Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 121305 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rona Puspita
"abstrak
Perlindungan hukum bagi konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen, yang
melahirkan suatu benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang
merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen.
Pengenaan service charge dianggap sebagai aktivitas bisnis yang dilakukan oleh
pelaku usaha untuk mendapatkan keuntungan lainnya, dengan konsumen selaku
subjek pajak sebagai objeknya. Dalam kaitannya dengan Pajak, pengenaan service
charge dianggap sebagai pungutan pajak karena bersifat memaksa. Peneilitan ini
membahas terkait perlindungan hukum atas pengenaan service charge (uang servis)
pada usaha restoran terhadap konsumen, yang dimana belum terdapatnya aturan
mengenai pengenaan service charge yang diterapkan kepada konsumen selaku
subjek pajak. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan
yuridis empiris. Kesimpulan yang didapatkan yaitu terkait dengan pengenaan
service charge dianggap sebagai pungutan pajak karena bersifat memaksa,
sedangkan diketahui bahwa service charge bukan merupakan pungutan pajak,
karena service charge diatur bukan oleh Undang-Undang. sebagaimana diketahui
bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa harus diatur oleh undangundang.
Saat ini yang ada hanya aturan mengenai uang servis yang merupakan
pendapatan non upah, yang dibagikan kepada Pekerja/Buruh guna mensejahterakan
Pekerja/Buruh. Dalam hal yang demikian, konsumen dibenarkan untuk menolak
atau meminta keringanan pembayaran service charge, dan melakukan upaya-upya
hukum atas pembebanan service charge yang dibebankan kepadanya.

abstract
Legal protection for consumers is the effort that guarantees legal certainty
to provide protection to consumers, which create a fortress to eliminate arbitrary
actions which are detrimental to businessmen only for the sake of consumer
protection. The imposition of a service charge is considere a business activity
carried out by a businessmen to gain other benefits, with the consumer as the
subject and tax as the object. The relation with taxes, the imposition of a service
charge is considered a tax levy because it is coercive. This research is related to
the legal protection of the imposition of service charges (service money) in the
restaurant towards consumers, for which there are no rules regarding the
imposition of service charges that are applied to consumers as tax subjects. This
study use a normative and empirical juridical approach. The conclusion is that
related to the imposition of service charges are considered as tax levies because
they are coercive, whereas it is known that the service charge is not a tax, because
service charges are regulated not by law. as it is known that taxes and other levies
that are coercive must be regulated by law. In this current time the rules is only
regarding service fees which constitute non-wage income, which is distributed to
Workers / Laborers to prosper Workers / Laborers. Therefore, the consumer is
justified in refusing or requesting the relief of the payment of the service charge,
and making legal efforts for the imposition of the service charge charged for them
"
2020
T54604
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riana Wahyuningtyas
"Skripsi ini membahas tentang aspek perlindungan konsumen pengguna jasa internet Smartfren, akibat adanya gangguan layanan akses data internet yang terjadi beberapa waktu lalu. Penyebab terjadinya gangguan tersebut diantaranya kabel jaringan yang terputus karena jangkar kapal dan bencana alam. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan permasalahan hukum lainnya yang dilakukan oleh PT. Smartfren telecom, tbk. Dengan demikian, terdapat pelanggaran hukum baik menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan telekomunikasi. Selain itu, adanya sanksi yang dapat diterapkan untuk PT. Smartfren Telecom, tbk sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaku usaha. Adapun sanksi yang dapat dikenakan yaitu sanksi ganti rugi, sanksi administrasi dan sanksi pidana.

This thesis discusses about the aspects of consumer protection on internet services user of Smartfren, due to distruption of data access services internet some time ago. The cause of the distruption such as disconnected network cable because of ship anchor and natural disaster. This research uses normative analytical descriptive. This research found other legal issues conducted by PT. Smartfren Telecom, Tbk. Thus, there are law violations in Consumer Protection Act and the regulations related to telecommunications. In addition, there are sanctions that can be applied to the PT. Smartfren Telecom, Tbk as a form of enterpreneur’s responsibility. The sanctions that can be applied are compensation, administrative sanction and criminal sanction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54481
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Austrina Maulidia Kusumo
"Kereta Api Bandara Airport Railink Service (ARS) di Bandara Internasional Kualanamu Medan merupakan Kereta Api Bandara pertama yang ada di Indonesia dan diselenggarakan oleh PT. Railink sejak bulan Juli 2013 dan nantinya akan diadakan di bandara di kota ? kota besar di Indonesia lainnya. Dalam penyelenggaraan perkeretaapian bandara tersebut, tentunya akan timbul permasalahan hukum yang dapat menimbulkan kerugian bagi konsumen. Permasalahan hukum yang mungkin timbul antara lain implikasi iklan kereta ARS yang menyatakan ketapatan waktu 99,9% yang dalam hal ini PT. Railink menyalahahi aturan UU Perlindungan Konsumen dan tanggung jawab keterlambatan kereta ARS serta potensi keterlambatan pesawat bagi konsumen yang alam hal ini dilakukan dengan baik oleh PT. Railink . Upaya ? upaya yang dapat dilakukan konsumen Kereta Api Bandara dalam menghadapi permasalahan kereta api antara lain menyampaikan keluhan serta saran dan kritik kepada PT. Railink, meminta kompensasi atau ganti rugi atas kesalahan teknis Kereta Api Bandara yang mengakibatkan keterlambatan, meminta santunan jika terjadi musibah kecelakaan Kereta Api Bandara, mengadu kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), atau mengajukan gugatan yang dapat dilakukan di luar pengadilan (BPSK) atau di dalam pengadilan.
Airport Railway Service (ARS) at the Kualanamu International Airport Medan is the first airport train in Indonesia and organized by PT. Railink since July 2013 and will be held at other big cities airport in Indonesia. In the airport railway operation there will be legal issues that can cause consumers to feel at disadvantage. Legal issues that may arise among other implications are airport train ad stating train punctuality of 99.9% which in this case PT. Railink violate Consumer Protection Act and ARS train delay responsibilities and potential flight delays for consumers that in this case is done well by PT. Railink. Efforts that consumers could do in order to deal with legal issues in railway operation are give complains, suggestions, and criticism directly to the PT. Railink, ask for compensation or damages for technical errors resulting train delays, request compensation in the event of accidental injuries in airport rain, complain to the Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), or file a lawsuit that can be done outside the court (BPSK) or in court."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S57260
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafi Rahmat Ghozali
"Perlindungan konsumen pada sektor perdagangan melalui sistem elektronik merupakan salah satu hal yang fundamental. Pelaksanaan kegiatan pokok usaha perdagangan tersebut pastinya akan menghasilkan interaksi yang menimbulkan atau berpotensi memunculkan berbagai isu yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak konsumen selaku pembeli. Salah satu ketentuan yang ada di dalam kegiatan usaha perdagangan melalui sistem elektronik adalah penetapan ketentuan mengenai syarat dan ketentuan. Peran peraturan pelaksana dalam mengatur dan mengawasi syarat dan ketentuan terutama terhadap syarat dan ketentuan biaya layanan ditujukan untuk melakukan implementasi secara maksimal terhadap peraturan utama supaya dapat ditetapkan secara penuh dan spesifik. Peraturan pelaksana yang mengatur sektor perdagangan melalui sistem elektronik dirasa kurang lengkap dan kurang spesifik dalam mengimplementasikan ketentuan mengenai perlindungan konsumen. Terdapat peraturan lainnya yang dirasa lebih lengkap dan spesifik serta serupa dengan sektor perdagangan melalui sistem elektronik, dalam hal ini adalah ketentuan sektor jasa pembayaran dan jasa keuangan yang memiliki skema dalam melakukan implementasi sebagai amanat dari undang-undang mengenai perlindungan konsumen secara keseluruhan. Adanya metode perubahan ketentuan berupa persetujuan aktif dan pasif dimiliki oleh ketentuan sektor jasa pembayaran dan jasa keuangan, dinilai lebih efektif untuk mengimplementasikan nilai-nilai perlindungan konsumen serta tidak mengganggu kepentingan-kepentingan bisnis lainnya.

Consumer protection in the trade sector through electronic systems is one of the fundamental aspects. The implementation of core trading activities will inevitably generate interactions that may give rise to various issues, potentially violating consumer rights as buyers. One provision within electronic trading activities is the establishment of terms and conditions. The role of implementing regulations in governing and supervising terms and conditions, particularly regarding service fees, aims to ensure maximum compliance with the main regulations, enabling them to be fully and specifically implemented. The implementing regulations governing the electronic trading sector are deemed incomplete and insufficiently specific in implementing consumer protection provisions. There are other regulations that are considered more comprehensive, specific, and similar to the electronic trading sector, such as provisions in the payment services and financial services sectors, which have schemes for implementing consumer protection as mandated by consumer protection laws as a whole. The method of changing provisions through active and passive consent, possessed by the payment services and financial services sectors, is considered more effective in implementing consumer protection values while not disrupting other business interests."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Aprina
"Chiropractic sejatinya merupakan bentuk dari kegiatan pengobatan tradisional yang mana bertitik fokus diagnosa, perawatan, dan pencegahan penyakit-penyakit pada sistem neuromuskuloskeletal serta dampak dari penyakit tersebut terhadap kesehatan secara umum yang di dalamnya terdapat penekanan pada teknik-teknik manual, termasuk penyesuaian dan/atau manipulasi sendi, dengan fokus khusus pada subluksasi. Penelitian ini dilatarbelakangi untuk dapat mengetahui terkait pengaturan dan juga bagaimana perlindungan hukum serta upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen atas chiropractic yang merugikan konsumen. Hal ini perlu dilakukan mengingat perkembangan informasi terkait chiropractic yang mana menarik minat masyarakat namun masih tidak jelas diketahui terkait keamanan, pengaturan dan juga pengawasan atas pengobatan tersebut. Berangkat dari hal tersebut muncul beberapa rumusan masalah antara lain: (1) Pengaturan terkait jasa pengobatan tradisional di Indonesia terkhususnya pengobatan chiropractic; (2) Perlindungan dan pertanggungjawaban terhadap konsumen atas praktik chiropractic, serta upaya hukum yang dapat diajukan atas praktik yang menyebabkan kerugian pada konsumen. Peneli Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan metode yuridis-normatif, tipe penelitian deskriptif,pendekatan kualitatif, dan bahan hukum primer, sekunder, serta tersier. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dan wawancara. Dilakukan perbandingan dengan Amerika Serikat yang mana diketahui telah ada pengaturan dan pedoman secara lengkap dalam Chiropractic Medicare Coverage Modernization Act of 2022 dan Mercy Center Guidelines. Kedudukan pemberi layanan terapi chiropractic atauchiropractor berdasarkan hukum kesehatan dapat ditemukan dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan yang mana Chiropractic tergolong sebagai pengobatan tradisional. Kedudukan hukum klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan pemberi layanan chiropractic, dapat dikategorikan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan komplementer dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Komplementer. Selain itu diketahui bahwa pertanggungjawaban hukum dari pemberi layanan chiropractic di klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan yaitu secara administrasi, pidana, maupun perdata.

Chiropractic is actually a form of traditional medicine activity which focuses on the diagnosis, treatment and prevention of diseases of the neuromusculoskeletal system and the impact of these diseases on health in general in which there is an emphasis on manual techniques, including adjustments and/or manipulation. joints, with a particular focus on subluxations. The background of this research is to be able to find out about regulations and also how legal protection and legal remedies can be taken by consumers for chiropractic that is detrimental to consumers. This needs to be done considering the development of information related to chiropractic which attracts public interest but is still not clearly known regarding the safety, regulation and supervision of this treatment. Departing from this, several problem formulations emerged, including: (1) Regulations related to traditional medical services in Indonesia, especially chiropractic treatment; (2) Consumer protection and accountability chiropractic practices, as well as possible legal remedies for practices that cause harm to consumers. Researchers The research was conducted by researchers using juridical-normative methods, descriptive research types, qualitative approaches, and primary, secondary, and tertiary legal materials. The data collection tools used were literature studies and interviews. A comparison was made with the United States where it is known that there are complete arrangements and guidelines in the Chiropractic Medicare Coverage Modernization Act of 2022 and the Mercy Center Guidelines. The position of a chiropractic therapy serviceprovider or chiropractor based on health law can be found in Law no. 17 of 2023.The legal status of clinics and health service facilities providingchiropractic services can be categorized as complementary health service facilities in theRegulation of the Minister of Health Number 15 of 2018 concerning the Implementationof Complementary Traditional Medicine. In addition, it is known that the legal responsibilities of chiropractic service providers in clinics and health care facilities are administrative, criminal and civil."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Aprina
"Chiropractic sejatinya merupakan bentuk dari kegiatan pengobatan tradisional yang mana bertitik fokus diagnosa, perawatan, dan pencegahan penyakit-penyakit pada sistem neuromuskuloskeletal serta dampak dari penyakit tersebut terhadap kesehatan secara umum yang di dalamnya terdapat penekanan pada teknik-teknik manual, termasuk penyesuaian dan/atau manipulasi sendi, dengan fokus khusus pada subluksasi. Penelitian ini dilatarbelakangi untuk dapat mengetahui terkait pengaturan dan juga bagaimana perlindungan hukum serta upaya hukum yang dapat ditempuh oleh konsumen atas chiropractic yang merugikan konsumen. Hal ini perlu dilakukan mengingat perkembangan informasi terkait chiropractic yang mana menarik minat masyarakat namun masih tidak jelas diketahui terkait keamanan, pengaturan dan juga pengawasan atas pengobatan tersebut. Berangkat dari hal tersebut muncul beberapa rumusan masalah antara lain: (1) Pengaturan terkait jasa pengobatan tradisional di Indonesia terkhususnya pengobatan chiropractic; (2) Perlindungan dan pertanggungjawaban terhadap konsumen atas praktik chiropractic, serta upaya hukum yang dapat diajukan atas praktik yang menyebabkan kerugian pada konsumen. Peneli Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menggunakan metode yuridis-normatif, tipe penelitian deskriptif,pendekatan kualitatif, dan bahan hukum primer, sekunder, serta tersier. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka dan wawancara. Dilakukan perbandingan dengan Amerika Serikat yang mana diketahui telah ada pengaturan dan pedoman secara lengkap dalam Chiropractic Medicare Coverage Modernization Act of 2022 dan Mercy Center Guidelines. Kedudukan pemberi layanan terapi chiropractic atauchiropractor berdasarkan hukum kesehatan dapat ditemukan dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan yang mana Chiropractic tergolong sebagai pengobatan tradisional. Kedudukan hukum klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan pemberi layanan chiropractic, dapat dikategorikan sebagai fasilitas pelayanan kesehatan komplementer dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional Komplementer. Selain itu diketahui bahwa pertanggungjawaban hukum dari pemberi layanan chiropractic di klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan yaitu secara administrasi, pidana, maupun perdata.

Chiropractic is actually a form of traditional medicine activity which focuses on the diagnosis, treatment and prevention of diseases of the neuromusculoskeletal system and the impact of these diseases on health in general in which there is an emphasis on manual techniques, including adjustments and/or manipulation. joints, with a particular focus on subluxations. The background of this research is to be able to find out about regulations and also how legal protection and legal remedies can be taken by consumers for chiropractic that is detrimental to consumers. This needs to be done considering the development of information related to chiropractic which attracts public interest but is still not clearly known regarding the safety, regulation and supervision of this treatment. Departing from this, several problem formulations emerged, including: (1) Regulations related to traditional medical services in Indonesia, especially chiropractic treatment; (2) Consumer protection and accountability chiropractic practices, as well as possible legal remedies for practices that cause harm to consumers. Researchers The research was conducted by researchers using juridical-normative methods, descriptive research types, qualitative approaches, and primary, secondary, and tertiary legal materials. The data collection tools used were literature studies and interviews. A comparison was made with the United States where it is known that there are complete arrangements and guidelines in the Chiropractic Medicare Coverage Modernization Act of 2022 and the Mercy Center Guidelines. The position of a chiropractic therapy serviceprovider or chiropractor based on health law can be found in Law no. 17 of 2023.The legal status of clinics and health service facilities providingchiropractic services can be categorized as complementary health service facilities in theRegulation of the Minister of Health Number 15 of 2018 concerning the Implementationof Complementary Traditional Medicine. In addition, it is known that the legal responsibilities of chiropractic service providers in clinics and health care facilities are administrative, criminal and civil."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Agustiningtyas
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor (kualitas lingkungan fisik, kualitas interaksional, kualitas hasil) yang mempengaruhi sikap utilitarian dan hedonis konsumen dalam membangun sebuah preferensi merek restoran di Magnum Cafe. Teknik analisis data yang digunakan adalah Structural Equation Model (SEM). Hasil penelitian menunjukkan kualitas lingkungan fisik memiliki pengaruh positif terhadap kualitas interaksional dan kualitas hasil, begitu pula dengan kualitas interaksional juga memiliki pengaruh positif terhadap kualitas hasil. Lalu kualitas lingkungan fisik berpengaruh positif terhadap sikap hedonis tetapi tidak memiliki pengaruh positif terhadap sikap utilitarian. Kualitas interaksional tidak memiliki pengaruh positif baik terhadap sikap utilitarian maupun sikap hedonis, sedangkan untuk kualitas hasil memiliki pengaruh positif terhadap sikap utilitarian tetapi tidak memiliki pengaruh positif terhadap sikap hedonis. Pada sikap utilitarian tidak memiliki pengaruh positif terhadap preferensi merek sedangkan sikap hedonis memiliki pengaruh positif terhadap preferensi merek.

This research is intended to identify the factors (physical environment quality, interactional quality, outcome quality) that influence utilitarian and hedonic attitudes of consumers in building a brand preference at Magnum Cafe. This research used Structural Equation Modeling (SEM) as the data analysis technique. The results show that physical environment quality have a positive influence on the interactional quality and outcome quality, as well as interactional quality also have a positive influence on outcome quality. Then physical environment quality have a positive influence on hedonic attitude but do not have a positive influence on utilitarian attitude. Interactional quality does not have a positive influence on utilitarian and hedonic attitude, whereas for the outcome quality have a positive influence on utilitarian attitude but does not have a positive influence on hedonic attitude. In the utilitarian attitude does not have a positive influence on brand preference while hedonic attitude has a positive influence on brand preference."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
S47257
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggoro Adhy Wijoyo
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S23640
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ilham Akbar
"Iuran Pemeliharaan Lingkungan merupakan suatu kewajiban penghuni apartemen terhadap fasilitas umum yang disediakan pengelola apartemen. Namun, pemahaman penghuni akan Iuran Pemeliharan Lingkungan tidak cukup baik sehingga kerap menimbulkan permasalahan diantara penghuni dengan pengelola apartemen. Penghuni yang tidak memahami faktor-faktor pembentuk IPL merasa dirugikan akibat besarnya tarif IPL.Dan pengembang yang nakal dapat dengan semena-mena menaikkan tarif karena tidak adanya pemantauan kritis dari penghuni apartemen.
IPL terbentuk atas dua faktor besar yaitu, luas bangunan untuk fasilitas umum pada apartemen dan juga pemeliharaan fasilitas umum apartemen. Luas bangunan fasilitas umum apartemen terdiri atas persentase luas sirkulasi apartemen dan fasilitas penunjang. Sehingga diperlukan pengaturan persentase luas bangunan yang proporsional agar fasilitas umum efektif untuk juga jumlah unit yang ada. Pemeliharaan fasilitas umum berkaitan erat dengan pengelolaan gedung terdiri atas tahap development dan oprational. Diperlukan tahapan development yang matang agar tahapan oprational menjadi lebih mudah. Tahapan development ini dititik beratkan pada komponen arsitektural dan utilitas pada sebuah bangunan.

Apartment Service Charge is one of the residents responsibility for public facilities provided by the apartment management. However, the residents understanding about Apartment Service Charge is not good enough, so it often causing problems between residents and apartment management. The residents who do not understand the service charge factor, feel disadvantaged due to the large service charge rate. And the cheating developers can arbitrarily raise the rates because there is no critical monitoring of apartment residents.
Apartment Service Charge is formed by two major factors. The first is building area for public facilities in apartments and also the maintenance of public facilities for apartments. The building area of public apartment facilities consists of a percentage of the circulation area of the apartment and supporting facilities. Therefore, a proportional proportion of building area is needed so that public facilities are effective for the number of units available. Maintenance of public facilities related to the building management consists of development and operational stages. Development stages are needed in order to make the operational stages easier. This stage of development focuses on architectural and utility components in a building"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Garda Garindra
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai status layanan purna jual pasca terjadinya kepailitan terhadap pelaku usaha yang menyediakannya, dengan studi kasus pailitnya PT. Kymco Lippo Motor Indonesia. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan seperti apakah kepailitan dapat mengakibatkan hilangnya kewajiban pelaku usaha untuk menyediakan layanan purna jual, dan apa upaya hukum yang dapat dilakukan oleh konsumen dalam hal pelaku usaha dinyatakan pailit dan tidak dapat menyediakan layanan purna jual. Diharapkan dengan adanya skripsi ini membuat para konsumen mengetahui posisi mereka jika merasa dirugikan dengan adanya kasus kepailitan pada pelaku usaha di kemudian hari.

ABSTRACT
This thesis tells about the condition of after-sales service after the company that provides it fall on bankruptcy, specifically in PT. Kymco Lippo Motor Indonesia bankruptcy case study. This thesis is also aiming to answer questions left behind. For instance, does bankruptcy leads to deletion of company's responsibility to provides aftaer-sales service. Moreover, it gives explanation about what types of appeal that can be used by consumer if the company's fall on bankruptcy and can not provide after-sales service. Hopefully this thesis can make all consumer know their position if they feel aggrieved with the bankruptcy on the company in the future."
2016
S64343
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>