Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191828 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Riski Ari Fitriyani
"Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui paparan udara dan mayoritas menyerang paru-paru. Keluhan utama yang kadang muncul pada pasien dengan TB paru di antaranya adalah dispnea. Dispnea merupakan keluhan subjektif berupa kesulitan dalam bernapas yang seringkali diabaikan petugas kesehatan namun dapat berdampak pada morbiditas dan mortalitas. Standar penanganan dispnea di rumah sakit hingga saat ini belum ditetapkan. Manajemen dispnea yang tersedia dapat diterapkan pada pasien namun hasilnya bervariasi dan belum dapat dibuktikan bahwa manajemen standar merupakan langkah yang memberikan manfaat terbaik. ACBT dapat ditambahkan sebagai penanganan dispnea secara nonfarmakologis. Latihan ACBT diterapkan pada pasien TB paru selama 15 sampai dengan 20 menit selama lima hari berturut-turut dengan tujuan untuk menurunkan keluhan dispnea dan mengeluarkan sputum dari jalan napas. Kriteria keberhasilan intervensi dilihat dari adanya penurunan frekuensi napas dan keluaran sputum setelah intervensi. Hasil penerapan latihan ACBT pada pasien menunjukan adanya dampak positif terhadap penurunan keluhan dispnea namun belum memberikan efektifitas berarti pada pengeluaran sputum. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan terhadap ACBT dengan postural drainage untuk meningkatkan pengeluaran sputum.

Pulmonary tuberculosis is an infectious disease that is transmitted through air exposure and the majority attacks the lungs. The main complaint that sometimes arises in patients with pulmonary TB including dyspnea. Dyspnea is a subjective complaint in the form of breathing difficulties that is often overlooked by health workers but can have an impact on morbidity and mortality. The standard for dyspnea intervention in hospitals has not yet been established. Available dyspnea management can be applied to patients but the results vary and it has not been proven that standard management is the step that provides the best benefits. ACBT can be added as a nonpharmacological treatment of dyspnea. ACBT exercise were applied to pulmonary TB patient for 15 to 20 minutes for five consecutive days with the aim of reducing dyspnea and removing sputum from the airway. The outcome criteria for the intervention are seen from a decrease in the frequency of breath and sputum output after intervention. The results showed a positive impact on decreasing dyspnea but did not provide significant effectiveness on sputum clearance. Further research can be done on ACBT with postural drainage to increase sputum clearance."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Nafrah Albar
"Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) adalah penyakit umum yang menyebabkan keterbatasan aliran udara dan masalah pernapasan. Penderita PPOK biasanya datang dengan keluhan sesak napas, batuk, produksi sputum, dan adanya suara napas wheezing. Perburukan gejala pada pasien seperti saturasi oksigen yang rendah dinamakan PPOK eksaserbasi. Karya tulis ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan pada pasien PPOK eksaserbasi dengan intervensi tripod positioning dan active cycle of breathing exercise (ACBT). Karya ilmiah ini menggunakan metode case study pada satu pasien yang dirawat selama lima hari. Evaluasi dari intervensi didapatkan adanya peningkatan saturasi oksigen setelah diberikan intervensi tripod positioning dan ACBT.
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a common disease that causes airflow limitation and breathing problems. COPD patients usually present with complaints of shortness of breath, cough, sputum production, and wheezing breath sounds. Worsening symptoms in patients such as low oxygen saturation are called COPD exacerbations. This paper aims to analyze nursing care for COPD exacerbation patients with tripod positioning and active cycle of breathing exercise (ACBT) interventions. This scientific paper uses a case study method on one patient who was treated for five days. Evaluation of the intervention found an increase in oxygen saturation after being given tripod positioning and ACBT interventions."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi
"Pendahuluan Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit pernapasan dengan kontribusi signifikan terhadap morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. PPOK mempengaruhi kapasitas latihan dan status kesehatan pasien dari aspek fisik, sosial, dan psikologis. Kecemasan dan dispnea merupakan dua gejala utama pasien penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang berpengaruh pada kualitas hidup. Untuk itu perlu intervensi yang dapat mengurangi kedua gejala ini. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi efektivitas kombinasi ACBT dan PMR terhadap dispnea dan kecemasan pasien PPOK di ruang rawat inap Paru.
Metode Penelitian ini menggunakan design penelitian quasi eksperimen dengan pretest posstest tanpa kelompok kontrol. Jumlah sampel sebanyak 44 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.
Hasil Terdapat perbedaan selisih pretest-posttest skor dispnea dan kecemasan pada kelompok kombinasi dan kelompok ACBT, dibuktikan dengan nilai selisih pretest-posttest untuk dispnea pada kelompok kombinasi 2 dan 1 pada kelompok ACBT (p value 0,03), sedangkan untuk kecemasan pada kelompok kombinasi 3 dan 2 pada kelompok ACBT (p value 0,000). Sehingga dapat disimpulkan latihan kombinasi ACBT dan PMR lebih efektif dibanding ACBT dalam menurunkan skor dispnea dan kecemasan pada pasien PPOK (p value < 0,05).
Kesimpulan Terapi kombinasi ACBT dan PMR maupun ACBT saja efektif menurunkan dispnea dan kecemasan pada pasien PPOK. Akan tetapi kombinasi ACBT dan PMR lebih efektif menurunkan dispnea dan kecemasan.

Introduction Chronic obstructive pulmonary disease is a disease with a significant contribution to morbidity and mortality worldwide. COPD affects the patient's exercise capacity and health status from physical, social, and psychological aspects. Anxiety and dyspnea are the two main symptoms in patients with chronic obstructive pulmonary disease (COPD) that affect quality of life. For this reason, interventions are needed that can reduce these two symptoms. This study aims to identify the effectiveness of the combination of ACBT and PMR on dyspnea and anxiety in COPD patients in the pulmonary care unit.
Methods This study used a quasi-experimental research design with a pretest posttest without a control group. The number of samples is 44 respondents who meet the inclusion and exclusion criteria.
Results There were differences in pretest-posttest differences in dyspnea and anxiety scores in the combination group and the ACBT group, as evidenced by the pretest-posttest difference values for dyspnea in combination groups 2 and 1 in the ACBT group (p value 0.03), while for anxiety in the combination group 3 and 2 in the ACBT group (p value 0.000). So it can be concluded that the combination of ACBT and PMR exercises is more effective than ACBT in reducing dyspnea and anxiety scores in COPD patients (p value <0.05).
Conclusion Combination therapy of ACBT and PMR as well as ACBT is effective in reducing dyspnea and anxiety in COPD patients. However, the combination of ACBT and PMR is more effective in reducing dyspnea and anxiety.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ginanjar Arum Desianti
"Latar belakang: Penemuan kasus tuberkulosis TB paru berperan penting dalam mengurangi angka komplikasi dan mortalitas. Diagnosis TB paru bakteriologis ditegakkan dengan pemeriksaan sputum sehingga spesimen yang diperiksa harus representatif dalam menggambarkan produk sekresi saluran napas bawah. Hal tersebut dapat dilihat dari kualitas sputum yang baik sehingga diharapkan memiliki tingkat kepositifan yang lebih tinggi dalam konfirmasi penyakit secara bakteriologis. Saat ini masih dirasakan kesulitan pada beberapa kasus dalam pengumpulan sampel sputum yang representatif sehingga dibutuhkan metode baru ekpektorasi sputum pada pasien TB paru, seperti metode active cycle breathing technique ACBT . Tujuan utama penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbandingan efektifitas ACBT 2 jenis metode ACBT terhadap hasil sputum pasien TB paru, baik dalam hal kualitas sputum maupun tingkat kepositifan bakteriologis sputum.Metode: Desain penelitian ini yaitu uji klinis randomisasi pre-post study dengan membandingkan kualitas sputum dan kepositifan bakteriologis sputum sebelum dan setelah individually-guided ACBT dan video-guided ACBT. Setelah itu dilakukan perbandingan efektifitas kedua teknik tersebut. Subjek yang memenuhi kriteria penelitian akan dirandomisasi untuk dibagi dalam 2 kelompok perlakuan. Setiap subjek akan diminta untuk ekspektorasi sputum sewaktu sebanyak dua kali yaitu sebelum dan setelah ACBT dan selanjutnya akan dilakukan identifikasi kualitas sputum, pemeriksaan basil tahan asam BTA dan biakan mycobacterium tuberculosis MTB .Hasil: Terdapat peningkatan yang bermakna setelah intervensi individually-guided ACBT dalam hal tingkat kualitas sputum p=0,000 , kepositifan BTA p=0,000 dan biakan MTB sputum p=0,000 . Namun 3 hasil tersebut tidak didapatkan setelah intervensi video-guided ACBT p=0,157; p=0,072; p=0,061 . Hasil tersebut diperkuat dengan analisis perbandingan antara kedua kelompok tersebut yang menyatakan bahwa intervensi individually-guided ACBT menyebabkan peningkatan kualitas sputum p=0,000 , kepositifan BTA p=0,000 dan biakan MTB p=0,000 yang bermakna dibandingkan dengan intervensi video-guided ACBT.Kesimpulan: Individually-guided ACBT merupakan teknik yang lebih efektif dibandingkan dengan video-guided ACBT dalam peningkatan kualitas sputum dan kepositifan bakteriologis sputum pasien TB paru.Kata kunci: Active cycle breathing technique, sputum, kualitas, bakteriologi, tuberkulosis.

Background Identification of new tuberculosis TB cases plays an important role in decreasing complication and mortality rate. Sputum specimen is an integral part for bacteriological diagnosis of pulmonary tuberculosis so it should be represent lower respiratory tract secretion. It could be described by good sputum quality so hopefully it will have a higher positivity rate in bacteriological confirmation of the disease. Nowdays, it still felt quite hard in few cases for getting representative sputum specimen for diagnostic procedure so it is needed a new method for increasing sputum expectoration in tuberculosis patient, such as active cycle breathing technique ACBT method. So the primary aim of this research is to evaluate the effectivity comparison of ACBT 2 type ACBT methods in sputum result of pulmonary TB patient, both regarding sputum quality and also bacteriological positivity level.Method It is a clinical trial pre post study to compare quality of expectorated sputum and bacteriological positivity level before and after individually guided ACBT and video guided ACBT. After that, both intervention will be compared by their effectivity. Subjects who fulfill the study criteria will randomized into two study group. Each subject were asked to expectorate spot sputum twice, before and after ACBT and it will be identified for sputum quality, direct smear of acid fast bacili AFB and mycobacterium tuberculosis MTB culture. Results There is a significantly increased after intervention individually guided ACBT in terms of the quality sputum p 0.000 , positivity of AFB smear p 0.000 and MTB culture p 0.000 . However the 3 results are not obtained after the video guided ACBT intervention p 0.157 p 0.072 p 0.061 . These results are reinforced by a comparative analysis between the two treatment groups that claimed individually guided ACBT intervention lead to significantly improved in quality of sputum p 0.000 , positivity of AFB smear p 0.000 and MTB culture p 0.000 compared to video guided ACBT. Conclusion Individually guided ACBT is a technique that is more effective than video guided ACBT in terms of sputum quality and bacteriological positivity level in pulmonary TB patients. Keywords Active cycle breathing technique, sputum, quality, bacteriology, tuberculosis. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T57673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wening
"TB Paru merupakan penyakit infeksius yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru. TB Paru dapat menyebabkan kematian apabila tidak diobati dengan benar. Gejala klinis yang dialami pada TB Paru adalah batuk berdahak, batuk berdarah, sesak napas, demam, keringat malam hari, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. Salah satu masalah yang sering dialami penderita TB Paru adalah bersihan jalan napas tidak efektif karena sulitnya pengeluaran sputum yang berlebih dan sesak napas. Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah posisi semi-fowler dan latihan active cycle of breathing technique. Posisi semi-fowler dapat mengurangi sesak napas karena memfasilitasi ekspansi paru-paru lebih maksimal.
Hasil penerapan intervensi posisi semi-fowler pada pasien dapat mengurangi keluhan sesak napas, penurunan frekuensi pernapasan, dan saturasi oksigen meningkat. Latihan active cycle of breathing technique dapat membantu mengeluarkan sputum menjadi lebih mudah. Hasil penerapan latihan active cycle of breathing technique pada pasien dapat mengeluarkan sputum dengan mudah, menurunkan konsistensi sputum, menurunkan sesak napas, menurunkan frekuensi pernapasan, dan meningkatkan saturasi oksigen.

Pulmonary TB is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis that attacks the lungs. Pulmonary TB can cause death if not treated properly. Symptoms experienced in pulmonary TB are coughing up sputum, hemaptoe, shortness of breath, fever, night sweats, decreased appetite, and weight loss. One of the problems often experienced by patients with pulmonary TB is ineffective airway clearance because of the difficulty of removing excessive phlegm and shortness of breath. Interventions that can be done to overcome these problems are semi-Fowler's position and active cycle breathing techniques. The semi-Fowler's position can reduce maximal shortness of breath because it facilitates more lung expansion.
The results of applying for the semi-Fowler position so the patient can reduce complaints of shortness of breath, decrease respiratory rate, and increase oxygen saturation. Active cycle breathing techniques can help expel sputum more easily. The results of the application of active cycle breathing techniques in patients can expel sputum easily, reduce sputum consistency, reduce shortness of breath, decrease the respiratory frequency, and increase oxygen saturation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Rosyiani
"Pneumonia nosokomial, juga disebut sebagai pneumonia yang didapat di rumah sakit, didefinisikan sebagai pneumonia yang bermanifestasi 48 jam atau lebih setelah rawat inap dan tidak dalam masa inkubasi. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memaparkan hasil temuan dengan menggunakan latihan pernapasan teknik pernapasan buteyko untuk membantu mengatur kembali pola nafas pasien yang bertujuan untuk mengatasi dispnea yang pasien alami, Latihan pernapasan ini diberikan selama enam hari dengan durasi intervensi 5-10 menit dilakukan 1x dalam sehari. Analisis dilakukan pada perempuan berusia 69 tahun yang mengalami Hospital Acquired Pneumonia dengan keluhan utama yang seringkali muncul yaitu Dispnea pasien juga mengeluhkan batuk serta sulit mengeluarkan dahaknya. Masalah keperawatan yang muncul adalah bersihan jalan nafas tidak efektif, intoleransi aktivitas, dan nyeri akut. Hasil dari intervensi yang telah diberikan diketahui bahwa teknik pernapasan buteyko dapat meningkatkan saturasi dan memperbaiki pola nafas namun perbaikan tersebut hanya terlihat segera setelah dilakukannya intervensi, namun belum menunjukkan perbaikan yang terlihat jika dibandingkan dengan data harian. Kesimpulan teknik buteyko dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun, selain mudah dan bermanfaat teknik ini dapat membantu meningkatkan pernapasan, mengurangi sesak dan meningkatkan saturasi.

Nosocomial pneumonia, also known as hospital-acquired pneumonia (HAP), is defined as pneumonia that manifests 48 hours or more after hospitalization and is not in the incubation period. The analysis was conducted on a 69-year-old woman who had HAP (Hospital Acquired Pneumonia) with the main complaint that often arises, namely dyspnea, the patient also complained of coughing and difficulty in expelling phlegm. Problems that arise include ineffective airway hygiene, activity intolerance, and acute pain. The purpose of this paper is to present the findings and analysis of nursing care using breathing exercises with the Buteyko breathing technique to help rearrange the patient's breathing pattern which aims to overcome the dyspnea that the patient is experiencing, this breathing is given for six days with a duration of 5-10 minutes of intervention. 1x in a day. It is known from the results of the intervention that the buteyko breathing technique can increase saturation and improve breathing patterns, but these improvements were only seen immediately after the intervention, but have not shown any visible improvement when compared to daily data. Conclusion: The Buteyko technique can be done anytime and anywhere, besides being easy and useful this technique can help improve breathing, reduce tightness and increase saturation."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tantri Rosyiani
"Pneumonia nosokomial, juga disebut sebagai pneumonia yang didapat di rumah sakit, didefinisikan sebagai pneumonia yang bermanifestasi 48 jam atau lebih setelah rawat inap dan tidak dalam masa inkubasi. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memaparkan hasil temuan dengan menggunakan latihan pernapasan teknik pernapasan buteyko untuk membantu mengatur kembali pola nafas pasien yang bertujuan untuk mengatasi dispnea yang pasien alami, Latihan pernapasan ini diberikan selama enam hari dengan durasi intervensi 5-10 menit dilakukan 1x dalam sehari. Analisis dilakukan pada perempuan berusia 69 tahun yang mengalami Hospital Acquired Pneumonia dengan keluhan utama yang seringkali muncul yaitu Dispnea pasien juga mengeluhkan batuk serta sulit mengeluarkan dahaknya. Masalah keperawatan yang muncul adalah bersihan jalan nafas tidak efektif, intoleransi aktivitas, dan nyeri akut. Hasil dari intervensi yang telah diberikan diketahui bahwa teknik pernapasan buteyko dapat meningkatkan saturasi dan memperbaiki pola nafas namun perbaikan tersebut hanya terlihat segera setelah dilakukannya intervensi, namun belum menunjukkan perbaikan yang terlihat jika dibandingkan dengan data harian. Kesimpulan teknik buteyko dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun, selain mudah dan bermanfaat teknik ini dapat membantu meningkatkan pernapasan, mengurangi sesak dan meningkatkan saturasi.

Nosocomial pneumonia, also known as hospital-acquired pneumonia (HAP), is defined as pneumonia that manifests 48 hours or more after hospitalization and is not in the incubation period. The analysis was conducted on a 69-year-old woman who had HAP (Hospital Acquired Pneumonia) with the main complaint that often arises, namely dyspnea, the patient also complained of coughing and difficulty in expelling phlegm. Problems that arise include ineffective airway hygiene, activity intolerance, and acute pain. The purpose of this paper is to present the findings and analysis of nursing care using breathing exercises with the Buteyko breathing technique to help rearrange the patient's breathing pattern which aims to overcome the dyspnea that the patient is experiencing, this breathing is given for six days with a duration of 5-10 minutes of intervention. 1x in a day. It is known from the results of the intervention that the buteyko breathing technique can increase saturation and improve breathing patterns, but these improvements were only seen immediately after the intervention, but have not shown any visible improvement when compared to daily data. Conclusion: The Buteyko technique can be done anytime and anywhere, besides being easy and useful this technique can help improve breathing, reduce tightness and increase saturation."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Lely N. M.
"ABSTRAK
Sesak napas dan fatigue merupakan gejala utama yang dialami oleh pasien penyakit paru obstruktif kronik PPOK . Gejala ini menurunkan kinerja fungsional, fungsi kognitif, fisik dan psikososial hingga akan memperburuk kesehatan dan menurunkan kualitas hidup. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian latihan Active Cycle of Breathing Technique ACBT terhadap penurunan skor sesak napas dan fatigue pada pasien PPOK. Penelitian quasi eksperimen ini melibatkan 30 orang responden yang dipilih dengan menggunakan teknik concecutive sampling yang dibagi menjadi dua kelompok. Hasil uji bivariat dengan independent t test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan skor sesak dan fatigue yang bermakna antara kelompok kontrol dan intervensi p value =0,0001 . Latihan ACBT berpengaruh terhadap penurunan skor sesak dan fatigue pada pasien PPOK. Latihan ACBT dapat direkomendasikan untuk menurunkan sesak dan fatigue pada pasien PPOK.

ABSTRACT
Dyspnea and fatigue are the main symptoms experienced by patients with chronic obstructive pulmonary disease COPD . These symptoms affect functional performance, cognitive, physical and psychosocial limitations that affect on patients quality of life. This study aimed to determine the effect of Active Cycle of Breathing Technique ACBT on the decrease of dyspnea and fatigue scale in patients with COPD. This quasi experiment study involved 30 respondents which selected by consecutive sampling technique and divided into two groups. The result of independent t test showed that there is significant mean difference of dyspnea and fatigue scale between two groups p value 0.0001 0,05 . ACBT has an effect on decreasing dyspnoea and fatigue in patients with COPD. ACBT can be recommended as an intervention to reduce the dyspnea and fatigue in patients with COPD."
2018
T50285
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihotang, Risma Isudawati
"Penyakit Tuberkulosis Paru atau sering disebut dengan penyakit TB Paru merupakan salah satu penyakit yang menjadi perhatian global. Indonesia menempati peringkat keempat di antara negara-negara TB tertinggi di dunia. Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17 Mei 2018). Penyakit TB paru ditularkan melalui airborne yaitu percikan droplet yang mengandung kuman mycobacterium tuberculosis. Masalah keperawatan yang umumnya sering terjadi pada pasien TB paru adalah penumpukan sputum sehingga menimbulkan sesak dan apabila tidak segera diatasi maka akan menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Untuk mengurangi penumpukan sputum di jalan nafas dilakukan pemberian terapi Teknik Active Cycle Breathing (ACBT). Terapi ACBT adalah siklus gabungan dari 3 latihan teknik pernapasan, yaitu latihan kontrol pernafasan, pernapasan dalam dan huffing/ ekspirasi paksa yang dapat membantu memobilisasi sputum dengan mudah dan tidak membutuhkan biaya serta dapat dilakukan oleh pasien secara mandiri. Hasil dari Aplikasi ACBT ini diketahui dapat mengurangi sesak napas, menstabilkan irama pernapasan, memberikan relaksasi, mengeluarkan dahak dan pelepasan dahak, sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan di pasien TB paru. ACBT diharapkan dapat menjadi salah satu pemecahan masalah keperawatan khususnya untuk masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas.

Pulmonary Tuberculosis or often referred to as Pulmonary Tuberculosis, is a disease that is one of a global concern. Indonesia ranks fourth among the highest TB countries in the world. The number of new TB cases in Indonesia was 420,994 cases in 2017 (data as of May 17, 2018). Pulmonary TB disease is transmitted through airborne droplets sprinkling which is containing mycobacterium tuberculosis. Nursing problems that generally occur frequently in pulmonary TB patients are sputum retention, causing of shortness and if not resolved immediately, it will cause even greater problems. To reduce the sputum retention in the airway, Active Cycle Breathing (ACBT) therapy is a Recommended intervention. ACBT therapy is a combined cycle of 3 breathing technique exercises, namely breathing control exercises, deep breathing and forced huffing / expiration that can help mobilize sputum easily and does not require money and can be done independently by the patient. The results of this ACBT application are known to reduce shortness of breath, stabilize breathing rhythm, provide relaxation, expel phlegm and release phlegm, so as to prevent unwanted complications in pulmonary TB patients. ACBT is expected to be one of the solutions to nursing problems, especially for nursing problems with the ineffectiveness of airway clerannce matter."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nindy Atika Rahayu
"ABSTRAK
Ansietas atau kecemasan merupakan perasaan tidak nyaman atau ketakutan yang samar-samar yang disertai dengan respons otonom terhadap ancaman atau bahaya. Ansietas merupakan respons normal terhadap stresor. Namun, apabila ansietas sudah mengganggu kehidupan sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lainnya, maka dapat dikatakan ansietas tersebut abnormal atau patologis. Ansietas yang tidak ditangani dapat menyebabkan depresi, dan bahkan dalam sebagian kasus berakhir pada bunuh diri. Teknik relaksasi napas dalam dan aromaterapi merupakan intervensi yang dapat digunakan untuk mengatasi ansietas. Teknik relaksasi napas dalam merupakan teknik relaksasi yang dilakukan dengan menahan inspirasi secara maksimal dan menghembuskan napas secara perlahan. Aromaterapi merupakan terapi relaksasi yang berupa pemberian essential oil melalui inhalasi, pemijatan, salep topikal atau lotion,douches, atau kompres dengan tujuan meningkatkan relaksasi dan kenyamanan. Penulisan ini bertujuan untuk menguraikan dan menganalisis asuhan keperawatan psikososial pada klien ansietas melalui pendekatan teknik relaksasi napas dalam dan aromaterapi. Berdasarkan hasil analisis penulis, teknik relaksasi napas dalam dan aromaterapi terbukti efektif dalam menurunkan ansietas. Karya akhir ilmiah ini diharapkan dapat memberikan masukkan dan arahan pada perawat dalam menangani klien dengan ansietas, khususnya pada penerapan teknik relaksasi napas dalam dan aromaterapi.

ABSTRACT
Anxiety is a vague feeling of discomfort or fear accompanied by an autonomous response to threats or dangers. Anxiety is a normal response to stressors. However, if the anxiety has disrupted social life, work, or other important function areas, then it can be said that the anxiety is abnormal or pathological. Untreated anxiety can cause depression, and even in some cases end in suicide. Deep breathing relaxation technique and aromatherapy are two of the many interventions that can be used to treat anxiety. Deep breath relaxation technique is a relaxation technique that is done by holding inspiration to the maximum and exhaling slowly. Aromatherapy is a relaxation therapy in the form of giving essential oils through inhalation, massage, topical ointments or lotions, douches, or through compresses with the aim of increasing relaxation and comfort. This writing aims to describe the psychosocial nursing care for anxiety client through the deep breathing relaxation technique and aromatherapy approaches. Based on the author's analysis, deep breathing relaxation technique and aromatherapy have proven to be effective in reducing anxiety. This final scientific work is expected to provide advice and direction to nurses in dealing with clients with anxiety, especially in the application of deep breathing relaxation technique and aromatherapy.
"
2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>