Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64580 dokumen yang sesuai dengan query
cover
A. Nururrochman Hidayatullah
"Penelitian ini mengungkap implementasi aksesibilitas rumah tangga miskin dalam program jaminan sosial melalui Program Jaminan Kesehatan Nasional. Lokasi Penelitian di Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif yang dianalisis secara deskriptif. Sumber data primer berasal dari informan yaitu masyarakat miskin penerima program, pelaksana program yaitu puskesmas dan pelaksana BPJS. Data sekunder diperoleh melalui observasi lapangan, telaah dokumen dan beberapa peraturan yang relevan. Pengumpulan data melalui wawancara kepada petugas BPJS, Dinas kesehatan, Dinas Sosial, Puskesmas dan Masyarakat Miskin pengguna layanan. Hasil penelitian mungungkap bahwa masyarakat miskin merupakan peserta jaminan sosial kesehatan sebagai penerima bantuan iuran. Masyarakat miskin lebih suka mengakses puskesmas sebagai fasilitas layanan lainnya. Aksesibilitas masyarakat miskin memiliki kemudahan dalam menjangkau pelayanan kesehatan terbukti dengan kenaikan kunjungan yang cukup signifikan. Keterbatasan pengetahuan masyarakat miskin belum diimbangioleh kemampuan pelaksana dalam melaksanakan sosialisasi secara lebih menyeluruh. Masyarakat miskin belum sepenuhnya memahami. Rekomendasi diupayakan perlu adanya update dan sinkronisasi data terpadu terhadap jumlah masyarakat miskin setiap tiga bulan sekali dengan melakukan koordinasi melalui lnstansi Sosial dengan Instansi Kesehatan dan Penyelenggaraan BPJS Kesehatan. Menepatka petugas BPJS pada pusat layanan fasilitas kesehatan sebagai pelayanan informasi bagi masyarakat miskin."
Yogyakarta: Balai Besar dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta (B2P3KS), 2017
360 MIPKS 41:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Health insurance program for poor began since 1998 namely Social Safety Net and 2005 chabged be Health maintanance Assurance Program for Poor (PJK MM) and since 2007 become Healty Insurance for Poor (Askeskin)...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Veronica
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti tentang akses pelayanan kesehatan bagi peserta JKN khususnya kepala keluarga perempuan dari keluarga miskin. Program Jaminan Kesehatan JKN di Indonesia secara umum belum efektif pelaksanaannya karena masih banyak warga yang memiliki Kartu JKN namun tidak dapat menggunakannya sebagaimana mestinya. JKN memprioritaskan warga yang memang memiliki masalah finansial sehingga tidak mampu untuk mendapatkan layanan kesehatan yang sesuai kebutuhannya dengan memberikan bantuan iuran. Serta membuka akses pelayanan bagi semua kalangan masyarakat. Namun, kualitas pelayanan kesehatan yang masih rendah. Bahkan di DKI Jakarta sebagai ibukota negara kualitas pelayanan JKN bagi masyarakat terutama bagi masyarakat miskin masih memperoleh kritik. Penelitian ini memilih lokus penelitian di Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Kota Jakarta Barat yang merupakan salah satu daerah dengan penduduk miskin tertinggi setelah Kepulauan Seribu dan memiliki kepala keluarga perempuan paling tinggi. Perempuan menjadi salah satu pihak yang paling rentan terhadap kemiskinan sehingga tujuan dalam skripsi ini untuk menggambarkan tentang akses pelayanan kesehatan bagi keluarga miskin dengan kepala keluarga perempuan dalam program JKN di Kelurahan Kapuk Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat. Penelitian ini menggunakan pendekatan positivist dengan teknik pengumpulan data kualitatif melalui wawancara mendalam dan kuantitatif berupa survei. Penelitian ini menggunakan teori yang menyatakan bahwa akses dapat ditinjau dari 5 dimensi yakni, availability, acessability, affordability, adequacy, dan acceptability. Hasil penelitian menemukan bahwa indikator akses telah terpenuhi pada semua dimensi kecuali dimensi affordability.

ABSTRACT
This study aims to analyze about the access of women as head of the family in poor households. Generally, National Health Insurance in Indonesia is not as effective as it should be because many citizens with JKN membership cannot access health services. National Health Insurance prioritizes poor citizen who could not afford the health service they deserve by providing financial assistance. Even in DKI Jakarta as the capital city of Indonesia, the problem about health services and JKN are still remaining. The locus of this study is Kapuk village, Cengkareng Sub district, West Jakarta that has one of the most poorly populated areas after the Kepulauan Seribu and has the highest female head of household. Women are one of the most vulnerable group to poverty, hence, this study discusses health service access for poor families with women as the head of the family in National Health Insurance in Kapuk village Cengkareng Sub district, West Jakarta. This study uses a positivist approach, with both qualitative and quantitative design through in depth interviews and survey. The theory in this study is a ldquo five dimensional theory rdquo which includes availability, accessibility, affordability, adequacy, and acceptability. Furthermore, the result of this study shows that all accessibility dimension are fulfilled except the affordability dimension. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arfah Husna
"Cakupan pelayanan kebidanan program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) di Kabupaten Aceh Selatan tahun 2006 yang belum
mencapai target mengindikasikan kinerja bidan di desa dalam pelayanan kebidanan program JPKMM masih rendah. Penelitian ini bertujuan mengetahui ki-
nerja bidan desa dan faktor-faktor yang berhubungan. Kinerja bidan desa diukur dengan melihat cakupan pelayanan kebidanan program JPKMM meliputi ca-
kupan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali dan cakupan pertolongan persalinan. Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan popula-
si seluruh bidan desa yang bertugas di Kabupaten Aceh Selatan tahun 2007. Sampel adalah bidan desa yang sudah bertugas minimal setahun yang ber-
jumlah 104 orang. Disimpulkan bahwa sebagian besar kinerja bidan desa masih rendah (56%). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja bidan desa
adalah: tidak adanya pesaing, adanya pembinaan, pengetahuan dan motivasi. Faktor-faktor yang tidak berhubungan dengan kinerja bidan desa adalah umur,
status pernikahan, status kepegawaian (PNS/PTT), domisili, jumlah desa, sikap, imbalan, kemampuan dan pendidikan. Disarankan kepada Dinas Kesehatan
untuk memberikan pembinaan yang lebih intensif kepada bidan desa dan memberikan penghargaan untuk meningkatkan motivasinya. Disarankan kepada
bidan di desa untuk terus-menerus melakukan peningkatan pelayanan kepada pasien dan selalu menerapkan prinsip 3S (salam, senyum dan sopan) serta
proaktif mendatangi pasien ke rumahnya untuk memberikan pelayanan kebidanan ataupun memelihara hubungan sosial yang baik.
This research aimed to find out the performance of village midwife and its determinant factors. The performance of midwifery service within the Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (JPKMM) program was measured by the coverage of antenatal care and coverage of trained birth attendance.
The design of this study is cross sectional and data was analyzed using univariate, bivarite, and multivariate logistic regression. The population was all village
midwives (137 persons) in Aceh Selatan District in the year 2007. The sample was village midwife who has at least one year work experience in a certain vil-
lage and it consists of 104 persons. The result shows that the performance of village midwife is still low (56%). Multivariate logistic regression analysis con-
firmed that the dominant factor related to good performance were no competitor, good supervision, knowledge and motivation. Factors which not associated
with performance were age, marital status, employee status, domicile, number of village to be covered, attitude, reward, and education. We recommend that
the District Health Office must supervise intensively and giving more reward to improve work motivation. The village midwife should improve their quality of
services and implement the 3S principle (salam, senyum and sopan) and conducting home visit to provide maternal health services and to maintain good so-
cial relationship with the community"
2009
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fransiscus Alimin
"[ABSTRAK
Dalam UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak memperoleh
pelayanan kesehatan dan Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasiltas
kesehatan dan fasilitas umum yang layak. Untuk memenuhi dan mewujudkan hak
bagi setiap warga negara dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak dan
kewajiban pemerintah penyediaan fasilitas kesehatan sebagai amanat UUD 1945
maka pemerintah pusat menyelenggarakan program jaminan kesehatan nasional
(JKN) dan untuk pemerintahan daerah khusus Ibukota (DKI Jakarta)
menyelenggarakan jaminan kesehatan daerah yang dikenal dengan nama Kartu
Jakarta Sehat (KJS). RSCM adalah rumah sakit milik pemerintah pusat yang salah
satu visinya adalah menjadi rumah sakit pusat rujukan nasonal terkemuka di Asia
Pasifik tahun 2014. RSCM diharapkan dapat melayani masyarakat dari seluruh
penjuru Indonesia dengan sistem rujukan berjenjang dengan optimal sesuai
dengan standar pelayanan kesehatan dan peraturan yang berlaku. Penelitian ini
membahas mengenai indeks kepuasan masyarakat miskin terhadap pelayanan di
RSCM dalam program JKN dan KJS. Program kesehatan JKN dan KJS ini tidak
lepas dari permasalahan dalam pelaksanaannya, salah satunya adalah mengenai
pelayanan di rumah sakit dalam pelaksanaan program tersebut. Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk mengukur nilai indeks kepuasan masyarakat miskin di
RSCM dalam pelaksanaan program JKN dan KJS serta untuk mengetahui unsurunsur
yang sudah baik dan yang masih membutuhkan peningkatan kualitas
pelayanannya. Hasil dari penelitian kuantiatif menilai bahwa indeks kepuasan
masyarakat miskin di RSCM adalah sangat baik, tetapi ada beberapa pelayanan
yang perlu menjadi perhatian dan atau perbaikan yang didapat dari hasil penelitian
kualitatif.

ABSTRACT
Indonesia Constitution (UUD 1945) states that every citizen has the right to obtain
medical care and the Government is responsible for the provision of health and
adequate public facilities. In order to satisfy and fulfil the right of every citizen in
getting proper health care as mandated by the Constitution, The central
government has issued the National Health Insurance Program (JKN) whereas the
Jakarta Provincial Government has issued a Regional-based Health Insurance
Program known as the Jakarta Health Card (KJS). National General Hospital Dr.
Cipto Mangunkusumo (RSCM) is one of the hospitals owned by the central
government and one of its visions is to become regional referral hospitals in Asia
Pacific in 2014. RSCM is expected to serve people from all over Indonesia
accordance with the standard of health services and regulations. This study
discusses the satisfaction index of the poor with regard to services in RSCM
especially on the implementation of the JKN and KJS. The problem of the
implementation of JKN and KJS are still occurred, one of the problems is the
hospital services in the implementation of the programs. The purpose of this
research is to measure the value of the satisfaction index of the poor in RSCM on
the implementation of JKN and KJS as well as to determine the factors that are
good and which are still in need of improvement of service quality. The results of
the quantitative study is conclude that the satisfaction index of the poor in RSCM
is ?very good?, yet there are some services that need to be improved derived from
the results of qualitative research.;Indonesia Constitution (UUD 1945) states that every citizen has the right to obtain
medical care and the Government is responsible for the provision of health and
adequate public facilities. In order to satisfy and fulfil the right of every citizen in
getting proper health care as mandated by the Constitution, The central
government has issued the National Health Insurance Program (JKN) whereas the
Jakarta Provincial Government has issued a Regional-based Health Insurance
Program known as the Jakarta Health Card (KJS). National General Hospital Dr.
Cipto Mangunkusumo (RSCM) is one of the hospitals owned by the central
government and one of its visions is to become regional referral hospitals in Asia
Pacific in 2014. RSCM is expected to serve people from all over Indonesia
accordance with the standard of health services and regulations. This study
discusses the satisfaction index of the poor with regard to services in RSCM
especially on the implementation of the JKN and KJS. The problem of the
implementation of JKN and KJS are still occurred, one of the problems is the
hospital services in the implementation of the programs. The purpose of this
research is to measure the value of the satisfaction index of the poor in RSCM on
the implementation of JKN and KJS as well as to determine the factors that are
good and which are still in need of improvement of service quality. The results of
the quantitative study is conclude that the satisfaction index of the poor in RSCM
is ?very good?, yet there are some services that need to be improved derived from
the results of qualitative research., Indonesia Constitution (UUD 1945) states that every citizen has the right to obtain
medical care and the Government is responsible for the provision of health and
adequate public facilities. In order to satisfy and fulfil the right of every citizen in
getting proper health care as mandated by the Constitution, The central
government has issued the National Health Insurance Program (JKN) whereas the
Jakarta Provincial Government has issued a Regional-based Health Insurance
Program known as the Jakarta Health Card (KJS). National General Hospital Dr.
Cipto Mangunkusumo (RSCM) is one of the hospitals owned by the central
government and one of its visions is to become regional referral hospitals in Asia
Pacific in 2014. RSCM is expected to serve people from all over Indonesia
accordance with the standard of health services and regulations. This study
discusses the satisfaction index of the poor with regard to services in RSCM
especially on the implementation of the JKN and KJS. The problem of the
implementation of JKN and KJS are still occurred, one of the problems is the
hospital services in the implementation of the programs. The purpose of this
research is to measure the value of the satisfaction index of the poor in RSCM on
the implementation of JKN and KJS as well as to determine the factors that are
good and which are still in need of improvement of service quality. The results of
the quantitative study is conclude that the satisfaction index of the poor in RSCM
is “very good”, yet there are some services that need to be improved derived from
the results of qualitative research.]"
2015
T43392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Shaskia Permata Putri
"Monitoring dan Evaluasi menjadi isu sentral khususnya bagi setiap badan hukum publik seperti BPJS Kesehatan yang melakukan kegiatan pengumpulan dana masyarakat seperti asuransi, dana pensiun dan jaminan sosial yang dapat ditengarai adanya penyimpangan dalam penyelenggaraannya. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mewujudkan monitoring dan evaluasi terhadap BPJS Kesehatan yang sedang menjalankan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah dengan membentuk sebuah pengawas eksternal yaitu Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan Monitoring dan evaluasi yang dilakukan DJSN dalam Program JKN beserta hambatan yang dialami saat melaksanakan monitoring dan evaluasi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui pengumpulan data primer dan sekunder. Hasil penelitian menujukan bahwa pelaksanaan monitoring dan evaluasi DJSN telah dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku secara aktif dan pasif. Ruang lingkup monitoring dan evaluasi meliputi regulasi, kepesertaan, iuran dan manfaat, pelayanan, keuangan dan kelembagaan dan organisasi. DJSN menghadapi sejumlah hambatan saat melaksanakan Monitoring dan Evaluasi dalam Program JKN baik dari segi SDM, anggaran, maupun regulasi yang ada.

Monitoring and Evaluation becomes a central issue in particular for any public legal entity such as BPJS Kesehatan that conducts collection of public funds such as insurance, pension fund and social security and can be inferred to have irregularities in its implementation. One of the government's efforts to realize the oversight of BPJS Kesehatan that is running the National Health Insurance Program (JKN) is to establish an external board namely Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). This study aims to analyze the monitoring and evaluation conducted by DJSN toward BPJS Kesehatan in organizing JKN Program along with barriers encountered when carrying out the monitoring and evaluation. This research is conducted using qualitative approach through primary and secondary data collection. Results of research show that the monitoring and evaluation by DJSN has been implemented according to the aplicable regulation through active and passive. DJSN faces a number of obstacles when implementing monitoring and evaluating in JKN program in terms such as human resources, budget, and existing regulations."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyastuti Wibisana
"ABSTRAK
Dalam rangka pengurangan kemiskinan sebagai bagian daripada pencapaian
Tujuan Pembangunan Milenium 2015, Indonesia makin memantapkan program
pelayanan kesehatan gratis bagi penduduk miskin. Diawali tahun 1998 dengan
program Jaring Pengaman Sosial pasca krisis moneter yang berfokus pada
peningkatan supply, fokus program beralih pada sisi demand di tahun 2005.
Perkembangan kebijakan pada tahun 2005 yang mengarah pada penerapan sebagian
Undang-undang No. 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, diiringi
dengan pendanaan publik yang membesar 12 kali lipat dibandingkan tahun-tahun
sebelumnya, mendorong perlunya kajian pelaksanaan program guna mengawal
kebijakan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk menelaah gambaran dan menemukan model
yang mengandung faktor-faktor paling berkontribusi terhadap utilisasi pelayanan
kesehatan dalam program jaminan kesehatan bagi penduduk miskin, guna memberi
masukan bagi penyempurnaan kebijakan publik yang peduli kemiskinan. Utilisasi
pelayanan rumahsakit dipilih sebagai pokok studi, mengingat perannya dalam
mengatasi penyakit serius yang dibutuhkan namun sulit dijangkau masyarakat miskin
bila tidak ada jaminan kesehatan. Desain studi bersifat potong lintang, menggunakan
data Susenas 2005, dilengkapi dengan studi kualitatif tentang penatalaksanaan
program 2005. Lokasi penelitian mencakup 6 kabupaten dan 6 kota di 6 provinsi.
Sampel mencakup 32028 penduduk, dengan 20% penduduk termiskin (kuintail satu)
berjumlah sekitar 6406 jiwa.
Proporsi penduduk miskin yang menggunakan pelayanan rumahsakit masih
sekitar 0,4% untuk rawat jalan dan 0,4% untuk rawat inap. Angka tersebut merupakan
sepertiganya utilisasi rawat jalan dan seperlimanya utilisasi rawat inap penduduk
terkaya. Angka berbasis populasi ini jauh lebih rendah dari data berbasis fasilitas
yang mencapai sekitar 4,32% RJTL dan 1,66% RITL, yang memperhitungkan juga
frekuensi kunjungan. Penduduk miskin yang memiliki kartu pada pertengahan tahun
2005 hanya 17%.
Analisis statistik menemukan bahwa faktor~faktor yang berkontribusi pada
model utilisasi rawat jalan rumahsakit oleh penduduk miskin pada tingkat individu
adalah faktor terganggu akibat sakit dan pada tingkat rumahtangga adalah faktor
pengeluaran rumahtangga untuk non-makanan. Sedangkan pada utilisasi rawat inap
rumahsakit oleh penduduk miskin, berperan faktor status kawin, terganggu akibat
sakit, kepemilikan kartu, pengeluaran non-makanan dan IPM.
Penelitlan ini merekomendasikan perbaikan targeting atau penetapan sasaran
penduduk miskin yang tepat, perluasan sosialisasi pada sasaran penduduk miskin
bukan hanya pada level birokrat dan provider, dukungan kelancaran penyaluran dana,
pengembangan sistem penanganan keluhan, pemantapan monitoring dan evaluasi
dengan sistem pemantauan berbasis wilayah, peningkatan partisipasi, tranparansi,
akuntabilitas dan peningkatan kepuasan pemakai rumahsakit sebagai indikator mutu
pelayanan bagi penduduk miskin.

Abstract
Within the effort to attain the Millenium Development Goals of 2015,
Indonesia has further expanded free medical services to the poor. Started with Social
Safety Net program following the monetary crisis in 1998, the program?s focus
departed from supply improvement to demand oriented mechanism in 2005. The
policy that has moved towards the implementation of National Act No.40 of 2004 on
the National Social Security System, with the I2 times increased funding support as
compared to those of previous years, has driven the improtance of progam assessment
for the improvement of that pro-poor public policy.
This study aims at examining the picture and model development containing
contributing factors to the utilization of health services within the health protection
program for the poor; as inputs to the pro-poor policy. The utilization of hospital
services is selected as focus of this study for its rol in combating serious illness that
is demanded but difficult to reach by the poor if there is no health protection scheme.
The study design is cross-sectional, using the 2005 Susenas data with primary data
collection Bom a rapid assessment done of 2005 program implementation. The study
sites cover 6 regencies and 6 municipalities in 6 provinces. The sample includes
32028 population, with 20% of the poorest quintile amounted to 6406 subjects.
The proportion of the poorest that utilize hospital services was 0.4% for
outpatient and 0.4% for inpatient care. These figures are one-third for outpatient and
one-fifth for inpatient of the richest quintail. The rates are far lower compared to
facility based data amounted to 4.32% for outpatient and 1.66% for inpatient care,
due to the inclusion of frequency measures in them. Only 17% of the poor admitted
health card in their possesion.
Statistical analysis found that factors attributable to the outpatient hospital
utilization model of the poorest at individual level was disability resulted ti°om the
illness; and at the household level was non-food expenditure. Contributing factors for
inpatient hospital utilization were marital status, disability resulted from the illness,
the possession of health card, non-food household expenditure, and the district human
development index.
This study recommends prompt targetting of the poor, extended socialization
to the beneficiaries, not limited to bureaucrats and providers, the timely support of
flow of funding, the proper management of complaints and grievance procedures,
improvement in monitoring and evaluation with a stakeholder-friendly local area
monitoring, and enhancement of participation, transparancy and accountability. Last
but not least, the improvement of health services quality, in particular the satisfaction
level ofthe health care beneficiaries, as the indicator of program effectiveness.
Keywords: health services utilization, hospital, the poor."
2007
D648
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Kusmiyati
"Masalah yang diteliti dalam penclitian ini adalah biaya pelayanan kcschatan rawat inap di rumah sakit dalam program Jaminan Pelayanan Kesehatan bagi Keluarga Miskin (JPK Gakin), oleh karcna biaya rawat inap di rumah sakit mcncapai 66 % dari seluruh biaya pelayanan kesehatan program JPK Gakin sehingga dalam pelaksanaammya hams ada keseragaman dalam biaya pelayanan kesehatan rumah sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah maupun rumah sakit swasta yang melayani peserta JPK Gakin.Untuk ilu melalui Paket Pelayanan Esensial (PPE) dengan tarif kcsepakatan, dapat digunakan untuk memantau dan mengevaluasi program JPK Gakin sehingga kebijakan yang dibuat dapat lebih efektif dan efisien. Jenis penelitian ini adalah kuantitatifi Data diambil dari laporan bulanan klaim biaya rawat inap pasien JPK Gakin dari rumah sakit yang telah disetujui pembayarannya oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang biaya pelayanan kesehatan rawat inap dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari dua kelompok rumah sakit, yang terbanyak memanfaatkan biaya pelayanan kesehatan rawat inap adalah rumah sakit vertikal terdapat 4 variabel yang mempengaruhi biaya pelayanan kesehatan rawat inap, variabcl jender perempuan lebih banyak memanfaatkan biaya pelayanan kesehatan rawat inap meskipun kasusnya lebih sedikit dari pada laki-laki,demikian pula dengan Iama rawat inap dan umur, sementara variabel diagnosis hanya di kelompok rumah sakit umum daemh saja yang mempunyai hubungan yang bermakna dengan biaya rawat inap Dari 4 variabel yang diperkirakan ada hubungan dengan biaya pelayanan kesehatan rawat inap hanya 3 variabel yang mempunyai hubungan, yaitu variabel umur, jender dan Iama rawat inap, namun variabel yang paling dominan mempengaruhi biaya pelayanan kesehatan rawat inap adalah variabel umur yang berlaku baik di rumah sakit vertikal maupun rumah sakit umum daerah.
Kesimpulan dari penelitian ini : Karakteristik dari pasien JPK Gakin yang mcmbuat biaya pelayanan kesehatan rawat inap menjadi tinggi adalah :Rata-rata biaya rawat inap yang terbanyak dimanfaatkan oleh rumah sakit vertikal, distribusi diagnosis penyakit terlinggi biaya rawat inapnya adalah penyakit TB Paru, rata-rata biaya rawat inap tertinggi untuk 5 diagnosis penyakit terbanyak adalah CHF.Dari 4 variabel yang diuji, yang mcmberikan pcngaruh terhadap tingginya biaya rawat inap di rumah sakit adalah variabei umur, Iama rawat dan jender namun Variabel yang paling dominan mempengaruhi biaya rawat inap di rumah sakit adalah variabel umur.
Penulis menyarankan untuk : (1) Penerapan pedoman tarif PPE diberlakukan sama pada semua provider sebagai dasar pembayaran peiayanan kesehatan di rumah sakit, (2) Pcrlu diinjau kembali kesepakatan ikatan keujasama antara Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dengan rumah sakit yang selama ini berjalan. Sudah saatnya provider dibatasi pada rumah sakit yang banyak dimanfaatkan oleh peserta Gakin saja rerutama RSUD diselaraskan dengan tujuan pengembangan sena optimalisasi peningkatan rumah sakit umum daerah, (3) Pelayanan kesehatan sebaiknya diberikan kepada peserta yang telah memiliki kartu .IPK Gakin, hal itu selain dapat mengantisipasi adanya percaloaan dalam pengurusan SKTM dapatjuga mengendalikan biaya pelayanan kesehatan pada program JPK Gakin dan (4) Perlu promosi melalui berbagai mcdia yang Iebih intensif kepada masyarakat tentang bagaimana prosedur untuk mendapatkan pelayanan keschatan pada program JPK Gakin.

The subject of the study is the cost of the in-patient health services payment at the hospital of the program of health service assurance for the poor family (I-ISA-PF). As the cost for in-patient payment at the hospital has reach 66% from all fees on health services of the HSA-PF program, there is a need for govemment and public hospital that work for patient of HSA-PF program, to make an agreement on the cost for in-patient services. Therefore, trough the Essential Service Package (ESP/PPE) with the agreement cost, it can be use for a program monitoring and evaluation the HSA-PF that expected will lead to a more effective and efficient policy for the issue.
The study is a quantitative study which data are collected from a monthly report of the expense claim of the in-patient of HSA-PF program at the hospital and 'thc study found that fiom two groups ot' hospital, the vertical hospital is mostly utilizing the cost of payment of' in-patient health services. There are four variables that influence the cost of payment of in-patient health services, which are: women are mostly utilizing the facility even the cases are lower than those in men, the length of stay in hospital, and age. The diagnosis variable is only found in the group of the district general hospital (RSUD) which has significant relationship with the cost of in-patient services. From those variables above, only three variables are assume to have relationship, i.e. age, gender and length of stay, and the most dominant factor that influence the cost of payment for in-patient services, whether at vertical hospital or RSUD, is age.
To conclude, the characteristic of the I-ISA-PF patient that make up a high Cost of in-patient payment are: the average cost for in-patient payment services is mostly utilized by the vertical hospital, the cost for in-patient payment is mostly used for lung-TB treatments, and the average cost for in-patient payment services for 5 highest diseases is Cl-LF.
Suggestions from the study: l) Implementation for ESP tariff should be applied to all providers as a base for payment of health services at the hospital; 2) The memorandum of agreement between the DHA ot`DKI Jakarta province and hospitals should be reviewed. Providers should be limited to the hospital that mostly chosen and utilized bythe patient of HSA-PF program, particularly the RSUD which should be adjusted with the purpose of the hospital development; 3) The health service suppose to be delivered towards patient who have the HSA~PF card only, this can anticipate the scalper practice on SKTM arrangement, as well as to control the cost of health services on HSA-PF program; and 4) There is a need to promote intensively trough any kind of media towards community for the procedure on how to obtain.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34452
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khatibur Rasyadi
"Pembangunan sosial adalah upaya membangun masyarakat agar secara social atau kolektif mampu-berdaya baik secara sosial, ekonomi maupun dari aspek kesehatannya. Dalam kerangka itu, Muhammadiyah sebagai bagian dari masyarakat madani (civil society), telah lama menegaskan dirinya untuk terlibat aktif dalam rangka pembangunan sosial. Salah satunya pembangunan sosial dalam aspek kesehatan, dimana pembangunan kesehatan yang dilakukan Muhammadiyah telah didikasikan sejak awal berdirinya organisasi ini, tahun 1912 M. kebijakan dan sikap ini diwujudkan dengan membangun amal-usaha di bidang kesehatan, seperti Rumah Sakit-Rumah Sakit di bawah kepemilikan Muhammadiyah. Rumah Sakit-Rumah Sakit milik Muhammadiyah, termasuk Rumah Sakit Islam Jakarta Pondok Kopi (RSIJ-PK), selalu ada pada dua sisi yang seimbang antara kepentingan profit untuk kesinambungan institusi dan dengan kepentingan sosial yang menjadi misi bagi Muhammadiyah untuk selalu peduli kepada sosial, terutama pada kaum dhuafah. Kebijakan dan misi ini merupakan falsafah awal berdirinya amal-usaha Muhammadiyah di bidang kesehatan. Kebijakan yang seimbang ini ditunjukkan dengan memberikan pelayanan yang gratis pada keluarga/orang miskin yang berobat dan dirawat di Rumah Sakit. Dalam kaitan pembangunan sosial-kesehatan, pada saat yang sama telah berlangsung sebuah kebijakan program dari Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Keluarga Miskin (JPK-Gakin) di Jakarta. Program ini di dasarkan pada amanah UUD 1945 pasal 34, tentang jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia; Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang No.34 tentang Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Negara Republik Indonesia, Jakarta; Undang-Undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.Berangkat dari uraian dan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran pelaksanaannya di RSIJ pondok Kopi. Terkait dengan pelaksanaanya di RSIJ PK, juga ingin melihat gambaran kebijakan Muhammadiyah terkait dengan program JPK-Gakin di RSIJ-PK serta kebijakan Dinkes DKI Jakarta terkait dengan program di RSIJ-PK. Di dalam gambaran pelaksanaannya, ingin dilihat bagaimana perencanaannya, pengoraginisasiannya, prosedur, dan hasil pelayanannya terhadap peserta JPK-Gakin dan pola koordinasinya dengan Dinkes sebagai pemberi kebijakan dan pemegang dana untuk mencairkan dana hasil pelayanan JPK-Gakin. Yang selanjutnya dianalisa tentang kekuatan dan kelemahan dalam pelaksanaan program JPK-Gakin selama ini di internal RSIJ-PK, dari situ kemudian diharapakan menghasilkan langkah-langkah perbaikan dalam pelaksanaan di masa yang akan datang. Dalam rangka menjawab pertanyaan dan tujuan penelitian ini, agar menghasilkan jawaban dan gambaran yang utuh, valid dan realibelity, maka untuk menjawab hal-hal tersebut, digunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif-deskriptif, dengan mencoba melakukan wawancara mendalam kepada semua informan yang relevan terhadap penelitian ini, diantaranya, Pengurus PP. Muhammadiyah, pejabat dan petugas Dinkes DKI Jakarta, dan Pihak RSIJ Pondok Kopi; studi dukumen/literarur sekunder; dan observasi lapangan. Selanjutnya akan diverifikasi dan di koding akan relevansi data dan sumber data sesuai dengan kebutuhan penelitian. Sehingga mengahsilkan penyajian laporan penelitian yang valid dan realibel. Selanjutnya, PP.Muhammadiyah sebagai induk dari RSIJ Pondok Kopi, dalam kaitannya dengan program JPK-Gakin di RSIJ Pondok Kopi, memberikan support dalam rangka keikutsertaanya sebagai penyelenggara JPK-Gakin di internal RS. Meskipun tidak ada instruksi secara khusus yang mewajibkan seluruh RS-RS milik Muhammadiyah yang di DKI Jakarta untuk ikut menyelenggarkan program tersebut. Paling tidak yang menjadi poin penting adalah bersinerginya antara program pemberian pelayanan gratis pada kaum dhuafah yang selama ini dilakukan oleh semua RS-RS milik Muhammadiyah, termasuk RSIJ pondok Kopi, dengan program JPK-Gakin yang datangnya dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta. Pada tingkat Pemda DKI Jakarta (dalam hal ini Dinas Kesehatan), dalam rangka mensukseskan program ini di tingkat lapangan, mengajak seluruh RS-RS swasta untuk menjadi penyelenggara, termasuk RSIJ Pondok Kopi, yang diawali dengan membuat nota kontrak kerja sama antara pihak Dinkes dengan pihak RSIJ Pondok Kopi.Pelaksanaan Program JPK-Gakin di RSIJ pondok Kopi, sebagai berikut: Pertama, pada level pernecanaan, dimana antara perencanan menyediaan fasilitas bagi pasien peserta JPK-Gakin dengan realisasi datangnya pasien masih jauh dari maksimal, yakni dengan menyediaan fasilitas 32% atau 62 dari 192 kamar/tempat tidur yang disediakan, akan tetapi yang datang perbulannya rata-rata 14 orang. Atau hanya 0,0079 dari total peserta JPK-gakin yang tersebar di Jakarta Timur,yaitu 175.454 Jiwa. Kedua, pengorganisasian program, unit sosial Medis yang diberikan tanggung jawab melaksanakan dilapangan program ini, hanya bertugas dan bertanggung jawab terhadap paserta JPK-Gakin yang rawat inap, sedangkan bagi peserta yang rawat jalan diberikan tanggung jawab langsung pada bagaian adminstrasi pasien secar umum. Hal ini membuat tidak integratifnya pengelolaan program. Ketiga, prosedur yang dijalankan di RS, dalam rangka pelayanan pasien, sangat fleksibel, msekipun tetap mengacu pada petunjuk pelaksanaan program Keempat, hasil pelayanan, dimana selama bulan Mei-Agustus tahun 2006, jumlah pasien di RS dengan kategori antara lain; (1) pasien menggunakan SKTM 50 orang atau 75% dari total pasien JPK-gakin (2) Pasien mengunakan kartu gakin, 14 orang atau 21% dari total pasien JPK-Gakin (3) terlantar, 2 orang atau 3% dari total pasien JPK-Gakin. Kelima, jumlah biaya pelayanan atas pengobatan dan perawatan per pasien peserta JPK-Gakin, tidak diketahui satu persatu, karena susah di kases, sehingga tidak bisa menganalisa tentang ifisiensi pembiayaan tarhadap pelayanan pasien. Keenam, potensi untuk melayani pasien peserta JPK-Gakin di jakarta Timur masih tinggi, karena jummlah penyebaran peserta JPK-Gakin di Jakarta Timur, terbesar, yakni 31 % dari total JPK-Gakin yang terdaftar di Dinkes tahun 2006. Ketujuh, opini peserta JPK-Gakin, rawat inap, Gakin merasa senang berobat dan dirawat di RS ini, dikarenakan untuk mengurus sebagai peserta JPK-Gakin tidak susah dan diperlakuakn ramah serta merasa tidak dibeda-bedakan dengen pasien pribadi. Kedelapan, perlu pola koordiansi yang fleksibel antara pihak RS dengan pihak Dinkes, terkait dengan kasus pasien yang membutuhkan perwatan lebih lama, yang selama ini harus datang dulu ke kantor Dinkes, hal ini menyebabkan pelayanan yang kurang lancar di RS. Ke depan, bagi Muhammadiyah, pentingnya mendorong seluruh unit kesehatan yang ada di bawah naungan Muhammadiyah untuk diinstruksikan untuk menjadi penyelenggara JPK-gakin di DKI, yang sementara ini diserahkan ke internal masing-masing RS milik Muhammadiyah, karena program ini sejalan dengan misi kemanusiaan Muhammmadiyah dan pembangunan Sosial. Bagi Dinkes, perlunya menginisiasi perubahan kontark kerja sama terkait dengan perkembangan kebijakan diinternal Dinkes sendiri, sehingga kerja sama bisa saling menguntungkan. Bagi RSIJ Pondok Kopi, untuk mengefektifkan pelayanan program JPK-Gakin di RSIJ Pondok Kopi, sebagai berikut: Pertama, perlu pengeloaan dengan membentuk unit khusus JPK-Gakin, dan tanggung jawabnya menyeluruh antara pasien Gakin yang rawat inap dan rawat jalan tingkat lanjut, yang dikiuti dengan penambahan SDM yang memadai dan fasilitas yang menunjang, sehingga secara administrasi bisa lebih profesional. Kedua, perlunya transparansi pembiayaan dana terhadap pelayanan setiap pasien JPK-Gakin, sehingga bisa dilihat tentang ifisiensi dan tidaknya pembiayaan hasil pelayanan. Apalagi pelayanan JPK-gakin adalah pelayanan terhadap publik sehingga transparansi menjadi penting untuk akuntabilitas pelayanan di RSIJ pondok Kopi.

Social development is efforts contract society by social or collective in order that can good useful in social economy and health. Muhammadiyah is part of civil society, a long time ago explain active involved on social development. The one is health which do Muhammadiyah is dedication since begin establish this organization, 1912 M. This policy and attitude is creations with construct on health, like building hospital by owner of Muhammadiyah, example Islam hospital, Pondok Kopi Jakarta (RSIJ-PK). It's balance for profit to institution and social as mission of Muhamamdiyah for care especially dhuafah. This policy like given free treatment to poor family. On same time a program policy from government of DKI Jakarta, about guarantee maintenance health poor family at Jakarta, go on too. It's base on UUD'45 section 34 about guarantee maintenance health to all Indonesia; UU No.32, 2004 about territory government of DKI; UU No. 32, 1992 about health. So from above the problem, this research aim to get realization illustration at RSIJ-PK and illustration the policy of Muhammadiyah which connected with JPK-Gakin program at RSIJ-PK and Dinkes DKI Jakarta. From this illustration, we can see how to plan, organizing, procedure and the cape result to member JPK-Gakin and pattern of coordination, which Dinkes as policy given and donator. Then analysis about strength and weakness of JPK-Gakin program at RSIJ-PK, hoping produce step of repair on the future. To answer this question and research which valid and reliability, so that using research method by kualitatif-descriptif, with interview to all relevant informant like centre management. Muhammadiyah functionary and official of Dinkes DKI Jakarta and RSIJ-PK, literature study and observation. Then verification and coding data which appropriate with this research. Muhammadiyah centre given support as operate JPK-Gakin at islam hospital Pondok Kopi even no especially instruction which compulsory hospital is Muhammadiyah at DKI Jakarta to do it. The point is the balance of that's program. The government of DKI Jakarta (Health official), to success this program, all non-government hospital invited to be operator which beginning made cooperation contract between Dinkes (Health Official) with RSIJ-PK. Realization of program JPK-Gakin at RSIJ Pondok Kopi: First, planning level to plan facilities to member JPK-Gakin like 32% or 62 from 192bedroom but which coming/month 14 people only. On 0, 0075 from total of member JPK-Gakin at east Jakarta only, it's about 175. 454 people. Second, The program organizing, unit of medic social which responsibility do this program, working and responsibility to member JPK-Gakin at hospital only, but the out patient treatment by administration this is doesn't program integrative. Third, the hospital to treatment very flexible, even follow on the guide of program realization. Fourth, the name result on May-August 2006, the patent total with category: (1) SKTM 50 people or 75% from patent total JPK-Gakin (2) Gakin card, 14 people or 21% from patent total JPK-Gakin. (3) Neglected, 2 people or 3% from patent total JPK-Gakin. Five, the total of treatment cost doesn't know because different. , in order that can not analysis about the cost efficient. Sixth, Potency to treatment members of JPK-Gakin at east Jakarta still high, because the distributing is 31% from member total JPK-Gakin which list at Dinkes 2006. Seventh, The opinion of members JPK-Gakin is feeling happy by the treatment this hospital, because friendly and justice. Eight, necessary a flexible coordination pattern between hospital and Dinkes patient which needed treatment more time, which during have to come Dinkes and the finally making serves hospital swift less To the future, important to push all health unit by Muhammadiyah for instruction to be operate JPK-Gakin at DKI Jakarta, which temporary do it by hospital internal Muhammadiyah, because this program parallel with humanity-Muhammadiyah mission and social development for Dinkes, needed change initiation of cooperation contract about the growth of internal policy Dinkes. For RSIJ-PK to effective of program treatment JPK-Gakin. First, A needed management with compose especially unit of JPK-Gaskin, and the all responsibility between members of Gakin which take care at hospital and advance outpatient treatment, following by add resources of people and facilities, so that can be professional administration. Second, transparency of using treatment cost can visible. Above all JPK-Gakin is public serving up to transparency being important to serving accountability at RSIJ Pondok Kopi."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19265
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sarifah Yessi Hediyati
"Salah satu kegiatan Program JPS-BK adalah pelayanan kesehatan melalui pemberian KS pada Gakin. Pemberian KS merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dalam membantu Gakin untuk dapat menggunakan pelayanan kesehatan. Upaya ini mencoba menghilangkan salah satu faktor penghambat dalam penggunaan pelayanan kesehatan, yaitu faktor pembiayaan.
Jakarta Timur merupakan daerah yang mempunyai jumlah Gakin terbanyak (32,9%) di wilayah Provinsi DKI Jakarta dan dari serapan dana juga merupakan daerah yang paling banyak (29,9%) mendapatkan dana JPS-BK (Tim Koordinasi Program JPS-BK Provinsi DKI Jakarta, 2000). Dari data yang diambil dan profil kesehatan wilayah Jakarta Timur tahun 1999 didapat bahwa jumlah kunjungan Gakin ke Puskesmas adalah 30,929 KK (33,5% dari seluruh Gakin) dan jumlah ini sangat kurang bila dibandingkan dengan angka kunjungan Gakin ke Puskesmas di Indonesia (81,4%).
Kerangka konsep pada penelitian ini diambil dari model Precede dari Green (1980). Green menggambarkan bahwa ada 3 (tiga) faktor yang mempunyai konstribusi terhadap perilaku kesehatan. Ketiga faktor tersebut adalah faktor predisposing, enabling dan reinforcing. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang bagaimana Gakin memanfaatkan KS dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. Lokasi penelitian ditetapkan berdasarkan jumlah Gakin, dimana Kelurahan Cipinang Besar Utara (CBU) sebagai daerah dengan jumlah Gakin terbesar dan kelurahan Pekayon sebagai daerah dengan jumlah Gakin terkecil. Informasi dari faktor predisposisi, enabling dan reinforcing dalam penelitian ini didapat dari ibu balita gizi buruk, ibu kartu sehat, bidan, kepala dan staf Puskesmas , kader dan toma. Pengumpulan data dilakukan dengan metoda wawancara mendalam dan diskusi kelompok terarah.
Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa makin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan tentang KS maka pemanfaatan KS semakin baik. Jarak yang jauh dan sulitnya angkutan untuk mencapai tempat pelayanan dapat menjadi hambatan dalam memanfaatkan KS. Perlakuan adil dengan tidak memberikan perbedaan pelayanan merupakan pengalaman yang menyenangkan dalam memanfaatkan KS. Jenis pekerjaan dan persepsi terhadap waktu tunggu tidak menjadi hambatan bagi informan dalam memanfaatkan KS-nya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Disarankan perlunya peninjauan kembali penetapan wilayah berlakunya KS dengan mempertimbangkan kemudahan pencapaian tempat pelayanan dan adanya alokasi biaya transportasi. Disarankan juga untuk melibatkan toma kelurahan dalam keanggotaan Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) di tingkat kelurahan yang dapat memantau pelaksanaan program JPS-BK. Perlunya klinik swasta dan dokter praktek swasta (selain Puskesmas) diikut sertakan sebagai tempat pemanfaatan KS, sehingga hambatan jarak dan transportasi dapat diatasi. Selain itu perlu adanya pembekalan terhadap kader dan toma tentang tujuan dan manfaat dari program JPS-BK sehingga sosialisasi dapat dilakukan dengan tepat dan benar, disamping perlu adanya penjelasan tentang manfaat KS pada Gakin saat pemberian KS. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui jenis layanan yang dibutuhkan Gakin.

Pattern Usage Analysis of Health Card (HC) on the Social Safety Net in the Health Sector Program by the Poor Households to Acquire Health Services in East of Jakarta 2001One of the many activities of the Social Safety Net in the Health Sector Program was provision of health services through Health Card for the poor households. This program was aimed to enable them to reach health services. This effort was intended to remove one of the obstacles to the access ability of the health services, which was financial factor.
The East Jakarta owned the highest concentration (32,9%) of poor households in the Jakarta Province and had the largest (29,9%) recipient of the Social Safety Net in the Health Sector Program among other region (Coordination Team JPS-BK Jakarta Province, 2000). Data taken from the East Jakarta Health Profile, showed that the number of poor household visited to the Puskesmas (public health center) in 1999 was 39,929 (33,5% of all the poor households). This figure was significantly lower than that ' of The average national figure (81,4%) of the poor household visited Puskesmas.
The framework for this research was taken from Green's (1980) Precede model. Green described 3 (three) contributing factors affecting health behavior: namely predisposing, enabling and reinforcing factors. A qualitative research method was used to better describe how the poor households utilize Health Card to get health services. The location of the research was selected based on the number of the poor household. The kelurahan (village) North Cipinang Besar (CBU) was the home of the largest poor household in the eastern of Jakarta while the kelurahan Pekayon the smallest figure. Information concerning the predisposing, enabling and the reinforcing factor, were collected from different informants of the study namely mother of the malnourished under fives, mother who had Health Card, health personnel of the Puskesmas (Puskesmas chief and staff), cadre and community leaders. The methods of the data collection were in-depth interviews and focus group discussions.
Findings from this research suggested of possible correlation between the level of education and knowledge about Health Card of the users. Those who had higher level of education were likely to use the Health Card Travel distance as well as ease of transport could become barrier to the Health Card utilization. Work status and perception about waiting time of the visit seemed do not affect the client to use the Health Card to receive health services.
Reorganization of the geographical coverage of the Health Card and transportation allowance was strongly advisable to be provided to remove the distance barrier. The involvement of the community leader in the Community Grievance Unit (Unit Pengaduan Masyarakat) at the Kelurahan level should be encouraged to help in monitoring in the implementation of the Social Safety Net in the Health Care Program. To reduce the distance bather, both private doctors and clinics should be taken into consideration as provider of services to the poor household. Besides it is extremely necessary to equip the cadre and community leaders an in-depth knowledge concerning the objective an benefit of the Social Safety Net in the Health Sector. This effort would be useful for further socialization of the Social Safety Net in the Health Sector Program. It was also necessary to explain the benefit of the Health Card when it was given to the client. Future studies were required to determine the actual health services needed by the poor households.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T2310
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>