Ditemukan 43561 dokumen yang sesuai dengan query
Winarini Wilman D. Mansoer
"Penelitian ini mengkaji perkembangan tradisi tawuran antarkelompok antar siswa SMA di Jakarta, serta alasan siswa terlibat. Pendekatan psikologi sosial menggunakan teori identitas sosial (Hogg & Abrams, 1988) dan teori peningkatan reputasi (misalnya Emler & Reicher, 1995) wa. digunakan. Teori identitas sosial menjelaskan keterlibatan siswa dalam tawuran dilihat dari proses identifikasi sosial dengan sekolah dan kelompok teman sebaya, serta konflik antarkelompok dalam kaitannya dengan stereotip dan prasangka antar kelompok. Teori peningkatan reputasi menjelaskan keterlibatan siswa dalam tawuran tidak berhubungan dengan manajemen reputasi dalam kelompok. Teori-teori Barat ini diterapkan pada konteks sosio-kultural dan geografis Jakarta tertentu, sehingga terdapat beberapa keterbatasan dan penjelasan tambahan mengenai permasalahan terkait dengan konteks tersebut. Studi ini mengkaji bagaimana identitas sosial dan manajemen reputasi individu sebenarnya dibingkai di dalam sekolah dan dalam kelompok teman sebaya (Basic) yang menjadi wahana kontak dan konflik antarkelompok, termasuk Investigasi terhadap pengaruh-pengaruh tersebut dalam insiden tawuran tertentu. Hasilnya ditunjukkan dengan konteks sekolah, kategorisasi sosial sekolah. sekolah tawuran mempengaruhi stereotipe siswa terhadap sekolah lain yang berkategori baik. sekolah musuh atau sekolah sekutu. Hal ini menimbulkan prasangka bahwa mereka selalu diancam oleh musuh-musuhnya setiap kali diet melakukan kontak dengan mereka saat bepergian Ke dan dari sekolah. Oleh karena itu, untuk menangani situasi ini siswa di sekolah tawuran dibentuk berdasarkan kerumunan (dasar) di jalur bus mereka.
This study examined the development of the tradition of intergroup fighting between high school students in Jakarta, and the reasons why students became involved. Social psychological approach using social identity theory (Hogg & Abrams, 1988) and reputation enhancement theory (e.g., Emler & Reicher, 1995) wa. used. Social identity theory explains student involvement in tawuran ill term of the proces of social identification with the school and peer groups, and Intergroup conflict in relation to stereotyping and prejudice between groups. Reputation enhancement theory explains student involvement in tawuran ill association with reputation management within the group. These Western theories were applied to a specific socio-cultural and geographical context of Jakarta, thus there were some limitations and additional explanation of the problem in relation to the context. This study examined how the individual's social identity and reputation management is actually framed within the school and in the rival peer crowds (Basic ) that are the vehicles for intergroup contact and conflict, including Investigation of these influences in specific tawuran incidents. The results indicated with the school context, the social categorisation of schools. tawuran schools influenced student stereotyping towards other schools that were categorised either. enemy schools or ally schools. This led to prejudice that they were always threatened by their enemies whenever diet had contacts with them when travelling To and from school Thus, in order to handle this situation in students in tawuran schools formed over crowds (basic) base on their bus routes."
Depok: Universitas Indonesia, 2000
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sulistiawati
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19301
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rivaldo Triska Kusuma
"Penelitian ini membahas konstruksi sosial komunitas daring penggemar Feel Koplo. Riset kualitatif ini menggunakan studi kasus Meledax Jakarta selaku kelompok daring penggemar Feel Koplo, yaitu joki disket yang menggubah musik arus utama dengan aransemen musik dangdut koplo. Dalam penelitian ini, penulis menggali bentuk kolektivitas penggemar budaya remix yang muncul di ruang digital, serta identitas yang terbentuk melalui media yang digunakan untuk memahami konstruksi sosial yang terbangun melalui komunitas daring. Berdasarkan wawancara mendalam dengan tujuh narasumber, hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota Meledax Jakarta mengidentifikasi diri sebagai pekerja prekariat yang mengalami ketidakpastian yang tinggi karena kasualisasi ketenagakerjaan. Mereka berkumpul karena adanya relevansi kesukaan terhadap dangdut koplo gubahan dan rasa sepenanggungan. Ruang digital mempermudah kolektivitas antar anggota untuk berinteraksi satu sama lain. Sehingga identitas pekerja prekariat anggota Meledax Jakarta merupakan hasil dari konstruksi yang terbangun melalui kolektivitas di ruang digital.
This study discusses social construct of Feel Koplo online community. This qualitative research uses a case study of Meledax Jakarta as an online group of Feel Koplo fans, well known as a DJ who compose mainstream music with dangdut koplo arrangements. This study want to dig deeper the form of social construction built through online communities by explore their collectivity and their social identity. Based on in-depth interviews with seven informants, the results of the study showed that Meledax Jakarta members were among the precariate workers who experienced high uncertainty due to the casualization of labor. They gathered because they have relevance and feeling on the same boat. Digital space facilitates the collectivity of members to interact so that construction of precariate workers social identity is formed."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Saniyya Sridarmi
"Quarter life crisis adalah kondisi yang menggambarkan krisis atas identitas yang dirasakan oleh seorang individu dari mereka remaja dan kemudian beranjak menjadi seorang individu dewasa dengan sumber krisis yang berpusat pada belum siapnya individu dalam proses transisi antar status tersebut. Secara umum, dampak yang dihasilkan pada saat seseorang mengalami situasi krisis ini adalah mereka akan merasakan penurunan tingkat percaya diri, menarik diri secara sosial, cemas hingga depresi. Dalam menghadapi situasi ini, individu diharapkan memiliki sumber penguatan dari dalam dirinya dan lingkungan sekitarnya. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat quarter life crisis pada Individu dewasa awal. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif dengan jenis survei. Sampel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan metode probability sampling dengan teknik stratified random sampling, sedangkan untuk instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. Alat ukur dukungan sosial disusun dengan mengacu kepada teori oleh House (1981) tentang 4 aspek mengenai dukungan sosial, sedangkan untuk alat ukur quarter life crisis, peneliti mengadaptasi kuesioner oleh Hassler (2009) tentang quarter life crisis. Responden dalam penelitian ini berjumlah 85 mahasiswa yang seluruhnya terhimpun sebagai mahasiswa tingkat akhir Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia angkatan 2019. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan signifikan antara dukungan sosial dengan tingkat quarter life crisis dengan arah hubungan antara keduanya adalah negatif (r=-0,686**) di mana semakin rendah dukungan sosial maka semakin tinggi tingkat quarter life crisis yang dialami oleh seseorang, dan berlaku untuk sebaliknya.
Quarter life crisis is an identity crisis phenomenon that occurs to the unpreparedness in the transition process from a teenager and then turns into an adulthood. The impact that is produced when someone experiences this crisis situation is that they will feel a decrease in their level of self-confidence, anxiety and depression. To dealing with this situation, individuals are expected to have a source of reinforcement from within themselves and their surroundings. Therefore, this study aims to determine the relationship between social support and quarter life crisis in early adulthood. This study uses a quantitative research approach with a survei type. The sample in this study was measured using the probability sampling method with stratified random sampling technique, while the research instrument used was a questionnaire. The measuring instrument for social support was prepared with reference to the theory by House (1981) regarding 4 aspects of social support, while for the measuring instrument for quarter life crisis, researchers adapted the questionnaire by Hassler (2009) about quarter life crisis. Respondents in this study totaled 85 students, all of whom were final year students at the Faculty of Social and Political Sciences, University of Indonesia class of 2019. The results showed that there was relationship between social support and the level of quarter life crisis. The direction of the relationship between the two was negative ( r=-0.686**). The lower the social support score, the higher the level of quarter life crisis experienced by a person, and vice versa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fitrah Munir
"Tesis ini membahas proses pembentukan orang kuat lokal di Jakarta Pasca Orde Baru. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan jaringan sosial dan identitas sosial berperan besar dalam proses pembentukan orang kuat lokal di Jakarta. Dalam lanskap sosial politik Indonesia pasca orde baru dimana sumber-sumber daya (sosial, politik, dan ekonomi) tidak lagi terpusat, jaringan sosial mampu menciptakan ruang bagi seorang agen/aktor untuk memperoleh atau meminjam berbagai sumber daya tersebut dari berbagai sumber untuk tujuan-tujuan instrumental dirinya. Sementara identitas sosial sebagai sumber pemaknaan yang sangat penting bagi manusia berperan dalam menciptakan solidaritas kelompok berbasis identitas. Kelompok elit dapat menggunakan solidaritas kelompok ini dengan menawarkan tujuan-tujuan yang dianggap sebagai tujuan bersama meskipun secara samar, tujuan-tujuan tersebut sangat menguntungkan elit tersebut.
This thesis describes the process in the making of local strongmen in the Jakarta Post New Order. This study is a qualitative research with case study design. The results showed social networks and social identity plays a major role in the formation of local strong men in Jakarta. In the social landscape of Indonesian politics after the new order in which the resources (social, political, and economic) is no longer centralized, the social networks is able to create space for an agent / actor to obtain or borrow these resources from various sources for his instrumental purposes. While social identity as a source of meaning that is very important for the human, has a role in creating a group solidarity based on identity. The elite group can use this group solidarity by offering some goals which is considered as a common goal though vaguely, these goals are very profitable for elite."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Andhika Martamelvin Suryaputra
"Penelitian ini menganalisis bagaimana merchandise olahraga Formula One berperan dalam merepresentasikan status sosial individu sebagai konsumernya di media sosial pada kalangan generasi Z. Sudah cukup banyak studi dan literatur sebelumnya yang membahas konsumsi merchandise dalam konteks olahraga, namun, fokus utama umumnya pada aspek konsumsi merchandise sebagai bentuk loyalitas dan dukungan terhadap tim atau atlet secara umum, masih terbatas studi yang membahas merchandise olahraga sebagai representasi status sosial konsumer. Penelitian ini menggunakan teori konsumerisme berdasarkan hasil pemetaan oleh Mike Featherstone (2007) yang mencakup tiga perspektif teori budaya konsumerisme yaitu, mode of consumption, mode of production, dan consuming, dreaming, pleasure, and images. Secara khusus peneliti berfokus pada perspektif teoritik mode of consumption sebagai landasan teori penelitian untuk menganalisis pemaknaan dalam penggunaan merchandise Formula One sebagai representasi status sosial pengguna/konsumer di kalangan generasi Z. Peneliti berasumsi bahwa penggunaan merchandise Formula One merupakan sarana pembeda (distinct) atau alat bagi individu untuk dapat mengekspresikan dan membangun citra dirinya sehingga dapat merepresentasikan status sosial mereka melalui preferensi dalam komoditas budaya populer. Di satu sisi, hal ini penting khususnya bagi generasi Z penggemar Formula One, yang berlatar belakang status sosial menengah ke atas, karena kepemilikan merchandise seringkali dikaitkan dengan eksklusivitas melihat harganya yang tinggi. Di sisi lain, konsumsi atas merchandise yang dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan terhadap komoditas tersebut secara tidak langsung mengukuhkan peran industri yang kapitalistik dalam ranah olahraga Formula One, sehingga terjadi komodifikasi olahraga ini. Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menerapkan pendekatan secara kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui observasi dan in-depth interview terhadap Generasi Z sebagai penggemar yang mengonsumsi merchandis formula one.
This research analyzes how Formula One sports merchandise represents the social status of individuals as consumers on social media among Generation Z. Numerous studies and previous literature have discussed the consumption of sports merchandise in general, primarily focusing on merchandise consumption as a form of loyalty and support for teams or athletes. However, there is a limited number of studies that explore sports merchandise as a representation of consumer social status. This research employs the consumerism theory as mapped out by Mike Featherstone (2007), encompassing three perspectives of consumer culture theory: mode of consumption, mode of production, and consuming, dreaming, pleasure, and images. Specifically, the researcher will focus on the theoretical perspective of the mode of consumption as the theoretical foundation to analyze the meaning behind the use of Formula One merchandise as a representation of the social status of its users/consumers among Generation Z. The researcher assumes that the use of Formula One merchandise serves as a distinct means for individuals to express and construct their self-image, thus representing their social status through preferences in popular cultural commodities. On one hand, this is particularly significant for Generation Z Formula One fans from upper-middle social backgrounds, as owning merchandise is often associated with exclusivity due to its high price. On the other hand, the continuous and sustained consumption of this merchandise indirectly reinforces the role of capitalistic industries within the realm of Formula One sports, leading to the commodification of the sport. In conducting this research, the researcher applies a qualitative approach, using data collection techniques such as observation and in-depth interviews with Generation Z fans who consume Formula One merchandise."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Zain Arie Priyanto
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pemaknaan yang dimiliki oleh pendaki amatir dari kalangan anak muda yang melakukan aktivitas pendakian gunung. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan konstruksi identitas pendaki amatir melalui aktivitas pendakian gunung yang dilakukan. Fenomena pendakian gunung oleh pendaki amatir menjadi tren yang berkembang di berbagai kalangan masyarakat di Indonesia belasan tahun terakhir. Studi-studi terdahulu terkait aktivitas pendakian gunung sebagai fenomena sosial banyak membahas terkait dengan motivasi, makna dan konstruksi makna dari aktivitas mendaki gunung. Namun, hingga saat ini belum terdapat penelitian yang menjelaskan bagaimana pemaknaan dan konstruksi makna dalam konteks pendaki amatir di Indonesia. Kemudian, belum terdapat banyak penelitian yang mengkaji bagaimana konstruksi identitas pendaki di Indonesia, khususnya terhadap pendaki amatir sebagai subjek analisisnya. Dengan menggunakan perspektif interaksionisme simbolik dan kerangka teoretis konstruksi identitas dan konsep diri yang disampaikan oleh Erving Goffman sebagai alat analisis, hasil temuan penelitian ini menjelaskan adanya lima kategori makna yang dimiliki pendaki amatir terhadap aktivitas pendakian gunung yang dilakukannya. Kemudian, tipologi konstruksi pemaknaan dari pendaki amatir terhadap aktivitas pendakian gunung juga menjadi hasil dari penelitian ini. Terakhir, temuan dan analisis penelitian ini menjawab bagaimana konstruksi identitas pendaki amatir dari kalangan anak muda di Indonesia berkaitan erat dengan makna tentang upaya memperoleh prestasi diri serta pencarian pengalaman dan sensasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas pendakian gunung yang dilakukan oleh pendaki amatir dari kalangan anak muda di Indonesia tidak hanya berkaitan dengan tujuan rekreasional melainkan juga merupakan mekanisme memperoleh prestasi diri dan pada akhirnya mengkonstruksikan identitasnya sebagai pendaki gunung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam terhadap pendaki amatir di rentang usia muda sebagai subjek penelitiannya.
The purpose of this research is to explain the meanings held by amateur mountaineers from among young people who carry out mountaineering activities. In addition, this research also explains the construction of amateur mountaineers' identities through their mountaineering activities. The phenomenon of mountaineering by amateur mountaineers has become a growing trend in various groups of people in Indonesia in the last dozen years. Previous studies related to mountaineering activities as a social phenomenon have discussed the motivation, meaning and meaning construction of mountaineering activities. However, until now there has been no research that explains how meaning and meaning construction in the context of amateur mountaineers in Indonesia. Furthermore, there have not been many studies that examine how the construction of the identity of mountaineers in Indonesia, especially for amateur climbers as the subject of analysis. By using the perspective of symbolic interactionism and the theoretical framework of identity construction and self-concept presented by Erving Goffman as an analytical tool, the findings of this study explain the existence of five categories of meaning that amateur mountaineers have towards their mountaineering activities. Then, a typology of meaning construction from amateur mountaineers towards mountaineering activities is also the result of this study. Finally, the findings and analyses of this study answer how the identity construction of amateur mountaineers among youth in Indonesia is closely related to the meaning of self-achievement as well as the search for experiences and sensations. This research shows that mountaineering activities carried out by amateur mountaineers from among young people in Indonesia are not only related to recreational purposes but also a mechanism for gaining self-accomplishment and ultimately constructing their identity as mountaineers. This research uses a qualitative method with data collection using in-depth interview techniques with amateur mountaineers in the young age range as the research subject."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
"Balancing individual and collective interests is the challenge in Indonesia and in Australia, where the challenge is (a) to enable decentralised involvement in decisions to enhance a sense of attachment to an inclusive democracy and (b) achieve careful evidence based policy to guide the use of resources for the common good"
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Rakhmah Audina
"Seiring dengan meningkatnya penetrasi internet, semakin banyak konsumen yang menikmati pembelian secara online. Salah satu dampak dari fenomena ini adalah munculnya pembelian kompulsif secara online. Seperti yang telah disebutkan dalam literatur sebelumnya, pembelian kompulsif secara konvensional maupun online merupakan salah satu aspek negatif dari perilaku konsumen yang perlu diantisipasi. Sehingga perlu diketahui anteseden pada pembelian kompulsif secara online. Adapun anteseden yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan situs jejaring sosial yang berlebihan, kebingungan identitas, materialisme, religiositas Islam, dan selfitis. Kuisioner disebarkan secara online ke wilayah-wilayah di Indonesia dan diperoleh 558 responden. Penelitian ini menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM) dengan perangkat lunak LISREL 8.8. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara kebingungan identitas, materialisme, dan selfitis terhadap pembelian kompulsif secara online. Selain itu terdapat peran mediasi serial dari kebingungan identitas dan materialisme antara penggunaan situs jejaring sosial yang berlebihan terhadap pembelian kompulsif secara online. Penelitian ini juga menemukan pengaruh negatif antara materialisme dan religiositas Islam.
As the internet penetration increases, more consumers are enjoying online purchases. One of the effects of this phenomenon is the emergence of online compulsive buying. As mentioned in the previous literature, compulsive buying in conventional as well as online, is one of the negative aspects of consumer behaviour that needs to be anticipated. So the antecedents of online compulsive buying should to be analysed. The antecedents of online compulsive buying that used in this study are excessive use of social networking sites, identity confusion, materialism, Islamic religiosity, and selfitis. Questionnaires were distributed online to regions in Indonesia and obtained 558 respondents. This study uses structural equation modeling methods with LISREL 8.8 software. This study found that there were positive and significant influences between identity confusion, materialism, and selfitis towards online compulsive buying. In addition, there is a serial mediating role of identity confusion and materialism between excessive use of social networking and online compulsive buying. This study also found a negative influence between materialism and Islamic religiosity."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fatma Dyah Savira
"Fandom sebagai ruang yang didominasi perempuan seringkali dianggap lebih ramah gender. Melalui berbagai aktivitas, seperti menulis fanfiksi, menggambar fan art, dan mengonsumsi juga membagikan karya pengemar lain, serta membangun jejaring sesama penggemar, para penggemar perempuan dapat berkegiatan dengan relatif lebih bebas, tanpa batas-batas yang ditetapkan lelaki. Penelitian ini bertujuan untuk mencaritahu cara-cara penggemar perempuan dapat mengeksplorasi dan mengekspresikan dirinya di fandom, dan bagaimana kegiatan mereka dalam ruang penggemar dapat berkelindan dengan hal tersebut. Melalui pendekatan etnografi, dengan metode observasi partisipan dan wawancara mendalam secara daring, studi ini juga menggunakan studi pustaka untuk memperkaya analisa. Hasilnya menunjukkan bahwa informan dapat mengeksplorasi dan mengekspresikan gender mereka melalui berbagai kegiatan penggemar, termasuk terlibat dalam, atau sekadar memperhatikan, diskursus yang sering muncul dalam fandom. Sekalipun ruang fandom masih heteronormatif, informan dapat menentukan sendiri pendekatan mereka pada fandom, termasuk dalam menghadirkan diri mereka.
Fandom as a female-dominated space is often considered more gender-friendly. Through various activities, such as writing fan fiction, drawing fan art, consuming and sharing the fan works of other fans, as well as building networks with fellow fans, female fans can carry out their activities relatively freely, without scornful limitations imposed by men. This research aims to find out the ways female fans can explore and express themselves in fandom, and how their activities in the fan space can be related to this. Through an ethnographic approach, with participant observation methods and online in-depth interviews, this study also uses literature research to enrich the analysis. The results show that informants can explore and express their gender through various fan activities, including engaging in, or simply paying attention to, discourses that often arise in fandom. Even though the fandom space is still heteronormative, informants can determine their own approach to fandom, including in presenting themselves."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library