Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 134839 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitriani Syawalia Naisya Buri
"Obesitas dan resistensi insulin pada pasien diabetes melitus tipe 2 dapat menyebabkan hiperlipidemia dan komplikasi pada sistem kardiovaskular. Metformin digunakan sebagai lini pertama terapi diabetes melitus tipe 2 dan dapat diberikan secara tunggal maupun kombinasi dengan golongan sulfonilurea. Namun beberapa studi menyatakan adanya peningkatan risiko penyakit kardiovaskular pada penggunaan terapi kombinasi metformin-sulfonilurea sedangkan penggunaan terapi kombinasi ini cukup tinggi. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pengaruh pengunaan terapi metformin maupun terapi kombinasi metformin-sulfonilurea terhadap profil lipid pasien DM tipe 2 yang berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskular. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan teknik pengambilan sampel yakni consecutive sampling. Seluruh subjek yang diikutsertakan telah mengonsumsi metformin n=38 atau kombinasi metformin-sulfonilurea n=51 selama minimal 1 tahun dan berpuasa selama 8 jam sebelum pengambilan darah untuk pengujian profil lipid. Profil lipid yang terdiri dari kadar kolesterol total, kadar HDL, kadar trigliserida dan kadar LDL diukur dari sampel darah subjek. Alat pengukur profil lipid menggunakan metode enzimatik. Hasil pengujian kolesterol total, kadar HDL, kadar trigliserida dan kadar LDL menunjukkan bahwa rata-rata pada kelompok metformin lebih baik dibandingkan dengan kelompok terapi kombinasi metformin-sulfonilurea namun tidak menunjukan perbedaan yang bermakna p>0,05 untuk tiap komponen yang diukur. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa penggunaan metformin dapat menghasilkan profil lipid yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan terapi kombinasi metformin sulfonilurea, meskipun tidak berbeda secara statistik.

Obesity and insulin resistance in type 2 diabetes mellitus patients can cause hyperlipidemia and complications in the cardiovascular system. Metformin is used as a first line therapy of type 2 diabetes mellitus and can be administered only or in combination with sulfonylurea group. However, some studies suggest an increased risk of cardiovascular disease in the use of combination metformin sulfonylurea therapy while the use of combination therapy is quite high. This study conducted to determine the effect of metformin therapy and metformin sulfonylurea combination therapy on lipid profile of type 2 DM patients which relate to cardiovascular disease. The study design was cross sectional with sampling technique is consecutive sampling. All subjects who were enrolled had taken metformin n 38 or a combination of metformin sulfonylurea n 51 for at least 1 year and fasted for 8 hours prior to blood sampling for lipid profile testing. Lipid profile consisting of total cholesterol level, HDL level, triglyceride level and LDL level were measured from blood samples of the subjects. Lipid profile was analyzed by enzymatic methods. Results of total cholesterol, HDL levels, triglyceride levels and LDL levels testing showed that the average in the metformin group was better than the metformin sulfonylurea combination therapy group but did not show a significant difference p 0.05 for each measured component. Therefore it can be concluded that the use of metformin can produce a better lipid profile compared with the use of a combination of metformin and sulfonylurea, although not statistically different."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abu Rachman
"Obat antidiabetes yang paling banyak diresepkan di Puskesmas Indonesia adalah metformin atau kombinasi metformin dan sulfonilurea. Studi tentang metformin telah menunjukkan berbagai dampak penurunan kognitif pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, sedangkan sulfonilurea telah terbukti mengurangi dampak ini. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan dampak metformin dan metformin-sulfonilurea pada fungsi kognitif dan menentukan faktor apa yang mempengaruhinya. Studi potong lintang ini dilakukan di Puskesmas Pasar Minggu dengan melibatkan 142 pasien diabetes melitus tipe 2 yang mengonsumsi metformin atau metformin-sulfonilurea selama >6 bulan dan usia >36 tahun. Fungsi kognitif dinilai menggunakan kuesioner Montreal Cognitive Assessment versi bahasa Indonesia. Efek dari metformin dan metformin-sulfonylurea pada penurunan kognitif tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, bahkan setelah mengontrol kovariat (aOR = 1,096; 95% CI =  13.008px;">0,523–2,297; nilai-p = 0,808). Analisis multivariat menunjukkan usia (OR = 4,131; 95% CI = 1,271–13,428; nilai-p = 0,018) dan pendidikan (OR = 2,746; 95% CI = 1.196–6.305; nilai-p = 0,017) mempengaruhi fungsi kognitif. Pendidikan yang lebih rendah dan usia yang lebih tua cenderung menyebabkan penurunan kognitif, tenaga kesehatan didorong untuk bekerja sama dengan ahli kesehatan masyarakat untuk mengatasi faktor risiko fungsi kognitif ini.

The most prescribed antidiabetic drugs in Indonesian primary health care are metformin or a combination of metformin and sulfonylurea. Studies on metformin have shown various impacts on cognitive decline in patients with type 2 diabetes mellitus, whereas sulfonylurea has been shown to reduce this impact. This study aimed to compare the impacts of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive function and determine what factors affected it. This crosssectional study was conducted at Pasar Minggu Primary Health Care involving 142 type 2 diabetes mellitus patients taking metformin or metformin-sulfonylurea for >6 months and aged >36 years. Cognitive function was assessed using the validated Montreal Cognitive Assessment Indonesian version. The effects of metformin and metformin-sulfonylurea on cognitive decline showed no significant difference, even after controlling for covariates (aOR = 1.096; 95% CI = 0.523–2.297; p-value = 0.808). Multivariate analysis showed age (OR = 4.131; 95% CI = 1.271–13.428; p-value = 0.018) and education (OR = 2.746; 95% CI = 1.196–6.305; p-value = 0.017) affected cognitive function. Since a lower education and older age are likely to cause cognitive decline, health professionals are encouraged to work with public health experts to address these risk factors for cognitive function."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifa Aristia
"Komplikasi penyakit ginjal pada pasien diabetes melitus ditandai oleh eksresi albumin secara progresif melalui urin dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Komplikasi tersebut dapat dicegah atau diperlambat progresivitasnya dengan pemberian terapi antidiabetes. Metformin dan kombinasi metformin-sulfonilurea adalah antidiabetes yang sering diberikan kepada pasien diabetes melitus tipe 2, terutama di puskesmas. Penelitian ini bertujuan membandingkan urine albumine-to-creatinine ratio UACR dan estimation of glomerular filtration rate eGFR sebagai parameter fungsi ginjal antara dua kelompok pengobatan pada pasien diabetes melitus tipe 2. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang dengan tehnik consecutive sampling. Sebanyak 88 sampel pasien diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan metformin n=37 atau kombinasi metformin-sulfonilurea n=51 minimal selama satu tahun berpuasa selama 8 jam sebelum pengambilan urin dan darah untuk analisis UACR dan eGFR. Nilai UACR diperoleh dari perbandingan kadar albumin urin dengan kreatinin urin. Nilai eGFR diperoleh dengan menggunakan persamaan The Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration CKD-EPI. Kreatinin serum dan kreatinin urin diukur secara kolorimetri enzimatik sedangkan albumin urin diukur secara imunoturbidimetri. Hasil menunjukan bahwa rata-rata nilai eGFR kelompok metformin dan kelompok kombinasi metformin-sulfonilurea berada pada kategori yang sama yaitu 60-89 mL/menit/1,73 m2 meskipun rata-rata nilai eGFR pada kelompok metformin lebih rendah daripada kelompok kombinasi metformin-sulfonilurea. Nilai UACR pada kelompok metformin lebih rendah daripada kelompok kombinasi metformin-sulfonilurea tetapi tidak menunjukan adanya perbedaan bermakna p>0,05.

Complication of renal disease in diabetes melitus patient is characterized by progressive urinary albumin excretion and decreased glomerular filtration. The complication could be prevented or slowed down by theraphy antidiabetic. Metformin and sulphonylurea is the most comonly drugs prescribed as antidiabetic theraphy especially at public health centre. This study aimed to comparing urine albumin to creatinine ratio UACR and estimation of glomerular filtration rate eGFR as paramter of renal function between two type of theraphy on diabetes mellitus type 2 patient Design of this study was cross sectional and consecutive sampling method. A total of 88 samples of diabetes mellitus type 2 patient who was enrolled had taken metformin n 37 or combination of metformin sulphonylurea n 51 for at least one year fasted for 8 hours prior to urine and blood collection for UACR and eGFR analysis. UACR value was obtained from comparison of urine albumin with urine creatinine concentration. The value of eGFR was obtained using The Chronic Kidney Disease Epidemiology Collaboration CKD EPI equation. Serum creatinine and urine creatinine was measured by colorimetric enzymatic assay meanwhile urine albumin was measured by immunoturbidimetry. The result showed the average eGFR value in two groups were in the same category 60 89 mL menit 1,73 m2 although eGFR value average in metformin group lower than combination metformin sulphonylurea group. UACR in metformin group was lower than combination metformin sulphonylurea group but didn rsquo t show a significant different p 0,05.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Clarasintha Nindyatami
"Diabetes mellitus tipe 2 merupakan penyakit dengan beban biaya tinggi dan dapat memberi efek negatif terhadap kualitas hidup penderitanya. Diabetes merupakan salah satu penyakit yang banyak dijumpai pada pasien RSPAD Gatot Soebroto. RSPAD Gatot Soebroto merupakan pemberi pelayanan kesehatan tingkat tiga yang menjadi rujukan tertinggi bagi Tentara Nasional Indonesia TNI Angkatan Darat dan masyarakat. Terapi diabetes mellitus tipe 2 memiliki beragam pola terapi kombinasi. Terapi yang beragam akan memberikan efektivitas dan biaya yang berbeda pula. Penelitian ini dilakukan terhadap dua jenis terapi kombinasi, yaitu metformin-akarbose dan metformin-sulfonilurea. Penelitian ini memberikan gambaran terapi kombinasi yang memiliki efektivitas-biaya lebih baik dalam segi tingkat pencapaian target HbA1C.

Diabetes mellitus type 2 is a high cost disease and has a negative effect on patients rsquo quality of life. Diabetes mellitus type 2 is one of the main diseases found in RSPAD Gatot Soebrotos outpatients. RSPAD Gatot Soebroto is a tertiary health care provider which is the highest medical care referral for the Indonesian Army and society. Diabetes mellitus type 2 therapy has various combination therapy patterns. Different therapy will give different effectiveness and cost result. This study was done for two combination therapies, metformin acarbose and metformin sulfonylurea. This study gives an insight on which combination therapy is more cost effective based on the target HbA1C.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriyani
"ABSTRAK
Diabetes mellitus (DM) tipe 2 diketahui sebagai salah satu masalah kesehatan yang memberikan beban ekonomi yang cukup besar pada sistem pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bervariasinya penggunaan terapi obat akan mengakibatkan adanya perbedaan dalam efektivitas dan biaya terapi, sehingga perlu dilakukan analisis efektivitas-biaya. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis efektivitas-biaya terapi kombinasi metformin-insulin dan metformin-sulfonilurea pada pasien rawat jalan dengan DM tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain studi kohort, pengambilan data dilakukan secara retrospektif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo menggunakan rekam medik pasien rawat jalan dengan DM tipe 2 dari tahun 2016-2019 dan data billing rumah sakit. Efektivitas terapi (∆HbA1c) dan biaya medis langsung antara kedua kelompok dibandingkan. ∆HbA1c antara kelompok metformin-insulin dan kelompok metformin-sulfonilurea tidak memiliki perbedaan yang bermakna secara statistik (rerata perbedaan 0,123%; p=0,608). Sedangkan median biaya medis langsung kelompok metformin-insulin lebih tinggi dibandingkan kelompok metformin-sulfonilurea (p < 0,001). Hasil analisis efektivitas-biaya menunjukkan bahwa terapi kombinasi metformin-sulfonilurea lebih cost-effective dibandingkan kombinasi metformin-insulin.

ABSTRACT
Type 2 diabetes mellitus (DM) has been recognized as one of the health problems that imposes economic costs to health care systems around the world. Variation of drug therapy will result in differences in effectiveness and cost of therapy, thus cost-effectiveness analysis has been regarded paramount. The purpose of this study is to analyze the cost-effectiveness of metformin-insulin and metformin-sulfonylurea combination therapy in outpatients with type 2 DM. This cohort study was conducted retrospectively at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo using medical records of outpatients with type 2 DM from 2016-2019 and hospital billing. The effectiveness of therapy (∆HbA1c) and direct medical costs between the two groups were compared. ∆HbA1c between the metformin-insulin group and the metformin-sulfonylurea group did not have statistically significant differences (mean difference 0,123%; p=0,608). While the median of direct medical costs of the metformin-insulin group was higher than metformin-sulfonylurea group (p < 0.001). The results of the cost-effectiveness analysis showed that the combination therapy of metformin-sulfonylurea was more cost-effective compared to the combination of metformin-insulin."
2019
T55097
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wafa
"ABSTRAK
Diabetes melitus adalah salah satu penyakit tidak menular yang menyebabkan 4% kematian di Indonesia. Efektivitas obat antidiabetes tipe 2 biasanya dilihat dari nilai HbA1c yang mencerminkan rata-rata glukosa darah pasien, glukosa darah 2 jam postprandial dan glukosa darah puasa. Terapi diabetes melitus tipe 2 memiliki berbagai pola terapi kombinasi. Terapi yang berbeda akan memberikan efektivitas yang berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas terapi kombinasi metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose terhadap parameter glikemik pasien diabetes melitus tipe 2 yaitu nilai HbA1c, glukosa darah 2 jam postprandial dan glukosa darah puasa. Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan pengumpulan data primer dan sekunder menggunakan teknik total population sampling. Data primer yang digunakan adalah hasil pengisian kuesioner dan data sekunder didapatkan dari rekam medis dan sistem informasi rumah sakit. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara responden yang menggunakan metformin-sulfonilurea dibandingkan dengan responden yang menggunakan metformin-akarbose terhadap perubahan nilai HbA1c (p value=0.060). Hasil analisis juga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose dengan nilai glukosa darah 2 jam postprandial akhir (p value=0.655) dan nilai glukosa darah puasa akhir (p value=0.460). Variabel olahraga mempengaruhi efektivitas metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose terhadap perubahan nilai HbA1c, variabel jenis kelamin terhadap perubahan nilai glukosa darah 2 jam postprandial dan variabel diet terhadap perubahan nilai glukosa darah puasa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah Tidak terdapat perbedaan bermakna pada perbandingan efektivitas antara terapi kombinasi metformin-sulfonilurea dan metformin-akarbose.

ABSTRACT
Diabetes mellitus is an uninfectious disease that causes 4% of deaths in Indonesia. The effectiveness of type 2 antidiabetic drugs is usually seen from the HbA1c value that reflects the patient's average blood glucose, 2-hour postprandial blood glucose and fasting blood glucose. Type 2 diabetes mellitus therapy has various combination therapy patterns. Different therapies will provide different effectiveness. This study aims to compare the effectiveness of metformin-sulfonylurea and metformin-acarbose combination therapy on glycemic parameters of type 2 diabetes mellitus patients, namely HbA1c value, postprandial 2 hours blood glucose and fasting blood glucose. This research is a retrospective cohort study with primary and secondary data collection using purposive sampling technique. Primary data used are the results of filling out the questionnaire and secondary data obtained from medical records and hospital information systems. The analysis showed that there was no significant difference between respondents who used metformin-sulfonylurea compared with respondents who used metformin-acarbose to changes in the HbA1c value (p value=0.060). The analysis also showed that there was no significant relationship between metformin-sulfonylurea and metformin-acarbose with 2 hours postprandial blood glucose value (p value=0.655) and fasting blood glucose value (p value=0.460). Sports variable affects the effectiveness of metformin-sulfonylureas and metformin-acarbose on changes in HbA1c values, gender variable on changes in postprandial 2 hours blood glucose values and dietary variable on changes in fasting blood glucose values. The conclusion of this study is that the effectiveness comparison of metformin-sulfonylurea and metformin-acarbose combination therapy is not significant."
2019
T55013
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afifah Patriani
"Nefropati diabetik adalah salah satu komplikasi yang banyak terjadi pada pasien diabetes melitus tipe 2 DM tipe 2 . Salah satu metode untuk mengukur tingkat kerusakan ginjal dan memprediksi perkembangan serta progresivitasnya adalah rasio albumin kreatinin urin UACR . Selain UACR, kolagen tipe IV urin diduga dapat menjadi penanda alternatif yang lebih sensitif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis UACR, kadar kolagen tipe IV urin, serta mengetahui hubungan keduanya pada pasien DM tipe 2 yang berusia lebih dari 25 tahun di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu dengan desain studi cross sectional dan teknik pengambilan consecutive sampling. Terdapat 3 kelompok sampel, yakni subjek nondiabetes sebagai kontrol n = 10 , pasien DM tipe 2 dengan normoalbuminuria n = 62 , dan pasien DM tipe 2 dengan albuminuria n = 27. Albumin urin diukur secara imunoturbidimetri sedangkan kreatinin urin diukur secara kolorimetri enzimatik. Kadar kolagen tipe IV diukur berdasarkan prinsip sandwich ELISA.
Hasil uji beda rerata pada ketiga kelompok menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada nilai UACR p < 0,001 dan kadar kolagen tipe IV urin p < 0,001 . Uji korelasi antara nilai UACR dan kadar kolagen tipe IV menunjukkan adanya hubungan moderat pada kelompok pasien DM tipe 2 r = 0,336; p = 0,001 sehingga dapat disimpulkan bahwa kolagen tipe IV belum cukup kuat untuk dijadikan penanda kerusakan ginjal.

Diabetic nephropathy DN is one of the most complications that happened in Type 2 Diabetes Mellitus Patients T2DM . Urine albumin creatinine ratio UACR is a gold standard method to assess renal dysfunction levels and predict the development and progression of early DN. Type IV collagen is glomerular basement membrane's component which expected to be an earlier marker for determining renal dysfunction levels.
The aim of this study was to assess UACR, urinary type IV collagen, and correlation both of them in T2DM patients more than 25 years old at Pasar Minggu Community Health Center by cross sectional study and consecutive sampling method. There were 3 sampling groups of this study, nondiabetic subjects as control n 10 , normoalbuminuric patients n 62 , and albuminuric patients n 27 . Urine albumin was measured by immunoturbidimetry, meanwhile urine creatinine was measured by colorimetric enzymatic assay. Urinary type IV collagen was analyzed by sandwich ELISA.
The result of comparing means of the groups showed significant differences on urinary type IV collagen p 0,001 and UACR p 0,001 . The correlation test showed possitive moderate correlation r 0,336 p 0,001 between UACR and urinary type IV collagen in T2DM patients. It might be indicate that urinary type IV collagen was not an accurate biomarker for assessing renal dysfunction.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69578
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faradilla Eka Herastuti
"Diabetes melitus tipe 2 merupakan kasus diabetes yang paling umum terjadi dengan peningkatan prevalensi setiap tahun. Penyakit diabetes dapat menyebabkan biaya perawatan tinggi dan penurunan kualitas hidup. Terapi pengobatan diabetes yang beragam variasi dapat memberikan efektivitas dan biaya yang berbeda. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efektivitas biaya terhadap kombinasi metformin-pioglitazon dan metformin-glimepirid pada pasien diabetes melitus tipe 2. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan teknik pengumpulan data retrospektif. Data penelitian diambil dari rekam medis dan data biaya pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 dengan kombinasi metformin-pioglitazon dan metformin-glimepirid di RSUD Pasar Rebo tahun 2020-2022. Parameter untuk melihat efektivitas terapi adalah pencapaian target HbA1c <7,0% dengan minimal 3 bulan. Data biaya pengobatan pasien menggunakan biaya langsung medis dengan perspektif rumah sakit. Nilai efektivitas terapi yang dihasilkan menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok metformin-pioglitazon dengan metformin-glimepirid (p > 0,05). Berdasarkan hasil analisis, nilai inkremental efektivitas antara kedua kelompok terapi sebesar 8% dan nilai inkremental total biaya sebesar Rp350.170,00. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terapi kombinasi metformin-pioglitazon lebih efektivitas-biaya dibandingkan metformin-glimepirid dengan penambahan biaya sebesar Rp43.771,25 untuk berpindah dari terapi metformin-glimepirid menjadi metformin-pioglitazon pada pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Pasar Rebo.

Diabetes mellitus type 2 is the most common case of diabetes with an increase in prevalence every year. Various diabetes treatment therapies can provide different effectiveness and costs. This study was performed to analyze cost-effectiveness of the combination of metformin-pioglitazone and metformin-glimepiride in patients with type 2 diabetes mellitus. This method was cross-sectional with retrospective data collection techniques. The research data was taken from medical records and cost data for type 2 diabetes with combination of metformin-pioglitazone and metformin-glimepiride at Pasar Rebo Hospital in 2020-2022. The parameter to see effectiveness of therapy is achievement of HbA1c target of <7.0% at least 3 months. Patient treatment cost data using medical direct costs with a hospital perspective. The resulting therapeutic effectiveness value showed no significant difference between the metformin-pioglitazone group and metformin-glimepiride (p > 0.05). Based on the results of the analysis, incremental value of effectiveness between the two therapy groups was 8% and total incremental value of cost was Rp350,170.00. Based on the results of this study, metformin-pioglitazone combination therapy is more cost-effective than metformin-glimepiride with additional cost of Rp43,771.25 by changing metformin-glimepiride therapy to metformin-pioglitazone in type 2 diabetes mellitus patients at RSUD Pasar Rebo."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitta Winata Nurtanio
"Hiperglikemia pada pasien diabetes melitus dapat menyebabkan kerusakan selular dan komplikasi. Salah satu komplikasi yang muncul yaitu pada jaringan mikrovaskular dan menyebabkan nefropati diabetik. Nefropati diabetik secara klinis diawali dengan kondisi albuminuria. Selain albuminuria, produksi spesies oksigen reaktif ROS berlebihan melalui NADPH oksidase juga merupakan salah satu patogenesis dari nefropati diabetik. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis aktivitas NADPH Oksidase yang diukur melalui rasio NADP /NADPH serum, dan hubungannya terhadap rasio albumin kreatinin urin.
Penelitian dilakukan dengan studi cross sectional dan menggunakan teknik consecutive sampling. Populasi sampel pada penelitian ini adalah 89 orang pasien diabetes melitus tipe 2 usia 39-75 tahun di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Sampel penelitian dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok subjek non DM sebagai kontrol n=10 , kelompok normoalbuminuria n=62 dan kelompok albuminuria n=27 . Rasio NADP /NADPH serum dan konsentrasi kreatinin urin diukur menggunakan metode kolorimetri, sedangkan albumin urin diukur dengan metode immunoturbidimetri. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan terdapat perbedaan rasio NADP /NADPH serum pada ketiga kelompok.

Hyperglycemic condition on diabetes mellitus patient can cause a cellular injury and complication. One of those was microvascular complication which lead to diabetic nephropathy. Diabeteic nephropathy defined by proteinuria that preceded by lower degrees of proteinuria or albuminuria condition. Reactive oxygen species derived from NADPH Oxidase also play an important roles in the pathogenesis of diabetic nephropathy. Our study aimed to analyzed the activity of NADPH Oxidase by measuing the NADP NADPH serum ratio, and to find out if there any correlation with the normoalbuminuria and albuminuria condition.
Consecutive method is used in this cross sectional study. Population of this study are 89 type 2 diabetes mellitus patient from ages 39 75 years at Pasar Minggu Community Health Center and 10 non diabetes volunteers served as control. For this purpose we divided the samples into three groups,a group of 10 healthy volunteers, normoalbuminuria group n 62 and and albuminuria group n 27. NADP NADPH serum ratio was analyzed by colorimetric method. Urine albumin creatinine ratio was measured by immunoturbidimetri and enzymatic colorimetric. The NADP NADPH serum ratio and urine albumin creatinine ratio were lower in control subject than in type 2 diabetes melitus patient.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68689
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Yuliana Pratiwi
"Nefropati diabetik merupakan komplikasi DM tipe 2 yang umumnya ditandai dengan kondisi albuminuria dari hasil penilaian UACR. TGF-β1 urin merupakan faktor pertumbuhan yang banyak dikaitkan dengan patologis dari kerusakan ginjal pada nefropati diabetik. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan nilai UACR dengan kadar TGF-β1 urin pada pasien DM tipe 2. Desain studi pada penelitian ini yaitu cross sectional dimana pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive sampling. Sampel yang diperoleh berjumlah 99 subjek penelitian (62 pasien DM normolbuminuria, 27 pasien DM albuminuria, dan 10 subjek non DM sebagai kontrol) di Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu. Kadar TGF-β1 urin diukur menggunakan ELISA, sedangkan nilai UACR diperoleh dari hasil uji laboratorium klinik. Hasil dari uji beda rerata pada kadar TGF-β1 urin menunjukkan tidak terdapat perbedaan bermakna (p = 0,790) pada ketiga kelompok sampel. Hasil analisis hubungan kadar TGF-β1 urin dengan nilai UACR pada kelompok DM normoalbuminuria dan albuminuria juga menunjukkan tidak adanya hubungan yang bermakna (r = -0,079; p = 0,462). Hal ini diduga adanya pengaruh tekanan darah dan konsumsi obat antihipertensi yang berpotensi mempengaruhi kadar TGF-β1 urin. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kadar TGF-β1 urin dengan nilai UACR tidak terdapat hubungan yang signifikan pada pasien DM tipe 2.

Diabetic nephropathy is one of type 2 DM complication that can be detected by UACR (Urine Albumin Creatinine Ratio) as a marker for albuminuria condition. Urinary transforming growth factor β1 (TGF-β1) is a growth factor related to pathology of kidney disease in nepropathy diabetic. The aim of the present study was to know the correlation between TGF-β1 and UACR in type 2 DM patients. Design study was using cross sectional with consecutive sampling method. The study was performed in 99 subjects (62 DM normolbuminuria patients, 27 DM albuminuria patients, and 10 non DM subject as controls) at Pasar Minggu Community Health Center. Urinary TGF-β1 level was measured by ELISA, and UACR was measured in clinical laboratory. The result of mean difference test showed that urinary TGF-β1 level (p = 0,790) difference were not present in three group samples. Analysis correlation urinary TGF-β1 level and UACR in DM normoalbuminuria and albuminuria groups did not show correlation (r = -0,079; p = 0,462), and the result might influenced by blood pressure and received antihypertention medication that potent to reduce urinary TGF-β1 level. In conclusion, urinary TGF-β1 level and UACR did not have significant correlation in type 2 DM patients."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67518
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>