Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Denita Biyanda Utami
"Background: diabetes has become a major public health concern with an estimated 180 million cases worldwide. Nutritional adjustment is one of the key aspects in the management of type 2 diabetes mellitus. Previous studies have suggested an association between vegetarian diets and improvements in glycemic control in type 2 diabetes mellitus, however the relationship is not well established. The aim of this report is to perform a critical appraisal to analyze whether plant-based diet reduces the HbA1c level compared to conventional diet. Methods: a comprehensive computer-based literature search was performed on June 20, 2016 using PubMed, Ovid, EBSCO, and the Cochrane Library. All abstracts and titles from the initial search results were screened, reviewed, and appraised using critical appraisal worksheets by Center of Evidence-Based Medicine, University of Oxford. Results: one systematic review and two RCTs met the inclusion criteria and were considered eligible for this case report. In patients with type 2 diabetes mellitus, HbA1c significantly yielded greater reduction in the plant-based group compared to conventional diet group after 22 weeks of follow up. Similarly, there was a statistically greater reduction in HbA1c level in the plant-based group after 72 weeks. Furthermore, consumption of plant-based diet was associated with a significant reduction in HbA1c. Conclusion: in patients with type 2 diabetes mellitus, HbA1c reduction was greater in patients with plant-based diet compared to patients with conventional diet. Further research should be conducted with larger sample size and longer follow-up period.

Latar belakang: diabetes telah menjadi salah satu masalah kesehatan utama di masyarakat dengan perkiraan jumlah 180 juta kasus di seluruh dunia. Pengelolaan nutrisi merupakan salah satu aspek penting dalam tatalaksana diabetes melitus tipe 2. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diet nabati dan perbaikan kontrol glikemik pada diabetes melitus tipe 2, namun hubungan tersebut masih belum dapat disimpulkan. Tujuan artikel ini adalah melakukan penilaian kritis untuk menganalisis apakah diet nabati dapat mengurangi kadar HbA1c dibandingkan dengan diet konvensional. Metode: penelusuran literatur menggunakan PubMed, Ovid, EBSCO, dan Cochrane Library. Semua abstrak dan judul dari hasil pencarian awal disaring dan hasil pencarian akhir ditelaah dengan kritis menggunakan lembar kerja penilaian Center of Evidence-Based Medicine, University of Oxford. Hasil: satu tinjauan sistematis dan dua uji klinis memenuhi kriteria inklusi dan dianggap memenuhi syarat untuk diikutsertakan dalam laporan kasus ini. Pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2, HbA1c secara signifikan mengalami penurunan lebih besar pada kelompok diet nabati dibandingkan dengan kelompok diet konvensional setelah 22 minggu. Selain itu, terdapat penurunan yang lebih besar secara signifikan terhadap kadar HbA1c pada kelompok dengan diet nabati setelah 72 minggu. Berdasarkan hasil yang diperoleh, konsumsi diet nabati memiliki hubungan yang signifikan terhadap penurunan HbA1c. Kesimpulan: pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2, penurunan kadar HbA1c lebih tinggi pada pasien dengan diet nabati dibandingkan dengan pasien dengan diet konvensional. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan waktu tindak lanjut yang lebih panjang."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2018
610 UI-IJIM 50:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Listya Tresnanti Mirtha
"Baground: peripheral neuropathy is known as one of most common complication in diabetes mellitus type 2 patient. This complication is caused by uncontrolled condition of blood glucose level in long periode. Regular physical activity in moderate to high intensity is beneficial in management of diabetes mellitus. This report aimed to know the effectiveness of aerobic exercise in causing improved peripheral functions in type 2 diabetes mellitus.
Methods: literature searching using several related keywords in Medline, Pubmed,, and Cochrane library, following inclusion and exclusion criteria.
Result: Dixit et al suggested that a heart rate intensity of 40-60 percent aerobic exercise of 30-45 min duration per session for eight weeks suggest an important impact in controlling diabetic peripheral neuropathy. Kluding PM et al suggested that significantly improved selected measures of peripheral nerve function (worst, pain levels and MNSI score, glycemic control (HbA1c), and resting heart rate. Conclusion: the studies showed significant benefit of aerobic exercise, despite the short duration of exercise being used as intervention towards improvement in peripheral nerve function. However, further studies with large samples and longer duration of intervention are needed to confirm the finding.

Latar belakang: neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi yang sering dijumpai pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Timbulnya komplikasi ini dilatarbelakangi oleh kondisi kadar gula darah tidak terkontrol dalam waktu yang lama. Aktivitas fisik rutin dengan intensitas sedang sampai tinggi bermanfaat dalam pengelolaan diabetes mellitus. Telaah ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas latihan aerobik dalam memperbaiki fungsi perifer yang lebih baik pada diabetes melitus tipe 2.
Metode: pencarian literatur menggunakan beberapa kata kunci yang terkait di perpustakaan elektronik Medline®, Pubmed®, dan Cochrane library, mengikuti kriteria inklusi dan eksklusi.
Hasil: studi Dixit et al menunjukkan bahwa 40-60% intensitas denyut jantung latihan aerobik dengan durasi 30-45 menit per sesi selama delapan minggu menunjukkan adanya dampak penting dalam mengontrol diabetes neuropati perifer. Kluding PM et al menunjukkan perbaikan secara signifikan dari pengukuran terpilih fungsi nervus perifer (tingkat keparahan “terburuk” dan skor MNSI), kontrol glikemik (HbA1c), dan denyut jantung istirahat.
Kesimpulan: penelitian ini menunjukkan manfaat latihan aerobik yang signifikan, meski menggunakan latihan singkat sebagai intervensi terhadap perbaikan fungsi saraf perifer. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut dengan sampel besar dan durasi intervensi yang lebih lama untuk mengonfirmasi temuan tersebut.
"
Jakarta: Interna Publishing, 2018
610 UI-IJIM 50:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Netismar
"Dukungan keluarga dan motivasi dalam perawatan diabetes dapat meningkatkan pemanfaatan pelayanan kesehatan bagi diabetisi tipe 2 dalam upaya mencegah komplikasi diabetes dan meningkatkan kualitas hidup diabetisi. Penelitian ini betujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik, dukungan keluarga, dan motivasi diabetisi tipe 2 dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Penelitian ini menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan Cross-Sectional. Sampel penelitian berjumlah 110 responden yang diambil secara proporsional random sampling. Analisa data dilakukan dengan menggunakan Chi-Square dan regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan dukungan penghargaan keluarga dan motivasi intrinsik dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan p value.

Family Support and motivation treatment in diabetes patients will improve health services utilization. It aims to prevent diabetes complications and improve the diabetes patients quality of life. This study aimed to investigate the Relationship between patients characteristics, family support and motivation in patients with diabetes type 2 with health services utilization. This study used cross sectional with descriptive analytical approach with 110 respondents Which choosen by proportional random sampling. Analysis result using chi square and multiple logistic regression showed relationship between family reinforcement support and Intrinsic motivation with health services utilization p value.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T47130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aries Hamzah
" Peran Puskesmas sebagai ujung tombak pelayananan kesehatan dalam implementasi rujuk balik Diabetes menjadi sangat penting. Penelitian ini untuk mengetahui implementasi kebijakan rujuk balik Diabetes Melitus di Puskesmas Pamulang tahun 2014 dari aspek komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur organisasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan Desain Studi melalui content analisis dan metode triangulasi. Data primer didapatkan dengan wawancara mendalam, Diskusi kelompok terarah, dan pengamatan di lapangan. Untuk data sekunder dari dokumen kebijakan dan literatur. Dari hasil penelitian : menunjukkan bahwa dalam implementasi kebijakan rujuk balik Diabetes Melitus di Puskesmas Pamulang masih berjalan optimal. Untuk itu perlu menyempurnakan kembali regulasi yang ada selama ini agar tidak terjadi kesenjangan dalam implementasi kebijakan rujuk balik diabetes di masa mendatang

Increased prevalence of diabetes mellitus will have an impact on the high health financing in the Era of National Health Insurance . The role of PHC as a spearhead in the implementation of health pelayananan refer back Diabetes becomes very important . Study is to examine the implementation of policies refer back Diabetes Mellitus in PHC Pamulang 2014 from aspects of communication , resources, disposition , and organizational structure . This study used a qualitative approach to the study design through content analysis and triangulation methods . Primary data obtained by in-depth interviews , focus group discussions , and field observations . For secondary data from policy documents and literature . From the results of research : indicates that the implementation of policy refer back Diabetes Mellitus in PHC Pamulang still running optimally . For that we need to revise the existing regulations for this so as not to there are gaps in the implementation of the reconciliation policy behind diabetes in the future next ."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalia Sepriana
"Di Puskesmas Jatinegara, jumlah kunjungan pasien Diabetes Mellitus (DM) lanjut usia (lansia) meningkat 30% di tahun 2011 dibandingkan tahun 2010. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prevalens dan hubungan faktor-faktor determinan dengan kejadian DM pada lansia. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan data sekunder di Poli Lansia Puskesmas Jatinegara. Hasil penelitian ini menemukan prevalens DM yang tinggi pada lansia yaitu 26,8%. Hasil analisis menunjukan ada hubungan yang signifikan (p value=0,003) antara kegemukan dengan DM (PR= 3,348). Sedangkan faktor-faktor determinan lain (jenis kelamin, umur, hipertensi, merokok dan aktivitas fisik) tidak menunjukan hubungan yang signifikan.

Elderly Diabetes Mellitus patient visits has increased by 30% in 2011 compare to 2010 at Jatinegara District Health Center. The research objective was to determine prevalence and relationship of determinant factors with the incidence of Diabetes Mellitus in the elderly. The design used in this study was cross sectional with secondary data at Elderly care Jatinegara District Health Center. The result of this study found a high prevalence of Diabetes Mellitus in the elderly that is equal to 26,8%. The analysis show that there is significant relationship (p value=0,003) between obesity and Diabetes Mellitus (PR= 3,348). Whereas the other determinan (sex, ages, hypertension, smoking dan physical activity) showed no significant association."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ilsa Hunaifi
"Background: World Health Organization (WHO) estimates the incidence of type 2 diabetes in Indonesia would increase to 21.3 million in 2030. Diabetes has a chronic complications, including peripheral neuropathy. The degree of neuropathy was assessed through the Neuropathy Disability Score (NDS). In contrast, haemoglobin A1c is glycated haemoglobin used to monitor the glucose levels of diabetic patients in the last 2 or 3 months. The relationship between HbA1c and diabetic neuropathy carried out by electrodiagnosis showed that HbA1c and age were the main predictors of diabetic neuropathy. However, electrodiagnosis is still considered costly. Research is needed to determine the relationship between HbA1c and NDS to reduce morbidity. This study aims to determine the relationship between the severity of diabetic neuropathy as measured by NDS with HbA1c level in type 2 Diabetes. Methods: this cross-sectional study involved correlation analysis.. The collected data were analyzed with the Spearman correlation test. Results: approximately 56 diabetic patients were involved in this study. Patients were recruited from the internal medicine outpatient ward from the West Nusa Tenggara General Hospital. The mean age was 59.55 (SD 9.48) with 57.1% female; the median duration of diabetes was 5.5 years. The median NDS score is 7.5 and the median HbA1c value is 8.65. Spearman correlation analysis shows a correlation coefficient of 0.487 with a value of p = 0.000. Conclusion: there is a relationship between HbA1c level and the severity of diabetic neuropathy in Type 2 DM."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2021
610 UI-IJIM 53:2 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Benedicta M. Suwita
"Multidiscipline care is defined as a care consisting of at least a physician, a nurse, and other healthcare worker (eg. dietician). Multidiscipline care has generated benefits, both in medical aspects (eg. increasing patients compliance) and nonmedical aspects (eg. more cost-effective than conventional treatment). There are several models of multidiscpline care; however, which model is more suitable for type 2 diabetes care is not clear yet. In this review, we aimed to identify and compare multidiscipline care method for reducing glycated hemoglobin ( HbA1C) levels in type 2 diabetes patients, particularly Asian patients because they have greater tendency to develop type 2 diabetes at lower degrees of obesity and at younger ages than Caucasian ethnic group. There were limited number of studies examining multidiscipline care for type 2 diabetes patients, moreover for Asian patients. They showed mixed results on the efficacy of multidiscipline care in achieving HbA1C target. Healthcare personnel visit, either personal or group session, appeared effective both for general and Asian T2DM patients. It needs further studies to clarify which models are most effective for practices of varying cultures, socio-economic condition, and healthcare settings.

Tatalaksana multidisiplin didefinisikan sebagai tatalaksana yang melibatkan setidaknya satu dokter, satu perawat, dan petugas kesehatan lainnya (contohnya dietisien). Tatalaksana multidisiplin dapat memberikan keuntungan, baik dalam aspek medis (misalnya meningkatkan kepatuhan berobat pasien) dan non-medis (misalnya meningkatkan efektivitas biaya dibandingkan tatalaksana konservatif). Terdapat beberapa model tatalaksana multidisiplin; namun demikian, model yang paling cocok untuk tatalaksana diabetes mellitus tipe 2 belum jelas. Dalam kajian ini, penulis bertujuan mengidentifikasi dan membandingkan berbagai jenis tatalaksana multidisiplin dalam menurunkan kadar hemoglobin glikosilasi (HbA1C) pada pasien diabetes mellitus tipe 2, terutama pasien ras Asia, karena golongan ini memiliki kecenderungan untuk mengidap diabetes mellitus tipe 2 pada derajat obesitas yang lebih rendah dan usia yang lebih muda dibandingkan kelompok ras Kaukasia. Penelitian mengenai tatalaksana multidisiplin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 masih terbatas, terlebih untuk pasien ras Asia. Studi-studi tersebut menunjukkan hasil yang bervariasi mengenai efektivitas tatalaksana multidisiplin untuk mencapai target HbA1C. Kunjungan tenaga medis, baik dalam sesi perorangan ataupun kelompok, tampak efektif pada populasi pasien diabetes mellitus tipe 2 secara umum dan pada ras Asia. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui model tatalaksana multidisiplin mana yang paling cocok untuk pasien di wilayah tertentu dengan kebudayaan, kondisi sosial ekonomi dan fasilitas kesehatan yang beragam"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
610 UI-IJIM 49:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anandhara Indriani Khumaedi
"Background: periodontitis is a major cause of chronic infection in diabetic patients. Diabetic patients have four-fold risk of having cardiovascular disease. Chronic inflammation caused by periodontitis, a non-traditional cardiovascular risk factor is widely known to play a major role in atherogenesis. Among non-diabetics, an association has been found between periodontitis and arterial stiffness, but in diabetic patients the result is inconsistent. No study has investigated either the proportion of periodontitis or its correlation with arterial stiffness in type 2 diabetes population in Indonesia.
Methods: this study was a cross-sectional study involving 97 patients with type 2 diabetics, who were recruited on Endocrinology Clinic from April to August 2017. Periodontitis was measured for pocket depth, clinical attachment loss and bleeding on probing by a periodontist. Carotid-femoral PWV (Pulse Wave Velocity) was measured using SphygmoCor Xcel with cuff-based tonometry technique.
Results: periodontitis was found in 99% type 2 diabetic subjects and 78% of them had severe periodontitis. There was no significant correlation found between pocket depth, clinical attachment loss and cfPWV (r=0.024, p=0.407 and r=0.011, p=0.456); whereas there was a weak positive correlation between pocket depth and PWV (r=0.294, p=0.041) in well-controlled type 2 diabetics.
Conclusion: most of type-2 diabetics had severe periodontitis; however, the correlation between periodontitis and arterial stiffness could not be concluded in this study.

Latar belakang: periodontitis merupakan penyebab utama infeksi kronis pada pasien diabetes. Pasien diabetes memiliki risiko mengalami penyakit kardiovaskular empat kali lipat. Inflamasi kronis yang disebabkan oleh periodontitis merupakan faktor risiko kardiovaskular baru (non-tradisional) dan telah dikenal luas memiliki peran penting dalam aterogenesis. Pada subyek tanpa diabetes, didapatkan hubungan antara periodontitis dan kekakuan arteri; namun, hasil ini masih belum konsisten pada pasien diabetes. Tidak ada penelitian sebelumnya yang meneliti proporsi periodontitis maupun hubungannya dengan kekakuan arteri pada populasi pasien dengan diabetes tipe 2 di Indonesia.
Metode: penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang melibatkan 97 pasien dengan diabetes tipe 2 yang datang ke klinik endokrinologi antara bulan April hingga bulan Agustus 2017. Periodontitis diukur berdasarkan kedalaman kantong (pocket depth), kehilangan perlekatan klinis (clinical attachment loss) dan perdarahan dengan melakukan pelacakan (probing) oleh ahli periodonti. Kecepatan gelombang nadi arteri karotis dan femoris (Carotid-femoral PWV) diukur dengan menggunakan alat SphygmoCor Xcel melalui teknik tonometri bantalan (cuff-based tonometry).
Hasil: periodontitis ditemukan pada 99% pasien diabetes tipe 2 dan 78% di antaranya mengalami periodontitis berat. Tidak ada korelasi yang bermakna antara kedalaman kantong dan clinical attachment loss dengan cfPWV (r=0,024, p=0,407 and r=0,011, p=0,456). Sementara itu, terdapat korelasi positif antara kedalaman kantong dan PWV (r=0,294, p=0,041) pada pasien diabetes tipe 2 yang terkontrol dengan baik.
Kesimpulan: sebagian besar pasien diabetes tipe 2 mengalami periodontitis berat, tetapi korelasi antara periodontitis dan kekakuan arteri tidak dapat disimpulkan dari penelitian ini.
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2018
610 UI-IJIM 50:4 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Destanti
"Diabetes Mellitus (DM ) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat perkotaan akibat gaya hidup dan stressor. Berbagai komplikasi dapat muncul apabila kadar glukosa tidak dikontrol dengan baik akibat resistensi insulin. Komplikasi yang muncul, perubahan gaya hidup, dan terapi yang harus dijalani sepanjang hidup mengakibatkan terjadinya masalah psikososial keputusasaan. Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis mengenai asuhan keperawatan psikososial keputusasaan pada kilen dengan DM tipe 2. Hasil menunjukkan bahwa kondisi psikososial keputusasaan mungkin menyebabkan ketidakstabilan glukosa darah dan masalah fisik akibat komplikasi DM tipe 2 juga mempengaruhi keadaan psikososial keputusasaan.

Diabetes mellitus (DM) is the one of health problems in urban communities because their lifestyles and stressors. Various complications develop when glucose levels can not be controlled properly due to insulin resistance. Complications, lifestyle changes, and treatment can stimulate psychosocial problems including hopelessness. The purpose of this paper is to analyze the psychosocial nursing care about clients with hopelessness associated with DM type 2. The results show that hopelessness may induce unstable blood glucose level and physical problems as a result of complications of DM type 2.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Hendarto
"Latar Belakang: Beberapa penelitian terakhir menunjukkan adanya hubungan antara diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dengan kejadian hipotiroid subklinis (HSK). Penelitian lain menunjukkan bahwa pada DMT2 yang disertai HSK, angka kejadian retinopati ternyata lebih tinggi dibanding pada DMT2 yang tanpa disertai HSK. Pasien HSK sendiri diketahui mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian dislipidemia. Bagaimana hubungan antara dislipidemia dengan retinopati pada pasien DMT2 dengan HSK, sampai saat ini masih belum diketahui.
Tujuan: Mengetahui proporsi HSK pada pasien DMT2, hubungan antara HSK dengan kontrol glukosa darah, HSK dengan dislipidemia, serta hubungan antara dislipidemia dengan kejadian retinopati pada pasien DMT2 dengan HSK.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Sampel adalah pasien dewasa yang sudah didiagnosis DMT2 minimal 1 tahun, yang berobat ke poliklinik rawat jalan Divisi Metabolik Endokrin RSCM yang memenuhi kriteria inklusi. Data-data yang dikumpulkan adalah kontrol glukosa (HbA1c), profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), TSHs, fT4 dan data retinopati. Data diambil dari rekam medis maupun pemeriksaan laboratorium.
Hasil: Proporsi penyakit HSK pada pasien DMT2 sebesar 7.2 % dan sebagian besar berusia di atas 60 tahun. Tidak didapatkan perbedaan proporsi antara lakilaki dan perempuan. Dari analisis didapatkan pasien DMT2 dengan kontrol gula darah yang buruk (HbA1c >7) memiliki risiko 3,664 kali lebih besar mengalami HSK dibanding dengan pasien DMT2 yang gula darahnya terkontrol baik (p:0,010). Pada pasien DMT2 dengan HSK yang disertai dislipidemia, risiko terkena retinopati 2,76 kali lebih besar dibanding pasien tanpa dislipidemia (p:0,014).
Simpulan: Terdapat hubungan bermakna antara HSK dengan kontrol gula darah (HbA1c) pada pasien DMT2. Terdapat hubungan antara HSK dan dislipidemia pada pasien DMT2. Terdapat hubungan antara dislipidemia dengan kejadian retinopati pada pasien DMT2 dengan HSK.

Background: Some recent studies suggest that there is a link between type 2 diabetes mellitus (T2DM) and the incidence of subclinical hypothyroid (SCH). Other studies have shown that if a T2DM is accompanied SCH, the incidence of retinopathy was higher than in the T2DM without SCH. SCH patients themselves are known to have a high risk of occurrence of dyslipidemia. The the relationship between the incidence of dyslipidemia and retinopathy in patients with T2DM with SCH, is still unknown.
Objective: To determine the proportion of SCH in patients with T2DM, the relationship between SCH and glycemic control (HbA1c), SCH with dyslipidemia, and dyslipidemia with the incidence of retinopathy in T2DM patients with SCH.
Methods: The study design used is cross sectional. Sample were adult patients who have been diagnosed with T2DM at least 1 year, who went to the outpatient ward of Metabolic Endocrine Division, Cipto Mangunkusumo Hospital. Collected data include glycemic control (HbA1c), lipid profile (total cholesterol, LDL, HDL, triglycerides), TSHs, FT4 and retinopathy data. Data were retrieved from medical records and laboratory tests.
Results: The proportion of SCH in patients with T2DM 7.2%, and mostly aged over 60 years. There were no differences in the proportion between men and women. From the analysis reveals the T2DM patients with poor blood sugar control (HbA1c >7) had 3.664 times greater risk of developing SCH compared with T2DM patients with well-controlled blood sugar (p:0.010). In patients with T2DM with SCH accompanied dyslipidemia, retinopathy risk 2.76 times greater than patients without dyslipidemia (p:0.014).
Conclusion: There is a significant relationship between the SCH and glycemic control in patients with T2DM, SCH and dyslipidemia and also between dyslipidemia and retinopathy in T2DM patients with HSK.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>