Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138618 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rini Setianingsih
"Siswa atlet adalah salah satu kelompok siswa yang sering kali mengalami underachievement, meskipun siswa atlet tersebut termasuk siswa berbakat intelektual gifted. Underachievement ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan regulasi diri dalam belajar. Intervensi Self Regulation Empowerment Program SREP terbukti dapat meningkatkan regulasi diri dalam belajar dan prestasi akademik melalui penelitian Cleary Zimmerman 2004, Cleary, Platten Nelson 2008, Cleary Platten 2013 dan Giri 2016. Pada penelitian berdesain single subject experimental study ini, peneliti ingin melihat pengaruh SREP dalam meningkatkan regulasi diri dalam belajar dan prestasi akademik siswa atlet SMA dengan gifted underachievement. Data diperoleh dari pengukuran Motivated Strategies and Learning Questionnaire MSLQ, Self-Regulation Strategies Inventory SRSI Parent and Teacher Rating, dan nilai pada mata pelajaran PKN, Matematika, serta Sosiologi. Melalui pengujian statistik reliability change index RCI disertai dengan analisis kualitatif, diketahui bahwa SREP dapat memberikan peningkatan signifikan pada regulasi diri dalam belajar RCI = 3.58, p

Student athletes are one of the group of students who often experience underachievement, even though the athlete 39 s students are intellectually gifted. This underachievement is due to the low self regulation ability in learning. The Self Regulation Empowerment Program SREP interventions proved to improve self regulation in learning and academic achievement through study from Cleary Zimmerman 2004, Cleary, Platten Nelson 2008, Cleary Platten 2013 and Giri 2016. In the study of single subject experimental study design, the researcher wanted to see the influence of SREP in improving self regulation in learning and academic achievement of high school athlete with gifted underachievement. Data were obtained from measurement of Motivated Strategies and Learning Questionnaire MSLQ, Parent and Teacher Rating Self Regulation Strategies Inventory SRSI, and grades on PKN, Mathematics, and Sociology subjects. By testing the reliability change index RCI statistics along with qualitative analysis, it is known that SREP can provide significant improvement in self regulation in learning RCI 3.58, p "
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
T48201
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lailatul Faizah
"Mahasiswa perantauan tahun pertama pada umumnya mengalami masalah penyesuaian diri terutama secara akademik. Salah satu prediktor kuat dari penyesuaian diri dalam situasi pembelajaran adalah efikasi diri akademik. Terdapat ketidakkonsistenan hasil penelitian-penelitian terdahulu mengenai hubungan efikasi diri akademik terhadap penyesuaian diri. Beberapa peneliti menemukan hubungan yang kuat, sementara peneliti lain menemukan hubungan dan pengaruh yang lemah. Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa peranan variabel moderator dalam hubungan efikasi diri akademik dan penyesuaian diri akademik yang peneliti perkirakan adalah orientasi tujuan berprestasi normatif. Penelitian ini menggunakan desain korelasional dengan uji hipotesis menggunakan analisis moderator model 1 Hayes. Berdasarkan uji hipotesis pada 296 partisipan, ditemukan bahwa orientasi tujuan berprestasi normatif memoderasi hubungan antara efikasi diri akademik dan penyesuaian diri akademik B = -0,09, SE = 0,04, p = 0,02. Peran moderasi orientasi tujuan berprestasi normatif adalah menurunkan hubungan antara efikasi diri akademik dan penyesuaian diri akademik pada mahasiswa perantauan tahun pertama. Fenomena big fish little pond turut dianalisis sebagai penyebab peran maladaptif orientasi tujuan berprestasi normatif.

1st year sojourner college students tend to experience adjustment problems academicly. One of the strong predictors of adjustment in learning situations is academic self-efficacy. Yet, there is inconsistency in previous research findings regarding the role of academic self-efficacy towards student adjustment. Some researchers find strong relationships and influences, while other researchers find weak relationships and influences. This inconcistency reflects the role of modearator variable between the two. Variable that has been tested in this research is normative achievement goal orientation. This study used correlational design with model 1 Hayes moderator analysis as hypothesis testing method. Based on hypothesis testing on 296 participants, this study proved that normative achievement goal orientation moderates the relationship between academic self-efficacy and college academic student adjustment B = -0,09, SE = 0,04, p = 0,02. The moderator role of normative achievement goal orientation is maladaptive since it diminished the relationship between academic self-efficacy and academic adjustment on first-year sojourner college students. The big fish little pond phenomenon analyzed as the cause of the maladaptive role of normative achievement goal orientation towards the two variables. "
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52143
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Koko Irwanto
"Proses belajar-mengajar konvensional yang terjadi sekarang ini mengharuskan siswa untuk mendengarkan, mencatat dan menghafal begitu banyak materi pelajaran yang diberikan oleh guru, tanpa dibekali pelajaran yang dapat membangun rasa percaya diri, merasa berhasil dalam hidup mereka dan bergembira pada waktu yang bersamaan. Proses belajar yang memperkuat tubuh dam memperkaya jiwa serta mendidik pikiran sehingga siswa menjadikan pengalaman belajar ini dapat diterapkan pada kehidupan nyata, bukan semata-mata bersifat akademis atau teoritis. Metode Quantum Learning menawarkan suatu metode yang efektif di dalam proses, sehingga metode ini dapat diterapkan sebagai perubahan cara belajar siswa. Namun demikian, tidak semua siswa mudah menerima suatu perubahan.
Siswa yang memiliki orientasi goal task-involved menunjukkan bahwa keterlibatannya didasari oleh komitmen terhadap tugas. Siswa yang memiliki orientasi ini memperhatikan penguasaan tugas dan tidak peduli kinerjanya lebih balk atau tidak dibandingkan dengan orang lain dalam kelas. Mereka lebih memikirkan cara-cara menyelesaikan tugas, menggunakan strategi belajar, juga tidal segan-segan bertanya dan meminta bantuan bila membutuhkannya. Sementara itu siswa yang memiliki orieantasi goal ego-involved memfokuskan pada hal-hal seperti penilaian dari orang lain dan bangga dengan kemampuannya untuk menunjukkan dan mendapatkan kesuksesan. Siswa yang merniliki orientasi jenis ini menganggap nilai sebagai tujuan akhir dan lebih didasari oleh kornitmen pada diri sendiri, terutama kebanggaan dui. Mereka ingin terlihat pintar, menghindari tampak tidak kompeten, menonjolkan kemarnpuan melalui keberhasilannya, mengungguli performansi orang lain atau menunjukkan kemampuan dengan sukses tanpa usaha.
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian eksplorasi atau penjajagan yaitu untuk mengungkapkan atau mengetahui hubungan antara Orientasi Goal dan Kebiasaan Belajar Menggunakan Quantum Learning terhadap Prestasi Belajar siswa SMAN di Kecamatan X Jakarta Selatan. Dalam penelitian ini, sampel yang dipergunakan sebanyak 125 orang dan 70 item. Narnun setelah dilakukan uji realibilitas dengan menggunakan program ITEMAN dan SPSS ternyata terdapat 13 item yang tidak dipergunakan atau dihilangkan karena memiliki nilai yang rendah, sehingga dalam penelitian ini hanya tersisa 70 item yang valid dan reliabel dan kemudian dipergunakan untuk analisis selanjutnya.
Dan hasil analisis perhitungan korelasi terlihat bahwa korelasi antara orientasi goal dengan prestasi belajar diperoleh hasil r sebesar 0,005 dengan nilai signifikansi sebesar 0,957, sedangkan korelasi antara kebiasaan belajar menggunakan Quantum Learning dengan prestasi belajar diperoleh hasil r sebesar 0,010 dengan nilai signifikansi sebesar 0,915.
Dari hasil analisis regresi antara orientasi goal dan kebiasaan belajar menggunakan Quantum Learning dengan prestasi belajar menghasilkan R sebesar 0,025 dengan R Square sebesar 0,001."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T18734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azka Ananda Sari
"Nilai merupakan variabel fundamental yang melandasi kehidupan manusia. Nilai yang diyakini oleh seseorang akan menjadi panduan bagi dirinya dalam menentukan perilaku yang ia tampilkan. Dalam lingkup pendidikan, orientasi terhadap nilai prestasi dapat mengarahkan mahasiswa untuk menampilkan perilaku yang sesuai dan dibutuhkan untuk mencapai sebuah prestasi akademik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peran nilai prestasi sebagai moderator kegigihan dalam memprediksi prestasi akademik. Data diperoleh melalui survei online pada 363 mahasiswa S1 Universitas Indonesia. Pengukuran kegigihan dilakukan menggunakan alat ukur Grit Scale for Children and Adult GCSA yang dikembangkan oleh Sturman & Zappala-Piemme 2017 dan diadaptasi oleh Bintamur 2018. Nilai prestasi diukur menggunakan The Portrait Value Questionaire PVQ yang dikembangkan oleh Schwartz 2003 dan diadaptasi oleh Halim 2008, sedangkan prestasi akademik diukur menggunakan Indeks Prestasi Kumulatif IPK. Hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai prestasi merupakan moderator hubungan kegigihan dengan prestasi akademik. Mahasiswa yang memiliki penghayatan yang lebih besar pada nilai prestasi menunjukkan kegigihan dalam menyelesaikan studi serta usaha yang lebih besar dalam menghadapi tantangan di perguruan tinggi. Semakin besar kegigihan yang ditunjukkan mahasiswa dalam menjalani masa studi, semakin tinggi prestasi akademik yang ia raih.

Value is a fundamental variable that underlies human life. Value serve as a guidance for someone to take an actions. In the field of education, achievement value orientation could guide a students to act accordingly in order to gain academic achievements. The aim of the study was to find out how achievement value serve as a moderator bewtween grit and academic achievement. Data was obtained through online surveys on 363 students of University of Indonesia. Grit was measured by Grit Scale for Children and Adult GCSA test developed by Sturman & Zappala-Piemme 2017 and modified by Bintamur 2018. The Portrait Value Questionaire PVQ, developed by Schwartz 2003 and modified by Halim 2008 was used to measure Achievement Value, meanwhile academic achievement was measured by students IPK. The results show that achievement value is a moderator of the relationship between grit and academic achievement. Students who believe in a greater achievement value shows grittier behavior in the context of study and greater effort in facing challenges in college. The grittier the students, the higher the academic achievement achieved."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T52137
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herwanto
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peranan lingkungan pendidikan terhadap motif berprestasi dan keyakinan spiritual pada siswa yang berbakat memimpin dari SMU Unggulan-Non unggulan.
Penelitian dilaksanakan di enam SMU (tiga SMU Unggulan, tiga SMU Nonunggulan) di DKI Jakarta, dengan sampel para siswa kelas dua dan tiga (IPA dan IPS) Cawu I tahun ajaran 2001/2002 untuk mengidentifikasi siswa berbakat memimpin, menggunakan dua tahap : (1) tahap penjaringan melalui pelabelan, nominasi oleh guru; (2) tahap penyaringan menggunakan nilai prestasi belajar, skor IQ dan nominasi diri sendiri. Sampel terpilih sebanyak 72 orang siswa. Cara pengambilan sample untuk penentuan kota dan lokasi sekolah menggunakan teknik Total Sampling (sampel populasi).
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner berbentuk Skala Model Likert, yang terdiri dari : 1) Skala Berbakat Memimpin (SBM), salah satu alat untuk mengidentifikasi siswa berbakat Memimpin; 2) Skala Motif Berprestasi (SMB); 3) Skala Keyakinan Spiritual (SKS); dengan lima pilihan (option). Sebelum digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dicarikan validitas dan reliabilitasnya. Hasil uji coba dengan teknik item total correlation menunjukkan korelasi yang balk antara item yang satu dengan item yang lain, maupun dengan keseluruhan dimensi. Demikian pula reliabilitas tes dengan rumus Alpha Cronbach menunjukkan basil yang signifikan. Reliabilitas instrumen masing - masing variabel yaitu : Berbakat Memimpin = 0,94;
Motif Berprestasi = 0,81; dan Keyakinan Spiritual = 0,91. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan SPSS Versi 10.01 dan Mathcad Professional 2001. Untuk Pembuktian hipotesis digunakan Analisis Statistik Multivariat dengan uji F.
Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa : Ada perbedaan yang bermakna peranan lingkungan pendidikan terhadap motif berprestasi dan keyakinan spiritual pada siswa yang berbakat Memimpin dari SMU Unggulan - Nonunggulan, dengan F hitting = 970,436 lebih besar dari F tabel = 3,13 pada taraf signifikansi 0,05 dan F tabel = 4,92 untuk taraf signifikansi 0,01. Deegan demikian hipotesis penelitian diterima.
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa ada perbedaan yang bermakna peranan lingkungan pendidikan terhadap motif berprestasi dan keyakinan spiritual pada siswa yang berbakat Memimpin dari SMU Unggulan - Nonunggulan. Untuk itu, hash penelitian ini menjadi informasi ilmiah bagi penentu kebijakan khususnya yang bertanggung jawab terhadap pembinaan siswa berbakat memimpin dengan memperhatikari motif berprestasi dan keyakinan spiritualnya di SMU Unggulan - Nonunggulan DKI Jakarta.

This research is intended to find out the difference in the role of educational environment to need for achievement and spiritual belief on student having leadership gifted of superior - nonsuperior SMU. Research was conducted in six SMU (three superior and three non-superior SMU) in Special Capital District of Jakarta, by sampling of students grade Il and III (IPA and IPS) quarterly I study year 2001/2002 to identify leadership gifted student, using two stages: (1) netting stage through labeling, nomination by teacher; (2) netting state using study achievement value, IQ score and self-nomination. Total selected samples were 72 students. Sampling method to decide the city and location of school using total sampling (population sample).
Data collection was made by using questionnaire take of the form of Likert Model Scale, consist of : (1) Leadership gifted scale (SBM) one of means to identify leadership gifted student; (2) Scale Need for achievement (SMB); (3) Spiritual belief Scale (SKS); with five options.. Before using it in this research we must first looking for it validity and reliability. The result that a good correlation between one item to the other, as well as to the whole dimensions. So are the test-reliability using Alpha-Cronbach formula indicated a significant result. The reliability of responsive variable indicated : leadership-gifted = 0,94; achievement motive (need for achievement) = 0,81; and spiritual belief = 0,91. the data of research result was processed using SPSS version 10.10 and Mathcad Professional 2001. to prove the hypothesis we used multivariate statistic analysis F test.
The result hypothesis-test indicate that : There are a significant differences in the role of educational environment to need for achievement and spiritual belief on student with leadership-gifted of superior SMU and those of non-superior SMU, with F-Count = 970,470,436 larger than F-Table = 3,13 at significant level of 0,05 and F-Table = 4,92 for significant level of 0,01. By so doing the research hypothesis was accepted.
This result may clarify that there are a significant differences in the role of educational environment to need for achievement and spiritual belief on student having leadership gifted of superior SMU and those of non-superior SMU.
The resent of this research because scientific information for decisive policy especially those responsible for the building of gifted student by taking of need for achievement and spiritual belief in superior SMU-Nonsuperior SMU, Special Capital District of Jakarta.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T18519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Utama Pramasta
"ABSTRAK
Terdapat pengaruh dari hubungan yang terjalin dari guru dengan siswanya terhadap bagaimana seorang guru mempersepsikan dirinya berkaitan dengan fungsi kesuksesan dan kesehatannya dalam pekerjaannya di sekolah atau biasa disebut dengan teacher well-being. Namun dalam pengaruh tersebut terdapat kaitan yang menarik dengan jenis kelamin guru pada jenjang sekolah menengah. Untuk itu peneliti ingin untuk melihat apakah jenis kelamin guru memoderasi pengaruh dari hubungan guru-siswa terhadap teacher well-being pada guru sekolah menengah. Alat ukur yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Teacher Subjective Well-being Questionnaire (TSWQ) dan Student-Teacher Relationship Scale (STRS). Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 284 guru sekolah menengah yang terdiri dari guru laki laki dan perempuan. Hasil analisis statistik menggunakan macro PROCESS menyatakan hasil bahwa jenis kelamin memoderasi pengaruh dari hubungan guru-siswa terhadap teacher well-being (b3 = -0,272; t = -2,055; p = 0,041 [-0,533; -0,012]). Dengan demikian jenis kelamin pada guru memperkuat atau memperlemah pengaruh dari hubungan guru-siswa terhadap teacher well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhil Mahendra Wardana
"Membangun kepercayaan diri dalam mengajar memerlukan wellbeing yang baik. Studi sebelumnya menjelaskan ada faktor di lingkungan sekolah yang mempengaruhi subjective wellbeing seorang guru salah satunya Student-teacher relationship. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Student-teacher relationship dan Teacher’s Subjective Wellbeing di sekolah inklusif. Partisipan merupakan 55 guru (19 pria & 36 Wanita; M = 32.16, SD = 7.223) yang mengajar di Sekolah dasar inklusif. untuk mengukur student-teacher relationship, peneliti menggunakan Student-teacher relationship scale short form dan teacher’s subjective wellbeing diukur menggunakan Teacher’s Subjective Wellbeing: Teacher Subjective Wellbeing Questionnaire. Hasil perhitungan spearman correlation menunjukan tedapat hubungan positif yang signifikan antara student-teacher relationship dan teacher’s subjective wellbeing (r 3.48, p< 0,05). Hal ini menunjukan bahwa Artinya jika guru memiliki perspesi positif terhadap hubungan yang dimiliki dengan murid, maka semakin baik persepsi subjective wellbeing yang ia miliki. Penelitian ini menunjukkan pentingnya peranan menjaga hubungan yang baik antara guru dan siswa agar guru merasa sejahtera mengajar di sekolah dasar inklusif.

Building self-confidence in teaching requires good well-being. Previous studies have explained that there are factors in the school environment that affect the subjective well-being of a teacher, one of which is the student-teacher relationship. This study aims to determine the relationship between Student-teacher relationship and Teacher's Subjective Wellbeing in inclusive schools. The participants were 55 teachers (19 male & 36 female; M = 32.16, SD = 7,223) who teach in inclusive primary schools. To measure student-teacher relationship, researchers used Student-teacher relationship scale short form and teacher's subjective well-being was measured using Teacher's Subjective Wellbeing: Teacher Subjective Wellbeing Questionnaire. The results of the Spearman correlation calculation show that there is a significant positive relationship between student-teacher relationship and teacher's subjective well-being (r 3.48, p < 0.05). This shows that this means that if the teacher has a positive perception of the relationship he has with his students, the better his subjective well-being perception will be. This study shows the importance of the role of maintaining a good relationship between teachers and students so that teachers feel prosperous teaching in inclusive elementary schools."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bella Sepvrita
"ABSTRAK
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa pengajaran adalah aktivitas yang kompleks. Untuk memberikan materi dengan baik, dibutuhkan beberapa strategi hebat. Namun, metode tersebut tidak dapat digeneralisasikan dan diterapkan pada semua jenis siswa. Meskipun didokumentasikan bahwa beberapa cara pengajaran telah berhasil meningkatkan kualitas sesi belajar mengajar, masih ada kesenjangan antara teori dan praktik. Memperkuat hubungan antara siswa dan guru datang sebagai salah satu dari beberapa cara untuk menciptakan pengajaran yang efektif. Dengan mengadakan Sharing Session, peneliti berusaha untuk melibatkan hubungan antara guru dan siswa. Memiliki 15 sampai 20 pertemuan di tiga kelas Bahasa Inggris Umum di Euro Management Indonesia, peneliti berharap dapat melihat keefektifan metode ini. Oleh karena itu, makalah penelitian ini menganalisis dampak Sharing Session dalam membuat kedekatan antara guru dan peserta didik dengan memunculkan pengamatan peneliti di lapangan. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa kelas yang melakukan sharing session di setiap pertemuan memiliki hubungan yang lebih positif daripada dua kelas lainnya. Akhirnya, beberapa saran dan beberapa rekomendasi mengenai penelitian masa depan di bidang ini telah disampaikan. Kata kunci: Sharing Session. Hubungan Guru - Siswa. Bahasa Inggris sebagai Bahasa Asing.

ABSTRACT
AbstractNumerous studies have shown that teaching is a complex activity. To deliver the material at its best needs some great strategies. However, those methods cannot be generalized and applied to all kinds of students. Although it is documented that several ways of teaching have succeed to improve the quality of teaching and learning session, there is still a gap between theory and practice. Strengthening the relationship between students and teachers come as one of the several ways to create effective teaching. By having Sharing Session, the researcher strives to engage the relationship between teacher and students. Having 15 to 20 meetings in three General English classes in Euro Management Indonesia, researcher hopes to see the effectiveness of this method. Therefore, this research paper analyses the impact of sharing session in making a closeness between teacher and learners by eliciting observations of researchers in the field. The finding of this research shows that the class that do sharing session in every meeting has more positive rapport than the other two classes. Finally, several suggestions and some recommendations regarding future research in this area have been highlighted.Key words Sharing Session. Teacher ndash Student Rapport. English as Foreign Language."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Yazid Nugraha
"Hubungan yang terjalin antara guru dengan siswa merupakan faktor terpenting yang membentuk teacher wellbeing O Connor, 2008. Akan tetapi, terdapat faktor penting lainnya yang dapat mempengaruhi teacher wellbeing guru, yang diperkirakan dipengaruhi oleh status kepegawaian guru (guru tetap dan guru honorer) (Setiyawan, 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan guru- iswa dan status kepegawaian guru dapat memprediksi teacher wellbeing pada guru di jenjang sekolah menengah. Penelitian ini dilakukan pada guru sekolah menengah (N = 284; 65.8% Perempuan; M-usia = 38.58 tahun) dengan alat ukur berupa skala Teacher Subjective Wellbeing Questionnaire (TSWQ) yang dikembangkan oleh Renshaw, Long, dan Cook (2015) dan skala Student-Teacher Relationship Scale (STRS) yang dikembangkan oleh Aldrup, Klusmann, Lüdtke, Göllner, dan Trautwein 2018. Kedua alat ukur sudah diadaptasi ke dalam Bahasa Indonesia dan memiliki hasil uji psikometrik yang baik. Diketahui bahwa hubungan guru siswa dan status kepegawaian guru sebagai prediktor terhadap teacher wellbeing sebagai variabel terikat menunjukkan hasil yang signifikan F2,281 = 78,118, p < .0005. Hasil ini menunjukkan bahwa hubungan guru siswa dapat memprediksi teacher wellbeing pada guru sekolah menengah secara positif dan status kepegawaian guru juga akan memprediksi teacher wellbeing pada guru jenjang sekolah menengah, dimana guru tetap memiliki teacher wellbeing yang lebih baik dibandingkan guru honorer.

The relationship that is bonded between teachers and their pupil is the most crucial factor of teacher wellbeing O Connor, 2008. However, there is another important predictor beside student-teacher relationship which could affect teachers wellbeing. Teachers employment status is regarded as another important predictor towards teacher wellbeing and it is shown as to whether the teacher is permanently employed or is a temporary teacher (Setiyawan, 2017). This research aims to see whether student-teacher relationship and teachers employment status could predict teacher wellbeing amongst teachers of secondary level of education. The subjects of this study were secondary teachers (N = 284; 65.8% Female; M-age = 38.58 years old). The instrument used in this research were Teacher Subjective Wellbeing Questionnaire (TSWQ) developed by Renshaw, Long, and Cook 2015 and Student Teacher Relationship Scale (STRS) developed by Aldrup, Klusmann, Lüdtke, Göllner, and Trautwein 2018. Both instruments were adapted to Bahasa Indonesia and showed having good psychometrical attributes. Multiple Regression Analysis were deployed to test both predictors and the result indicates both predictors successfully predict teacher wellbeing amongst secondary teacher F(2,281) = 78,118, p < .0005. The result indicates that student teacher relationship predicts teacher wellbeing positively and teachers employment status also predicts teacher wellbeing which permanent teachers show better teacher wellbeing than temporary teachers."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>