Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 177380 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rufiah Aulia Rasyidah
"Latar belakang: Anak berusia 2-6 tahun berada pada fase terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik dan otak mereka, sehingga penting untuk memastikan kebutuhan gizi anak tercukupi. Anak dengan perilaku picky eating cenderung menolak makanan baru atau asing dan selektif terhadap makanan, menyebabkan terbatasnya jumlah dan variasi asupan makan anak. Hal ini memunculkan kemungkinan tidak tercukupinya kebutuhan nutrisi anak, yang dapat menyebabkan gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara perilaku picky eating dengan status gizi pada anak.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. 64 subjek merupakan anak berusia 2-6 tahun di wilayah Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi. Penggolongan anak sebagai picky eating atau tidak picky eating didapatkan melalui kuesioner Child Eating Behaviour. Status gizi diukur berdasarkan z-skor berat badan per tinggi badan. Data dianalisis menggunakan Uji Fisher (p<0,05).
Hasil: Persentase anak picky eating pada populasi anak di wilayah Jakarta adalah 46,9%. Rata-rata skor food fussiness yang digunakan sebagai cut-off adalah 2,75. Prevalensi perilaku picky eating tertinggi di usia 3 tahun sampai usia 4 tahun dengan 4 tahun sebagai puncak (58%). Sebagian besar status gizi subjek populasi adalah normal (90,6%). Terdapat perbedaan proporsi status gizi antara picky eating dan tidak, anak dengan status gizi kurang lebih banyak ditemukan pada anak yang pilih-pilih makanan (6,7% pada kelompok picky eating dan 2,9% pada yang tidak), namun tidak bermakna secara statistik (p>0,05).
Simpulan: Tidak ada hubungan perilaku picky eating dengan status gizi pada anak berusia 2-6 tahun.

Background: Children aged 2-6 years are in the best phase for growth and development of their physical and brain, so it is important to ensure that children's nutritional needs are fulfilled. Children with picky eating tend to refuse new or unfamiliar foods and are selective about food, causing limitation of the quantity and variety of children's food intake. This raises possibility that the child's nutritional needs are not fulfilled, which can cause disruption to the child's growth and development.
Aim: To determine the relationship between picky eating behavior and nutritional status in children aged 2-6 Years Old in Jakarta in 2020.
Methods: This study used a cross sectional design. 64 subjects were children aged 2-6 years in the Jakarta area who met the inclusion criteria. The classification of children as picky eating or not picky eating is obtained through the Child Eating Behavior Questionnaire. Nutritional status was measured based on weight per height z-score. Data were analyzed using Fisher's Test (p<0,05).
Results: The percentage of picky eatings in the child population in DKI Jakarta is 46.9%. The mean food fussiness score which were used as the cut-off was 2.75. The highest prevalence of picky eating behavior occurs at the age of 3 to 4 years with the peak at 4 years (58%). Most of the population has normal nutritional status (90.6%). There is a difference in the proportion of nutritional status between childrens who were picky and those who do not. Children with poor nutritional status are more often found in children who are picky eatings. However, statistics showed that there is no relationship between picky eating behavior and nutritional status (p>0,05).
Conclusion: There is no relationship between picky eating behavior and nutritional status in children aged 2-6 years.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vahira Waladhiyaputri
"Latar belakang: Dampak malnutrisi seperti stunting, wasting, dan underweight pada 1000 hari pertama kehidupan irreversible, namun dapat dicegah dengan makanan pendamping ASI yang berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ketercapaian minimum dietary diversity (MDD) dengan status gizi anak usia 6-23 bulan di Jakarta Timur pada pandemi COVID-19 tahun 2020. Metode: Studi cross-sectional ini menggunakan data sekunder penelitian di Jakarta Timur, dengan jumlah sampel 102 subjek berusia 6-23 bulan. Data terkait MDD diperoleh melalui food recall 24 jam yang kemudian dimasukkan ke dalam kuesioner MDD. Data terkait usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, dan pendapatan rumah tangga juga dianalisis dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan melalui uji chi square dan regresi logistik menggunakan aplikasi SPSS Statistics versi 25. Hasil: Mayoritas subjek penelitian berusia 12-17 bulan (39,2%) dengan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan. Sebanyak 52% subjek mencapai MDD pada asupan hari sebelumnya. Stunting merupakan status gizi terbanyak (20,6%) dibandingkan dengan wasting (15,7%) dan underweight (12,7%). Tidak ditemukan hubungan signifikan antara ketercapaian MDD dan status gizi subjek, tetapi jenis kelamin dianggap berhubungan dengan stunting (p=0,003; 95% CI=1,81-19,03) dan underweight (p=0,012; 95% CI =1,54-36,73). Kesimpulan: Dalam menganalisis hubungan kualitas asupan dengan status gizi, aspek lain seperti jumlah asupan juga perlu diperhatikan.

the 1000 first days of life are irreversible, but could be prevented by giving high quality complementary feeding practice. This study aims to examine the relationship between achievement of minimum dietary diversity (MDD) with nutritional status among children aged 6-23 months in East Jakarta during the 2020 COVID-19 pandemic. Method: This cross-sectional study used secondary data from a research in Kampung Melayu Village, East Jakarta, with a total sampling of 102 subjects aged 6-23 months. Data related to MDD was obtained through a 24-hour food recall, which was then entered into the MDD achievement questionnaire. Data related to age, gender, mother's education level, and household income were also analyzed in this study. Data analysis was carried out through the chi square test and logistic regression using SPSS Statistics application version 25. Result: Majority of subjects in the study were 12-17 months (39.2%) and with an equal proportion between male and female. A total of 52% of subjects achieved MDD on the previous day's food intake. Stunting is the most prevalent nutritional status (20.6%) compared to wasting (15.7%) and underweight (12.7%). No significant relationship was found between the achievement of MDD and the nutritional status of the subjects, but gender was considered to be related to stunting (p=0.003; 95% CI=1.81-19.03) and underweight (p=0.012; 95% CI=1.54-36.73). Conclusion: In analyzing the relationship between the quality of intake and nutritional status, other aspects such as the amount of intake also need to be taken into account."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Budi Prayuni
"Balita kurang gizi merupakan masalah yang tinggi di Indonesia. Balita kurang gizi akan mengalami kesulitan utuk tumbuh normal dan lebih rentan terhadap penyakit. Faktor yang diduga berpengaruh adalah jumlah anak di keluarga, dimana jumlah anak mempengaruhi kecukupan asupan makan di keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah anak di keluarga dengan peningkatan status gizi balita di Desa Anin, Kabupaten TTS. Penelitian dilakukan dengan desain kuasi eksperimental menggunakan data sekunder hasil pengukuran balita di Posyandu pada bulan Oktober 2009 dan 2010. Jumlah sampel sebesar 71 responden dengan rerata usia pada tahun 2009 adalah 27,62 bulan, 54,9% berjenis kelamin perempuan, dan 63,4% responden berasal dari keluarga dengan jumlah anak ≤ 2 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase kejadian wasting dan underweight menurun dari tahun 2009 ke tahun 2010 menjadi 2,8 % dan 45,1,%, sementara stunting meningkat menjadi 74,7%. Terdapat perbedaan rerata yang bermakna antara nilai Z skor BB/TB (p=0,035) dan BB/U (p=0,020) pada tahun 2009 dan 2010, sedangkan nilai Z skor TB/U tidak bermakna (nilai p=0,272). Tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak di keluarga dengan peningkatan nilai Z skor BB/TB (p=0,114), BB/U (p=0,250), dan TB/U (p=0,060). Sebagai kesimpulan bahwa persentase kasus balita kurang gizi sangat tinggi di Kabupaten TTS serta jumlah anak di keluarga tidak berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan status gizi balita. Program kesehatan ibu dan anak dan kecukupan pangan perlu digalakkan oleh pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan gizi balita.

Undernutrion in children under five is a problem in Indonesia. One of the factor that can influence the nutritional status of children is number of children in family, where the number of children can affects the adequacy of food intake.Problem examined in this study is the relationship between number of children in the family with increased of nutritional status of children under five in The Village of Anin, TTS District. This study uses quasi experimental design using secondary data of children under five that is measured in Posyandu in October 2009 and 2010. The subjects were 71 respondents which 54,9 % of them is female, with a mean age of 27,62 months in 2009, and 63,4 % of respondents from family with number of children ≤ 2 people.The result showed that the percentages incidence of wasting and underweight decreased to 2,8 % and 45,1 %, while stunting increased to 74,7%. The value of weight/height (p=0,035) and weight/age (p=0,020) Z score in 2009 and 2010 had sinificant mean differences and height/age Z score had not (p=0,272). There was no significant relationship between number of children in family and increasing the value of weight/height , weight/age, and height/age Z score. As a conclusion that percentage of undernourished children under five in Anin Village has very high and number of children in family has no significant effect on improving nutritional status of children. Neverthless, Maternal and child health programs and food sufficiency should be encouraged by governments and communities to improve nutrition status of children."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saint Diven
"Latar Belakang: Salah satu permasalahan kesehatan anak di Indonesia adalah adanya gangguan status nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan berupa stunting. Prevalensi stunting tertinggi di Indonesia terdapat di provisi Nusa Tenggara Timur (NTT). Pada berbagai penelitian terdahulu tentang kesehatan gigi mulut ditemukan adanya kecenderungan perburukan nilai OHI-S pada anak dengan status nutrisi buruk dan disertai adanya peningkatan populasi bakteri oral Veillonella spesies, yakni bakteri yang berperan penting dalam menjaga integritas komunitas multispesies pada dental biofilm di tahap early colonization sebelum terbentuk middle dan late colonizer. Akan tetapi, sampai saat ini belum diketahui hubungan antara populasi oral Veillonella spesies dengan status stunting. Tujuan: Menganalisis perbandingan distribusi oral Veillonella spesies pada dental biofilm anak usia 6-7 tahun pada kelompok HAZ stunting serta menganalisa korelasi jumlah bakteri oral Veillonella spesies dengan nilai OHI-S. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik laboratorik terhadap 40 sampel dental biofilm dari permukaan gigi M1 rahang bawah anak usia 6-7 tahun yang sebelumnya telah dikelompokkan berdasarkan status HAZ sesuai pengukuran standar WHO dan kategori OHI-S. Ekstraksi DNA dari dental biofilm sampel dilakukan dengan instaGene Matrix Kit. Hasil ekstraksi DNA kemudian dikuantifikasi menggunakan absolute quantification dengan mesin real-time PCR. Jumlah cycle dari tiap sampel dibandingkan dengan jumlah cycle pada kurva standar untuk mendapatkan jumlah bakteri secara spesifik. Hasil: Spesies Veillonella dispar ditemukan dominan di keseluruhan sampel. Jumlah spesies Veillonella denticariosi menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok HAZ normal dan stunting. Jumlah Veilonella denticariosi pada kelompok OHI-S sedang dan buruk menunjukkan korelasi dengan perbedaan bermakna. Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara jumlah bakteri oral Veillonella spesies dari sampel dental biofilm gigi permanen anak usia 6-7 tahun dengan status stunting, kecuali Veillonella denticariosi. Selain itu, terdapat kecenderungan bahwa semakin buruk status OHI-S maka jumlah Veillonella denticariosi semakin menurun, sedangkan 6 oral Veillonella spesies lain tidak menunjukkan perbedaan jumlah pada kelompok OHI-S yang berbeda. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengetahui peran Veillonella denticariosi terhadap kebersihan mulut dan status nutrisi anak usia 6-7 tahun

Background: One of the major Indonesian children’s health problems is nutritional disorders that affects child’s developmental process, called stunting. Highest stunting prevalence in Indonesia is in East Nusa Tenggara Province. In various previous studies, it was found that there was a tendency of worsening OHI-S values in children with poor nutritional status and accompanied by an increase in oral Veillonella species population, which are bacteria that play an important role in maintain the integrity of the multispecies community on dental biofilms in early colonization stage before forming middle and late colonizer. However, until now, there is no study regarding the direct relationship between stunting and oral Veillonella spesies. Objective: To analyze distribution of oral Veillonella spesies in dental biofilm from stunting children range from 6-7 years old and to analyze correlation between oral Veillonella spesies and oral hygiene. Methods: Dental biofilm samples collected from 40 Indonesian children’s first permanent molar were divided into 2 groups (normal and stunting) and 3 oral hygiene groups (good, moderate, and poor). Genomic DNA was extracted from each sample. For this, we used absolute quantification of real-time PCR method with species-specific primer sets of 7 oral Veillonella species to detect these species effectively. Results: Veillonella dispar was found as the predominant species among all oral Veillonella species in 40 samples. There are no significant associations between 7 oral Veillonella species with normal and stunting conditions except for Veillonella denticariosi (stunting < normal). Significant associations are also found in moderate and poor oral hygiene status of Veillonella denticariosi also good and moderate oral hygiene status of Veillonella dispar. Significant correlation between Veillonella denticariosi and oral hygiene status is also found. Conclusion: This study demonstrated that there is no relationship between number of oral Veillonella species with stunting condition, except Veillonella denticariosi. Besides that, there is a tendency that the worse the OHI-S status, the lower the number of Veillonella denticariosi, while the other 6 oral Veillonella species do not show a difference in numbers in different OHI-S groups. Further research is needed to determine the role of Veillonella denticariosi on oral hygiene and nutritional status of children aged 6-7 years."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Dewi Anggraini
"

Sugar Sweetened Beverages (SSBs) merupakan jenis minuman yang paling banyak dikonsumsi oleh usia remaja. Mengonsumsi SSBs secara berlebihan dapat memberikan dampak buruk terhadap kesehatan, salah satunya yaitu meningkatkan risiko kegemukan pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor yang paling berhubungan dengan konsumsi SSBs serta hubungan antara konsumsi SSBs dengan status gizi pada siswa di SMPN 2 Bandung tahun 2020. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional yang dilakukan pada bulan Februari dan Maret 2020 di SMPN 2 Bandung dengan jumlah responden 153 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan pengukuran antropometri dan pengisian kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara univariat, analisis bivariat dengan chi square, dan analisis multivariat dengan uji regresi logistik ganda. Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui 69,9% responden mengonsumsi SSBs tingkat tinggi (> 2 kali/hari). Hasil bivariat menunjukkan pendidikan ibu, ketersediaan SSBs di rumah, dan paparan media memiliki hubungan yang signifikan terhadap konsumsi SSBs. Analasis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan yang berhubungan dengan konsumsi SSBs adalah pendidikan ibu (OR: 3,03), setelah dikontrol oleh variabel paparan media, ketersedian SSBs di rumah dan aktifitas fisik. Responden dengan ibu berpendidikan rendah berpeluang 3 kali lebih tinggi mengonsumsi SSBs tingkat tinggi dibandingkan responden dengan ibu berpendidikan tinggi. Pada penelitian ini juga diketahui bahwa konsumsi SSBs berhubungan dengan status gizi (OR: 2,45). Konsumsi SSBs tinggi berisiko mengalami kegemukan. Peneliti menyarankan siswa mengurangi kebiasaan mengonsumsi SSBs dengan cara mengganti SSBs dengan minuman yang lebih sehat seperti susu plain, pihak sekolah memasukkan hal-hal terkait SSBs pada salah satu mata pelajaran, dan orang tua membatasi ketersediaan SSBs di rumah.


Sugar Sweetened Beverages (SSBs) are the type of drink most consumed by adolescents. Excessive consumption of SSBs can give a negative impact for health, one of which is increasing the risk of being obesity in adolescents. This study aims to determine the factors most related to SSBs consumption and the relationship between SSBs consumption and nutritional status of students at SMPN 2 Bandung in 2020. This study conducted in February and March 2020 at SMPN 2 Bandung with a total of 153 respondents, using a cross sectional study design. Data is collected by anthropometric measurements and filling out the questionnaires. The obtained data were analyzed using univariate, bivariate analysis with chi square test, and multivariate analysis with multiple logistic regression tests. Based on the results of univariate analysis it was found that 69,9% of respondents consumed high levels of SSBs (> 2 times /day). Bivariate results show that maternal education, availability of SSBs at home, and media exposure have a significant relationship to SSBs consumption. Multivariate analysis showed that the dominant factors associated with SSBs consumption were maternal education (OR: 3,03), after being controlled by media exposure variables, SSBs availability at home and physical activity. Respondents with low-educated mothers had a chance 3 times higher of consuming high-level SSBs compared to respondents with highly educated mothers. In this study it was also known that SSBs consumption was related to nutritional status (OR: 2,45). Consumption of high SSBs is at risk of being obesity. Researchers suggest students reduce their habits of consuming SSBs by replacing SSBs with healthier drinks such as plain milk, the school includes things related to SSBs in one subject, and parents limit the availability of SSBs at home.

"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Santi Jaelani
"Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan prestasi belajar siswa kelas IV dan V SDN Pancoranmas 02 Kecamatan Pancoranmas Kota Depok tahun 2014 dengan menggunakan desain penelitian cross sectional . Sampel dalam penelitian ini sebanyak 112 siswa. Data penelitian didapatkan dari data primer dengan menggunakan kuesioner, angket, timbangan injak dan mikrotoa, serta data sekunder dari nilai ulangan harian dan arsip sekolah. Data dianalisis secara univariat untuk melihat gambaran masing-masing variabel dan analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square.
Hasil analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan antara status gizi IMT/U (p value 0,03) dan pendidikan ibu (p value 0,01) dengan prestasi belajar, sedangkan tidak terdapat hubungan antara status gizi TB/U, kebiasaan sarapan, asupan zat gizi, pendidikan ayah, pendapatan orang tua dan pekerjaan ibu dengan prestasi belajar.

The aim of this thesis is to determine factors that associated with student achievement in 4th and 5th grade, Pancoranmas 02 Elementary School, Pancoranmas District, Depok 2014 using cross-sectional research design. Sample in this study is 112 students. Research data obtained from primary data using questionnaires, scales and mikrotoa, as well as secondary data from report card and school archive. Data were analyzed using univariate to see an overview of each variable and bivariate analysis using chi square test.
Thus, the result of bivariate analysis showed that there is relationship between the nutritional status (BAZ) (p value 0.03) and mother's education (p value 0,01) with student achievement, whereas there is no relationship between the nutritional status (HAZ), breakfast habits, intake of nutrient , father's education, parent?s income and mother's occupation with learning achievement.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S54809
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adimas Siti Helvanisari Denang
"Stunting atau pendek (PB/U < -2SD) merupakan kegagalan pertumbuhan liniear yang menjadi permasalahan dunia terutama negara berkembang. Stunting terjadi akibat dari banyak faktor diantaranya, faktor maternal, lingkungan, MPASI tidak adekuat, dan pemberian ASI. Faktor maternal yang mempengaruhi kejadian MPASI adalah karakteristik ibu, riwayat kehamilan, dan kesehatan mental. Salah satu masalah kesehatan mental pada ibu adalah gangguan mood. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui hubungan gangguan mood dan pola asuh gizi terhadap stunting. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan menggunakan data Riskesdas 2018. Penelitian ini dimulai dari September 2019 s/d April 2020. Analisis pada penelitian ini adalah univariate, bivariate dan multivariate. Uji Chi-square pada penelitian ini mendapati bahwa ada hubungan signifikan gangguan mood, pola asuh gizi dan karakteristik ibu terhadap stunting (p value < 0.001). Gangguan mood, ASI Eksklusif, MPASI tepat waktu, dan pekerjaan ibu merupakan faktor protektif terhadap stunting (OR<1) Hasil analisis multvariat mendapati usia adalah faktor yang paling kuat mempengaruhi kejadian stunting. Peneliti menyaranakan pemerintah untuk melakukan upaya yang lebih gencar lagi pada skrining gangguan mood, pemantauan status gizi dan pemantauan status gizi ibu dan anak.

Stunting atau short stature (HAZ < -2SD) is a linear growth failure that largely occur in developing contries. Stunting happened from various causes for instances maternal factor, environment, complementary feeding and breastfeeding. Some of maternal factors potentially causes stunting are maternal characteristic, pregnancy history, and mental health. One of maternal mental health is mood disorder. This study aim for finding relationship between mood disorder and nutritional parenting to stunting aged 6-23 months old. This study used secondary data from Riskesdas 2018 by using cross sectional design. This study also analyzed univariate, bivariate, and multivariate factors. It started on September 2019 until April 2020. This study reported that there is significant relationship between mood disorder nutrition parenting, and maternal characteristic towards stunting. Mood disorder, exclusive breastfeeding, complementary feeding, and mother’s profession are protective factor to stunting (OR <1). Futhermore, multivariate analysis result showed that mother age is the most impactful factors from all of them. It suggested for stakeholder to be more concern about maternal mood disorder, mother nutririon status, children nutrition status and also exclusive breastfeeding."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khansa Salsabila
"

Konstipasi fungsional (KF) adalah gangguan pencernaan yang disertai dengan kesulitan defekasi yang persisten atau tidak tuntas serta jarangnya pergerakan usus dan tidak disertai dengan penyebab sekunder. KF kerap diasosiasikan dengan status nutrisi pada anak-anak. Jika tidak diobati, dapat berujung pada rendahnya kualitas hidup. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk dilakukan agar dapat mengubah kualitas hidup anak menjadi lebih baik. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan menganalisis data 292 subjek dari SMP Labschool Jakarta pada Maret 2018. Umur subjek berkisar antara 11 hingga 14 tahun. Mereka diminta untuk mengisi kuesioner tentang pola makan, aktifitas fisik, dan evaluasi KF yang menggunakan ROME III criteria, serta pengukuran tinggi dan berat badan untuk penilaian status nutrisi (klasifikasi menggunakan Waterlow criteria). Prevalensi KF dan asosiasinya terhadap status nutrisi dan karakteristik lainnya (jenis kelamin, kelas, pola makan, dan aktifitas fisik) didapatkan dengan Chi Square Test, sementara Mann-Whitney U Test untuk asosiasinya dengan umur. Dari 292 subjek yang dievaluasi, KF ditemukan pada 57 subjek (19,5%), di mana 34 dari mereka adalah perempuan (59,4%). Berdasarkan status nutrisi mereka, 29 subjek (50,9%) normal, 20 subjek (35,1%) memiliki gizi lebih, sementara 8 lainnya (14,0%) gizi kurang. Terdapat hubungan yang bermakna (p<0,05) antara status nutrisi gizi lebih dengan KF (p=0,011), studi ini sependapat dengan studi-studi yang telah dilakukan. Namun, tidak terdapat adanya hubungan bermakna lain antara jenis kelamin (p=0,398), kelas (p=0,480), umur (median=13,0, p=0,658), pola makan (tidak sarapan, konsumsi sayur dan buah), dan aktifitas fisik (p=0,699) dengan KF.


Functional constipation (FC) is a gastrointestinal disorder often characterized by persistent or incomplete difficult defecation with infrequent bowel movements and absence of secondary causes. FC is often associated with nutritional status among children. If left untreated, it can lead to a decreased in quality of life. Hence why, this study is essential to improve the children’s quality of life. This research used a cross-sectional method by analyzing a total of 292 subjects from SMP Labschool Jakarta on March 2018. The subjects ranged from 11 to 14 years old and were asked to fill in the questionnaire for dietary pattern, physical activity and FC assessment using ROME III criteria, along with their body height and weight measurement for nutritional status (classified using Waterlow criteria). The prevalence of FC and its association with nutritional status and other characteristics (gender, grade, dietary pattern, and physical activity) is acquired by using Chi Square Test, while Mann-Whitney U Test is for its association with age. Out of 292 subjects that were evaluated, FC is found in 57 subjects (19.5%), in which 34 of them are female (59.4%). Based on their nutritional status, 29 subjects (50.9%) are normal, 20 subjects (35.1%) are overweight or obese, while the remaining 8 subjects (14.0%) are malnourished. A meaningful association (p<0.05) is found between overweight or obese nutritional status and FC (p=0.011), which is in concordance with previous findings. However, no other meaningful association is found between gender (p=0.398), grade (p=0.480), age (median=13.0, p=0.658), dietary pattern (skipping breakfast, intake of vegetables and fruits), and physical activity (p=0.699) with FC."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwinda Listya Indirwan
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan status gizi baduta usia 6-23 bulan berdasarkan composite index anthropometric failure (CIAF) di Kecamatan Babakan Madang tahun 2019. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Respponden yang berpartisipasi pada penelitian ini yaitu sejumlah 279 baduta dengan menggunakan metode purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan pada Mei-September 2019, meliputi pengukuran berat badan dan panjang badan, wawancara terstruktur menggunakan bantuan kuesioner, dan lembar 24-hour recall. Hasil penelitian menunjukkan terdapat 43,4% baduta yang mengalami anthropomteric failure berdasarkan indikator CIAF. Berdasarkan hasil analisis multivariat, diketahui bahwa usia baduta menjadi faktor paling dominan pada terjadinya anthropomteric failure pada baduta usia 6-23 bulan di Kecamatan Babakan Madang tahun 2019 setelah dikontrol variabel riwayat ASI eksklusif dan riwayat penyakit diare (p=0,028, OR=1,775 95% CI=1,063-2,964). Perlu selalu diperhatikan pemberian asupan makanan anak yang aman, higienis, dan adekuat sesuai usianya.

ABSTRACT
The objective of the study is to determine the determinants of nutritional status of children aged 6-23 months based on the composite anthropometric failure index (CIAF) in Babakan Madang District in 2019. The study design used in this study was cross sectional. The sample used in this study were 279 children using the purposive sampling method. Data collection was conducted in May-September 2019. Data collection was carried out by measuring body weight and length, structured interviews using a questionnaire, and a 24-hour recall sheet. The results showed that 43.4% of the children had experienced anthropomteric failure based on CIAF indicators. Based on the results of the analysis, it is known that the age of the children is the most dominant factor in the occurrence of anthropomteric failure in children aged 6-23 months in Babakan Madang Subdistrict in 2019 after controlling for a history of exclusive breastfeeding and a history of diarrhea in the past 1 month. It is always necessary to pay attention to the intake of children who are safe, hygienic, and adequate according to their age."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febby Andyca
"Prevalensi autis meningkat dari tahun ke tahun, akan tetapi saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang status gizi pada anak autis.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada anak autis di tiga Rumah Autis (Bekasi, Tanjung Priuk, Depok) dan Klinik Tumbuh Kembang Depok. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional.
Hasil penelitian, dari 62 anak autis ditemukan sebesar 43,5% kelebihan berat badan. Berdasarkan hasil uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, kecukupan konsumsi energi dan kecukupan konsumsi lemak dengan status gizi anak autis. Anak autis yang mengonsumsi energi dengan kategori ?lebih? (>100% AKG) berisiko 3,7 kali kelebihan berat badan dan kecukupan konsumsi lemak merupakan faktor protektif tehadap kelebihan berat badan. Tetapi tidak ada hubungan yang bermakna antara umur, pantangan, aktivitas fisik, kecukupan konsumsi karbohidrat dan protein, frekuensi konsumsi pangan sumber energi (karbohidrat, protein, lemak) dengan status gizi pada anak autis. Namun terdapat kecenderungan kelebihan berat badan lebih banyak pada anak autis yang mengonsumsi makanan protein dengan kategori ?lebih? (50%), sumber karbohidrat dengan frekuensi ?sering sekali? >3x sehari (55,6%) dan sumber lemak dengan frekuensi ?sering? > 6x seminggu (48,1%).
Penulis menyarankan bagi orang tua menerapkan pola konsumsi yang sehat bagi anak autis seperti makan dengan beraneka ragam warna dan variasi makanan.
The prevalence of autism increased from year to year, but now it has never done research on the nutritional status in children with autism. The focus of this study is about Factors Associated with nutritional status at Children Autism in Three Autism house (Jakarta, Tanjung Priuk, Depok) and Growth Clinic Kreibel Depok.
The results of the study, 62 children with autism was found to be 43.5% overweight. Based on the results of statistical tests found a significant association between the sexes, the adequacy of energy consumption and the adequacy of fat consumption with the nutritional status of children with autism. Autism children who consume energy by category of "more" (> 100% RDA) 3.7x the risk of overweight and fat consumption adequacy repres protective factor overweight. But there is no significant relationship between age, abstinence, physical activity, adequate consumption of carbohydrates and protein, the frequency of food consumption of energy sources (carbohydrates, proteins, fats) with nutritional status in children with autism. But there is a tendency more overweight in children with autism who eat protein with the category of "more" (50%), carbohydrate source with a frequency of "very often"> 3x daily (55.6%) and fat sources with a frequency of "frequent" > 6x a week (48.1%).
The author suggests that parents implement a healthy consumption pattern for children with autism such as eating with a wide range of colors and variety of food.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>