Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131016 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Winda Natasya
"ABSTRAK
Gangguan mental emosional adalah keadaan penderitaan emosional atau perubahan psikologis yang dialami seseorang ditandai dengan adanya gejala depresi, kecemasan, dan perasaan tidak enak rasa lelah, sulit tidur, kehilangan motivasi . Hubungan antara faktor pola makan dan gaya hidup terhadap kesehatan mental mulai menjadi perhatian belakangan ini. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor dominan yang memengaruhi kejadian gangguan mental emosional pada siswa-siswi SMA Negeri 1 Jakarta tahun 2018. Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan metode cross sectional, menggunakan data primer yang diperoleh melalui pengisian kuesioner, pengukuran antropometri, dan wawancara food recall 1x24 jam dari 156 responden yang dipilih dengan cara nonprobality sampling consequtive sampling . Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 34,6 responden mengalami gangguan mental emosional. Berdasarkan hasil analisis bivariat dengan uji chi square ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara kualitas diet, moderasi diet, balansi diet, dan uang saku dengan kejadian gangguan mental emosional. Moderasi diet ditemukan sebagai faktor dominan dari kejadian gangguan mental emosional pada siswa-siswi SMA Negeri 1 Jakarta tahun 2018. Siswa-siswi yang moderasi dietnya buruk atau dengan kata lain mengonsumsi total lemak, lemak jenuh, kolesterol, natrium, dan makanan kalori kosong gula, minyak, alkohol secara berlebih berisiko 3,628 kali besar mengalami kejadian gangguan mental emosional dibandingkan yang memiliki moderasi diet baik.

ABSTRACT
Psychological distress is a state of emotional suffering or psychological changes characterized by symptoms of depression, anxiety, and feelings of unease fatigue, sleeplessness, loss of motivation . The relationship between dietary and lifestyle factors to mental health began to be a concern. The purpose of this study is to determine the dominant factors that affect the prevalence of psychological distress in the students of SMA Negeri 1 Jakarta in 2018. The study was conducted quantitatively by cross sectional method, using primary data obtained through questionnaires, anthropometric measurements, and food recall 1x24 hours from 156 respondents selected by nonprobability sampling consecutive sampling. The results showed that as much as 34.6 of respondents experiencing psychological distress. The results of bivariate analysis with chi square test found significant relationship between diet quality, dietary moderation, dietary balance, and allowance with the prevalence of psychological distress. Dietary moderation was found to be the dominant factor of psychological distress in students of SMA Negeri 1 Jakarta 2018. Students with poor dietary moderation or excessively consumed total fat, saturated fat, cholesterol, sodium, and empty calorie foods sugar, oil, alcohol are at risk 3,628 times bigger to experience psychological distress than those with good dietary moderation. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retnosari Hardaningsih
"Adversity ditemukan memiliki pengaruh terhadap peningkatan psychological distress. Meskipun sebagian penelitian telah menunjukkan hubungan linear positif, sebagian penelitian lainnya menunjukkan pola hubungan yang berbeda, yakni dalam bentuk kurva kuadratik (U terbalik). Artinya, hubungan kedua variabel belum konsisten. Penelitian ini menambahkan dukungan sosial sebagai moderator untuk melihat pola hubungan cumulative lifetime adversity dan psychological distress. Penelitian ini menguji hubungan cumulative lifetime adversity dan psychological distress pada 145 orang dewasa di Indonesia. Melalui penelitian ini, penulis juga menguji peran dukungan sosial sebagai moderator pada hubungan cumulative lifetime adversity dan psychological distress. Penelitian menggunakan metode bootstrapping dalam analisis moderasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa cumulative lifetime adversity memiliki hubungan positif dengan psychological distress dan dukungan sosial tidak memoderasi hubungan cumulative lifetime adversity dengan psychological distress.

Adversity was found to have an effect on increasing psychological distress. Although some studies have shown a positive linear relationship, some other studies have shown a different relationship pattern, namely in the form of a quadratic curve (inverted U). That is, the relationship between the two variables is not consistent. This research adds social support as a moderator to look at the cumulative relationship pattern of lifelong misery and psychological distress. This study examines the cumulative relationship to lifelong adversity and psychological distress in 145 adults in Indonesia. Through this research, the authors also examine the role of social support as a moderator on the cumulative relationship of lifelong adversity and psychological distress. Research using bootstrapping method in moderation analysis. The results of this study indicate that cumulative lifetime adversity has a positive relationship with psychological stress and social support does not moderate the relationship of cumulative life adversity with psychological distress."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Indreswari Arsyaningrum
"ABSTRAK
Obesitas saat ini telah berkontribusi dalam 2,8 juta kematian di seluruh dunia. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi obesitas adalah gangguan mental emosional. Gangguan mental emosional dapat mempengaruhi kejadian obesitas dikarenakan seseorang yang sedang dalam kondisi stres cenderung makan makanan manis, karena makanan manis memiliki efek menenangkan dan dapat memperbaiki suasana hati. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh gangguan mental emosional terhadap kejadian obesitas pada penduduk usia dewasa di Indonesia tahun 2013. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Riset Kesehatan Dasar Riskesdas 2013 dan menggunakan desain studi cross sectional. Penelitian ini dilakukan pada penduduk berusia diatas 18 tahun dengan jumlah sampel 633.612 orang. Hasil analisis hubungan antara gangguan mental emosional dengan obesitas menunjukkan bahwa gangguan mental emosional tidak memiliki hubungan positif dengan kejadian obesitas OR=0,940 . Hasil analisis multivariat dengan mengontrol pengaruh dari status perkawinan, jenis kelamin, tempat tinggal, aktivitas fisik, pola makan, status ekonomi, dan kelompok umur menggambarkan bahwa gangguan mental emosional merupakan faktor protektif dari kejadian obesitas p=0.007, OR=0,945 . Status gangguan mental emosional merupakan faktor protektif dari kejadian obesitas pada penduduk usia dewasa di Indonesia tahun 2013.

ABSTRACT
Obesity contributed to 2,8 million deaths worldwide. Psychological distress is one of many factors that can affect obesity. People with psychological distress tend to eat sugary food for its comforting and mood repairing effects. Meanwhile, eating sugary food regularly may leads to obesity. This study aims to know the association between psychological distress and obesity among adults in Indonesia. Analysis of data obtained from Indonesia rsquo s national health survey Riset Kesehatan Dasar, Riskesdas 2013. This study conducted on 633.612 adults above 18 years old using cross sectional study design. Bivariate analysis shows that psychological distress does not have a positive association with obesity OR 0,940 . Multivariate analysis conducted by controlling several variables such as marital status, gender, urban and rural, physical activity, eating behavior, economic status, and age group shows identical result psychological distress acts as a protective factor for obesity p 0,007, OR 0,945 . Psychological distress is a protective factor for obesity among adults in Indonesia. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shintawati Ramdhani Zaenudin
"Latar Belakang: Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia mengakibatkan masalah psikologis, termasuk kecemasan, depresi dan distress psikologis pada tenaga kesehatan khususnya dokter spesialis paru dan peserta Pendidikan Program Dokter Spesialis (PPDS) paru. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalens, derajat risiko distress dan faktor-faktor yang memengaruhi derajat risiko distress psikologis pada dokter spesialis paru dan PPDS paru di Jakarta.
Metode: Peneliti menggunakan metode studi deskriptif potong lintang terhadap dokter spesialis paru dan PPDS paru di Jakarta, Indonesia secara consecutive sampling pada bulan Mei 2020. Peneliti menggunakan alat ukur yaitu Distress Thermometer (DT) dan problem list yang telah divalidasi secara transkultural dan pengisiannya dilakukan mandiri oleh subjek secara daring.
Hasil: Sebanyak 134 subjek yang masuk dalam penelitian ini diantaranya 81 orang peserta PPDS paru dan 53 orang dokter spesialis paru dengan dominasi subjek perempuan sebanyak 66,4%, rerata usia 38,36 (±9,54) tahun dan rerata lama pengalaman kerja adalah 3 (1-27) tahun. Seluruh subjek memiliki risiko distress psikologis dengan perbandingannya berturut-turut pada kelompok PPDS adalah ringan, sedang, berat (44,4%, 50,6%, 4,9%) dan pada dokter spesialis paru (47,2%, 45,3%, 7,5%). Pada analisis subgrup ditemukan bahwa kelompok dokter spesialis paru lebih banyak mengalami masalah yang memengaruhi risiko distress psikologis dibandingkan kelompok PPDS. Pada kelompok dokter spesialis paru ditemukan masalah-masalah yang memengaruhi tingkat risiko distress diantaranya adalah usia (56,0%, p=0,003), masalah mengasuh anak (50,0%, p=0,037), mengurus rumah (45,5%, p=0,040), masalah dengan kerabat (75,0%, p=0,035), depresi (100%, p=0,011), ketakutan (50,0%, p=0,040), gugup (100%, p=0,011), sedih (41,7%, p=0,010), hilang minat pada aktivitas rutin (50,0%, p=0,005), diare (100%, p=0,011), kelelahan (62,5%, p=0,037), demam (66,7%, p=0,011), gangguan pencernaan (50,0%, p=0,008), gangguan konsentrasi (37,5%, p=0,033), mual (42,9%, p=0,008), hidung kering (60%, p=0,001), kulit kering dan gatal (50,0%, p=0,004), gangguan tidur (72,7%, p=0,004) serta kesemutan (57,1%, p=0,024). Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat risiko distress pada PPDS paru diantaranya adalah depresi (80,0%, p=0,040), ketakutan (68,4%, p<0,001), gugup (62,5%, p=0,031) dan kelelahan (70,8%, p=0,023).
Kesimpulan: Prevalens risiko distress psikologis pada dokter spesialis paru dan PPDS paru saat pandemi COVID-19 di Jakarta tinggi. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat risiko distress pada dokter spesialis paru diantaranya adalah usia, masalah teknis, keluarga, emosional dan fisis, sedangkan pada PPDS paru diantaranya adalah masalah emosional dan fisis.

Background: Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) pandemic in Indonesia causes psychological problems, including anxiety, depression and psychological distress in health workers, especially pulmonologist and pulmonology resident. The purpose of this study was to find out the prevalence, distress levels and factors that affect the risk psychological distress of pulmonologist and pulmonology resident in Jakarta.
Methods: Researchers used a descriptive study cross-sectional method on pulmonologist and pulmonology resident in Jakarta, Indonesia using consecutive sampling in May 2020. We used Distress Thermometer as a measurement tools and problem list that was transculturally validated and filled out online and independently by subjects.
Results: A total of 134 subjects were included in this study including 81 pulmonology residents and 53 pulmonologists dominated by women (66.4%), mean age 38.36 (± 9.54) years and median length of work was 3 (1-27) years. All subjects had a risk of psychological distress with the ratios in resident group are mild, moderate, severe (44.4%, 50.6%, 4.9%) and pulmonologist (47.2%, 45.3%, 7.5%). In subgroup analysis, it was found that the pulmonologist group experienced more problems that affect the risk of psychological distress than the resident group. In the pulmonologist group, problems that assosciated with the level of distress risk are age (56.0%, p=0.003), parenting problems (50.0%, p=0.037), house problem (45.5%, p= 0.040), problems with relatives (75.0%, p=0.035), depression (100%, p=0.011), fear (50.0%, p=0.040), nervous (100%, p=0.011), sadness (41.7%, p=0.010), loss of interest in routine activities (50.0%, p=0.005), diarrhea (100%, p=0.011), fatigue (62.5%, p=0.037), fever (66.7%, p=0.011), indigestion (50.0%, p=0.008), concentration (37.5%, p=0.033), nausea (42.9%, p=0.008), nasal dry (60%, p=0.001), dry and itchy skin (50.0%, p=0.004), sleep (72.7%, p=0.004) and tingling (57.1%, p=0.024). Factors that assosciated with the level of distress risk in residents are depression (80.0%, p=0.040), fear (68.4%, p<0.001), nervousness (62.5%, p=0.031) and fatigue (70.8%, p=0.023).
Conclusion: Prevalens psychological distress risk in pulmonologist and pulmonology resident during the COVID-19 pandemic in Jakarta is high. Factors that assosciated with the level of psychological distress risk in pulmonologist are age, technical, family, emotional and physical problems. Factors that assosciated with the level of psychological distress risk in pulmonology resident are emotional and physical problems.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faradiella Damaputri
"Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara distres psikologis dan hardiness pada mahasiswa. Responden dalam penelitian ini merupakan mahasiswa yang berjumlah 1962 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Pengambilan data dilakukan menggunakan alat ukur Hopkins Symptom Checklist-25 HSCL-25 untuk mengukur distres pikologis dan Dispositional Resilience Scale 15-Revised DRS 15-R untuk mengukur hardiness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara distres psikologis dan hardiness r=-0,252, n=1962.

This study was conducted to examine the correlation between psychological distress and hardiness among college students. Respondents in this study were 1962 students from various colleges in Indonesia. The data were collected using Hopkins Symptom Checklist 25 HSCL 25 to measure psychological distress and Dispositional Resilience Scale 15 Revised DRS 15 R to measure hardiness. The result indicated there is a significant negative correlation between psychological distress and hardiness r 0,252, n 1962, p"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2017
S67087
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Julia Suryantan
"This study aimed to assess the dietary changes of overweight and obese subjects and its relation to the body weight changes during 24 week of orlistat study. This study was an observational study as part of an open-labelled, randomised, parallel﷓group, real life study of the efficacy of orlistat for 36 weeks. However, this observational study followed the subjects until 24 weeks. The subjects were 64 overweight and obese Indonesian adults with body mass index 25.08 - 37.4 kglm2 and mean weight 76.7 kg (58,2 - 106.7 kg). Subjects were being prescribed a nutritionally balanced mild hypocaloric low fat diet. Caloric levels prescribed were a deficit of 500 kcal/day from daily caloric requirement (BMR corrected with physical activity level). 32 subjects were given orlistat 120 mg tid. On week-24, data of 38 subjects were being pooled and analyzed together. Until week-24, the subjects had lost an average of 7.8% of their initial body weight and 5.9% of their initial waist circumference. Total energy (p<0.05), protein (p<0.05), fat (p<0.001), carbohydrate (p<0.001) and PUFA intake (p<0.005) significantly reduce from week-0 to week-24.
The mean percentage reduced were 19.3% of energy intake, 32.7% of fat intake, 17.4% of carbohydrate intake and 7.5% of protein intake. Several predictors that may influence the body weight changes were treatment (orlistat), carbohydrate, and PUFA intake changes. In conclusion the dietary intake changes might influence the body weight reduction and waist circumference reduction, regardless the treatment, especially because typical Indonesian diet the energy source mostly from carbohydrate.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T12364
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Rachmawati
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara distres psikologis dan optimisme pada mahasiswa. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif kepada 1024 mahasiswa aktif di seluruh Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah convenience sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengukur distres psikologis adalah Hopkins Symptoms Checklist-25 HSCL-25. Sementara itu, instrumen yang digunakan untuk mengukur optimisme adalah Life Orientation Test-Revised LOT-R. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara distres psikologis dan optimisme r = 0,303, N = 1024, p < 0,01, two-tails . Hasil analisis data demografis menunjukkan bahwa jenis kelamin memengaruhi optimisme dan status pernikahan dapat memengaruhi distres psikologis.

This research was conducted in order to seek the relationship between psychological distress and optimism among college students. Quantitative research method was conducted to 1024 active college students in Indonesia. The sampling technique used was convenience sampling. The instrument used to measure psychological distress was Hopkins Symptom Checklist 25 HSCL 25. Meanwhile, the instrument used to measure optimism was Life Orientation Test Revised LOT R. The result indicated negative and significant relationship between psychological distress and optimism r 0,303, N 1024, p 0,01, two tails. Demographic data analysis revealed that gender influences optimism and marriage status influenced psychological distress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66643
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marella, Bianca
"Relokasi mahasiswa asing dapat menimbulkan beban bagi banyak mahasiswa asing. Kesulitan yang lebih berat pada mahasiswa asing disebabkan oleh perbedaan budaya, bahasa, dan sistem pendidikan sebagai stress tambahan yang tidak dialami oleh mahasiswa lokal. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah masalah adjustment to college work memiliki hubungan signifikan dengan psyhological distress pada mahasiswa asing di Universitas Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan alat ukur HSCL-25 untuk mengetahui tingkat psychological distress, dan Mooney Problem-Checklist untuk mendata masalah adjustment to college work. Partisipan dalam penelitian ini adalah 107 mahasiswa asing yang mengikuti program akademik degree dan non-degree di lingkungan Universitas Indonesia, yang dikumpulkan dengan teknik accidental sampling dan snowball sampling.
Berdasarkan hasil penghitungan statistik, diketahui tidak ada hubungan signifikan antara masalah adjustment to college work dengan psychological distress. Namun, dari hasil analisis tambahan diketahui masalah “Mencemaskan ujian-ujian” dan “Takut gagal di perguruan tinggi” memiliki hubungan signifikan dengan psychological distress pada mahasiswa asing di UI.

Relocation phenomenon can pose a burden for most international students. They encounter more problems due to cultural differences, which are not experienced by local students. The aim of this research is to get a description about the relationship between adjustment to college work problems and psychological distress.
This research used the quantitative method with the HSCL-25 used as a measurement of psychological distress, and the Mooney Problem Checklist – Adjustment to College Work scale as a measurement of adjustment to college work. The respondents in this research are 107 international students who are studying at Universitas Indonesia from both degree and non-degree program, gathered by accidental sampling and snowball sampling technique.
The result shows that there is no significant relationship between adjustment to college work problem and psychological distress in international students. However, this research also shows that there is a significant correlation between the problems “Worrying about examination” and “Fearing in failure in college” with psychological distress.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S54282
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azka Hafia
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran faktor psikososial dan distress pada guru SLB di Kota Depok saat pandemi COVID-19 tahun 2022. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan pendekatan semi kuantitatif melalui pengisian kuesioner dan wawancara. Sejumlah 67 guru SLB di Kota Depok berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 34,3% guru mengalami distress sedang dan 16,4% guru mengalami distress signifikan. Kemudian, ditemukan bahwa distress lebih banyak dialami oleh guru perempuan (52,7%), berumur > 30 tahun (52,4%), berasal dari program studi non-PLB (52,5%), tidak memiliki tipe kepribadian A (66,6%), memiliki masa kerja > 10 tahun (60%), sudah menikah (59,5%), memiliki anak (64,9%), memiliki dukungan sosial buruk dari keluarga (89,3%), memiliki beban kerja tinggi (61,8%), memiliki peralatan kerja buruk (63,9%), memiliki jam kerja buruk (64,3%), memiliki konflik peran tinggi (73,7%), memiliki ambiguitas peran tinggi (76,2%), memiliki kontrol pekerjaan buruk (81,4%), memiliki dukungan sosial yang buruk dari atasan dan rekan kerja (81,4%), memiliki konflik antara pekerjaan dan rumah yang tinggi (86,2%), jarang melakukan hobi (66,7%), dan memiliki ketakutan berat terhadap infeksi COVID-19 (71,4%).

This study aims to obtain an overview of psychosocial factors and distress among special education teachers in Depok during the COVID-19 pandemic in 2022. This study used a cross-sectional study design with a semi-quantitative approach through filling out questionnaires and interviews. A total of 67 special education teachers in Depok participated in this study. The results showed that 34.3% of teachers experienced moderate distress and 16.4% of teachers experienced significant distress. Then, it was found that distress is more experienced by female teachers (52.7%), aged > 30 years (52.4%), came from non-PLB study programs (52.5%), did not have personality type A (66 ,6%), have a working period of > 10 years (60%), are married (59.5%), have children (64.9%), have poor social support from family (89.3%), have a workload high (61.8%), have bad work equipment (63.9%), have bad working hours (64.3%), have high role conflict (73.7%), have high role ambiguity (76.2% ), have poor work control (81.4%), have poor social support from superiors and coworkers (81.4%), have high work-home conflict (86.2%), rarely do hobbies (66 ,7%), and had a severe fear of COVID-19 infection (71.4%).
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artasya Karnasih
"Pola kelekatan merupakan salah satu faktor yang diduga memengaruhi munculnya distres psikologis pada remaja usia transisi. Mahasiswa kedokteran merupakan kelompok remaja transisi yang perlu menjalani proses pendidikan kedokteran yang sulit dan penuh tuntutan sehingga rentan mengalami distres psikologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola kelekatan, distres psikologis, dan mengetahui hubungan pola kelekatan dengan distres psikologis pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Penelitian ini dilakukan secara potong lintang pada sampel yang ditentukan secara stratified random sampling dari seluruh mahasiswa FKUI. Subjek mengisi kuesioner yang terdiri dari kuesioner sosiodemografik, pengukuran pola kelekatan dengan Relationship Questionnaire (RQ), dan pengukuran distres psikologis dengan Kessler Psychological Distress Scale (K10). Pada mahasiswa FKUI, prevalensi pola kelekatan aman sebesar 41,4%, diikuti dengan pola kelekatan tidak aman, yaitu dismissing 21,9%, fearful 19,8%, dan anxious 16,9%. Prevalensi distres psikologis didapati sebesar 31,8%. Pola kelekatan tidak aman memiliki hubungan yang bermakna dengan distres psikologis, yaitu 3,57 kali lipat lebih berisiko untuk mengalami distres psikologis. Berdasarkan jenis pola kelekatannya, pola kelekatan anxious 4,74 kali lipat lebih berisiko untuk mengalami distres psikologis, sedangkan pola kelekatan fearful 5,43 kali lipat lebih berisiko untuk mengalami distres psikologis bila dibandingkan dengan pola kelekatan aman. Program kesehatan jiwa yang bersifat promotif dan preventif untuk memperbaiki pola kelekatan dan distres psikologis diharapkan dapat membekali mahasiswa FKUI untuk memiliki relasi interpersonal yang lebih baik dengan orang lain, termasuk juga dengan pasien.

The pattern of attachment is one of the factors thought to influence the emergence of psychological distress in adolescents of transition age. Medical students are a group of transitional adolescents who will undergo a difficult and demanding medical education process, hence are vulnerable to psychological distress. This study aims to describe the attachment patterns, psychological distress, and determine the association between attachment pattern and psychological distress in medical students of Faculty of Medicine, Universitas Indonesia (FMUI). This study was conducted cross-sectionally on a sample that was determined by stratified random sampling. Subject filled the research questionnaire which consisted of sociodemographic questionnaire, attachment measurement using Relationship Questionnaire (RQ), and measuring psychological distress using Kessler Psychological Distress Scale (K10). The prevalence of secure attachment pattern was 41.4%, followed by insecure attachment patterns, in the form of dismissing 21.9%, fearful 19.8%, and anxious 16.9%. The prevalence of psychological distress was found to be 31.8%. The insecure attachment pattern has a significant association with psychological distress, which is 3.57 times more at risk for experiencing psychological distress. Based on the type of attachment pattern, the anxious attachment pattern is 4.74 times more at risk, while fearful attachment pattern is 5.43 times prone to experiencing psychological distress when compared to secure attachment pattern. Promotional and preventive mental healthiness program can be provided to the students of FMUI to help them in improving attachment pattern and psychological distress. This program could help the students to have a better interpersonal relation with their colleagues and also patients."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>