Ditemukan 53381 dokumen yang sesuai dengan query
Riviana Dwi Agustina
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Ruang-ruang interaksi di internet memungkinkan terbentuknya relasi-relasi baru termasuk salah satunya adalah praktik hubungan romantis yang disebut sebagai cyberlove. Praktik cyberlove juga terjadi dalam permainan Role-Play, yaitu permainan peran yang dilakukan oleh penggemar selebriti pop Korea di ruang-ruang interaksi maya. Merujuk pada Ben Ze ev 2004, praktik cyberlove merupakan hubungan romantis yang dijalani melalui komunikasi online. Tulisan ini mengeksplorasi wilayah perbatasan antara dunia yang dianggap nyata dengan dunia yang dianggap maya dalam konteks cyberlove dalam permainan Role-Play melalui medium avatar selebriti Korea.
Berdasarkan hasil penelitian ini cyberlove dalam permainan Role-Play merupakan bentuk praktik bermedia dimana terdapat hubungan dialektis dan dialogis antara pasangan pemain Role-Play sebagai audiences dan producer. Berbeda dengan praktik bermedia kelompok penggemar lainnya, dalam praktik ini terdapat ekspresi dan pengalaman romantis baik pengalaman online dan offline. Penelitian ini juga menemukan empat aspek yang memungkinkan pemain Role-Play memutuskan untuk menjalani hubungan romantis di permainan Role-Play, yaitu 1 Permainan Role-Play sebagai ruang eksplorasi imajinasi pengalaman romantis; 2 Medium yang memungkinkan terjadinya interaksi; 3 Ketersediaan medium dalam permainan Role-Play untuk mencari pasangan; 4 Anonimitas yang memungkinkan pemain melindungi privasi diri, tetapi juga memungkinkan pemain mengeksplorasi pengalaman-pengalaman baru yang tidak mungkin dilakukan di dunia nyata.
The interaction spaces on the internet allow for the establishment of new relationships including the practice of romantic relationships called cyberlove. Cyberlove practice also occurs in Role Playing Games, which are the activity of Role Playing performed by Korean pop celebrity fans in virtual interaction spaces. Referring to Ben Ze 39 ev 2004, the practice of cyberlove is a romantic relationship consisting mainly of computer mediated communication. This paper explores the boundary between the real world and the virtual world in the context of cyberlove in the Role Playing Games through the use of Korean celebrity avatar. Based on the results of this study cyberlove in the Role Playing Games is a form of media practices where there is a dialectical and dialogical relationship between Role Players partners as audiences and producers. In contrast to other mediated fan practices, in this practice, there are romantic expressions and experiences both online and offline experiences. The study also found four aspects that allow Role Players to choose to have romantic relationships in Role Playing Games, namely 1 Role Playing Games as an exploration space of imagination regarding romantic experience 2 Role Playing Games as a medium that enables interactions 3 Availability of medium in Role Playing Games to search for spouse 4 Anonymity that allows players to protect personal privacy, but also allows players to explore new experiences that are not possible in the real world."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Buckner, Marilyn
"This issue describes the various types of simulations and offers guidelines on designing successful simulations. Inside you'll find tips for designing and conducting role plays."
Alexandria, VA: [American Society for Training and Development Press, American Society for Training and Development Press], 2001
e20435724
eBooks Universitas Indonesia Library
Mohamad Iksan Fauzi
"Penelitian ini berfokus kepada representasi perpustakaan dalam serial animasi Avatar: The Last AirBender. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan metode semiotik yang dikemukakan oleh Roland Barthes yaitu hubungan analisis sintagmatik dan paradigmatik yang bertujuan untuk mendeskripsikan representasi perpustakaan dalam serial animasi Avatar: The Last AirBender dengan memahami gambaran komponen perpustakaan dan pemanfaatan informasi yang ditampilkan dalam serial animasi tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perpustakaan yang ditampilkan dalam serial animasi Avatar: The Last AirBender adalah sebuah pusat informasi yang tidak mudah untuk dikunjungi oleh pengguna. Perpustakaan tersebut memiliki planetarium memiliki pengaruh kepada isi cerita dalam serial animasi tersebut.
This study focus on representation of libraries in the serial animation Avatar: The Last Airbender. This study applying qualitative research method with semiotic method stated by Rolad Barthes namely analysis relationship of syntagmatic and paradigmatic which intend to describe representation of libraries in the serial animation Avatar: The Last AirBender by understanding the library component and information usage which shown in the serial animation. The conclution of this study that the library which shown in the serial animation was an information center that was hard to be visited by the user. The library have a planetarium that have a major influence in the entire story."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2015
S65755
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
"ummary:
James Cameron s critically acclaimed movie Avatar was nominated for nine Academy Awards and received countless accolades for its breath-taking visuals and use of 3D technolog"
Chichester (GB) [etc] : Wiley Blackwell, cop, 2014
791.437 2 AVA
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Prisna Dewandari
"Role-play merupakan sebuah bentuk fan-activites yang dilakukan oleh fandom yang mana individu memainkan karakter dari cerita yang sudah ada serta melakukan kontrol identitas ketika berinteraksi dengan sesama role-players di ranah maya. Meskipun berinteraksi dengan identitas maya, hubungan yang terjalin antar sesama role-players bisa berlanjut ke ranah nyata. Dengan melakukan penelitian etnografi, peneliti berusaha untuk mendeskripsikan bagaimana proses perkembangan hubungan tersebut terjadi.
Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa adanya kesamaan mendorong pembentukan hubungan interpersonal. Penelitian juga menemukan beberapa cara yang memungkinkan role-players untuk beralih dari identitas maya ke nyata serta bagaimana mereka melakukan self-disclosure sehingga mereka bisa saling merasa dekat dan melanjutkan hubungan interpersonal mereka ke ranah nyata.
Role-play is a form of fan-activities done by fandom in which they play existing characters and do identity control as they interact with other role-players. Although they interact in their online identity, they have possibilities to bring the relationship they built into their real life. By doing ethnographic research, i am trying to describe the process of this relationship development. The results of observation and interview showed that similarity motivates the formation of interpersonal relationship. This research also found several possible ways for role-players to switch their online identity to offline identity and how they do self disclosure so that they feel intimate to each other and bring their interpersonal relationship to real life. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S60935
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Nadira Larasati
"Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui korelasi antara self-esteem dan identifikasi pada avatar dengan adiksi game online jenis MMORPG. Penelitian ini menggunakan alat ukur Rosenberg Self-esteem Scale (RSES) yang telah diadaptasi ke bahasa Indonesia (Cassandra, 2010) untuk mengukur self-esteem, alat ukur Player-Avatar Identification Scale (PAIS) untuk mengukur identifikasi pemain terhadap avatar (Dong Li, Liau, & Khoo, 2013) dan Indonesian Online Game Addiction Questionnaire untuk mengukur tingkat adiksi (Jap, Tiatri, Jaya, & Suteja, 2013). Jumlah responden sebanyak 129 orang, berada pada tahap perkembangan remaja dan bermain MMORPG selama enam bulan terakhir. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah adanya hubungan signifikan negatif antara self-esteem dan adiksi game online MMORPG, dan adanya hubungan signifikan positif antara identifikasi pada avatar dan adiksi game online.
This research is conducted to find out the correlation between self-esteem, avatar identification, and online game addiction in MMORPG players. This research used Indonesian version of Rosenberg Self-esteem Scale (RSES) by Cassandra (2010), Player-Avatar Identification Scale (PAIS) (Dong Li, Liau, & Khoo, 2013), and Indonesian Online Game Addiction Questionnaire (Jap, Tiatri, Jaya, & Suteja, 2013). The participants of this research are 129 MMORPG gamers (who at least played for the past six months) and is currently in adolescent age range. The results show that there is significant negative correlation between self-esteem and online game addiction. There is also significant positive correlation between avatar identification and online game addiction."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
S47715
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Reno Dalu Maharso
"
Penelitian ini membahas tentang ekonomi atensi yang terletak pada interaksi antaravatar dalam platform streaming video daring. Belum ada penelitian-penelitian yang mengaitkan ekonomi atensi dengan ruang digital yang diperantarai avatar, sehingga gagasan tersebut diangkat sebagai kebaruan dalam tesis ini. Penelitian ini menggunakan multimetode integratif untuk mengeksplorasi jenis-jenis interaksi antaravatar dalam platform serta strategi konten yang digunakan dalam kanal pemerintah untuk mendapatkan atensi khalayak. Metode analisis konten kuantitatif diterapkan pada 150 video dengan jumlah ditonton terbesar, lalu metode analisis konten kualitatif pada lima video dengan jumlah ditonton paling besar dan wawancara pada dua pembuat konten, kesemuanya berasal dari sepuluh besar kanal YouTube pemerintah populer. Penelitian menunjukkan interaksi antaravatar terjadi karena ada pertukaran antara atensi khalayak dan konten milik pembuat konten dalam platform serta kedua belah pihak memberikan akses ke atensi dan konten. Lalu, interaksi dalam platform streaming video daring menghasilkan konten yang dapat diamati. Penelitian ini mengajukan transaksi sosial sebagai bentuk konversi atensi bagi kanal pemerintah yang setara dengan monetisasi bagi kanal swasta. Kemudian, memilih strategi konten tertentu tidak menjamin sebuah konten bisa memperoleh jumlah ditonton yang besar. Alih-alih, strategi konten diperlakukan sebagai cara membuat momentum untuk memperbesar peluang agar mendapatkan lebih banyak khalayak yang menonton sebuah konten.
This research discusses about attention economy which takes place in the interaction between avatars in the online video streaming platform. This is proposed as the novelty, considering there have not been any publications that relate attention economy with the digital space that makes use of avatar as user representation. This research utilized multimethod in an integrative way to explore various types of inter-avatar interaction in the platform and content strategies performed in the platform’s government channels. Quantitative method was applied to 150 videos with biggest number of views, then qualitative method on five videos with the most views and two content creators, all within the boundaries of top-10 most popular government YouTube channels. Result showed that inter-avatar interaction occurs when there is an exchange between audience’s attention and content creator’s content and both parties give access to each other’s properties. Interactions also create contents observable by users as front-end of the platform. This research proposes social transaction as a form of attention conversion for government channels, which acts like monetization to private content creators. Then, utilizing a certain content strategy will not guarantee increase in view number. Instead, it helps increasing the momentum to gain more views.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Siska Putri Prameswari
"Kesuksesan selebgram diukur dari jumlah pengikut, likes, share, dan komentar. Namun, banyak selebgram yang tidak lagi mengedepankan kebenaran dari hal yang diunggah. Dampaknya, pengikut mereka tidak bisa lagi membedakan mana yang nyata dan palsu. Keadaan ini disebut sebagai hiperrealitas atau realitas yang lebih nyata dari yang nyata. Fenomena hiperrealitas adalah fenomena dunia yang juga terjadi di Korea Selatan. Bentuk hiperrealitas pada selebgram Korea Selatan dapat dilihat dalam drama berjudul Celebrity (2023). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk hiperrealitas dalam drama Celebrity. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan menganalisis penokohan tokoh. Mengacu kepada gagasan hiperrealitas oleh Jean Baudrillard, penulis melakukan analisis bentuk hiperrealitas melalui karakter dan hal yang dilakukan selebgram. Penelitian ini menyimpulkan bahwa drama Celebrity merupakan representasi fenomena hiperrealitas di Korea Selatan. Bentuk hiperrealitas yang ditunjukkan di dalam drama ini adalah menyembunyikan masa lalu, menutupi tindakan konsumsi psikotropika, membentuk citra setia kawan, menyewa dan meniru barang mewah, serta menggunakan teknologi deepfake. Hal tersebut menunjukkan bahwa media sosial menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat modern.
This research uses a qualitative descriptive method by analyzing characterizations. Referring to the idea of hyperreality by Jean Baudrillard, the author analyzes the form of hyperreality through the characters and things that celebrities do. This research concludes that Celebrity drama is a representation of the phenomenon of hyperreality in South Korea. The forms of hyperreality include hiding the past, covering up psychotropic consumption, forming a loyal friend image, renting and imitating luxury goods, and using deepfake technology. This shows that social media has become part of the lifestyle of modern society."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Fanny Syawbriyanti
"Munculnya ruang-ruang interaksi baru di internet memungkinkan terciptanya computer-mediated discourse, mencakup penggunaan bahasa dalam berbagai bentuk percakapan. Tulisan ini akan mendeskripsikan bagaimana diskursus berkembang dalam komunitas permainan roleplay di Twitter sebagai sebuah discourse community untuk mencapai tujuan kolektif. Secara umum, terdapat tiga sub-kelompok berdasarkan penggunan bahasa dalam komunitas roleplay ini, meliputi roleplay Bahasa, roleplay English, dan roleplay bilingual. Fokus tulisan ini mengarah pada penggunaan Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia pada kelompok roleplay bilingual. Merujuk pada istilah yang dicetuskan oleh Jaworska (2015), yakni digital code play, tulisan ini menjelaskan praktik bahasa yang dilakukan oleh kelompok roleplay bilingual dengan memanfaatkan sumber daya tekstual dan visual yang tersedia di internet serta menciptakan kode-kode dalam berbagai situasi percakapan secara kreatif untuk menjalankan perannya. Salah satu aspek yang berkontribusi dalam kode ialah online proxemics, meliputi pengaturan ruang dan jarak sosial untuk melakukan peralihan bahasa. Praktik bahasa ini juga dilandasi oleh ideologi bahasa terkait dikotomi in-context dan out-of-context dalam permainan roleplay, di mana penggunaan Bahasa Inggris seringkali diasosiasikan dengan kondisi in-context, yakni ketika pemain benar-benar terbenam dalam karakter artis. Sebaliknya, penggunaan Bahasa Indonesia seringkali merepresentasi kondisi out-of-context, yaitu ketika pemain melepaskan diri dari karakter artis tersebut untuk menunjukan aspek-aspek diri mereka di kehidupan nyata. Kendati demikian, kedua sisi bertentangan ini nampak melebur dalam pembentukan identitas pemain roleplay bilingual yang tercermin pada diskursus "decent roleplayer". Oleh karena itu, tulisan ini juga mengeksplorasi hubungan antara praktik bahasa dengan identitas melalui cara-cara pemain roleplay memposisikan dirinya dalam interaksi.
The rise of new interaction spaces on the internet opens to creation of computermediated discourse, which includes language use in various forms of conversation. This paper describes how discourse is developed by role-playing game community on Twitter as a discourse community to achieve their goals. Generally, there are three different subgroups base on the language they use, comprises Bahasa role-players, English roleplayers, and bilingual role-players. Focus of this paper directs to the use of English and Bahasa Indonesia among bilingual role-players. Referring to the term digital code play pioneered by Jaworska (2015), this paper examines the language practice performed by bilingual role-players by utilizing both textual and visual resources available on the internet as well as creatively developing codes in various speech situations through which they play their roles. One of the contributing aspects of these codes is online proxemics, which involves arrangement of space and social distance for speakers to switch between languages. This language practice also stands on language ideologies regarding a dichotomy of "in-context" and "out-of-context" in role-playing game that the use of English is commonly associated with "in context" situation in which players are entirely immersed into their character. On the other hand, the use of Bahasa Indonesia often represents "out-of-context" condition in which players detach themselves from their character to show some aspects of their self in real life. However, these opposing poles seem to merge in the identity construction of bilingual role-players as reflected on "decent role-player" discourse. Therefore, this paper also explores the relationship between language practice and identity through the ways bilingual role-player position themselves in interactions."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Pulung Hendyarto
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S4432
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library