"Salah satu jenis kekerasan dengan kasus yang meningkat setiap tahunnya adalah kekerasan dalam berpacaran. Pengalaman buruk masa kecil diketahui menjadi salah satu faktor risiko dari kekerasan dalam berpacaran. Namun, terdapat faktor lain yang diduga dapat memoderasi hubungan antara pengalaman buruk masa kecil dan kekerasan dalam berpacaran, yaitu self-compassion. Penelitian ini bertujuan mengetahui peran self-compassion sebagai moderator antara pengalaman buruk masa kecil dan kekerasan dalam berpacaran dari sudut pandang korban. Partisipan berjumlah 102 dewasa awal (77.5% perempuan, M usia = 21.9, SD = 2.012) yang sedang berada dalam hubungan berpacaran selama minimal satu tahun. Pengalaman buruk masa kecil diukur menggunakan Childhood Trauma Questionnaire Short Form (CTQ-SF), kekerasan dalam berpacaran diukur menggunakan The Revised Conflict Tactics Scale Short Form (CTS2-SF), dan self-compassion diukur menggunakan Self-Compassion Scale (SCS). Berdasarkan analisis moderasi menggunakan PROCESS Macro, ditemukan bahwa pengalaman buruk masa kecil memprediksi kekerasan dalam berpacaran secara signifikan (b = -0.303, t(97) = -2.563, p < 0.05) dan self-compassion memoderasi hubungan keduanya secara signifikan (b = 0.091, t(97) = 2.728,p < 0.05). Selain itu ditemukan pula bahwa self-compassion secara mandiri memprediksi kekerasan dalam berpacaran secara signifikan (b = -1.577, t (97) = -2.201, p < 0.05). Demikian, penelitian ini menunjukkan pentingnya peran self-compassion sebagai faktor protektif dari kekerasan dalam berpacaran.

Dating violence cases increase every year. Adverse childhood experiences is known to be one factor that causes dating violence. However, there is another factor that might moderate the correlation between adverse childhood experiences and dating violence: self-compassion. This study aims to determine the role of self-compassion as a moderator between adverse childhood experiences and dating violence from the victim's perspective. There were 102 emerging adults (77.5% female, M age = 21.9, SD = 2.012) in a dating relationship for at least one year as participants. Adverse childhood experiences was measured using the Childhood Trauma Questionnaire Short Form (CTQ-SF), dating violence was measured using The Revised Conflict Tactics Scale Short Form (CTS2-SF), and self-compassion was measured using the Self-Compassion Scale (SCS). Based on moderation analysis using PROCESS Macro, the result shows that adverse childhood experiences significantly predicted dating violence (b = -0.303, t(97) = -2.563, p < 0.05) and self-compassion significantly moderated the correlation between the two (b = 0.091, t(97) = 2.728, p < 0.05). Furthermore, self-compassion significantly predicted dating violence (b = -1.577, t(97) = -2.201, p < 0.05). Thus, this study shows the importance of self-compassion as a protective factor from dating violence."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Utami
"Pola kelekatan memiliki peranan penting dalam hubungan cinta orang dewasa (Hazan & Shaver dalam Bird & Melville, 1994). Pola kelekatan yang dimiliki seseorang di masa dewasanya dianggap memiliki hubungan yang erat dengan pola kelekatan yang ia bangun dengan orangtua di masa kecilnya. Penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara pola kelekatan dengan orangtua di masa kecil dan pola kelekatan dengan pasangan hidup pada dewasa muda. Pola kelekatan dengan orangtua di masa kecil akan dipisahkan antara pola kelekatan dengan Ayah dan pola kelekatan dengan Ibu untuk mendapatkan jawaban yang spesifik mengenai pola kelekatan yang dibangun responden pada kedua orangtuanya. Responden dalam penelitian ini adalah 122 dewasa muda berusia 25 ? 40 tahun yang telah menikah selama 5 ? 10 tahun. Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pola kelekatan dengan Ayah dan Ibu di masa kecil dan pola kelekatan dengan pasangan hidup pada dewasa muda. Beberapa faktor dalam teori dan metodologi yang menyebabkan tidak signifikannya hasil penelitian akan dibahas lebih lanjut.

Abstract
Attachment style has an important role in romatic relationship in adult (Hazan & Shaver in Bird & Melville, 1994). Attachment style in adulthood can be considered to be strongly correlated with attachment style that he/she has with their parents in childhood. This research intend to explore the relationship between attachment style with parents in childhood and attachment style with spouse in young adult. Attachment style with parents in childhood is distinguished between attachment style with Father and attachment style with Mother to get specific answer about attachment style that respondents have with both of their parents. There are 122 young adults respondents involved in this research which is between 25 ? 40 in age and have been married for 5 ? 10 years. This research found out that the relationship between attachment style with Father and Mother in childhood and attachment style with spouse in young adult is not significant. Some factors in the theory and methodologist which might be the cost of this insignificant result is discussed."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vanda Pebruarini
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengalaman buruk masa kecil dan kecenderungan malingering pada partisipan yang merupakan warga binaan di lembaga pemasyarakatan. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa terdapat kecenderungan untuk melakukan malingering pada korban yang pernah mengalami kekerasan seksual di masa kecil, karena adanya keuntungan eksternal yang diharapkan. Malingering kerap kali muncul pada warga binaan. Warga binaan juga ditemukan seringkali mengalami pengalaman buruk masa kecil. Partisipan berjumlah 86 warga binaan yang diminta untuk mengisi kuesioner Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) milik WHO (2011) dan Structured Inventory of Malingered Symptomatology (SIMS) milik Smith dan Burger (1997), yang kemudian diolah dengan mengunakan Pearson Correlations. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengalaman buruk masa kecil dan kecenderungan malingering pada warga binaan dewasa di Lembaga Pemasyarakan Salemba, Cipinang, dan Cibinong.

ABSTRACT
This study is conducted to determine the relationship between adverse childhood experiences and the tendency of malingering among prisoner participants. Previous research found that victims who have experienced childhood sexual abuse have a tendency for malingering, because of the external incentive expected. Malingering often arise on inmates. Inmates also found that often got adverse childhood experiences. 86 inmates were asked to fill Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) made by WHO (2011) and Structured Inventory of Malingered Symptomatology (SIMS) made by Smith and Burger (1997). The data were then processed by using Pearson Correlations. The results of the find that there is a significant relationship between adverse childhood experiences and the tendency of malingering among adult inmates at the Lembaga Pemasyarakan Salemba, Cipinang, and Cibinong."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S65480
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Valencie
"Pengalaman buruk masa kecil menjadi suatu kejadian yang dampaknya besar bagi seseorang. Pengaruhnya dapat berlanjut hingga tahapan perkembangan selanjutnya dalam kehidupan. Kini, di Indonesia terdapat peningkatan kasus penganiayaan dan penelantaran anak. Pemahaman umum menekankan pengaruh negatif dari pengalaman buruk masa kecil. Namun, hal ini berbeda dengan yang ditemukan pada kasus kehidupan nyata, di mana individu yang mengalami pengalaman buruk masa kecil mengembangkan resiliensi dan perilaku prososial yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pengalaman buruk masa kecil dan perilaku prososial pada populasi dewasa muda di Indonesia. Partisipan penelitian ini adalah 275 individu berusia 18-29 tahun yang berdomisili di Indonesia. Pengalaman buruk masa kecil diukur menggunakan alat ukur Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) dan perilaku prososial diukur menggunakan Prosocialness Scale for Adults (PSA). Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi pengalaman buruk masa kecil (M=39,51, SD=9,31), akan diikuti dengan penurunan frekuensi kecenderungan perilaku prososial (M=61,56, SD=9,56). Dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia perlu menciptakan pengalaman yang baik di masa kecil, sehingga perilaku membantu di masa dewasa muda pun meningkat.

Adverse Childhood Experience (ACE) becomes an impactful event for someone. Its influence can continue into later stages of development in life. In Indonesia, there is an increase in cases of child abuse and neglect. Common understanding emphasizes the negative effects of ACE. However, this differs from what is found in real life cases, where individuals who experience ACE develop resilience and high prosocial behavior. This study aims to examine the relationship between ACE and prosocial behavior in emerging adults in Indonesia. The participants of this study were 275 individuals aged 18-29 who live in Indonesia. ACE were measured using the Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) and prosocial behavior was measured using the Prosocialness Scale for Adults (PSA). The results of the research analysis showed that the higher the frequency of negative childhood experiences (M=39.51, SD=9.31), the lower the frequency of prosocial behavior tendencies (M=61.56, SD=9.56). This demonstrates how Indonesians need to create good experiences in childhood, in order to help increase prosocial behavior in emerging adulthood."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>