Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140945 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herjanti Nursuksmaningtyas Santoso
"Kekurangan tenaga kerja produktif Jepang akibat rendahnya angka kelahiran, menginisisasi pemerintah Jepang membuka kesempatan bagi tenaga kerja asing melalui skema program TITP (Technical Internship Training Program). Peluang ini dimanfaatkan oleh Lulusan Sarjana Sastra Jepang untuk memasuki pasar tenaga kerja Jepang, walaupun di sektor low-skilled.
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki faktor-faktor yang dipertimbangkan pada keputusan tenaga kerja terdidik untuk melakukan program magang ke Jepang melalui skema TITP, serta bagaimna manfaat yang didapatkan setelah melakukan program magang tersebut.
Penelitian ini merupakan penelitian ini menggunakan metode kualitatif-fenomenologi dengan wawancara mendalam terhadap 5 orang eks-pemagang yang berpendidikan Sarjana lulusan Universitas Negeri dan Swasta di Pulau Jawa. Keputusan untuk melakukan magang ini dikaji dengan pendekatan teori pilihan rasional oleh James Coleman dan Sonja Haug dalam keputusan bermigrasi melalui program magang tersebut.
Temuan penelitian antara lain: melalui program TITP informan ingin mengembangkan kemampuan berbahasa Jepang sebagai added value sehingga pengalaman selama magang menjadi sebuah pilihan yang menguntungkan ketika kembali ke Indonesia. Beberapa informan cenderung mencari pekerjaan dengan mudah karena dianggap sebagai pekerja berpengalaman.

The shortage of Japans productive workforce due to low birth rates, initiating the Japanese government opens opportunities for foreign workers through the TITP (Technical Internship Training Program) scheme. This opportunity was used by Japanese Literature Graduates to enter the Japanese labor market, even in the low-skilled sector.
This study aims to investigate the factors considered in the decision of educated workers to undertake an internship program to Japan through the TITP scheme, as well as how the benefits are obtained after undertaking the internship program.
This study is a qualitative-phenomenological method with in-depth interviews with 5 ex-trainees who have a Bachelors degree from State and Private University in Java. The decision to do this internship was approacehd by rational choice theory from James Coleman and Sonja Haug in the decision to migrate through the internship program.
The Research findings include: through the TITP program the informant wants to develop Japanese language skills. The experience during internship becomes a profitable choice when returning to Indonesia as added value to enter Indonesias Labor Market. The experience of working in Japan is a value. Some informants tend to find jobs easily because they are considered as experienced worker.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T54476
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Zita Hardilla Putri
"Meningkatnya usia wanita yang menunda menikah atau memilih tidak menikah (bankonka) menjadi masalah sosial yang serius di Jepang. Penurunan tingkat kelahiran berkontribusi terhadap perubahan drastis dalam komposisi populasi di Jepang. Ada beberapa faktor yang menyebabkan wanita tidak menikah di Jepang, seperti pendidikan, karier yang baik, dan kebijakan pemerintah terhadap wanita di Jepang. Kebijakan womanomics di Jepang sebagai sebuah upaya untuk menciptakan kesetaraan gender melalui pendidikan dan dunia kerja bagi wanita telah menciptakan dilema. Di satu sisi perempuan dituntut untuk menjadi sosok intelektual tetapi sistem patriarki yang membatasi, mendorong perempuan Jepang menuntut kebebasan.
Studi ini menganalisa pendidikan tinggi sebagai pilihan rasional untuk wanita Jepang dalam mewujudkan kebijakan wanita. Sementara peluang perempuan di sektor publik berbanding terbalik dengan peran mereka di sektor domestik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan hasil data sekunder dalam jurnal.
Hasil analisis penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan tinggi sangat mempengaruhi keputusan perempuan dalam memilih untuk menunda bahkan keputusan untuk tidak menikah sama sekali.

The increasing age of Late married women or choosing unmarried (bankouka) makes serious social problems in Japan. The decline in birth rates contributes to drastic changes in population composition in Japan. There are several factors that cause unmarried women in Japan, such as education, good careers, and government policy towards women in Japan. The womenomics policy in Japan as an effort to create gender equality through education and the world of work for women has created a dilemma. On the one hand women are required to be an intellectual but patriarchal system that restricts, encouraging Japanese women to demand freedom.
This study analyzes higher education as a rational choice for Japanese women in realizing womenomics policies. While women's opportunities in the public sector are inversely proportional to their role in the domestic sector. This research uses qualitative method by using the result of secondary data in journal.
The results of the analysis of this study indicate that higher education significant affects the decision of women in choosing to delay even the decision not to marry at all.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2018
T50339
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Hapsari
"abstrak
ketertarikan orang jepang terhadap ajaran islam di indonesia semakin
tinggi ketika mereka berinteraksi secara intensif dengan muslim indonesia. bahkan
untuk beberapa kasus, mereka memutuskan menjadi mualaf. penelitian ini berupaya
mengidentifikasikan reference group yang mempengaruhi keputusan orang jepang
menjadi mualaf. analisis terhadap reference group yang paling berpengaruh juga
dilakukan, serta menganalisis perubahan pandangan orang jepang mengenai
pernikahan setelah menjadi mualaf.
pendekatan sosialisasi oleh reference group digunakan untuk menganalisis
agen sosialisasi yang mempengaruhi keputusan menjadi mualaf. metode yang
digunakan adalah kualitatif dengan depth interview kepada empat mualaf jepang
yang pernah atau sedang tinggal di indonesia. penelitian ini juga menggunakan
kajian pustaka berupa buku dan artikel jurnal.
studi ini menemukan bahwa mualaf jepang mendapat pengaruh reference
group dari agen sosialisasi teman sebaya, institusi pendidikan, media massa, dan
host family. reference group yang paling berpengaruh adalah teman sebaya dan
institusi pendidikan. pandangan mualaf jepang mengenai pernikahan sebelum
menjadi mualaf, mereka tidak terlalu memikirkan pernikahan dan tidak memiliki
anak lebih dari dua, serta menginginkan wanita bekerja di sektor publik. setelah
menjadi mualaf, mereka ingin menikah lebih cepat dan berpikir untuk mempunyai
lebih dari dua anak, serta menginginkan wanita untuk bekerja, namun setelah
mempunyai anak akan berfokus mengurus anakya.

abstract
japanese interest in the teachings of islam in indonesia is higher when they
interact intensively with indonesian muslims. in some cases, they even decided to
become mualaf. this study seeks to identify reference groups that influence the
decision of japanese to become mualaf. analysis of the most influential reference
group was also carried out, as well as analyzing changes in japanese views about
marriage after becoming mualaf.
the socialization approach by the reference group is used to analyze the
agents of socialization that influence the decision to become mualaf. this study
used qualitative method with depth interview towards four japanese mualafs who
had or were living in indonesia. this research also uses literature review in the form
of books and journal articles.
this study found that japanese mualafs were influenced by reference groups
socialization agents of peer group, educational institutions, mass media, and host
family. the most influential reference groups are peer group and educational
institutions. japanese mualafs view of marriage before becoming mualafs, they do
not think much about marriage and having more than two children, and want women
to work in the public sector. after becoming converts, they want to get married
faster and think of having more than two children, and want a woman to work, but
after having a child, they will focus on taking care of their children.
yang paling berpengaruh adalah teman sebaya dan institusi pendidikan. Pandangan mualaf Jepang mengenai pernikahan sebelum menjadi mualaf menunjukkan bahwa mereka tidak terlalu memikirkan pernikahan dan tidak memiliki anak lebih dari dua, serta menginginkan wanita bekerja. Setelah menjadi mualaf, mereka ingin menikah lebih cepat dan mempunyai lebih dari dua anak, serta menginginkan wanita untuk bekerja, namun akan berfokus mengurus anakya.
Japanese interest in the teachings of Islam in Indonesia is higher when they interact intensively with Indonesian Muslims. In some cases, they even decided to become. This study seeks to identify reference groups that influence the decision of Japanese to become. Analysis of the most influential reference group was also carried out, as well as analyzing changes in Japanese views about marriage after becoming. The socialization approach by the reference group is used to analyze the socialization agents that influence their decision. This study used depth interview towards four Japanese who had or were living in Indonesia. This research also uses books and journal articles for literature review. This study found that Japanese were influenced by reference groups of peer group, school, mass media, and host family. The most influential reference groups are peer group and school. Japanese views of marriage before becoming indicates that they do not think much about marriage and having more than two children, and want women to work. After becoming they want to get married faster and have more than two children, and want women to work, but they will focus on taking care of their children."
2020
T54477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisha Marjani Putri Firaldi
"ABSTRAK
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 903/3386 / SJ dan Nomor
903/3387 / SJ yang menjelaskan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2018 mengarahkan pergeseran pos anggaran untuk membayar tunjangan hari raya (THR) tahun 2018. Komponen Tambahan Keluarga, Manfaat Umum dan Tambahan Penghasilan PNSD yang sebelumnya tidak dianggarkan dianggap memberatkan. Variasi Besarnya tunjangan dan pengenaan APBD tersebut memicu kontroversi dari Pemerintah Daerah. Pemerintah DKI Jakarta menggunakan pos Pengeluaran Tak Terduga untuk menutupi kekurangan dana serta memutuskan menambah TKD 14 as salah satu komponen disediakan meski tidak mendapat penandaan DPRD DKI Jakarta. Rasionalitas Pemerintah DKI Jakarta dalam menerapkan kebijakan ini menjadi pertanyaan penelitian. Novinskey (2015) menyatakan bahwa Pilihan Rasional Kelembagaan cenderung konsekuensialisme, strategis, kalkulatif, adaptif
strategi, dan pelaku kebijakan individualis-metodologis. Sebagai teori pendamping, Menggunakan Birokrat yang Memaksimalkan Anggaran oleh Niskanen (1971) perilaku birokrat dan sponsor. Uraian tersebut dibuat atas unsur 1) rasionalitas, 2) motif strategis, 3) mendorong lembaga formal, dan 4) mendorong lembaga informal di Kebijakan. Penelitian dengan pendekatan post-positivis bertujuan untuk memperkaya teori pilihan rasional, khususnya dalam kebijakan anggaran Pemerintah DKI Jakarta. Pengamatan dilakukan kepada Badan Kepegawaian Daerah, Badan Pengelola Keuangan Daerah, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta dan ditriangulasi dengan DPRD DKI Jakarta, Kementerian Dalam Negeri, Akademisi, Seknas FITRA, TGUPP, dan KPPOD. Penelitian menunjukkan itu Berdasarkan dimensi 1) rasionalitas, pemerintah daerah menilai konsekuensi anggaran
tidak selalu signifikan; 2) motif strategis, didorong oleh kemampuan keuangan dan wewenang; 3) lembaga formal, mengikuti rekomendasi Surat Edaran dan Peraturan yang diamanatkan Pemerintah; dan 4) kelembagaan informal karena keutamaan etika pembuat kebijakan. Secara keseluruhan, pendorong utama aktor berasal dari institusi formal. Akan Namun, penggunaan surat edaran sebagai regulasi kebijakan memiliki kecenderungan
penyalahgunaan anggaran sehingga tidak sesuai dengan konteks pencairan THR ini. Saran yang bisa disediakan adalah memperbaiki mekanisme kendali pelaksanaan anggaran dan membatasi penggunaan peraturan kebijakan oleh kementerian.
ABSTRACT
Minister of Home Affairs Circular Number 903/3386 / SJ and Number
903/3387 / SJ, which explains Government Regulation No. 19/2018 directs a shift in the budget post to pay for the 2018 holiday allowance (THR). Additional Family Components, General Benefits and Additional PNSD Income that were not previously budgeted are considered burdensome. The variation in the amount of allowances and the imposition of the APBD has sparked controversy from the Regional Government. The DKI Jakarta government used the Unexpected Expenditure post to cover the lack of funds and decided to add TKD 14 aces as one of the components to be provided even though it did not receive the mark of the DKI Jakarta DPRD. The rationality of the DKI Jakarta Government in implementing this policy is a research question. Novinskey (2015) states that Institutional Rational Choices tend to be consequentialism, strategic, calculative, adaptive strategy, and individualist-methodological policy actors. As a companion theory, Using Bureaucrats to Maximize Budgets by Niskanen (1971) the behavior of bureaucrats and sponsors. The description is made on the elements of 1) rationality, 2) strategic motives, 3) encouraging formal institutions, and 4) encouraging informal institutions in policy. Research with a post-positivist approach aims to enrich the theory of rational choice, particularly in the budget policy of the DKI Jakarta Government. Observations were made to the Regional Civil Service Agency, the Regional Financial Management Agency, and the DKI Jakarta Regional Development Planning Agency and triangulated with the DKI Jakarta DPRD, Ministry of Home Affairs, Academics, Seknas FITRA, TGUPP, and KPPOD. Research shows that based on dimension 1) rationality, local governments assess the consequences of the budget not always significant; 2) strategic motives, driven by financial capacity and authority; 3) formal institutions, following the recommendations of Circular and Regulations mandated by the Government; and 4) informal institutions because of the ethical virtues of policy makers. Overall, the main drivers of actors come from formal institutions. However, the use of circular letters as policy regulation has a tendency misuse of the budget so that it does not fit the context of this THR disbursement. Suggestions that could be provided are improving budget execution control mechanisms and limiting the use of policy regulations by ministries."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganang Fikriawan Maztreeandi
"Skripsi ini bertopik peran soft power Jepang terhadap alasan studi pembelajar Bahasa Jepang di level internasional. Masalah penelitian yang diajukan dalam penelitian ini ialah faktor apa yang melatarbelakangi pelajar asing untuk mengikuti pendidikan Bahasa Jepang, apa saja sumber kekuatan Jepang dalam konteks soft power, sumber soft power apa saja yang berperan dalam memikat pelajar asing Bahasa Jepang, dan apa manfaat dari memikat pelajar asing Bahasa Jepang bagi Jepang. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, sedangkan teknik penelitian yang digunakan ialah studi kepustakaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa alasan studi Bahasa Jepang yang terekam dalam Survey on Japanese Language Education Abroad yang mengindikasikan adanya peran soft power Jepang pada dimensi culture, education, dan enterprise dalam membentuk alasan studi tersebut. Dari perspektif Jepang, upaya mempromosikan pendidikan Bahasa Jepang di luar negeri merupakan salah satu strategi dalam diplomasi budaya Jepang yang bertujuan untuk menciptakan rasa saling pengertian antarnegara, mencitpakan citra negara yang positif, menyokong brand image Jepang, dan memunculkan individu dan kelompok yang pro-Jepang.

The topic of this research is the role of Japan's soft power towards the reason of study of Japanese language among students in international level. The proposed research problems are the study background of foreign students who take part in Japanese language education, the source of Japan's power in the context of soft power, Japan's soft power resources that contributed in shaping the reason of study among foreign students, and the benefit of attracting foreign students to learn Japanese language in Japan's perspective. This thesis uses qualitative research method, and uses literature study technique.
The results of this research shows that several reasons of study of Japanese Language recorded in the Survey of Japanese Language Education Abroad indicate that Japan's soft power in cultural, education, and enterprise dimensions have contributed in shaping the aforementioned reasons of study. From Japan's perspective, the effort in promoting Japanese language education abroad is one of the strategies used in Japan's cultural diplomacy that aims to create mutual understanding between nations, to produce positive image of Japan, to support Japan's brand image, and to foster pro Japanese individual and groups.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
S67100
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Svara Wening Larasati
"ABSTRAK
Masyarakat Jepang identik dengan konsep homogenitas. Konsep tersebut berkaitan erat dengan nihonjinron, yaitu wacana atau teori-teori tentang identitas nasional Jepang. Melekatnya homogenitas pada identitas masyarakat Jepang sering berujung kepada diskriminasi rasial, termasuk diskriminasi terhadap orang berkulit hitam di Jepang. Pada tahun 2008, kemenangan Barrack Obama pada pemilihan presiden menjadi fenomena besar di seluruh dunia termasuk Jepang karena dianggap menjadi bukti bahwa toleransi masyarakat Amerika Serikat terhadap orang berkulit hitam sudah tinggi. Di Jepang, fenomena ini memicu munculnya re-evaluasi oleh masyarakat Jepang mengenai pandangannya terhadap orang berkulit hitam di Jepang. Tulisan ini berusaha mengungkapkan bagaimana penggambaran pandangan masyarakat Jepang terhadap orang berkulit hitam di Jepang dalam iklan Softbank setelah menangnya Obama. Barthes memperkenalkan konsep mitos, yaitu konotasi yang sudah mantap dalam masyarakat. Mitos melatarbelakangi bagaimana masyarakat tertentu memaknai suatu hal. Oleh karena itu, semiotika Roland Barthes digunakan untuk menganalisis makna tanda-tanda dalam iklan tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa masyarakat Jepang digambarkan masih mendiskriminasi serta menganggap orang berkulit hitam di Jepang sebagai pihak yang inferior pasca kemenangan Obama.

ABSTRACT
Japanese society is identic with the concept of homogeneity. The concept is closely related to nihonjinron, the discourse or theories about the national identity of Japan. The relation of homogeneity to the identity of Japanese society often leads to racial discrimination, including discrimination to black skinned people in Japan. In 2008, Barrack Obama 39 s victory in the presidential election became a major phenomenon around the world, including Japan, as it is seen as evidence that US public tolerance of black skinned people is high. In Japan, this phenomenon triggered the re evaluation by Japanese society about their views towards black skinned people in Japan. This paper attempts to reveal how the Japanese society depicts Japanese black skinned people in Softbank commercial after Obama 39 s victory. Barthes introduced the concept of myth, which is an established connotation in society. Myth lies behind how certain society interpret something. Therefore, Roland Barthes 39 s semiotics is used to analyze the meaning of signs in the commercial. The results of the analysis show that Japanese Society is depicted still discriminating and seeing black skinned in Japan as inferiors after Obama 39 s victory."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremy Hananel
"Gastrodiplomasi merupakan diplomasi publik yang menggunakan makanan atau budaya kuliner dengan tujuan menyampaikan pesan tertentu, serta menjadi sarana dan upaya suatu negara dalam meningkatkan brand image dengan nilai-nilai kebudayaan suatu negara untuk memproyeksikan persepsi masyarakat internasional dalam ajang mempromosikan negaranya melalui budaya kuliner. Jepang menjadi salah satu negara yang berdiplomasi menggunakan makanan untuk sarana diplomasinya dengan tujuan menyebarluaskan budaya sekaligus sebagai sarana promosi di dunia internasional. Salah satunya adalah makanan tradisional Jepang yang disebut dengan washoku. Washoku mempunyai ciri khusus dalam kuliner Jepang yaitu selalu mengutamakan musim, bahan, keseimbangan, dan keestetisan dalam sajian makanannya. Washoku sendiri ditetapkan sebagai “Intangible Cultural Heritage list”. Untuk mewujudkan hal ini salah satu implementasi program gastrodiplomasi Jepang diwujudkan melalui program Japan Restaurant Overseas (JRO). Program ini dilakukan untuk menyebarkan restoran Jepang dan membuat budaya masakan Jepang dapat dinikmati dan dikenal oleh seluruh orang di dunia. Penelitian ini akan membahas terkait gastrodiplomasi Jepang di Indonesia melalui program Japan Restaurant Overseas serta untuk mengetahui cara Jepang berdiplomasi menggunakan gastrodiplomasi di Indonesia. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu cara atau proses ilmiah untuk mendapatkan suatu data dengan tujuan dan kegunaan dengan pendekatan dan prosedur penelitian deskriptif berupa kata-kata tertulis daripada angka-angka. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pada dasarnya Japan Restaurant Overseas menjadi alat gastrodiplomasi Jepang yang bertujuan untuk mengubah opini publik asing termasuk masyarakat Indonesia tentang Jepang. Namun, di sisi lain, Jepang juga menerapkan budaya washoku dalam praktik gastrodiplomasi Jepang melalui Japan Restaurant Overseas.

Gastrodiplomacy is public diplomacy that uses food or culinary culture with the aim of conveying certain messages, as well as being a means and effort of a country in enhancing a country's brand image with cultural values to project the perceptions of the international community in the arena of promoting their country through culinary culture. Japan is one of the diplomatic countries using food as a means of diplomacy with the aim of spreading culture as well as a means of promotion in the international world. One of them is a traditional Japanese food called washoku. Washoku has a special characteristic in Japanese cuisine, namely always prioritizing season, ingredients, balance, and aesthetics in its food preparation. Washoku itself is designated as an “Intangible Cultural Heritage list”. To realize this, one of the implementations of the Japanese gastrodiplomacy program is realized through the Japan Restaurant Overseas (JRO) program. This program is carried out to spread Japanese restaurants and make the culture of Japanese cuisine can be enjoyed and known by all people in the world. This research will discuss Japanese gastrodiplomacy in Indonesia through the Japan Restaurant Overseas program and find out how Japan uses gastrodiplomacy in Indonesia. The data analysis method used in this study is a qualitative descriptive method, namely a scientific way or process to obtain data with a purpose and use with descriptive research approaches and procedures in the form of written words rather than numbers. The results of this study indicate that basically Japan Restaurant Overseas is a Japanese gastrodiplomacy tool that aims to change foreign public opinion, including Indonesian people, about Japan. However, on the other hand, Japan has also implemented washoku culture in Japanese gastrodiplomacy practices through Japan Restaurant Overseas."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Widhi Harsoyo
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara status sosial ekonomi orang tua peserta, dengan minat peserta untuk mengikuti program pemagangan, juga hubungan antara persepsi peserta terhadap program pemagangan ke Jepang dengan minat peserta mengikuti program. Sebagai obyek penelitian adalah para peserta pelatihan Pra Pemberangkatan Magang di Jepang, Angkatan 102 (13 - 6) di BLKKP Lembang yang berjumlah 163 orang.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, dan data sekunder tentang program pemagangan. Kuesioner digunakan untuk mengungkap data tentang data pribadi, status sosial ekonomi, orang tua, minat peserta, dan persepsi peserta tentang program pemagangan.
Analisis yang digunakan adalah analisis korelasi secara sederhana untuk mengukur hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan minat peserta, antara persepsi peserta dengan minat peserta dan antara status sosial ekonomi orang tua dengan minat peserta.
Hasil analisis korelasi adalah sebagai berikut :
1.Status sosial ekonomi orang tua peserta mempunyai hubungan negatif dengan minat peserta dengan koefisien korelasi adalah : -0,70. Sehingga sumbangan variabel status sosial ekonomi orang tua hanya dapat menjelaskan sebanyak 49 % terhadap minat peserta.
2.Persepsi peserta mempunyai hubungan positif dengan minat peserta (0,58). Sumbangan variabel persepsi terhadap minat peserta adalah 34 %.
3.Status sosial ekonomi orang tua mempunyai hubungan negatif dengan persepsi peserta (- 0,45). Sumbangan variabel persepsi terhadap minat peserta adalah 20 %.
Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, maka disarankan untuk mempertimbangkan status sosial ekonomi dalam rekruitmen calon peserta program pemagangan, juga perlu dilaksanakan penyebaran informasi mengenai program secara lebih Iuas dan merata kepada masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T2493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rio Prasetio Badriansyah
"Masih terjadi kekurangan sumber daya manusia dokter pada sistem layanankesehatan di indonesia maupun di Provinsi Sumatera Selatan. Ketersediaan dokterdipengaruhi produksi, sebaran, dan pengembangan karir. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui preferensi pilihan karir dokter internsip di Provinsi SumateraSelatan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan pilihan karir tersebut. Faktoryang diamati adalah pendapatan, kemudahan mencari kerja, prestise, persepsimasa depan, jam kerja reguler, jam kerja fleksibel, pekerjaan tanpa jaga malam,cita-cita dan wilayah kerja.Penelitian survey deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, cross-sectional.Pengumpulan data dilakukan menggunakan kuesioner dengan skala likert.Analisis data menggunakan Aplikasi Statistik.Populasi penelitian adalah dokter peserta program internsip di ProvinsiSumatera Selatan. Sampel yang digunakan sebanyak 112 orang yang memenuhikriteria inklusi. Hasil penelitian mendapatkan 73,2 responden menginginkandokter spesialis sebagai pilihan karirnya, 18,8 responden menginginkan dokterumum sebagai pilihan karirnya sementara 8 memilih karir lain-lain. Didapatkanjenis kelamin, asal universitas dan daerah asal tidak berhubungan dengan pilihankarir. Variabel pendapatan, kemudahan mencari kerja, jam kerja yang fleksibel,dan wilayah kerja pada uji hipotesis berhubungan dengan pilihan karir, sedangkanvariabel prestise, beban kerja, masa depan, masa studi dan cita-cita tidak terbuktiberhubungan dengan pilihan karir.Dari hasil temuan diatas disimpulkan terdapat kecenderungan dokter untuklebih memilih dokter spesialis sebagai pilihan karirnya. Pilihan karir berhubungandengan pendapatan, kemudahan mencari kerja, jam kerja dan wilayah kerjanya.Untuk itu disarankan agar tidak terjadi ketimpangan dalam tenaga kerja dokterdapat dibuat kebijakan untuk membuat karir sebagai dokter umum lebih menarikdengan melakukan intervensi terhadap faktor-faktor yang berhubungan sepertipeningkatan pendapatan atau kepastian kerja bagi dokter umum.

There is still a shortage of human resources physicians on health caresystems in Indonesia as well as in Southern Sumatera Province. The availabilityof doctors influenced by the production, distribution, and career development.This study aims to find out the preferences of career choice of doctor internsip inSouthern Sumatera Province and factors related to career choice. Factors observedare income, ease of job search, prestige, future perception, regular working hours,flexible working hours, work without night shift, goals and work areas.Descriptive survey research with quantitative approach, cross sectional. Thedata were collected using questionnaires with Likert scale. Data analysis usingStatistical Application.The study population is the doctor of internsip program participants inSouthern Sumatera Province. The sample used was 112 people who fulfilled theinclusion criteria. The study found that 73.2 of respondents wanted a specialistas a career choice, 18.8 of respondents wanted a general practitioner as theircareer choice while 8 chose another career. Gender, origin of university andarea of origin not related to career choice. Revenue factors, easy job search,flexible working hours, and work areas on hypothesis testing are related to careerchoice, while prestige factors, workload, future, study period and goals are notproven to be related to career choice.From the results of the above findings concluded there is a tendency doctorsto prefer a specialist as a career choice. Career options relate to income, ease ofjob search, working hours and work area. It is suggested that in order not tohappen imbalance in the workforce of doctors, policy can be made to make acareer as a general practitioner more interesting by intervening on related factorssuch as increasing income or working field certainty for general practitioners."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T49414
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Fadil Imran
"Sejak tahun 1970 kejahatan mutilasi sudah terjadi di Indonesia. Namun pola kejahatan tersebut mengalami peningkatan pada tahun 1990-2010 dengan total 36 kasus terjadi di Indonesia. Diketahui bahwa terdapat kondisi tertentu yang menyebabkan pelaku melakukan mutilasi pada korbannya. Oleh karena itu perlu dilihat kondisi dan aspek apa saja yang mempengaruhi pelaku dalam melakukan mutilasi.
Rational Choice Theory (RCT) sebagai sebuah teori kejahatan, digunakan untuk membantu menjelaskan fenomena tersebut dan mencari faktor apa saja yang mempengaruhi pelaku dalam dilakukannya mutilasi, ditambah dengan Routine Activity Theory (RAT) dengan segitiga permasalahan dilakukannya kejahatan, diharapkan dapat mempertajam hasil analisa dari fenomena mutilasi tersebut sehingga dapat diketahui kondisi dan faktor apa saja yang dapat mempengaruhi individu berbuat kejahatan.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah melalui wawancara mendalam terhadap para pelaku, penyidik yang menangani serta para orang orang dekat pelaku. Wawancara dilakukan beberapa kali sampai data yang dikumpulkan oleh peneliti dirasa cukup, guna menjawab pertanyaan penelitian. Observasi juga dilakukan guna melengkapi data, selain menelaah hasil dari BAP para pelaku.
Dalam menjelaskan mutilasi, muncul temuan bahwa faktor sosiodemografi diinterpretasikan juga memiliki hubungan erat dengan dilakukannya mutilasi, dimana ditemukan bahwa pelaku mutilasi memiliki kesamaan faktor dalam aspek sosio-demografi yaitu; (1) Pelaku adalah kaum urban, (2) Pelaku memiliki pendidikan yang rendah, dan (3) Pelaku berasal dari keluarga yang tidak harmonis. Meskipun ditemukan motif yang berbeda-beda namun ternyata terdapat kesamaan diantara para pelaku mutilasi ini yaitu; (1) antara pelaku dan korban memiliki hubungan yang dekat, (2) pola pemikiran yang sederhana dari pelaku dalam memutuskan dilakukannya mutilasi, (3) pengambilan keputusan yang didasarkan pada terbatasnya informasi atau keterbatasan individu dalam menelaah informasi.
Selain faktor pencetus dan pendorong terdapat faktor lain yaitu dinamika yang terjadi ketika mayat tersebut hadir sebagai bentuk benda yang seharusnya tidak ada dan harus disingkirkan. Keterbatasan rasional pelaku dalam menganalisa permasalahan yang ada membuat tindakan yang diambilnya (memutilasi) adalah hasil pengambilan keputusan sesaat, tanpa mempertimbangkan lagi kemungkinan lain.

Crime with mutilation has been reported in Indonesia since 1970s. However, this crime pattern showed an increasing number of incidences between 1990 until 2010, with a total of 36 cases from across Indonesia. It is known that certain condition can cause perpetrators to perform mutilation on their victims. Thus, what conditions and aspects that influence the perpetrators? behavior when committing the mutilation.
Rational Choice Theory (RCT) as a theory on crime with its triangle of criminal causes is used to explain the phenomenon and to find attributing factors to perpetrators? behaviors to perform mutilation, in addition to the Routine Activity Theory. The use of both RCT and RAT is expected to be able to sharpen the result of analysis of this mutilation phenomenon so that it can lead to the disclosure of the conditions and factors influencing the perpetrators.
Data collection techniques are done through in-depth interviews of the perpetrators, investigators and the person who handles the near perpetrators. Interviews were conducted several times until the data collected by the researchers considered, in order to answer questions with research. Observations were also carried out in order to complete the data, in addition to reviewing the results of the investigation report (BAP) actors.
In explaining mutilation, findings are gathered from the study that sociodemographic factor is interpreted to have close tie to the act of mutilation and mutilation perpetrators share similar factors in socio-demographic aspects, namely; (1) Perpetrators are immigrants, (2) Perpetrators are of low education background, and (3) Perpetrators come from disharmonious families. Despite different motives, similarities are discovered among perpetrators, they are; (1) close relationship between the perpetrators and the victims, (2) perpetrators? simple way of thinking to decide mutilation, (3) decision-making is based on limited information or the limited ability of perpetrators to understand the information.
In addition to precipitating factors and other factors that are driving the dynamics that occur when the body was present as a form of object that should not exist and should be eliminated. Limitations of rational actors in analyzing the existing problems make this action (mutilated) is the result of decision-making moment, without due regard to other possibilities."
Jakarta: Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>