Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21649 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benedicta M. Suwita
"Multidiscipline care is defined as a care consisting of at least a physician, a nurse, and other healthcare worker (eg. dietician). Multidiscipline care has generated benefits, both in medical aspects (eg. increasing patients compliance) and nonmedical aspects (eg. more cost-effective than conventional treatment). There are several models of multidiscpline care; however, which model is more suitable for type 2 diabetes care is not clear yet. In this review, we aimed to identify and compare multidiscipline care method for reducing glycated hemoglobin ( HbA1C) levels in type 2 diabetes patients, particularly Asian patients because they have greater tendency to develop type 2 diabetes at lower degrees of obesity and at younger ages than Caucasian ethnic group. There were limited number of studies examining multidiscipline care for type 2 diabetes patients, moreover for Asian patients. They showed mixed results on the efficacy of multidiscipline care in achieving HbA1C target. Healthcare personnel visit, either personal or group session, appeared effective both for general and Asian T2DM patients. It needs further studies to clarify which models are most effective for practices of varying cultures, socio-economic condition, and healthcare settings.

Tatalaksana multidisiplin didefinisikan sebagai tatalaksana yang melibatkan setidaknya satu dokter, satu perawat, dan petugas kesehatan lainnya (contohnya dietisien). Tatalaksana multidisiplin dapat memberikan keuntungan, baik dalam aspek medis (misalnya meningkatkan kepatuhan berobat pasien) dan non-medis (misalnya meningkatkan efektivitas biaya dibandingkan tatalaksana konservatif). Terdapat beberapa model tatalaksana multidisiplin; namun demikian, model yang paling cocok untuk tatalaksana diabetes mellitus tipe 2 belum jelas. Dalam kajian ini, penulis bertujuan mengidentifikasi dan membandingkan berbagai jenis tatalaksana multidisiplin dalam menurunkan kadar hemoglobin glikosilasi (HbA1C) pada pasien diabetes mellitus tipe 2, terutama pasien ras Asia, karena golongan ini memiliki kecenderungan untuk mengidap diabetes mellitus tipe 2 pada derajat obesitas yang lebih rendah dan usia yang lebih muda dibandingkan kelompok ras Kaukasia. Penelitian mengenai tatalaksana multidisiplin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 masih terbatas, terlebih untuk pasien ras Asia. Studi-studi tersebut menunjukkan hasil yang bervariasi mengenai efektivitas tatalaksana multidisiplin untuk mencapai target HbA1C. Kunjungan tenaga medis, baik dalam sesi perorangan ataupun kelompok, tampak efektif pada populasi pasien diabetes mellitus tipe 2 secara umum dan pada ras Asia. Penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk mengetahui model tatalaksana multidisiplin mana yang paling cocok untuk pasien di wilayah tertentu dengan kebudayaan, kondisi sosial ekonomi dan fasilitas kesehatan yang beragam"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2017
610 UI-IJIM 49:3 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Aprilia
"Latar belakang: Hubungan antara HbA1c dengan kejadian mortalitas dan morbiditas pada pasien diabetes yang menjalani CABG telah dijelaskan dalam banyak penelitian sebelumnya. Namun, peran HbA1c pada populasi pasien non-diabetes dengan PJK yang menjalani BPAK belum pernah dilakukan, khususnya di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar HbA1c praoperasi memiliki hubungan dan dapat memprediksi keluaran awal pascaoperasi setelah BPAK pada pasien non-diabetes dengan penyakit arteri koroner. Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada pasien non-diabetes dengan penyakit jantung koroner yang menjalani BPAK sejak Januari 2022 hingga Desember 2023 di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Kemudian, data kadar HbA1c praoperasi serta keluaran pascaoperasi yaitu mortalitas intrahospital dan morbiditas pascaoperasi seperti durasi penggunaan ventilator mekanik, lama rawat inap di ICU, lama rawat inap di rumah sakit, Major Adverse Cardiovascular Event (MACE), dan infeksi luka operasi diambil dari rekam medis pasien. Data variabel kontinu dinilai dengan menggunakan uji T atau uji Mann-Whitney U, sedangkan data nominal dinilai menggunakan uji Chi square atau Fischer. Analisis multivariat akan dilakukan lebih lanjut untuk hasil yang signifikan. Hasil: Sebanyak 391 subjek memenuhi kriteria dalam penelitian ini. Usia rata-rata subjek adalah 58,69 ± 8,29 tahun. Subjek dengan prediabetes (n = 268) memiliki perbedaan yang signifikan  secara statistik dalam median durasi ventilator dibandingkan dengan kelompok HbA1c normal (p = 0,009). Namun, tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara HbA1c praoperasi dengan mortalitas intrarawat, lama rawat inap di ICU, lama rawat inap di rumah sakit, kejadian MACE, dan infeksi luka operasi pascaoperasi. Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara HbA1c praoperasi pada pasien non-diabetes dengan PJK yang telah menjalani BPAK dengan mortalitas intrarawat, lama rawat inap di ICU, lama rawat inap di rumah sakit, kejadian MACE, dan infeksi luka operasi pascaoperasi. Pasien HbA1c normal praoperasi diasosiasikan signifikan secara statistik mempunyai durasi ventilasi mekanik yang lebih pendek dibandingkan pada pasien prediabetes dengan PJK yang telah menjalani BPAK.

Background: The association between HbA1c with mortality and morbidity events in diabetic patients undergoing CABG have been explained in many previous studies. However, the predictive value of this in the non-diabetic patient population has not received sufficient attention, especially in Indonesia. This study investigated whether the pre-operative HbA1c level had an association and could predict early post-operative outcomes after CABG in non-diabetic patients with coronary artery disease. Methods: This retrospective cohort study involved non-diabetic patients with coronary artery disease who underwent CABG from January 2022 until December 2023 at National Cardiovascular Center Harapan Kita. Pre-operative HbA1c level and post-operative incidence of intrahospital mortality and morbidities such as mechanical ventilator duration, length of ICU stay, length of hospital stay, major adverse cardiovascular event (MACE), and sternal wound infections were collected. Continuous variable is assessed using T test or Mann- Whitney U test. Nominal data are assessed using Chi square or Fischer test. Multivariate analysis will be conducted further for significant results. Results: Three hundred-ninety-one subjects were involved in this study. The mean age of all subjects was 58.69 ± 8.29 years. Subjects with pre-diabetes (n = 268) have statistically significant difference in median ventilator duration compared to normal HbA1c group (p = 0.009). However, there was no significant association between pre-operative HbA1c and early post-operative intrahospital mortality, length of ICU stay, length of hospital stay, major adverse cardiovascular event (MACE), and sternal wound infections in this population. Conclusion: Pre-operative glycated hemoglobin level is not associated with early mortality, length of ICU stay, length of hospital stay and MACE. However, there is statistically significant lower mechanical ventilator duration in normal HbA1c compared to pre-diabetic patients with CAD who have undergone CABG."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lydia Destanti
"Diabetes Mellitus (DM ) merupakan salah satu masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat perkotaan akibat gaya hidup dan stressor. Berbagai komplikasi dapat muncul apabila kadar glukosa tidak dikontrol dengan baik akibat resistensi insulin. Komplikasi yang muncul, perubahan gaya hidup, dan terapi yang harus dijalani sepanjang hidup mengakibatkan terjadinya masalah psikososial keputusasaan. Tujuan penulisan ini adalah untuk melakukan analisis mengenai asuhan keperawatan psikososial keputusasaan pada kilen dengan DM tipe 2. Hasil menunjukkan bahwa kondisi psikososial keputusasaan mungkin menyebabkan ketidakstabilan glukosa darah dan masalah fisik akibat komplikasi DM tipe 2 juga mempengaruhi keadaan psikososial keputusasaan.

Diabetes mellitus (DM) is the one of health problems in urban communities because their lifestyles and stressors. Various complications develop when glucose levels can not be controlled properly due to insulin resistance. Complications, lifestyle changes, and treatment can stimulate psychosocial problems including hopelessness. The purpose of this paper is to analyze the psychosocial nursing care about clients with hopelessness associated with DM type 2. The results show that hopelessness may induce unstable blood glucose level and physical problems as a result of complications of DM type 2.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mulyadi Pranata
"Kepatuhan perawatan diri diabetes berdampak positif terhadap peningkatan outcome klinis. Hasil penelitian terdahulu pada penyandang diabetes melitus tipe 2 menunjukkan kepatuhan perawatan diri yang buruk. Inovasi teknologi dapat menjadi alternatif solusi dalam mengatasi masalah ini. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh aplikasi berbasis web terhadap perilaku kepatuhan perawatan diri pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini berdesain quasi eksperimental pre-posttest dengan kelompok kontrol. Partisipan direkrut di program prolanis di klinik dan persadia. Analisis data menggunakan komputerisasi pada 56 responden. Pada analisis bivariat, terdapat peningkatan skor kepatuhan pada kelompok intervensi di akhir penelitian yang tidak bermakna (p=0,649) dan terjadi penurunan skor kepatuhan yang tidak bermakna pada kelompok kontrol (p=0,490). Tidak ada pengaruh penggunaan aplikasi terhadap perilaku diabetes (p=0,433). Pada analisis multivariat, didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan (p=0,007) terhadap skor kepatuhan posttest. Aplikasi peduli diabetes berpotensi meningkatkan skor kepatuhan perawatan diri. Perbaikan desain aplikasi diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penggunaan aplikasi.

Diabetes self-care adherence has a positive impact on improving clinical outcomes. Observations in people with type 2 diabetes mellitus show poor self-care adherence. Technological innovation can be an alternative solution to overcome this problem. The research aims to determine the effect of web-based applications on self-care adherence behavior in type 2 diabetes mellitus patients. This research has a quasi-experimental pre-posttest design with a control group. Participants were recruited in the prolanis program at the clinic and persadia. Data analysis used computerization on 56 respondents. In bivariate analysis, there was an increase in adherence scores in the intervention group at the end of the study which was not significant (p=0.649) and a decrease in adherence scores which was not significant in the control group (p=0.490). There was no effect of application use on diabetes behavior (p=0.433). In multivariate analysis, a significant relationship was found between education level (p=0.007) and posttest adherence scores. The Peduli Diabetes application has the potential to improve self-care adherence scores. Improvements in application design are expected to increase the effectiveness of application use."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustina Rahmawati
"DM tipe 2 memiliki pengaruh cukup besar terhadap seluruh aspek kehidupan klien serta memiliki risiko terjadinya berbagai komplikasi yang dapat mengancam jiwa. Self-care diyakini mampu mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan klien DM serta mencegah terjadinya komplikasi. Selain perhatian dan kasih sayang klien DM juga membutuhkan informasi terkait penyakit DM dari lingkungan sekitarnya termasuk keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan informasi keluarga dengan self-care klien DM tipe 2 di Kelurahan Ambarketawang Yogyakarta. Desain penelitian menggunakan analitic correlation dengan pendekatan cross sectional. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dukungan informasi keluarga dan self-care kepada 119 responden. Hasil menunjukkan bahwa dukungan informasi keluarga memiliki hubungan kuat dan positif dengan self-care klien DM tipe 2 p value: 0,000 . Peningkatan dukungan informasi keluarga dianjurkan guna meningkatkan status kesehatan klien DM.

DM type 2 has a considerable influence on all aspects of a client 39 s life as well as having the risk of complications that can be life threatening. Self care is believed to be able to maintain and improve the health status of the DM client and prevent complications. DM client also requires information related to DM disease of the surrounding environment, including the family. This study aims to determine the relationship of the family with information support self care clients type 2 diabetes in Ambarketawang Yogyakarta. The study design using analytic correlation with cross sectional approach. The data collection was conducted using questionnaires family support and self care to 120 respondents. The results show that the support of family information has a strong and positive relationship with self care clients with type 2 diabetes p Value 0,000 . Improved the support of family information is recommended in order to improve the health status of the DM client.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
T48291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuikita Wachid
"Gangguan pada fungsi insulin membuat pasien diabetes mellitus tipe 2 mengalami kondisi hiperglikemia. Kondisi tersebut membuat pasien diabetes mudah terbangun di malam hari karena nokturia dan mempunyai durasi tidur yang pendek. Penurunan kualitas tidur pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, perubahan emosional dan dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara kualitas tidur dengan manajemen perawatan diri. Penelitian ini juga meneliti variabel yang dapat mempengaruhi manajemen perawatan diri seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama penyakit diabetes, tingkat stress, dukungan keluarga dan ulkus diabetikum. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dengan menggunakan kuesioner karakteristik responden, pittsburgh sleep quality index, perceived stress scale, diabetes self-management questionnaire dan dukungan keluarga. Penelitian ini dilakukan pada 152 pasien diabetes mellitus tipe 2 yang terbagi menjadi 79 responden tanpa ulkus diabetikum dan 73 responden dengan ulkus diabetikum. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 63.2 responden memiliki kualitas tidur yang buruk, 59.2 responden memiliki stress ringan, 57.2 responden memiliki dukungan keluarga buruk dan 56.6 memiliki perilaku manajemen perawatan diri diabetes baik. Penelitian ini juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan manajemen perawatan diri diabetes p < 0.05. Hubungan yang bermakna juga ditemukan pada variabel lama penyakit DM dan tingkat stress p < 0.05. Tidak ada hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dukungan keluarga dan ulkus diabetikum dengan manajemen perawatan diri diabetes. Kesimpulan yang diambil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur dengan manajemen perawatan diri diabetes pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

Insulin disturbance on diabetes mellitus patients has lead them to have hyperglycemia. This condition makes diabetics had to wake up at night due to nocturia and they also had a short duration of sleep. Decreased sleep quality in patients with type 2 diabetes can interfere their daytime functions, alterations in emotions and decrease their quality of life. Purpose of this study was to examine relationship between sleep quality and self care management among diabetes type 2 patients. This study also added some variables that may affect management of self care such as age, gender, education level, duration of diabetes, stress levels, family support and diabetic foot ulcers. This research using cross sectional methods with questionnaire consist of patient characteristic, Pittsburgh sleep quality index, perceived stress scale, diabetes self management questionnaire and family support. This research has been conducted in 152 diabetes type 2 patients who were divided into 79 respondents without diabetic foot ulcers and 73 respondents with diabetic foot ulcers. Result of this study showed that 63.2 of respondents have poor sleep quality, 59.2 of respondents have mild stress, 57.2 of respondents have poor family support and 56.6 have good diabetes self management behavior. This study also found that there is a significant relationship between sleep quality with diabetes self care management p 0.05. This study also found that there is significant relationship between duration of diabetes and stress level p 0.05. There is no significant relationship between age, sex, education level, family support and diabetic ulcers with diabetes self management care. Conclusion of this study is significant relationship between sleep quality and diabetes self care management on diabetes type 2 patients.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mursalin
"Diabetes Mellitus merupakan penyakit epidemik yang menjadi ancaman global. Selain tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi, juga menyebabkan sebagian besar negara di dunia mengeluarkan anggaran kesehatan yang besar. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung besarnya biaya langsung medis dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada penderita rawat jalan diabetes mellitus tipe 2. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari ? Pebruari 2015 di RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang, Kalimantan Barat. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif analitik dengan menggunakan data sekunder yang dikumpulkan secara retrospektif berdasarkan data tahun 2013 dengan jumlah sampel sebanyak 200. Hasil analisis multivariat, terdapat perbedaan yang signifikan biaya langsung medis pada setiap tipe penatalaksanaan, lama sakit dan komplikasi yang dialami penderita. Upaya promotif dan preventif perlu ditingkatkan untuk mencapai efektivitas dan efisiensi pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup penderita.

Diabetes mellitus has epidemic diseases that seriously global threated. Except, hight level of morbidity and mortality, its also caused most countries in the world spend a lot of money for health care. This study purpose to count direct medical costs and factors of influence on type 2 diabetes mellitus outpatient care. This study conduct on January to February 2015 in RSUD dr. Abdul Aziz Singkawang at West Kalimantan. Design study used cuantitative analysis by secondary data that retrospectively collected on 2013 data and number of samples are 200. Result of multivariate analysis, there were significant difference means of direct medical costs of type 2 diabetes mellitus outpatient care on type of care, diseases duration, and complication. Health promotion and prevention on type 2 diabetes mellitus intervention must be increasingly to achieve effective and efficient cost of care and to increase patient?s quality of life.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
T28912
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denita Biyanda Utami
"Background: diabetes has become a major public health concern with an estimated 180 million cases worldwide. Nutritional adjustment is one of the key aspects in the management of type 2 diabetes mellitus. Previous studies have suggested an association between vegetarian diets and improvements in glycemic control in type 2 diabetes mellitus, however the relationship is not well established. The aim of this report is to perform a critical appraisal to analyze whether plant-based diet reduces the HbA1c level compared to conventional diet. Methods: a comprehensive computer-based literature search was performed on June 20, 2016 using PubMed, Ovid, EBSCO, and the Cochrane Library. All abstracts and titles from the initial search results were screened, reviewed, and appraised using critical appraisal worksheets by Center of Evidence-Based Medicine, University of Oxford. Results: one systematic review and two RCTs met the inclusion criteria and were considered eligible for this case report. In patients with type 2 diabetes mellitus, HbA1c significantly yielded greater reduction in the plant-based group compared to conventional diet group after 22 weeks of follow up. Similarly, there was a statistically greater reduction in HbA1c level in the plant-based group after 72 weeks. Furthermore, consumption of plant-based diet was associated with a significant reduction in HbA1c. Conclusion: in patients with type 2 diabetes mellitus, HbA1c reduction was greater in patients with plant-based diet compared to patients with conventional diet. Further research should be conducted with larger sample size and longer follow-up period.

Latar belakang: diabetes telah menjadi salah satu masalah kesehatan utama di masyarakat dengan perkiraan jumlah 180 juta kasus di seluruh dunia. Pengelolaan nutrisi merupakan salah satu aspek penting dalam tatalaksana diabetes melitus tipe 2. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diet nabati dan perbaikan kontrol glikemik pada diabetes melitus tipe 2, namun hubungan tersebut masih belum dapat disimpulkan. Tujuan artikel ini adalah melakukan penilaian kritis untuk menganalisis apakah diet nabati dapat mengurangi kadar HbA1c dibandingkan dengan diet konvensional. Metode: penelusuran literatur menggunakan PubMed, Ovid, EBSCO, dan Cochrane Library. Semua abstrak dan judul dari hasil pencarian awal disaring dan hasil pencarian akhir ditelaah dengan kritis menggunakan lembar kerja penilaian Center of Evidence-Based Medicine, University of Oxford. Hasil: satu tinjauan sistematis dan dua uji klinis memenuhi kriteria inklusi dan dianggap memenuhi syarat untuk diikutsertakan dalam laporan kasus ini. Pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2, HbA1c secara signifikan mengalami penurunan lebih besar pada kelompok diet nabati dibandingkan dengan kelompok diet konvensional setelah 22 minggu. Selain itu, terdapat penurunan yang lebih besar secara signifikan terhadap kadar HbA1c pada kelompok dengan diet nabati setelah 72 minggu. Berdasarkan hasil yang diperoleh, konsumsi diet nabati memiliki hubungan yang signifikan terhadap penurunan HbA1c. Kesimpulan: pada pasien dengan diabetes melitus tipe 2, penurunan kadar HbA1c lebih tinggi pada pasien dengan diet nabati dibandingkan dengan pasien dengan diet konvensional. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar dan waktu tindak lanjut yang lebih panjang."
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2018
610 UI-IJIM 50:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Anandhara Indriani Khumaedi
"Background: periodontitis is a major cause of chronic infection in diabetic patients. Diabetic patients have four-fold risk of having cardiovascular disease. Chronic inflammation caused by periodontitis, a non-traditional cardiovascular risk factor is widely known to play a major role in atherogenesis. Among non-diabetics, an association has been found between periodontitis and arterial stiffness, but in diabetic patients the result is inconsistent. No study has investigated either the proportion of periodontitis or its correlation with arterial stiffness in type 2 diabetes population in Indonesia.
Methods: this study was a cross-sectional study involving 97 patients with type 2 diabetics, who were recruited on Endocrinology Clinic from April to August 2017. Periodontitis was measured for pocket depth, clinical attachment loss and bleeding on probing by a periodontist. Carotid-femoral PWV (Pulse Wave Velocity) was measured using SphygmoCor Xcel with cuff-based tonometry technique.
Results: periodontitis was found in 99% type 2 diabetic subjects and 78% of them had severe periodontitis. There was no significant correlation found between pocket depth, clinical attachment loss and cfPWV (r=0.024, p=0.407 and r=0.011, p=0.456); whereas there was a weak positive correlation between pocket depth and PWV (r=0.294, p=0.041) in well-controlled type 2 diabetics.
Conclusion: most of type-2 diabetics had severe periodontitis; however, the correlation between periodontitis and arterial stiffness could not be concluded in this study.

Latar belakang: periodontitis merupakan penyebab utama infeksi kronis pada pasien diabetes. Pasien diabetes memiliki risiko mengalami penyakit kardiovaskular empat kali lipat. Inflamasi kronis yang disebabkan oleh periodontitis merupakan faktor risiko kardiovaskular baru (non-tradisional) dan telah dikenal luas memiliki peran penting dalam aterogenesis. Pada subyek tanpa diabetes, didapatkan hubungan antara periodontitis dan kekakuan arteri; namun, hasil ini masih belum konsisten pada pasien diabetes. Tidak ada penelitian sebelumnya yang meneliti proporsi periodontitis maupun hubungannya dengan kekakuan arteri pada populasi pasien dengan diabetes tipe 2 di Indonesia.
Metode: penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang melibatkan 97 pasien dengan diabetes tipe 2 yang datang ke klinik endokrinologi antara bulan April hingga bulan Agustus 2017. Periodontitis diukur berdasarkan kedalaman kantong (pocket depth), kehilangan perlekatan klinis (clinical attachment loss) dan perdarahan dengan melakukan pelacakan (probing) oleh ahli periodonti. Kecepatan gelombang nadi arteri karotis dan femoris (Carotid-femoral PWV) diukur dengan menggunakan alat SphygmoCor Xcel melalui teknik tonometri bantalan (cuff-based tonometry).
Hasil: periodontitis ditemukan pada 99% pasien diabetes tipe 2 dan 78% di antaranya mengalami periodontitis berat. Tidak ada korelasi yang bermakna antara kedalaman kantong dan clinical attachment loss dengan cfPWV (r=0,024, p=0,407 and r=0,011, p=0,456). Sementara itu, terdapat korelasi positif antara kedalaman kantong dan PWV (r=0,294, p=0,041) pada pasien diabetes tipe 2 yang terkontrol dengan baik.
Kesimpulan: sebagian besar pasien diabetes tipe 2 mengalami periodontitis berat, tetapi korelasi antara periodontitis dan kekakuan arteri tidak dapat disimpulkan dari penelitian ini.
"
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2018
610 UI-IJIM 50:4 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Hendarto
"Latar Belakang: Beberapa penelitian terakhir menunjukkan adanya hubungan antara diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dengan kejadian hipotiroid subklinis (HSK). Penelitian lain menunjukkan bahwa pada DMT2 yang disertai HSK, angka kejadian retinopati ternyata lebih tinggi dibanding pada DMT2 yang tanpa disertai HSK. Pasien HSK sendiri diketahui mempunyai risiko tinggi terhadap kejadian dislipidemia. Bagaimana hubungan antara dislipidemia dengan retinopati pada pasien DMT2 dengan HSK, sampai saat ini masih belum diketahui.
Tujuan: Mengetahui proporsi HSK pada pasien DMT2, hubungan antara HSK dengan kontrol glukosa darah, HSK dengan dislipidemia, serta hubungan antara dislipidemia dengan kejadian retinopati pada pasien DMT2 dengan HSK.
Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang. Sampel adalah pasien dewasa yang sudah didiagnosis DMT2 minimal 1 tahun, yang berobat ke poliklinik rawat jalan Divisi Metabolik Endokrin RSCM yang memenuhi kriteria inklusi. Data-data yang dikumpulkan adalah kontrol glukosa (HbA1c), profil lipid (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), TSHs, fT4 dan data retinopati. Data diambil dari rekam medis maupun pemeriksaan laboratorium.
Hasil: Proporsi penyakit HSK pada pasien DMT2 sebesar 7.2 % dan sebagian besar berusia di atas 60 tahun. Tidak didapatkan perbedaan proporsi antara lakilaki dan perempuan. Dari analisis didapatkan pasien DMT2 dengan kontrol gula darah yang buruk (HbA1c >7) memiliki risiko 3,664 kali lebih besar mengalami HSK dibanding dengan pasien DMT2 yang gula darahnya terkontrol baik (p:0,010). Pada pasien DMT2 dengan HSK yang disertai dislipidemia, risiko terkena retinopati 2,76 kali lebih besar dibanding pasien tanpa dislipidemia (p:0,014).
Simpulan: Terdapat hubungan bermakna antara HSK dengan kontrol gula darah (HbA1c) pada pasien DMT2. Terdapat hubungan antara HSK dan dislipidemia pada pasien DMT2. Terdapat hubungan antara dislipidemia dengan kejadian retinopati pada pasien DMT2 dengan HSK.

Background: Some recent studies suggest that there is a link between type 2 diabetes mellitus (T2DM) and the incidence of subclinical hypothyroid (SCH). Other studies have shown that if a T2DM is accompanied SCH, the incidence of retinopathy was higher than in the T2DM without SCH. SCH patients themselves are known to have a high risk of occurrence of dyslipidemia. The the relationship between the incidence of dyslipidemia and retinopathy in patients with T2DM with SCH, is still unknown.
Objective: To determine the proportion of SCH in patients with T2DM, the relationship between SCH and glycemic control (HbA1c), SCH with dyslipidemia, and dyslipidemia with the incidence of retinopathy in T2DM patients with SCH.
Methods: The study design used is cross sectional. Sample were adult patients who have been diagnosed with T2DM at least 1 year, who went to the outpatient ward of Metabolic Endocrine Division, Cipto Mangunkusumo Hospital. Collected data include glycemic control (HbA1c), lipid profile (total cholesterol, LDL, HDL, triglycerides), TSHs, FT4 and retinopathy data. Data were retrieved from medical records and laboratory tests.
Results: The proportion of SCH in patients with T2DM 7.2%, and mostly aged over 60 years. There were no differences in the proportion between men and women. From the analysis reveals the T2DM patients with poor blood sugar control (HbA1c >7) had 3.664 times greater risk of developing SCH compared with T2DM patients with well-controlled blood sugar (p:0.010). In patients with T2DM with SCH accompanied dyslipidemia, retinopathy risk 2.76 times greater than patients without dyslipidemia (p:0.014).
Conclusion: There is a significant relationship between the SCH and glycemic control in patients with T2DM, SCH and dyslipidemia and also between dyslipidemia and retinopathy in T2DM patients with HSK.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>