Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 179140 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fauzan Riyadi
"Di era digital ini identik dengan kemajuan tekhnologi, salah satunya adalah kemudahan dalam komunikasi melalui media sosial yang menyebabkan banyaknya informasi yang tidak semua benar atau disebut informasi palsu atau hoax. Ini memunculkan permasalahan intensitas dalam menyebarkan informasi hoax. Karena banyak masyarakat yang tidak berhati-hati dalam menyebarkan informasi, hingga banyak yang menyebarkan informasi palsu secara tidak sengaja tanpa mengecek informasinya terlebih dahulu. Peneliti melihat adanya self control dan religiusitas dapat mengatasi permasalahan banyaknya penyebaran informasi hoax ini.
Tujuan dari penelitian ini adalah mencari tahu apakah ada hubungan antara self control dan religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax serta mencari tahu seberapa besar kontribusinya.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Respoden dalam penelitian ini adalah komunitas remaja Islam di Jakarta yaitu Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) di Menteng, Jakarta Pusat dengan rentang usia antara 18 sampai 30 tahun. Hasil dari data yang didapat dari kuesioner diolah dengan statistik tekhnik regresi dengan SPSS. Hasil penelitian ini untuk mencari arah hubungan antara variabel self control dan religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax dan melihat apakah ada hubungan antara ketiga variabel tersebut atau tidak serta kontribusinya.
Hasil dari penelitian menunjukan ada hubungan antara self control, religiusitas, dan intensitas penyebaran informasi hoax, hubungan tersebut bersifat negatif, artinya jika self control atau religiusitas seseorang naik, maka intensitas penyebaran informasi hoax orang tersebut akan menurun, begitu juga sebaliknya. Kontribusi dari self control terhadap intensitas penyebaran informasi hoax bernilai sedang, yaitu dengan nilai pearson correlation sebesar 0.485. Sedangkan kontribusi dari religiusitas terhadap intensitas penyebaran informasi hoax bernilai rendah dengan nilai pearson correlation sebesar 0.211. Hal ini menunjukan jika self control memiliki kontribusi lebih besar terhadap intensitas penyebaran informasi hoax dibandingkan religiusitas.

This digital era is identical with technological advances; one of which is ease of communication through social media. It facilitates the spread of a lot of information that is not all true or what so-called false information or hoax. This raises problems in the intensity of hoax spread because there are many people who are not careful in spreading information. Therefore, many people spread false information accidentally because they do not check the truth of the information first. The researcher argues that self-control or religiosity can overcome problems related to the hoax spread.
The objective of this study is to find out whether or not there is a relationship between self-control or religiosity and the intensity of the hoax spread and to find out how much they contribute.
This study applies quantitative method. The respondents of this study were the Muslim youth community in Jakarta; i.e. Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) in Menteng of Central Jakarta with an age range between 18 and 30 years. The results, from the data obtained from the questionnaire, were processed using statistical regression technique with the help of SPSS. The results of the study are intended to find the direction of the relationship between the variables of self-control or religiosity and the intensity of the hoax spread and to see whether or not there is a relationship between the three variables and their contribution.
The results of the study showed that there is a relationship between self-control or religiosity and the intensity of the spread of hoaxes where the relationship is negative. It means that if a person`s self-control or religiosity increases, the intensity of the hoax spread on that person will decrease and vice versa. The contribution of self-control to the intensity of the hoax spread is in moderate value; i.e. the Pearson correlation value is 0.485. In addition, the contribution of religiosity to the intensity of the hoax spread is low; i.e. the Pearson correlation value is 0.211. This shows that self-control has a greater contribution to the intensity of hoax spread than religiosity.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T54250
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Royani
"Kemajuan teknologi informasi yang tidak diimbangi dengan kecerdasan dalam menggunakanya akan membawa dampak buruk bagi sebuah peradaban. Saat ini penyebaran informasi begitu cepat dan mudah dilakukan oleh siapa saja tanpa melalui proses verifikasi, sehingga informasi palsu mudah tersebar secara masif. Sebagai salah satu upaya untuk menurunkan kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax, penelitian ini akan menganalisis hubungan antara kecenderungan perilaku tersebut dengan dua variabel bebas yaitu regulasi emosi dan berfikir kritis. Melalui regulasi emosi yang baik, mahasiswa akan mampu mengontrol emosinya terutama saat menerima informasi yang sensasional. Selain itu dengan berfikir kritis mahasiswa akan mampu menyaring informasi dari berbagai sumber.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, responden yang terlibat adalah mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta. Responden dipilih melalui teknik convenience sampling. Instrument yang digunakan adalah skala regulasi emosi, skala berpikir kritis dan skala kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax. Data dianalisis dengan teknik statistik deskriptif dan analisis pearson corelation.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara regulasi emosi dengan kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax pada mahasiswa. Sementara itu terdapat korelasi negatif yang signifikan antara berfikir kritis dengan kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax pada mahasiswa.

Improvement in information technology that is not balanced with intelligence in using the same will have a negative impact on a civilization. At present, the dissemination of information is so fast and easy to be carried out by anyone without going through the verification process, so that false information is easily spread massively. As an effort to reduce the tendency of hoax information dissemination behavior, this study will analyze the relationship between these behavioral trends and two independent variables, namely emotional regulation and critical thinking. Through good emotional regulation, students will be able to control their emotions, especially when receiving sensational information. In addition, with critical thinking students will be able to filter information from various sources.
This study uses quantitative methods, respondents involved are college students in Jakarta. Respondents were selected through convenience sampling techniques. The instrument used is the emotion regulation scale, critical thinking scale and the tendency of hoax information dissemination behavior. Data were analyzed by descriptive statistical techniques and Pearson correlation analysis.
The result of this study shows that there is no significant correlation between emotion regulation and the tendency of hoax information dissemination behavior to students. Meanwhile there is a significant negative correlation between critical thinking and the tendency of hoax information dissemination behavior to students.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T51744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gesang Ridho Subhan
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara self-control baik secara umum maupun per dimensi dengan respect dalam tingkah laku civil pada remaja. Self-control diukur dengan Brief Self-Control Scale (BSCS) yang dibuat oleh Tangney, Baumeister, dan Boone (2004), sedangkan respect diukur dengan alat ukur respek pada remaja Jakarta yang dibuat oleh peneliti berdasarkan konsep respect dari Hendrick & Hendrick (2006) dan Leary (2005). Dalam penelitian ini terdapat 96 partisipan remaja dalam rentang usia 15-17 tahun dari berbagai sekolah di Jakarta yang diperoleh melalui kuesioner cetak dan online.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-control dengan respect pada remaja. Selain itu, terdapat hubungan positif yang signifikan antara self-control pada dimensi self-discipline dengan respect pada remaja, sedangkan pada dimensi lainnya tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan respect. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara dimensi self-discipline dengan respect pada komponen caring/supportiveness dan equality/mutuality dalam domain masyarakat, keluarga, dan peer-group/teman. Hubungan positif yang signifikan antara self-control dengan respect tersebut menunjukkan bahwa semakin mampu remaja mengesampingkan atau mengubah, menghentikan, dan menahan tingkah lakunya yang tidak diharapkan, maka remaja semakin menghormati dan menghargai orang lain atau sesuatu secara menyeluruh dalam lingkungan masyarakat, keluarga, dan peer-group/teman.

This study aimed to examine the relationship between self-control in whole concept and each dimensions with respect in civil behavior among adolescents. Self-control was measured by the Brief Self-Control Scale (BSCS) made by Tangney, Baumeister, and Boone (2004), while respect was measured by the Jakarta adolescents respect scale made by researcher based on concept of respect from Hendrick & Hendrick (2006) and Leary (2005). In this study, there were 96 participants in the range age 15-17 years old from various schools in Jakarta obtained through printout and online questionnaires.
The result indicates that there is a significant positive correlation between self-control and respect among adolescents. In addition, there is a significant positive correlation between self-control on dimension of self-discipline and respect among adolescents. The result also shows that there is a significant positive correlation between dimension of self-discipline and respect on component of caring/supportiveness and equality/mutuality in domain of society, family, and peer-group/friends. A significant positive correlation between self-control and respect means that teenagers who can exclude or modify, interrupt, and restrain undesired behavior, will be more respect to someone or something thoroughly in society, family, and peer-group/friends.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S66097
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaenal Muttaqin
"Dalam melaksanakan amanah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang tujuan Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 yaitu peningkatan kualitas sumber daya manusia yang bermartabat, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia, maka berbagai upaya dalam dunia pendidikan dilakukan untuk peningkatan kualitas SDM tersebut. Diantara upaya yang dilakukan adalah dengan pengembangan strategi belajar melalui Self-regulated learning strategy. Self-regulated learning strategy adalah strategi intervensi psiko-edukatif agar anak dapat menentukan sendiri pilihan-pilihan kegiatan belajarnya, target dan cara mencapai target yang telah ditetapkan dan kesanggupan untuk mengelola lingkungan yang kondusif sehingga meraih hasil belajar maksimal. Self-regulated learning (SRL) sangat dibutuhkan karena sangat membantu siswa berprestasi.
Regulasi diri dalam belajar (Self-regulated learning) sangat berhubungan dengan sistem belajar mengajar di kelas, bimbingan guru, bimbingan orang tua dan factor lainnya seperti penguatan sikap raja' (harap) dan religiusitas. Jalaluddin (2005) mengungkapkan bahwa harapan (raja *) mendorong seseorang untuk untuk optimis, berdoa dan berusaha untuk meraih kemuliaan atau kesuksesan dalam berbagai hal termasuk didalamnya sukses dan berprestasi dalam belajar. Selain itu menurut Culliford (2002) bahwa orang dengan komitmen agama yang tinggi akan meningkat kualitas organisasi diri dan ketahanan mentalnya karena memiliki self control, self esteem & confidence yang tinggi. Juga pendapat Mc. Collough (2009) yang menyatakan bahwa orang yang beragama lebih mampu menata diri (self-regulated) daripada mereka yang tidak beragama, mengorganisasi diri -termasuk dalam belajar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesa yang ditengahkan dapat diterima yaitu ada hubungan yang signifikan antara raja’ (harapan) dan religiusitas dengan self-regulated learning. Oleh karena itu pentingnya digalakkan pemahamn raja' dan penerapan realigiusitas yang berkesinambungan. Diharapkan dengan raja' dan religiusitas akan membantu peningkatan self-regulated learning anak.

In carrying out the mandate of Constitution No. 20 year 2003 on National Education goals Chapter II, Article 3, i.e. improving the quality of human resources which are dignified, faithful, noble, and pious to God Almighty, various efforts has been made in education to improve the quality of human resources . Among the efforts is the development of leaming strategies through self-regulated leaming strategy. Self-regulated leaming strategy is a strategy of psycho- educational intervention for children in order to determine their own choices of leaming activities, targets, and how to achieve the targets set and the ability to manage a conducive environment so the maximum results of leaming can be achieved. Self-regulated leaming (SRL) is required because it help students to achieve a maximum result.
Self-regulated leaming is related to teaching and leaming systems in the classroom, teachers, and parents guidance and other factors such as the strengthening of raja' (expectations) and religiosity. Jalaluddin (2005) explained that the expectations (raja1) to encourage someone to to be optimistic, praying and trying to gain glory or success in various aspects, including success and achievement in leaming. Clliford (2002), beside, explained that people with high religious commitment will increase the quality of self-organization and mental endurance for having advanced self control, self esteem and confidence. Mc. Collough (2009) said, religious people are more capable to regulate themselves than those who are not; to make themselves well-organized—including leaming activities.
The results showed that the hypothesis presented is acceptable, means there is significant relation between raja' (expectations) and religiosity with self- regulated leaming. Based on the conclusions and results of analysis made, researcher advise every stakeholders the importance of intensified understanding of raja' and the application of sustainable realigiosity. Hopefully with the raja’ and religiosity will help to increase self-regulated leaming for children.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26843
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Silitonga, Martin Hotlas
"ABSTRAK
Penelitian ini berawal dari gejala semakin meningkatnya jumlah perokok di kalangan remaja menjadi permasalahan dalam penelitian ini. Perilaku merokok merupakan perilaku berisiko yang dapat memicu munculnya perilaku berisiko lain yang lebih berbahaya (Lestary & Sugiharti, 2011). Baumeister & Bushman (2011) melihat bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pengendalian diri ialah religiusitas. Penelitian ini ingin melihat hubungan antara pengendalian diri terhadap perilaku merokok dengan religiusitas pada remaja laki-laki yang beragama Kristen. Penelitian ini berbentuk korelasi dan tergolong penelitian kuantitatif. Data diperoleh melalui penyebaran kuesioner secara langsung kepada 30 orang partisipan remaja laki-laki yang tergabung dalam komunitas remaja di HKBP Ressort Pasar Minggu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan di antara variabel pengendalian diri dan religiusitas dengan nilai r = .481 dan pada l.o.s .01 (p = .007), yang berarti bahwa Ha diterima dan Ho ditolak. Diskusi dalam penelitian ini membahas mengenai alasan pengendalian diri berhubungan secara signifikan dengan religiusitas. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah jumlah partisipan dan menyusun penelitian yang berbentuk perbandingan skor pengendalian diri antara remaja yang tergabung dalam komunitas religius dengan remaja yang tergabung dalam komunitas lainnya.

ABSTRACT
The increasing number of smokers among teenagers become the problems in this study. Smoking behavior is risky behavior that could trigger another more dangerous risky behaviors (Lestary & Sugiharti, 2011). The emergence of risky behavior can be prevented by increasing self-control (Gerrard et al., 2008). Baumeister & Bushman (2011) saw that one of the factors that affect self-control is religiosity. This study wanted to see the correlation between self-control for smoking behavior and religiosity in Christian male adolescents. This study is correlational and quantitative method. Data obtained through questionnaires that circulated directly to 30 participants who are members of Christian youth community in HKBP Ressort Pasar Minggu. The results of this study indicate that there is a significant positive relationship between the variables, self-control and religiosity, with r = .481 and l.o.s .01 (p = .007), which means that Ha was accepted and Ho was rejected. The discussions of this study are about the explanations of self-control significantly correlated with religiosity. Future studies are recommended to increase the number of participants and develop comparison research about self-control and religiosity between adolescents who are members of religious community and adolescents who are members of nonreligious commu"
2016
S63361
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Woro Putri Sulistyani
"Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efek mediasi work passion yaitu harmonious work passion dan obsessive work passion pada hubungan antara self-control dan psychological well-being. Penelitian-penelitian terdahulu menunjukkan bahwa self-control berkontribusi secara signifikan terhadap psychological well-being, namun terdapat inkonsistensi pada temuan mengenai pengaruh self-control terhadap psychological well-being. Penelitian ini mengajukan hipotesis bahwa harmonious work passion dan obsessive work passion memediasi hubungan antara self-control dan psychological well-being. Data diperoleh dari 202 karyawan non-pemerintah yang berasal dari berbagai industri dan berbagai kota di Indonesia, sedangkan efek mediasi dianalisis menggunakan Process Macro dari Hayes.
Dengan menggunakan Self Determination Theory untuk menjelaskan efek mediasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa harmonious work passion memediasi hubungan antara self-control dan psychological well-being secara parsial, sedangkan efek mediasi tidak ditemukan pada obsessive work passion. Implikasi dari penelitian ini dapat ditindaklanjuti dengan membekali karyawan agar mampu menampilkan self-control sehingga karyawan dapat fokus pada pekerjaan dan tujuan utamanya dalam bekerja. Dengan demikian karyawan dapat merasakan work passion yang bersifat harmonious yang mengarah pada terciptanya psychological well-being.

This study aims to investigate the mediating effects of work passion i.e. harmonious work passion and obsessive work passion on the relationship between self control and psychological well being. Previous studies showed that self control significantly contributed to psychological well being, however the findings about the impact of self control on psychological well being were inconsistent. This study hypothesized that harmonious work passion and obsessive work passion mediated the relationship between self control and psychological well being. Data were obtained from the sample of 202 non government sector employees, from various industries and various cities in Indonesia. The mediation effect was analyzed using Hayes' Process Macro.
Using the Self Determination Theory to explain the mediation effect, result showed that harmonious work passion partially mediated the relationship between self control and psychological well being. Whereas obsessive work passion did not mediate the relationship between self control and psychological well being. Implications of this study could be followed up by facilitating employees to be able to perform self control at work, so that employees could focus on their works and main goals in work. Therefore, employees could experience harmonious work passion which leads to psychological well being.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T48068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verina Adristi Maheswari
"Fenomena perselingkuhan daring semakin hari semakin meningkat dimana salah satu variabel yang berhubungan dengan perilaku perselingkuhan adalah tingkat kepuasan hubungan romantis yang rendah. Namun, terdapat faktor pelindung yang dapat mempengaruhi individu untuk tidak melakukan perselingkuhan daring, yaitu tingkat kontrol diri yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran kontrol diri sebagai moderator dalam hubungan antara kepuasan hubungan romantis dan perselingkuhan daring. Penelitian dilakukan kepada 239 partisipan yang sedang berpacaran selama minimal enam bulan dan menggunakan internet selama minimal tujuh jam seminggu yang didapatkan dengan convenience sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu modifikasi dari Internet Infidelity Scale (IIS), Relationship Assessment Scale (RAS), dan Brief Self Control Scale (BSCS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol diri berperan sebagai moderasi dalam hubungan antara kepuasan hubungan romantis dan perselingkuhan daring dengan β = 0,0513, t(239) = 3,8336, p<0,05. Ketika dianalisis lebih lanjut, ditemukan bahwa tingkat kontrol diri yang tinggi mampu berperan untuk menahan individu untuk tidak melakukan perselingkuhan daring pada hubungan romantis yang tidak memuaskan. Peran kontrol diri terbatas pada saat hubungan romantis memuaskan.

The phenomenon of cyber infidelity keeps increasing where one of the variables related to infidelity behavior is the low level of romantic relationship satisfaction. However, there are protective factors that can influence individuals not to commit cyber infidelity, it is a high level of self control. This study is aimed to examine the role of self control as a moderator in the relationship between romantic relationship satisfaction and cyber infidelity. The study was conducted on 239 participants who had been dating for at least six months and used the internet for at least seven hours per-week obtained through convenience sampling. The measuring instruments that are used in this study are modifications of the Internet Infidelity Scale (IIS), Relationship Assessment Scale (RAS), and Brief Self Control Scale (BSCS). The results of this study indicated that self control moderated the relationship between romantic relationship satisfaction and cyber infidelity with β = .0513, t(239) = 3.8336, p<.05. Analyzing further, it was found that a high level of self control restraining individuals from committing cyber infidelity in unsatisfied romantic relationships. The role of self control is limited to satisfied romantic relationships."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Salma Hanifaa
"Perkembangan teknologi secara cepat pada saat ini, memunculkan banyak perusahaan startup di Indonesia. Budaya kerja pada perusahaan startup dapat menyebabkan karyawan mengalami stres kerja. Ketika karyawan mengalami stres kerja dapat berdampak pada kualitas tidur yang dialaminya. Salah satu hal yang dapat membantu menjaga dampak stres kerja terhadap kualitas tidur adalah kontrol diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres kerja dengan kualitas tidur, dan peran kontrol diri sebagai moderator pada karyawan perusahaan startup di Jabodetabek. Partisipan penelitian ini berjumlah 150 karyawan. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah, Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Job Stres Survey (JSS), dan Self Control Scale (SCS). Berdasarkan analisis statistik moderasi, hasil penelitian menemukan bahwa model statistik signifikan (p<.05) dengan 16.18% skor kualitas tidur dijelaskan oleh stres kerja dan kontrol diri. Stres kerja (β=.1691, t(146)=4.4491, p<.05) dan kontrol diri (β=-.0633, t(146)=-2.6081, p<.05) berhubungan dengan kualitas tidur karyawan secara signifikan. Hasil analisis moderator menunjukkan, kontrol diri tidak ditemukan memoderatori hubungan stres kerja dengan kualitas tidur karyawan (β=.0047, t(146)=1.1392, p>.05). Hasil temuan dari penelitian menjelaskan kualitas tidur dapat dipengaruhi oleh stres kerja dan kontrol diri.

The rapid development of technology at this time, gave rise to many startup companies in Indonesia. Work culture at startup companies can cause employees to experience work stress. When employees experience job stress can have an impact on the quality of sleep they experience. One of the things that can help maintain the impact of job stress on sleep quality is self control. This study aims to determine the relationship between job stress and sleep quality, and the role of self-control as a moderator in startup company employees in Jabodetabek. The number of participants in this research was 150 employees. Measuring instruments used in this study were the Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI), Job Stress Survey (JSS), and Self Control Scale (SCS). The results found that the statistically significant model (p <.05) with 16.18% sleep quality score was explained by job stress and self control. Job stress (β=.1691,t(146)=4.4491, p<.05) and self-control (β=-.0633,t(146)=-2.6081,p<.05) correlate significantly with employee sleep quality. The results of the moderator's analysis showed that self control was not found to moderate the relationship of job stress with the sleep quality of employees (β=.0047,t(146)=1.1392,p<.05). The findings of the study explain the quality of sleep can be influenced by work stress and self control.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fensen Kurniawan
"Kecanduan seks dunia maya merupakan perilaku berpola yang mencari kepuasan seksual secara daring. Saat ini, kecanduan seks dunia maya belum diakui secara resmi sebagai gangguan klinis, tetapi memiliki dampak serius terhadap individu yang mengalaminya. Maka dari itu, perilaku kecanduan seks dunia maya memerlukan penelitian lebih lanjut dan penanganan yang serius. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi hubungan antara kesepian dan kecanduan seks dunia maya pada mahasiswa, serta peran kontrol diri sebagai faktor moderasi dalam hubungan tersebut. Sampel penelitian terdiri dari 119 mahasiswa pengguna aktif internet dengan rentang usia 18-25 tahun (M = 21,31, SD = 1,429). Sampel ini terdiri dari 77,6% perempuan (n = 90) dan 22,4% laki-laki (n = 26). Pengukuran variabel dilakukan menggunakan Internet Sex Screening Test (ISST) untuk mengukur tingkat risiko kecanduan seks dunia maya, Social and Emotional Loneliness Scale for Adults (SELSA) untuk mengukur tingkat kesepian, dan Brief Self Control Scale (BSCS) untuk mengukur tingkat kontrol diri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kontrol diri tidak signifikan dalam memoderasi hubungan antara kesepian dan kecanduan seks dunia maya pada mahasiswa (β = 0,0459, t(116) = 1,3205, p = 0,1895, p > ,05). Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa kontrol diri, jenis kelamin, dan orientasi seksual memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecanduan seks dunia maya pada mahasiswa. Dalam penelitian ini, kontrol diri ditemukan mempengaruhi kecanduan seks dunia maya secara negatif, di mana ketika kemampuan kontrol diri meningkat, maka risiko kecanduan seks dunia maya cenderung menurun.

Cybersex addiction is a pattern of behavior that seeks online sexual satisfaction. Currently, cybersex addiction is not officially recognized as a clinical disorder, but has serious impacts on individuals experiencing it. Therefore, cybersex addiction behavior requires further research and serious treatment. This study aims to investigate the relationship between loneliness and cybersex addiction among college students, as well as the moderating role of self-control in this relationship. The research sample consisted of 119 college students, active internet users, aged between 18 and 25 years (M = 21.31, SD = 1.429). The sample comprised 77.6% females (n = 90) and 22.4% males (n = 26). The measurement of variables was conducted using the Internet Sex Screening Test (ISST) to assess the level of risk for cybersex addiction, the Social and Emotional Loneliness Scale for Adults (SELSA) to measure the level of loneliness, and the Brief Self-Control Scale (BSCS) to measure the level of self-control. The results of the study indicated that self-control did not significantly moderate the relationship between loneliness and cybersex addiction among college students (β = 0.0459, t(116) = 1.3205, p = 0.1895, p > .05). Further analysis revealed that self-control, gender, and sexual orientation significantly influenced cybersex addiction among college students. In this study, self-control was found to have a negative impact on cybersex addiction, where as the ability to exercise self-control increases, the risk of cybersex addiction tends to decrease."
Depok: 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Narisa Aulia Esmananda
"Kecurangan akademik merupakan permasalahan yang sering terjadi pada mahasiswa, terutama dengan teknologi internet yang semakin berkembang meningkatkan peluang untuk melakukan kecurangan. Salah satu faktor yang berperan dalam perilaku tersebut adalah kontrol diri. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kontrol diri dan kecurangan akademik dengan internet pada mahasiswa di Indonesia. Partisipan merupakan 139 mahasiswa aktif sarjana berusia 18-25 tahun. Kecurangan akademik dengan teknologi diukur menggunakan Internet Triggered Academic Dishonesty Scale (ITADS) dan kontrol diri menggunakan Brief Self-Control Scale (BSCS). Hasil korelasi Spearman menemukan terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kontrol diri dan kecurangan akademik dengan internet (r = -0,469, p < 0.05). Artinya, semakin tinggi kemampuan kontrol diri mahasiswa, maka semakin rendah kecenderungan mahasiswa untuk melakukan kecurangan akademik dengan internet. Penelitian ini diharapkan dapat mengurangi perilaku mahasiswa dalam melakukan kecurangan akademik dengan internet dengan pentingnya memiliki kontrol diri yang kuat.

Academic dishonesty is a problem that often occurs among undergraduate students, especially as internet technology continues to develop can increase opportunities for committing academic dishonesty. One factor that plays a role is self-control. This research aims to examine the relationship between self-control and academic dishonesty with internet among undergraduate students in Indonesia. Participants were 139 undergraduate students aged 18-25. Academic dishonesty with technology was measured using the Internet Triggered Academic Dishonesty Scale (ITADS) and self-control using the Brief Self-Control Scale (BSCS). The result of Spearman correlation found there is a significant negative relationship between self-control and academic dishonesty with internet (r = -0.469, p < 0.05). This means that the higher a student's self-control ability, the lower the student's tendency to commit academic dishonesty with internet. This research is expected to reduce student behavior in committing academic dishonesty with internet with the importance of having a strong self-control."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>