Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145201 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Olga Meidelina
"ABSTRAK
Berbicara mengenai kesuksesan maskapai penerbangan tidak akan lepas dari awak kabinnya. Awak kabin yang memiliki keterlibatan kerja yang tinggi akan dapat memberikan performa yang baik pada pekerjaannya. Keterlibatan kerja dapat semakin meningkat dengan adanya dukungan sosial terutama saat ada tuntutan kerja yang tinggi. Awak kabin memiliki tuntutan kerja yang tinggi seperti harus bekerja dalam ruangan sempit, jam kerja yang panjang, dan harus dapat melayani pelanggan sekalipun mereka agresif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dukungan sosial sebagai moderator pada pengaruh tuntutan kerja terhadap keterlibatan kerja pada awak kabin di Indonesia. Sampel penelitian adalah 45 awak kabin dengan lama kerja minimal satu tahun. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional untuk melihat hubungan antara ketiga variabel dan analisis regresi untuk melihat efek moderasi dari dukungan sosial. Penelitian ini menggunakan kuesioner UWES (Utrecht Work Engagement Scale-9) untuk mengukur keterlibatan kerja dan bagian dari COPSOQ (Copenhagen Psychosocial Questionnaire) untuk mengukur tuntutan kerja kuantitatif dan dukungan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuntutan kerja dan dukungan sosial berkorelasi positif dengan keterlibatan kerja, namun tidak ditemukan efek moderasi dukungan sosial pada pengaruh tuntutan kerja terhadap keterlibatan kerja (b3=0,01,t=0,165, p>0,05). Dengan demikian pihak perusahaan diharapkan dapat mengatur beban kerja awak kabin sehingga tuntutan kerjanya tidak terlalu banyak melebihi kapasitas agar keterlibatan kerja dan kinerjanya tetap optimal. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kholisah Safria
"Pandemi COVID-19 berdampak besar pada meningkatnya jumlah PHK pada karyawan dan kebijakan rasionalisasi lainnya, hal tersebut mungkin dapat memengaruhi tingkat ketidakaman kerja (job insecurity), kegigihan (grit), dan keterikatan kerja pada karyawan (work engagement). Karyawan milenial menjadi generasi yang paling terdampak dari adanya situasi tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat peran dari grit dalam memoderasi hubungan antara job insecurity dan work engagement pada karyawan milenial di Indonesia. Grit dinilai dapat menjadi kunci kesuksesan seseorang dan merupakan faktor internal yang memengaruhi job insecurity dan work engagement karyawan. Partisipan direkrut secara daring dan melibatkan 222 karyawan yang memenuhi karakteristik penelitian, yaitu; karyawan milenial berusia 20-38 tahun, memiliki pengalaman bekerja minimal 1 tahun di tempat kerjanya saat ini, dan sedang mengalami kebijakan rasionalisasi. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur ketiga variabel ini adalah Utrecht Work Engagement Scale 9 Item (Schaufeli, dkk, 2006), Job Insecurity Scale (Pienaar, 2013), dan Short Grit Scale (Duckworth & Quinn, 2009). Hasil utama penelitian ini menunjukkan bahwa grit tidak memoderasi hubungan antara job insecurity dan work engagement. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor lain selain grit. Kemudian, mayoritas partisipan ini memiliki nilai job insecurity yang rendah, work engagement yang tinggi, dan grit yang tinggi. Penelitian ini juga menunjukkan job insecurity berkorelasi secara negatif dan signifikan dengan work engagement, dan grit berkorelasi secara positif dan signifikan dengan work engagement. Sementara job insecurity tidak berkorelasi secara signifikan dengan grit.

The COVID-19 pandemic has a major impact on increasing the number of employee layoffs and other rationalization policies, this may affect the level of job insecurity, grit, and work engagement on employees. Millennial employees are the most affected generation that affected by this situation. This research was conducted to find out whether there is a role of grit in moderating the relationship between job insecurity and work engagement among millennial employees in Indonesia. Grit is considered to be the key to a person's success and is an internal factor that affects job insecurity and employee work engagement. Participants were recruited online and involved 222 employees who met the research characteristics, that is; millennial employees at aged 20-38 years, having at least 1 year of work experience at their current job, and undergoing a rationalization policy. The measuring instrument that are used to measure these variables are Utrecht Work Engagement Scale 9 Item (Schaufeli, et al, 2006), Job Insecurity Scale (Pienaar, 2013), and Short Grit Scale (Duckworth & Quinn, 2009). The main results of this research showed that grit did not moderate the relationship between job insecurity and work engagement. This could be due to other factors besides of grit. Furthermore, the majority of these participants had low job insecurity, high work engagement, and high grit of scores. This study also showed that job insecurity was significantly negatively correlated with work engagement, and grit was significantly positively correlated with work engagement. Meanwhile, job insecurity was not significantly correlated with grit."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Elsa Putri
"Faktor yang berkaitan dengan usia seperti usia kronologis dan usia subjektif, memegang peranan penting dalam memengaruhi keterikatan kerja seseorang. Namun demikian, peran usia kronologis pada keterikatan kerja tidak konsisten pada penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kembali kondisi yang memengaruhi kekuatan prediksi usia kronologis pada keterikatan kerja dengan menguji usia subjektif pada konteks tempat kerja yaitu occupational future time perspective (OFTP) sebagai variabel moderator. Penelitian ini menggunakan teori conservation of resources (COR) sebagai kerangka penelitian. Berdasarkan kerangka teori yang digunakan, OFTP diduga berperan sebagai sumber daya motivasi dan kompensasi agar karyawan dapat terikat terhadap pekerjaan mereka. Data dikumpulkan menggunakan teknik survei paper and pencil pada pekerja kesehatan di enam rumah sakit swasta di Jabodetabek (N = 190). Data dianalisis menggunakan simple moderation test dari makro PROCESS Hayes’ (2008) pada perangkat lunak SPSS v25.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat efek moderasi dari OFTP yang signifikan pada hubungan usia kronologis dan keterikatan kerja, dimana usia kronologis memprediksi keterikatan kerja secara positif dan signifikan pada individu dengan OFTP yang tinggi. Sementara itu, usia kronologis tidak memprediksi keterikatan kerja secara signifikan pada individu yang memiliki OFTP yang rendah. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah pentingnya bagi organisasi untuk meningkatkan OFTP karyawan terutama pada karyawan yang lebih senior.

Age-related factors such as chronological age and subjective age are one of the most important factors that influence work engagement. However, previous studies showed inconsistent results in revealing the relationship between chronological age and work engagement. We extend the previous research by arguing the relationship between chronological age and work engagement is moderated by subjective age in the workplace context, namely occupational future time perspective (OFTP) within the framework of conservation of resources (COR) theory. Built upon the framework, OFTP played a role as motivational and compensatory resources to be engaged. Data were collected using paper and pencil survey from healthcare employees at six private hospitals in Jakarta and its surroundings (N = 190). Using a simple moderation test with Hayes’ (2008) PROCESS macro on SPSS software v25.0, results showed that the moderating effect of OFTP on chronological age-work engagement relationship was positive and significant, such that the relationship between chronological age and work engagement is positive and higher on individuals with expansive OFTP. Meanwhile, chronological age couldn’t predict work engagement on low OFTP individuals. The results of this study are able to show the organization to highlight the OFTP variable, especially on the older workers. "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriana Titis Perdini
"Latar belakang: Pekerja foundry perusahaan manufaktur bekerja pada lingkungan kerja dengan pajanan berbahaya yang dapat menimbulkan reaksi positif berupa semangat yang akan meningkatkan keterlibatan kerja tetapi dapat pula menimbulkan reaksi negatif berupa stress kerja jika tidak diimbangi dengan sumber daya kerja yang tersedia.
Tujuan: Mengetahui model hubungan antara stresor dan sumber daya kerja terhadap semangat dan keterlibatan kerja berdasarkan SV-NBJSQ versi bahasa Indonesia.
Metode: Sebuah studi potong lintang menggunakan data sekunder berupa hasil pengisian kuisioner IVSV-NBJSQ oleh 371 subyek saat medical checkup tahun 2019 untuk membuat model dengan structural equation model.
Hasil: Penelitian ini menemukan bahwa semangat memiliki hubungan terbesar dengan stresor kerja r = 0,42 (p < 0,05; 95% CI 0,26 – 0,57) kemudian dengan penghargaan r = 0,2 (p < 0,05; 95% CI 0,04 – 0,35), sedangkan semangat tidak memiliki hubungan bermakna dengan dukungan sosial. Keterlibatan kerja memiliki hubungan terbesar dengan penghargaan, kemudian stresor kerja dan terakhir semangat dengan koefisien korelasi masing-masing r = 0,45 (p < 0,05; 95% CI 0,31 – 0,59), r = 0,24 (p < 0,05; 95% CI 0,06 – 0,41); dan r = 0,14 (p < 0,05; 95% CI 0,008 – 0,27), sedangkan keterlibatan kerja tidak memiliki hubungan bermakna dengan dukungan sosial. Stresor kerja ditentukan oleh beban emosional, konflik peran, konflik interpersonal dan kelebihan beban kuantitatif. Dukungan sosial ditentukan oleh dukungan atasan dan dukungan keluarga. Penghargaan ditentukan oleh apresiasi prestasi, hadiah uang/status dan peluang karir. Lingkungan kerja seperti bising, panas, posisi kerja tidak ergonomi, bahan kimia berbahaya dan bekerja rotasi tidak ada perbedaan rerata dengan semangat tetapi terdapat perbedaan rerata bermakna antara posisi tubuh tidak ergonomi terhadap keterlibatan kerja.Semangat menunjukkan peran mediasi antara stresor kerja dan penghargaan dengan keterlibatan kerja.
Kesimpulan: Pada populasi pekerja foundry ini, semangat ditentukan oleh stresor kerja dan keterlibatan kerja ditentukan oleh penghargaan, sedangkan dukungan sosial tidak menentukan baik semangat maupun keterlibatan kerja. Terdapat perbedaan rerata antara posisi tubuh tidak ergonomi terhadap keterlibatan kerja.Semangat menunjukkan peran mediasi antara stresor kerja dan penghargaan dengan keterlibatan kerja.

Background: Foundry workers of manufacturing company work in a work environment with exposure to potential hazards that could cause positive reactions in the form of vigor that would increase work engagement but could also cause negative reactions in the form of job stress ifit was not balanced with available jobresources.
Objective: To search the correlation model between job stressors and job resources to vigor and work engagement based on the Indonesian version of SV-NBJSQ.
Method: A cross-sectional study used secondary data where psychosocial factors were collected using the IVSV-NBJSQconducted by 371 foundry workers of manufacturing company during a medical checkup in 2019 to analyze job stressors, job resources, vigor and work engagement with the structural equation model method.
Results: In this study, Vigor had a strongest correlation to job stressors with r = 0.42 (p < 0.05; 95% CI 0.26 - 0.57) than to rewards r = 0.2 (p < 0.05; 95% CI 0.04 – 0,35 ), while vigor had no correlation to social support. Work engagement had a strongest correlation with job stressors, rewards and vigor with the correlation coefficient of each r = 0.24 (p < 0.05; 95% CI 0.06 - 0.41); r = 0.45 (p < 0.05; 95% CI 0.31 - 0.59) and r = 0.14 (p <0.05; 95% CI 0.008 - 0.27), while work engagement had no correlation to social support. Job stressors were determined by emotional demands, role conflict, interpersonal conflict and quantitative job overload. Social supports were determined by supervisor support and family and friends supports. Rewards were determined by esteem reward, monetary status reward and career opportunity. Work environment with noisy, hot environment, non ergonomic work position, hazardous chemical substances and shift work were not significant in a mean difference with vigor, but there is a significant mean difference between non ergonomic work position with work engagement. Vigor shows the role of mediation between job stressors and rewards with work engagement.
Conclusions: To the population of foundry workers, vigor was determined by the job stressor, work engagement was determined by rewards while social support does not determine both vigor and work engagement. There is a mean difference between not ergonomic work position with work engagement. Vigor shows the role of mediation between job stressors and rewards with work engagement.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gita Arlita Laksono
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan antara dukungan sosial terhadap keterlibatan kerja pada karyawan generasi X dan Y. Keterlibatan kerja memiliki berbagai dampak positif yang dapat menguntungkan perusahaan, salah satunya mengurangi keinginan untuk meninggalkan perusahaan pada karyawan. Dukungan sosial merupakan salah satu bentuk sumber daya kerja yang dipercaya dapat meningkatkan keterlibatan kerja. Hal tersebut dipandang penting bagi karyawan dari generasi X dan Y, mengingat kedua generasi tersebut yang akan mendominasi komposisi karyawan di perusahaan.
Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan sampel karyawan generasi X dan Y N = 406 dari berbagai bidang perusahaan. Intrumen yang digunakan untuk mengukur keterlibatan kerja adalah Utrecht Work Engagement Scale-9 UWES-9 dan versi kedua Copenhagen Psychosocial Questionnaire COPSOQ II dimensi social support.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dan keterlibatan kerja pada karyawan secara umum r = 0,26; n = 406; p < 0,01; two tails , pada karyawan generasi X r = 0,30; n = 164; p < 0,01; two tails , dan karyawan generasi Y r = 0,29; n = 242; p < 0,01; two tails. Hal tersebut mengindikasikan bahwa semakin tinggi dukungan sosial atasan maupun rekan kerja yang dirasakan oleh karyawan, maka semakin tinggi pula tingkat keterlibatan kerja karyawan, baik generasi X maupun generasi Y.

The aim of this research is to find out whether there is a relationship between social support and work engagement among generation X and Y employees. Work engagement has positive impacts that may be beneficial for organization, one of them is decreasing employee turnover. Social support is one form of job resources that may lead to work engagement and is considered important for generation X and Y employees in which they dominate the employee composition in organization.
This research is a correlational research with generation X and Y employees as samples N 406 from variety of organization fields. The instruments used for measuring work engagement and social support are Utrecht Work Engagement Scale 9 UWES 9 and second version of Copenhagen Psychosocial Questionnaire COPSOQ II social support dimensions, respectively.
The result of this research showing that there is a positive significant relationship toward work engagement among employees in general r 0,26 n 406 p 0,01 two tails, generation X employees r 0,30 n 164 p 0,01 two tails, and generation Y employees r 0,29 n 242 p 0,01 two tails. It indicates that the higher social support from supervisor and coworkers felt by the employees, then the higher level of work engagement among generation X and Y employees.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heti Nur Isnaini
"Teleworker dalam menyelesaikan pekerjaannya mengalami beberapa tantangan dengan karakteristik dan kondisi kerja yang kompleks. Terlebih di masa pandemi diprediksi dapat mempengaruhi kenaikan maupun penurunan kinerja karyawan secara signifikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan job autonomy dan workplace social isolation terhadap job performance melalui work engagement. Analisis data dilakukan dengan Structural Equation Modelling (SEM). Data yang layak digunakan sejumlah 503 responden. Penelitian ini berfokus pada pengaruh faktor-faktor kondisi kerja yakni job autonomy dan workplace social isolation terhadap job performance melalui work engagement. Hasil analisis model penelitian ini memperlihatkan adanya peran mediasi sebagian pada variabel job autonomy dan juga pada variabel workplace social isolation. Dimana keleluasaan sistem kerja dapat meningkatkan keterkaitan karyawan saat bekerja maupun hasil dari proses selama bekerja. Sedangkan minimnya interaksi karyawan bisa mempengaruhi turunnya keterkaitan karyawan saat bekerja maupun hasil dari proses selama bekerja. Penelitian ini menyoroti pentingnya pengelolaan dari organisasi mengenai kondisi karyawan khususnya karyawan yang bekerja dari rumah.

Teleworkers to complete their work experience have several challenges with complex job characteristics and working conditions. Especially in a pandemic situation, that is predicted to be affecting increase or decrease employee performance significantly. This research aims to explore the relationship of job autonomy and workplace social isolation to job performance through work engagement. Data analyzed using structural equation modeling (SEM), research generated several results from 503 respondents collected. This study focused on the relationship between working condition factors, namely job autonomy and workplace social isolation on job performance through work engagement. The results of the analysis showed work engagement has a partial mediation in job autonomy and also in workplace social isolation. Furthermore, job autonomy increased work engagement and job autonomy, whereas workplace social isolation can reduce work engagement and job performance. This research highlights the importance of managing the organization regarding employee conditions especially teleworkers."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novita Hidayati
"Keterlekatan dengan pekerjaan merupakan salah satu kriteria karyawan yang dibutuhkan oleh organisasi. Salah satu faktor yang diduga berperan penting dalam meningkatkan keterlekatan dengan pekerjaan adalah kohesivitas tim. Penelitian menggunakan alat ukur UWES-9 (Schaufeli, Salanova, & Bakker, 2006) untuk mengukur keterlekatan dengan pekerjaan dan TC (Carles & Paola, 2000) untuk mengukur kohesivitas tim. Dalam penelitian ini, dilakukan dua studi pada PT X. Studi 1 bertujuan untuk mengetahui hubungan kohesivitas tim dengan keterlekatan dengan pekerjaan.
Dari 72 responden yang mengikuti penelitian pada studi 1, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kohesivitas tim dan kelekatan dengan pekerjaan (r = 0.38, p < 0.05). Selanjutnya, hasil studi 1 menjadi dasar penelitian bagi studi 2 yang hendak meningkatkan kohesivitas tim pada karyawan PT X melalui pemberian intervensi membangun tim. Dari 6 responden yang mengikuti penelitian pada studi 2, diperoleh hasil bahwa terdapat peningkatan wawasan yang signifikan terkait dengan kohesivitas tim sebelum dan setelah dilakukan intervensi (z = -2.23, p < 0.05). Namun demikian, perubahan perilaku peserta sehingga menjadi lebih kohesif ternyata tidak secara signifikan terjadi (z = -1.05, p > 0.05). Penelitian berikutnya diharapkan dapat menyempurnakan program intervensi yang diusulkan agar hasil studi dapat tepat mencapai sasaran.

Work engagement is one of the characteristic of employees needed by the organization. One of considering factor to increase work engagement is team cohesiveness. We used a UWES-9 (Schaufeli, Salanova, & Bakker, 2006) to measure work engagement and TC (Carles & Paola, 2000) to measure team cohesiveness. To find out their relationship, we conducted two studies at PT X. Study 1 examine the relationship between team cohesiveness and work engagement.
There are 72 participants took part in study 1. The results is there is significantly related between team cohesiveness and work engagement (r = 0.38, p <0.05). Furthermore, the results of Study 1 are the basis for Study 2. We provide team building intervention to increase team cohesiveness. There are 6 participants who took part in study 2. The results is significantly related to increase the knowledges of team cohesiveness before and after the intervention (z = -2.23, p < 0.05) but the changes of behavior of team cohesiveness is not (z = -1.05, p > 0.05). The future study are regarded to improve the intervention program to reach out the expected results.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T51717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Prima Isnainiyah
"Work Engagement atau keterikatan kerja merupakan kondisi psikologis positif berhubungan dengan pekerjaan yang dialami seseorang dan memiliki tiga karakteristik yaitu tingkahlaku (vigor), dedikasi (dedication), dan absorpsi (absorption). Pada dekade ini, work engagement menjadi pembahasan yang cukup penting bagi bertahannya pekerja atau karyawan dalam organisasi, baik dalam organisasi profit maupun non-profit. Organisasi TNI-AU sebagai sebuah organisasi kemiliteran di Indonesia juga menganggap work engagement penting terutama dengan adanya isu menurunnya partisipasi dan dedikasi para perwira TNI-AU di organisasi pada korps-korps tertentu serta adanya perwira TNI-AU yang tetap berdedikasi dan partisipasi dalam organisasi.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan keterikatan kerja (work engagement) pada korps-korps perwira TNI-AU. Partisipan penelitian ini berjumlah 150 orang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Data ini kemudian diolah dengan menggunakan One-Way Anova Planned Comparison. Penelitian ini menggunakan alat ukur work engagement yaitu Utrecht Work Engageent Scale (UWES) yang sudah di modifikasi dari penelitian Schaufeli dan Bakker (2006).
Hasil dari penelitian menunjukkan, F (7, 142) = 0,841, p>0.05 yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan keterikatan kerja yang signifikan di antara berbagai korps pada perwira TNI-AU Saran yang diajukan dalam penelitian selanjutnya adalah dengan mencoba melihat perbedaan skor keterikatan kerja pada perwira TNI-AU berdasarkan variabel lain selain korps yaitu pangkat.

Work Engagement is positively related to the psychological state of a person's work experience, and has three characteristics, namely the behavior (vigor), dedication (dedication), and absorption (absorption). In this decade of work engagement under discussion is quite important for the survival of workers or employees in the organization, both in the for-profit and non-profit organizations. Organization of the Air Force as a military organization in Indonesia is also considered an important engagement work primarily with the issue of declining participation and dedication of the Air Force officers in the organization of the corps-specific and the air force officers who remain dedicated and participation in the organization.
This research was conducted to see the difference in work engagement at the corps of Air Force officers. Participants of this study totaled 149 people. This study uses a quantitative approach. Data is then processed by using One-Way ANOVA Comparison Planned. This study uses the measure work engagement Engageent Utrecht Work Scale (UWES) that have been modified from the research Schaufeli and Bakker (2006).
Results from the study showed that F (7, 142) = 0,841, p>0.05, there were no significant differences in work engagement among the officer corps of the Air Force. Suggestions put forward in future studies is to try to see the difference in work engagement on the Air Force officers based on variables other than the corps for example by rank."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
S45466
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helena Exuperina Melani Caraka Yuda
"Job crafting kini menjadi salah satu strategi yang digunakan dalam meningkatkan work engagement dari para karyawan. Berdasarkan penelitian terdahulu work meaning yang dialami karyawan juga berperan dalam meningkatkan work engagement. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh job crafting terhadap work engagement dengan dimediasi oleh work meaning pada karyawan tetap perusahaan di wilayah DKI Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif melalui teknik purposive sampling pada 225 responden yang diperoleh melalui kuesioner online. Kuesioner dibagikan kepada responden dengan kriteria berupa karyawan tetap yang bekerja pada perusahaan di wilayah DKI Jakarta. Teknik analisis data menggunakan Macro PROCESS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa job crafting berpengaruh signifikan terhadap work engagement melalui variabel mediasi work meaning. Pada uji mediasi menunjukkan bahwa work meaning memiliki pengaruh mediasi parsial pada hubungan job crafting terhadap work engagement pada karyawan tetap perusahaan di wilayah DKI Jakarta.

Job crafting is now one of the strategies used in increasing the work engagement of employees. Based on previous research, work meaning experienced by employees also plays a role in increasing work engagement. The purpose of this study was to analyze the effect of job crafting on work engagement by mediating work meaning on permanent employees of the formal sector in the DKI Jakarta area. The research method used is a quantitative through purposive sampling technique on 225 respondents obtained through an online questionnaire. Questionnaires were distributed to respondents with criteria in the form of permanent employees who work for companies in the DKI Jakarta area. Data analysis technique using Macro PROCESS. The results showed that job crafting has a significant effect on work engagement through work meaning mediation variables. The mediation test shows that work meaning has a partial mediating effect on the relationship between job crafting and work engagement for permanent employees of the company in the DKI Jakarta area"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisrina Priyandani
"Pandemi Covid-19 telah memberikan perubahan bagi tatanan kehidupan masyarakat. Adanya pembatasan sosial yang menimbulkan perubahan besar terhadap metode komunikasi dan metode kerja bagi karyawan dengan pemberlakuan sistem gabungan kerja secara working from home dan working form office. Bekerja secara daring tanpa didampingi keseimbangan peranan work life balance dapat menimbulkan efek buruk pada kesehatan mental dan fisik karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji beberapa faktor yang berkaitan dengan work engagement seperti work life balance, burnout, job stressor, supervisor support, coworker support dan family support. Data terkumpul dari 633 responden yang merupakan pekerja dari berbagai sektor usaha di Indonesia dengan masa kerja di tempat kerja saat ini minimal satu tahun dan memiliki atasan langsung dan rekan kerja, namun hanya 603 responden yang memenuhi kriteria sampel. Data tersebut diolah dengan metode Structural Equation Modelling (SEM) menggunakan aplikasi AMOS. Hasil SEM menunjukkan bahwa work life balance memediasi hubungan antara supervisor support, coworker support dan family support dengan work engagement. Selain itu work life balance berpengaruh signifikan negatif terhadap job stressor dan burnout. Variabel burnout berpengaruh signifikan negatif terhadap work engagement. Dengan demikian, perusahaan perlu memperhatikan kualitas hidup kehidupan kerja karyawan dengan sehingga dapat meningkatkan work engagement karyawan terhadap perusahaan.

The COVID-19 pandemic has changed the way people live. Social restrictions caused major changes to communication methods and work methods for employees. Hybrid system as combination of working from home and working form office. Working online without being accompanied by a work-life balance can have a negative effect on the mental and physical health of employees. This study aims to examine several factors related to work engagement such as work life balance, burnout, job stressors, supervisor support, coworker support and family support. Data were collected from 633 respondents who are workers from various business sectors in Indonesia with a minimum of one year of service in the current workplace and have direct supervisors and coworkers, but only 603 respondents met the sample criteria. The data was processed using the Structural Equation Modeling (SEM) method using the AMOS application. SEM results show that work life balance mediates the relationship between supervisor support, coworker support and family support with work engagement. In addition, work life balance has a significant negative effect on job stressors and burnout. The burnout variable has a significant negative effect on work engagement. Thus, companies need to pay attention to the quality of life of employees' work lives so that they can increase work engagement with the company."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>