Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 223460 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arief Trianto
"Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu sumber keunggulan kompetitif yang utama bagi perusahaan karena memiliki pengetahuan dan kompleksitas yang sulit ditiru oleh pesaing. Praktik SDM sangat berkaitan erat dengan kinerja perusahaan.
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana hubungan antara praktik SDM dan karakteristik pekerjaan terhadap kinerja karyawan yang dimediasi oleh employee well-being pada PT. ABC. PT. ABC merupakan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang sub kontraktor di bidang telekomunikasi di Indonesia. Penelitian ini memasukkan  komponen health-related well-being  pada employee well-being di samping komponen psychological well-being.
Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai metode pengumpulan data dengan  responden pegawai di bidang operasional baik di kantor pusat maupun yang tersebar di 11 cabang. Analisis data menggunakan Structural Equation Modeling (SEM).
Hasil penelitian ini menunjukkan bila praktik SDM terbukti berpengaruh secara positif terhadap kinerja sedangkan karakteristik pekerjaan tidak terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Praktik SDM maupun karakteristik pekerjaan sama-sama tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap employee well-being. Sementara Employee well-being juga tidak terbukti berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian ini menekankan pentingnya praktik SDM dalam meningkatkan kinerja karyawan.

Human Resources (HR) is one of the main competitive advantages for companies because they have the knowledge and complexity that is difficult to imitate by competitors. HR practice is closely related to the company's performance.
This study discusses how the relationship between HR Practice and Job Characteristics on Employee Performance that is mediated by Employee Well-Being in PT. ABC. PT. ABC is a company in telecommunication industry that is in the construction of infrastructure and facilities for telecommunications in Indonesia. This research includes the health-related well-being component in variable employee well-being in addition to the psychological well-being component.
This study uses a questionnaire as data collection method with respondents in the operational/project fields in headquarter and 11 branches. Data analysis uses Structural Equation Modeling (SEM).
The results indicated that HR Practice has a positive effect on  Job Performance while Job Characteristics does not have effect on Job Performance. Both HR practices and Job Characteristics didn`t have a significant effect on Employee Well-Being. While Employee Well-Being also didn`t have a significant effect on Job Performance. The results of this study emphasize the importance of HR practices in improving employee performance.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53994
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Aldita Ramadhanty
"

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan unsur penting yang harus diperhatikan dalam dunia korporasi karena setiap perusahaan atau organisasi pasti memiliki tujuan untuk dicapai bersama. Tujuan organisasi dapat tercapai apabila kebutuhan pekerja terpenuhi melalui pengelolaan SDM yang baik, yang secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan sosial para pekerjanya. Skripsi ini membahas mengenai penerapan 4 (empat) kegiatan utama Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM), yakni acquisition, development, reward and motivation, dan maintenance and departure of an organisation’s human resources sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pekerja agar dapat meningkatkan kesejahteraan pekerja PT. PELITA INDONESIA DJAYA CORPORATION (PIDC). Penelitian ini menggunakan jenis dan pendekatan penelitian kualitatif-deskriptif agar dapat mendeskripsikan penerapan kegiatan tersebut secara mendalam. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam penerapannya, PT. PIDC melakukan beberapa upaya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan karyawannya melalui kegiatan-kegiatan MSDM, meskipun belum optimal karena terdapat berbagai hambatan dalam prosesnya.

 


Human Resources (HR) is an important element that must be considered in the corporate world because every company or organization must have a goal to make together. Organizational goals will achieved if the needs of workers are met, so companies that can manage their human resources well, both directly and indirectly will increase the social welfare of workers. This thesis discusses applying 4 (four) main activities of Human Resource Management (HRM), namely acquisition, development, reward and motivation, and maintenance and departure of an organization's human resources to meet the needs of workers to improve worker welfare PT. PELITA INDONESIA DJAYA CORPORATION (PIDC). This study uses qualitative descriptive research types and approaches to describe apply these activities in-depth. The results of this study is, that in its application, PT. PIDC made several efforts to improve the welfare of its employees through HR activities, although it was not optimal due to various obstacles in the process.

"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enny Dinarwati
"Penelitian ini dilakukan pada karyawan PT. X yang mengalami peningkatan tuntutan pekerjaan dan kemampuan kerja untuk berhasil memenuhi tugas di tengah upaya perusahaan mencapai kinerja keuangan yang berdampak pada kesejahteraan karyawan. Meningkatnya tuntutan pekerjaan berasosiasi dengan menurunnya kesejahteraan karyawan. Pada saat yang bersamaan, efikasi diri okupasional yang dimiliki oleh karyawan dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan. Penelitian ini terdiri dari dua studi. Studi satu bertujuan untuk menganalisis pengaruh tuntutan pekerjaan dan efikasi diri okupasional terhadap kesejahteraan karyawan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional menggunakan survei, dengan kriteria partisipan yang telah bekerja minimal selama 1 tahun dan diperoleh jumlah responden sebanyak 100 orang. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda menggunakan metode stepwise pada SPSS versi 26, disimpulkan bahwa terdapat pengaruh tuntutan pekerjaan yang negatif dan signifikan terhadap kesejahteraan karyawan (β = -0.478, p<0.01), serta terdapat pengaruh efikasi diri okupasional yang positif dan signifikan terhadap kesejahteraan karyawan di PT. X (β = 0.413, p<0.01). Selanjutnya, pada studi dua dilakukan intervensi dengan tujuan untuk mengurangi beban kerja mental sebagai salah satu dimensi penting dari tuntutan pekerjaan. Intervensi yang dilakukan adalah pelatihan manajemen stres kepada 10 partisipan survei yang memiliki skor kesejahteraan yang rendah dan tuntutan pekerjaan yang tinggi. Berdasarkan hasil analisis evaluasi pembelajaran menggunakan Paired Sample T-Test, diketahui bahwa terdapat perbedaan skor rata-rata pengetahuan karyawan yang signifikan terhadap beban kerja mental dan manajemen stres, saat sebelum intervensi (M = 2.7, SD = 1.42) dibandingkan setelah intervensi (M = 7.7, SD = 1.94), t(9) = -6.578, p<0.05, d = 0.3 mengindikasikan bahwa intervensi yang dilakukan oleh peneliti memiliki efek yang kecil.

This research was conducted on PT. X employees who experienced an increase in job demands and work ability to successfully fulfill their duties amidst the company's efforts to achieve financial performance, which has an impact on employee well-being. Increased job demands are associated with decreased employee well-being. At the same time, occupational self-efficacy possessed by employees can improve employee well-being. This research consists of two studies. The first study aims to analyze the effect of job demands and occupational self-efficacy on employee well-being. The research method used in this study is a correlational method using a survey with the criteria of participants having worked for at least 1 year and obtaining a total of 100 respondents. Based on the results of multiple regression analysis using the stepwise method in SPSS version 26, it is concluded that there is a negative and significant effect of job demands on employee well-being (β = -0.478, p<0.01), and there is a positive and significant effect of occupational self-efficacy on employee well-being at PT. X (β = 0.413, p<0.01). Furthermore, in the second study an intervention was carried out with the aim to reduce mental workload as an important dimension of job demands. The intervention was stress management training for 10 survey participants who had low well-being scores and high job demands. Based on the results of the learning evaluation analysis using the Paired Sample T-Test, it is known that there is a difference in the average score of employees' perceptions of mental workload and stress management, before the intervention (M = 2.7, SD = 1.42) compared to after the intervention (M = 7.7, SD = 1.94), t(9) = -6.578, p<0.05, d = 0.3 This indicates that the intervention carried out by the researcher had a small effect."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Like Hartati
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kreasi kerja (job crafting) dengan kesejahteraan karyawan (employee well-being) melalui peran mediasi modal psikologis (psychological capital). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional study. Partisipan penelitian ini adalah 332 karyawan swasta dan publik berusia 24-50 tahun yang bekerja di Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah accidental sampling. Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner daring dan dianalisis menggunakan analisis mediasi sederhana dengan program Macro Process Hayess model 4. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa modal psikologis memiliki peran mediasi dalam hubungan antara kreasi kerja dengan kesejahteraan karyawan (b = 0.37, 95% CI [0.30 – 0.45]). Implikasi dari penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh organisasi dalam mengembangkan berbagai program dan pelatihan, terutama dalam peningkatan keterampilan kreasi kerja dan modal psikologis karyawan.

This study aims to determine the relationship between job creation (job crafting) and employee well-being through the mediating role of psychological capital (psychological capital). This research is a quantitative study with a cross-sectional study design. The participants of this study were 332 private and public employees aged 24-50 years who worked in Indonesia. The sampling technique used is accidental sampling. Data was collected using an online questionnaire and analyzed using simple mediation analysis with the Macro Process Hayess model 4. The results of this study indicate that psychological capital has a mediating role in the relationship between job creation and employee welfare (b = 0.37, 95% CI [0.30 – 0.45]). The implications of this research can be utilized by organizations in developing various programs and training, especially in improving work creation skills and employee psychological capital."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meira Annisa Humaira
"Transisi angkatan kerja ke generasi Z membuat perusahaan perlu memperhatikan karakteristik unik yang dimiliki generasi Z dibandingkan generasi sebelumnya. Gen Z berani untuk berperilaku sesuai nilai yang diprioritaskannya, salah satunya adalah well-being. Hal ini berkaitan erat dengan fenomena quiet quitting. Quiet quitting merupakan karyawan yang tidak berhenti bekerja secara resmi namun tidak melampaui batas dasar kewajiban mereka. Salah satu faktor yang berhubungan dengan terjadinya quiet quitting adalah employee well-being yang rendah. Kebebasan dan kemandirian melalui job crafting berpotensi menekan perilaku quiet quitting. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran moderasi dari job crafting dalam memperlemah hubungan employee well-being dan quiet quitting. Partisipan penelitian ini berjumlah 268 karyawan generasi Z yang sedang bekerja, sudah melewati tahap probation (3 bulan), dan memiliki atasan. Pengambilan partisipan menggunakan metode convenience sampling dengan menyebarkan kuesioner secara daring. Analisis moderasi dilakukan dengan menggunakan macro process Hayes model 1. Hasil analisis data hipotesis mempunyai nilai (p) 0.170 > 0.05. Hal ini berarti tidak ada efek moderasi job crafting yang memperlemah hubungan employee well-being dan quiet quitting pada karyawan generasi Z. Hasil penelitian ini memberikan inisiatif penting bagi perusahaan untuk meningkatkan employee well-being sebagai upaya mengurangi perilaku quiet quitting.

The transition of the workforce to generation Z made companies need to pay attention to the unique characteristics that generation Z had compared to previous generations. Gen Z dared to behave according to their prioritized values, one of which was well-being. This was closely related to the phenomenon of quiet quitting. Quiet quitting was an employee who did not officially stop working but did not exceed the basic limits of their obligations. One of the factors associated with quiet quitting was low employee well-being. Freedom and independence through job crafting had the potential to suppress quiet quitting behavior. This study aimed to examine the moderating role of job crafting in weakening the relationship between employee well-being and quiet quitting. The participants of this study amounted to 268 generation Z employees who were currently working, had passed the probation stage (3 months), and had a supervisor. Participants were collected using a convenience sampling method by distributing questionnaires online. Moderation analysis was conducted using macro process Hayes model 1. The results of the hypothesis data analysis had a value (p) of 0.170 > 0.05. This meant that there was no moderating effect of job crafting that weakened the relationship between employee well-being and quiet quitting in generation Z employees. The results of this study provided important initiatives for companies to improve employee well-being as an effort to reduce quiet quitting behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvia Rahmah
"Penelitian dilakukan untuk mengetahui perbedaan kinerja karyawan, kreasi kerja dan kesejahteraan karyawan pada karyawan dengan pengaturan lokasi berbeda serta untuk mengetahui peran mediasi kesejahteraan karyawan dalam hubungan antara kreasi kerja dengan kinerja tugas. Penelitian ini dilakukan terhadap 336 orang karyawan di Indonesia dengan menggunakan kuesioner daring. Alat ukur yang digunakan diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia yaitu: Skala Kinerja Tugas dari Individual Work Performance Questionnaire (IWPQ) yang dikembangkan oleh Koopmans dkk (2012), Skala Kreasi Kerja yang dikembangkan oleh Tims dkk (2012), dan Skala Kesejahteraan Karyawan yang dikembangkan oleh Pradhan dan Hati (2019). Satu butir pertanyaan dengan tiga pilihan jawaban yaitu bekerja sepenuhnya dari rumah, bekerja sepenuhnya dari kantor serta bekerja dari rumah dan kantor dengan pengaturan jadwal. Teknik analisis statistik yang digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian adalah one-way ANOVA dan analisis mediasi dengan aplikasi makro PROCESS dari Hayes versi 4.0 model 4 yang terdapat dalam perangkat lunak IBM SPSS versi 25. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karyawan yang sepenuhnya bekerja dari kantor memiliki skor kinerja tugas, kreasi kerja, dan kesejahteraan yang lebih tinggi dari pada karyawan yang bekerja sepenuhnya dari rumah maupun dengan pengaturan jadwal rumah-kantor. Di samping itu, penelitian ini juga membuktikan kesejahteraan karyawan berperan sebagai mediator dalam hubungan antara kreasi kerja dengan kinerja tugas karyawan secara sebagian. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat menjadi pertimbangan perusahaan untuk mengutamakan penerapan sistem bekerja dari rumah. Untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan karyawan melalui peningkatan perilaku kreasi kerja, atasan dapat memberikan kesempatan untuk memimpin proyek internal dan memberikan otonomi dengan risiko kecil.

This research was conducted to determine differences in employee performance, job crafting and employee well-beingwith different workplace arrengement and to determine the mediating role of employee well-being in the relationship between job crafting and task performance. There are 336 Indonesian employees completed online questinonnaire in this research. Task Performance Scale from the Individual Work Performance Questionnaire (IWPQ) developed by Koopmans et al. (2012), the Job Crafting Scale developed by Tims et al. (2012), and the Employee Well-Being Scale developed by Pradhan and Hati (2019) were adapted into Indonesian language and used to measure the research variables. Workplace arrangement measured by one question with three predefined answers: fully working form home, fully working from office, and both with shift arrangement. One-way ANOVA and mediation analysis with the PROCESS macro application from Hayes version 4.0 model 4 used to prove the research hypothesis. The results of this study indicated that employees who full-time work from the office have higher task performance, job crafting, and well-being than who full-time work from home or both with shift arrangement. In addition, this study also proved that employee well-being partially mediatedthe relationship between job crafting and task performance. Implication of this result is organization may consider prioritizing the implementation of fully working from office arrangement. Superiors could improve subordinate’s well-being and task performance through job crafting by giving the opportunities to lead internal projects or autonomy with low risk."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Suhandwifa
"Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara spiritual well-being dan work engagement pada karyawan. Sampel penelitian ini adalah 95 karyawan di Jakarta. Penelitian ini menggunakan bagian dari alat ukur Spiritual Leadership Theory (Fry, 2005) yang telah diadaptasi ke Bahasa Indonesia untuk mengukur spiritual well-being dan Utrecht Work Engagement Scale 9 (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006) yang telah diadaptasi ke bahasa Indonesia untuk mengukur work engagement. Melalui penelitian ini, ditemukan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara spiritual well-being dan work engagement (r = 0,629, p = 0,000). Keterbatasan penelitian serta saran untuk penelitian selanjutnya akan dibahas dalam diskusi penelitian.

This research was conducted to prove the existence of a relationship between spiritual leadership and employees? work engagement. Sample of this research includes 95 employees in Jakarta. This research used an Indonesian adaptation of a part of the Spiritual Leadership Theory questionnaire (Fry, 2005) to measure spiritual well-being and an Indonesian adaptation of Utrecht Work Engagement Scale 9 (Schaufeli, Bakker, & Salanova, 2006) to measure work engagement. It was found that spiritual well-being significantly correlated with work engagement on employees (r = 0,629, p = 0,000). The limitation of this research, as well as recommendations for further research are discussed at the end of this report."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S62931
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Az Zahra
"Dalam era digital saat ini, penting untuk memahami faktor-faktor yang dapat bertindak sebagai penyangga terhadap dampak negatif dari technostress creators terhadap kesejahteraan karyawan. Penelitian ini bersifat korelasional dengan pengambilan data menggunakan kuesioner secara cross-sectional dan sampel diambil dengan convenience sampling. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi peran otonomi kerja sebagai moderator dalam hubungan antara technostress creators dan kesejahteraan karyawan di kalangan pekerja IT, dengan sudut pandang teori Job Demands-Resources (JDR). Data dikumpulkan dari 117 pekerja IT yang bekerja di berbagai perusahaan teknologi di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara technostress creators dan kesejahteraan karyawan (b = -.17, SE = .13, 95% CI [-.45, .06], p = .18). Selain itu, ditemukan korelasi positif yang signifikan antara otonomi kerja dan kesejahteraan karyawan (b = .72, SE = .12, 95% CI [.47, .95], p < .001). Namun, otonomi kerja tidak memoderasi secara signifikan hubungan antara technostress creators dan kesejahteraan karyawan (b = -.06, SE = .20, 95% CI [-.41, .38], p = .76). Hal ini berarti tinggi atau rendahnya tingkat otonomi kerja tidak dapat memengaruhi hubungan technostress creators dan kesejahteraan karyawan. Temuan dari penelitian ini dapat bermanfaat untuk memperkaya literatur yang telah ada seputar technostress creators, kesejahteraan karyawan, dan otonomi kerja.

In today's digital era, it is important to understand the factors that can act as buffers against the negative impacts of technostress creators on employee well-being. This correlational study uses cross-sectional data collected through questionnaires, with the sample obtained via convenience sampling. The study aims to explore the role of job autonomy as a moderator in the relationship between technostress creators and employee well-being among IT workers, from the perspective of the Job Demands-Resources (JDR) theory. Data was collected from 117 IT workers employed in various technology companies in Indonesia. The results indicate that there is no significant relationship between technostress creators and employee well-being (b = -.17, SE = .13, 95% CI [-.45, .06], p = .18). Additionally, a significant positive correlation was found between job autonomy and employee well-being (b = .72, SE = .12, 95% CI [.47, .95], p < .001). However, job autonomy does not significantly moderate the relationship between technostress creators and employee well-being (b = -.06, SE = .20, 95% CI [-.41, .38], p = .76). This means that the level of job autonomy does not influence the relationship between technostress creators and employee well-being. This study's findings can enrich the existing literature on technostress creators, employee well-being, and job autonomy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Afif Alhad
"ABSTRAK
Kebahagiaan atau subjective well-being adalah motivasi utama manusia dalam
kehidupan. Kepribadian dianggap sebagai faktor yang sangat penting mempengaruhi
subjective well-being karena kepribadian menetap pada individu. Five-factor model of
personality adalah salah satu pendekatan dalam teori kepribadian yang terdiri dari
lima trait yaitu neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan
conscientiousness. Penelitian-penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa extraversion
dan neuroticism merupakan trait yang sangat mempengaruhi subjective well-being.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara five-factor model of
personality dengan subjective well-being pada abdi dalem Keraton Kasunanan
Surakarta dan untuk melihat trait yang paling besar pengaruhnya terhadap subjective
well-being. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, ditemukan bahwa five-factor
model of personality memberi kontribusi cukup besar terhadap subjective well-being
yaitu 47.3%. Trait yang secara signifikan mempengaruhi subjective well-being abdi
dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah agreeableness, extraversion,
dan openness to experience

ABSTRACT
Happiness or subjective well-being is considered the most crucial motivation
for individuals in their life. Personality, regarding its stability in individuals, has been
identified as essential factor in investigating subjective well-being. Five-factor model
of personality is one of the approaches in personality theory comprising neuroticism,
extraversion, openness to experience, agreeableness, and conscientiousness. Previous
studies suggest that extraversion and neuroticism are strong predictors for subjective
well-being. This study aims to assess the association between five-factor model of
personality and subjective well-being on abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat, and to identify the most influential trait toward subjective well-being.
The result from multiple regression analysis indicated that 47.3% of subjective wellbeing
was predicted by five-factor model of personality. Agreeableness, extraversion,
and openness to experience appeared to be significantly influential for subjective
well-being on abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat"
2016
T46416
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarah Atika Pratiwi
"Guru di sekolah dasar inklusif menanggung banyak tugas dan peran yang harus dikerjakan secara bersamaan dalam satu waktu. Banyaknya tantangan serta masalah yang dihadapi guru ketika menjalankan berbagai tugas di sekolah membuat guru lelah dan stres. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dan kesejahteraan subjektif pada guru di sekolah inklusif. Penelitian ini dilakukan pada 111 guru dengan kriteria aktif bekerja di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah inklusif, pernah atau sedang mengajar minimal satu siswa ABK, dan berdomisili di Indonesia. Resiliensi diukur dengan menggunakan CD-RISC yang telah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh Listiyandini dan Akmal (2015). Sedangkan kesejahteraan subjektif pada guru diukur dengan menggunakan TSWQ yang juga sudah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia oleh Saleh, Safitri, Kurniawati, dan Salim (n.d). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara resiliensi dan kesejahteraan subjektif pada guru di sekolah dasar inklusif (r = 0,667, p < 0,01). Dapat disimpulkan bahwa resiliensi berhubungan secara positif dengan kesejahteraan subjektif pada guru di sekolah dasar inklusif.

Teachers in inclusive primary schools carry out many tasks and roles that must be carried out simultaneously at one time. The many challenges and problems faced by teachers when carrying out various tasks at school make teachers tired and stressed. This study aims to determine the relationship between resilience and the teachers subjective well-being in inclusive schools. This research was conducted on 111 teachers with the criteria of being actively working in inclusive elementary schools and Islamic elementary schools, having teaching experience of at least one student with special needs, and domiciled in Indonesia. Resilience was measured using CD-RISC which was adapted into Indonesian by Listiyandini and Akmal (2015). Meanwhile, the teachers subjective well-being is measured using the TSWQ which has also been adapted into Indonesian by Saleh, Safitri, Kurniawati, and Salim (n.d). The results showed that there was a significant positive relationship between resilience and the subjective well-being of teachers in inclusive primary schools (r = 0.667, p < 0.01). It can be concluded that resilience is positively related to teachers subjective well-being in inclusive primary schools."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>