Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138617 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gilberta Permata Mahanani
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji efektivitas dari Acceptance Commitment Therapy ACT untuk meningkatkan posttraumatic growth pada Dewasa Muda yang pernah mengalami kekerasan dalam berpacaran. Konflik seringkali muncul dalam hubungan berpacaran pada Dewasa Muda. Penyelesaian konflik yang tidak tepat dapat mengakibatkan kekerasan. Sampai saat ini penanganan kasus kekerasan dalam berpacaran di Indonesia belum memiliki landasan hukum, sehingga para korban tidak mendapatkan penanganan yang tepat dan dapat menimbulkan permasalahan kesehatan mental seperti trauma psikologis. Acceptance Commitment Therapy ACT . ACT terbukti dapat menangani permasalahan trauma psikologis, namun belum pernah dikaitkan dengan posttraumatic growth. Terdapat 7 partisipan yang memiliki skor dibawah cutoff pada setiap domain Posttraumatic Growth Inventory PTGI dan skor diatas cutoff simtom depresif Global Health Questionnaire-12 GHQ-12 . Partisipan dbiagi dalam dua kelompok, kelompok eksperimen akan menerima treatment berupa pemberian intervensi 5 sesi Acceptance Commitment Therapy ACT , sedangkan kelompok kontrol akan mendapatkan intervensi setelah kelompok partisipan selesai. Seluruh partisipan eksperimen mengalami peningkatan skor PTGI dan penurunan skor GHQ-12, terdapat satu partisipan kelompok ekserimen yang tidak mencapai batas cutoff skor pada dua domain PTGI, sedangkan seluruh partisipan kelompok kontrol tindak mencapai batas cutoff skor PTGI dan GHQ-12. Perlu dipertimbangkan untuk menambahkan sesi acceptance pada penelitian selanjutnya. Kata Kunci : Acceptance Commitment Therapy ; Dewasa Muda; Kekerasan dalam Berpacaran; Posttraumatic Growth.

The purpose of this study was to test the effectiveness of Acceptance Commitment Therapy ACT to improve posttraumatic growth in young adults who had experienced violence in dating. Conflict often appears in dating relationships in young adults. Inappropriate conflict resolution may result in violence. Until now the handling of cases of violence in dating in Indonesia has no legal basis, so the victims do not get the right handling and can cause mental health problems such as psychological trauma. Acceptance Commitment Therapy ACT . ACT has been shown to address the problem of psychological trauma, but has never been associated with posttraumatic growth. There were 7 participants who scored below the cutoff on each Posttraumatic Growth Inventory PTGI domain and scored above the depressive symptom of Global Health Questionnaire 12 GHQ 12 . Participants were divided into two groups, the experimental group will receive treatment in the form of intervention of 5 sessions of Acceptance Commitment Therapy ACT , while the control group will get intervention after the participant group finished. All experimental participants experienced an increase in PTGI scores and a decrease in GHQ 12 score. There was one experimental group participant who did not reach the cutoff score limit on the two PTGI domains, while all control group participants achieved the cutoff scores of PTGI and GHQ 12 scores. It should be considered to add acceptance sessions to further research.Keywords Acceptance Commitment Therapy Young Adult Dating Violence Posttraumatic Growth"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T49070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahastari Nataliza
"Peristiwa ditinggalkan oleh orang yang dicintai terkategori ke dalam pengalaman traumatis karena peristiwa tersebut terjadi tanpa kesanggupan seseorang untuk mengendalikan yang diikuti dengan perasaan tak berdaya. Individu berusia dewasa muda yang mengalami kematian salah satu orangtuanya menjadi partisipan dalam penelitian ini; dimana berbagai tugas perkembangan dalam masa ini harus dijalankan agar tercapainya kemantapan dalam fase kehidupan dewasa berikutnya. Terapi Posttraumatic Growth Path (PTGP) dipilih menjadi salah satu metode intervensi untuk membantu individu mencapai pertumbuhan pasca trauma dengan pemaknaan yang lebih positif. Terapi dilakukan secara individual yang terdiri dari 4 sesi (deal, feel, heal, dan seal) dan berlangsung selama 5 minggu. Desain penelitian adalah pretest posttest dengan pemilihan partisipan menggunakan metode purposive sampling. Partisipan adalah tiga individu dewasa muda (19-25 tahun) yang mengalami kematian salah satu orangtuanya dan mengeluhkan beberapa simtom gangguan stres pasca trauma serta kesulitannya untuk mengatasi perasaan berdukanya. Untuk mengukur efektivitas terapi, partisipan diwawancarai dan mengisi kuesioner Posttraumatic Growth Inventory (PTGI). Setelah intervensi dilakukan, ketiga partisipan menunjukkan adanya penurunan simtom pada stres pasca trauma yang dirasakan dan kesiapan untuk melangkah maju melanjutkan kehidupannya. Hasil ini menunjukkan bahwa PTGP dapat membantu meningkatkan pertumbuhan pasca trauma dan mengurangi simtom-simtom psikologis yang dialami individu. Penelitian selanjutnya dapat difokuskan untuk menyediakan intervensi psikologis pada individu yang mengalami kematian anggota keluarga lainnya atau pasangan hidup pada masa perkembangan lainnya.

The event of death of the loved one is categorized as a traumatic event because the person who experienced does not have the control to prevent followed by a feeling of helplessness. Young adults who experienced grieving caused by the death one of the parents participated in this study. The developmental task during young adults has to be on its course for them to be able to establish firmly in the next adult developmental phase. The Posttraumatic Growth Path (PTGP) model therapy was chosen to be one of the intervention methods to help those individual to experienced posttraumatic growth and to have better and positive understanding of the event. This therapy was conducted individually which consist of four session (deal, feel, heal and seal) in five weeks. This study design is pre test post test with purposive sampling method in selecting the participants. The participants are three young adults who experienced the death one of the parents and reported symptoms of posttraumatic stress and also difficulties in overcoming the grieving reactions. To determine the effectivity of the therapy, participants was interviewed and filling in the questionnaire Posttraumatic Growth Inventory (PTGI). After the intervention, all of the three participants reported reduction of the symptoms; more adaptive to the changes occurred after the death, and readiness to step forward to continue living. This result shows that Posttraumatic Growth Path (PTGP) was proved to be able to enhance posttraumatic growth. Future research must focus on the intervention to individual who experienced the death of other family member or spousal death in other developmental period."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T40851
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mega Tala Harimukthi
"Individu dewasa muda yang mengalami gangguan kecemasan sosial memiliki penilaian negatif terhadap diri sendiri yang besar. Selain itu, individu juga lebih sering mengkritik diri secara negatif dibandingkan menerima dirinya. Self-compassion menjadi sesuatu yang penting untuk mereka agar dapat berbelas kasih terhadap dirinya sendiri dan menghadapi situasi-situasi yang membuat tidak nyaman serta menakutkan. Self-compassion merupakan sikap diri yang positif secara emosional dapat melindungi diri akibat adanya penilaian diri yang negatif, kritik diri negatif, isolasi diri, dan ruminasi. Penelitian ini menggunakan Acceptance and Commitment Therapy (ACT) untuk meningkatkan self-compassion pada individu dewasa muda yang mengalami kecemasan sosial. ACT menggunakan metode paparan (exposure) dan experiential avoidance. Penelitian ini merupakan quasi experiment research dengan metode pretest-posttest nonequivalent control group. Terdapat keterbatasan penelitian sehingga pada kelompok eksperimen hanya ada tiga partisipan yang dapat menyelesaikan intervensi hingga selesai, begitupun pada kelompok kontrol hanya ada tiga partisipan yang mengisi pre-test dan post-test. Partisipan pada kelompok eksperimen mengalami peningkatan self-compassion berdasarkan skor pada Self-Compassion Scale (SCS) dan penurunan kecemasan sosial berdasarkan skor Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS), yang tidak dialami oleh partisipan pada kelompok kontrol. Hasil penelitian menemukan bahwa ACT dapat meningkatkan self-compassion pada individu dewasa muda dan menurunkan kecemasan sosialnya. Teknik ACT yang paling bermanfaat bagi partisipan adalah mindfulness. Temuan lainnya pada penelitian ini adalah gaya pengasuhan orangtua yang mengkritik anak akan menimbulkan kecemasan sosial. Penelitian ini juga memperoleh hasil bahwa individu yang memiliki self-compassion tinggi akan terhindar dari perundungan karena individu mampu memposisikan diirnya dengan baik. Penjelasan hasil penelitian dapat dilihat secara lengkap pada bagian diskusi.

Young adult with social anxiety disorder has a negative self-criticsm to theirselves than to accept. Self-compassion is a construct to help to caring, loving, and being compassion to self. Compassion help them to be warmth and kind to self in social situation that fear them. Self-compassion is an emotional positive attitude that can keep itself from what in the negative situation, negative self-criticsm, self-isolation, and rumination. Acceptance and Commitment Therapy (ACT) is used in this study for enhancing self-compassion among young adulthood with social anxiety. ACT aim to help individual with social anxiety to exposure to social experiences they avoid. This research is quasi experiment research with pretest-posttest nonequivalent control group design with three participants on each experiment and control group. The scores of Self-Compassion Scale (SCS) were increased and Liebowitz Social Anxiety Scale (LSAS) were decreased on experimental group. One of technique on ACT which help participants is mindfulness. Another result from this study are parental criticism would make people being social anxiety, people with high selfcompassion would avoid from bullying. The explanation of the results of this study can be seen in detail in the discussion section."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T49424
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmaya Sholiha
"Secara psikologis, gagal ginjal kronis dapat memunculkan beberapa gejala negatif, seperti stres pascatrauma, perasaan tidak berdaya, dan depresi. Dampak psikologis yang bersifat negatif tersebut, relatif dihayati lebih berat oleh penderita yang berjenis kelamin laki dan berusia dewasa muda karena mereka secara sosial dipandang sebagai sosok yang lebih aktif, dan sedang memusatkan perhatiannya pada pencapaian berbagai ambisi hidup. Selain memperoleh dampak negatif dari penyakitnya, penderita gagal ginjal kronis juga merasakan dampak yang positif, berupa posttraumatic growth (PTG). PTG merupakan pertumbuhan atau perubahan diri positif yang muncul setelah individu mengalami persitiwa traumatis. Salah satu bentuk intervensi yang dapat meningkatkan PTG individu adalah Model Posttraumatic Growth Path (PTGP). Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas Model PTGP dalam meningkatkan PTG pada laki-laki usia dewasa muda yang mengalami gagal ginjal kronis dan menjalani pengobatan hemodialisis. Desain penelitian yang digunakan adalah one group pre-post design dan melibatkan 3 orang partisipan laki-laki berusia dewasa muda. Intervensi model PGTP dilakukan sebanyak 4 sesi. Dua dari tiga partisipan mengalami peningkatan PTG setelah mengikuti intervensi, yang ditandai dengan meningkatnya skor dimensi-dimensi PTG pada PTGI. Teknik yang dianggap banyak membantu partisipan adalah relaksasi, metafora pohon, hero archetype, analogi boks, dan penentuan PTG channeling serta tindakan spesifik yang bisa dilakukan.

Psychologically, chronic kidney failure can cause negative symptoms, such us posttraumatic stress, helpless, and depression. Young adult men perceive these psychologically effects harder than women and other cohorts because they feel they are perceived as more active figure and striving they ambitions. Instead of the negative effects, they experience the positive, called posttraumatic growth (PTG). PTG is self positive change after the person experience a traumatic event. Such intervention to enhance PTG is Model Posttraumatic Growth Path (PTGP). The aim of this study is to examine effectiveness of intervention with Model PTGP to enhance PTG in young adult men who suffer chronic kidney disease and have haemodialysis. The one group pre-post design applied in study with 3 participants during 4 session intervention. At the end of intervention, 2 of 3 participants have enhanced PTG indicated by the improvement of PTGI score. The techniques used in this intervention are relaxation technique, tree metaphor, hero archetype, box analogy, and PTG channeling.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T34940
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Juwita Kusumawardhani
"Hubungan romantis merupakan sumber penting bagi self esteem, kesehatan, dan kebahagiaan atau subjective well being seorang individu (Reis, Collins, & Berscheid, 2000). Oleh karena itu, putusnya hubungan romantis dapat menurunkan tingkat kebahagiaan dan subjective well being seseorang meskipun subjective well being tergolong relatif stabil selama rentang kehidupan (Park & Sanchez, 2007). Lebih lanjut, terkadang seorang individu merespon putusnya hubungan romantis dengan tindakan maladaptif seperti distres emosional berkepanjangan dan usaha obsesif untuk memperoleh kembali mantan pasangan. Salah satu teknik intervensi yang dipercaya dapat meningkatkan kebahagiaan seseorang adalah Acceptance Commitment Therapy (ACT) (Harris, 2008). Desain penelitian yang digunakan adalah one group pretest-posttest design. Partisipan adalah dewasa muda dengan rentang usia 20 hingga 40 tahun. Intervensi ini terdiri dari lima pertemuan yang dilakukan sebanyak satu kali di dalam seminggu selama ±90 menit setiap sesinya. Berdasarkan pengukuran kuantitatif melalui Oxford Happiness Questionnaire dan Core Bereavement Item, serta penilaian kualitatif melalui observasi dan wawancara terlihat adanya perubahan peningkatan subjective well being setiap partisipan setelah diberikan intervensi. Oleh karena itu, kesimpulan yang diperoleh adalah Acceptance Commitment Therapy dianggap efektif dalam meningkatkan subjective well being pada dewasa muda pasca putusnya hubungan pacaran.

Romantic relationship is one of the most important assets for individual‟s self esteem, health and happiness or their subjective well-being (Reis, Collins, & Berscheid, 2000). By that fact, the broke-up of the romantic relationship can decrease the level of happiness and subjective well-being of individuals whether the subjective well-being itself is relatively stable for the entire life (Park & Sanchez, 2007). Sometimes an individual responded their broke-up by doing some maladaptive acts such as an endless emotional distress and obsessive act just to get back their ex-partner. One of the most reliable intervention techniques to increase people‟s happiness is Acceptance Commitment Therapy (ACT) (Harris, 2008). The research design is using one group pretest-postest design. As a partisipant, young adult should be in 20 until 40 years of age. This intervention contains 5 (five) session which held once in a week and the duration is ± 90 minutes per session. Based on the quantitative evaluation with Oxford Happiness Questionnaire and Core Bereavement Item, and also the qualitative evaluation from observation and interview, the main result pointed that Acceptance Commitment Therapy is effectively proven to increase subjective well-being in Young Adults‟ post relationship dissolution."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T30506
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diptya Ratri Pratiwi
"Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas intervensi Acceptance and Commitment Therapy (ACT) berbasis web dalam meningkatkan personal growth initiative(PGI) pada mahasiswa sarjana yang mengalami depresi, kecemasan, atau stres. Tingkat depresi, kecemasan, dan stres diukur dengan menggunakan Depression Anxiety Stress Scales (DASS-42), sedangkan PGI diukur dengan menggunakan Personal Growth Initiative Scale II (PGIS-II). Desain one-group pretest-posttest dengan tambahan pengukuran follow-up digunakan dalam penelitian ini. Asesmen dilakukan sebelum, sesudah, dan dua minggu setelah intervensi dilaksanakan. Intervensi ACT berbasis web berlangsung selama satu bulan dengan menggunakan sistem Student Centered e-Learning Environment (SCeLE) Universitas Indonesia dan terdiri dari delapan sesi. Pengolahan data menggunakan Friedman Test dan Wilcoxon Signed-Rank Test menunjukkan bahwa PGI meningkat secara signifikan (p < 0,017) setelah intervensi ACT berbasis web. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa tingkat depresi, kecemasan, dan stres mahasiswa sarjana menurun secara siginfikan (p < 0,017) setelah intervensi ACT berbasis web. Selain itu ditemukan bahwa terdapat korelasi yang negatif antara perubahan PGI selama intervensi dengan tingkat depresi saat intervensi berkahir (p < 0,05).

This study aims to examine the effectiveness of web-based Acceptance and Commitment Therapy (ACT) intervention in improving personal growth initiative (PGI) in undergraduate students who experience depression, anxiety, or stress. Levels of depression, anxiety, and stress were measured using the Depression Anxiety Stress Scales (DASS-42), while PGI was measured using the Personal Growth Initiative Scale II (PGIS-II). One-group pretest-posttest design with additional follow-up measurement were used in this study. Assessments were conducted before, after and two weeks after the intervention was implemented. The web-based ACT intervention was carried out for one month using Universitas Indonesia's Student Centered e-Learning Environment (SCeLE) system and consisted of eight sessions. Data processing using Friedman Test and Wilcoxon Signed-Rank Test showed that PGI significantly increased (p < 0.017) following the web-based ACT intervention. This study also showed that the level of depression, anxiety, and stress of undergraduate students significantly reduced (p < 0.017) following the web-based ACT intervention. In addition, there is a negative correlation between changes in PGI during the intervention and the level of depression at the end of the intervention (p < >0.05)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Savitri
"Penyandang tuna daksa dapatan memiliki reaksi yang lebih negatif akibat disabilitas fisik mereka dibandingkan tuna daksa dari lahir karena mereka pernah mengalami hidup normal dan telah menyusun suatu rencana masa depan dengan keadaan normal. Reaksi tersebut adalah simtom Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) dan dampak-dampak psikologis lainnya. Untuk mengatasi dampak tersebut, penyandang tuna daksa dapatan disarankan untuk menjalani serangkaian program rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis, vokasional dan sosial. Akan tetapi, ketiga rehabilitasi ini dipandang tetap perlu mengikutsertakan rehabilitasi psikis dalam program rehabilitasi tersebut. Hal ini dikarenakan sesuai dengan model biopsikososial yaitu semua yang terjadi pada tubuh manusia, akan berdampak pada aspek psikologis dan sosial dari manusia tersebut, dan akan berpengaruh terhadap keseluruhan tingkah laku dari manusia itu. Saat ini, rehabilitasi psikis berupa pemberian intervensi psikologis makin berkembang ke arah peningkatan keberfungsian diri para penyandang tuna daksa, salah satunya adalah Posttraumatic Growth Path (PTGP). PTGP bermanfaat untuk meningkatkan Posttraumatic Growth (PTG) atau pertumbuhan pasca trauma. Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas Posttraumatic Growth Path (PTGP) dalam meningkatkan Posttraumatic Growth (PTG) pada penyandang tuna daksa dapatan di usia dewasa muda. Pengukuran terhadap PTG menggunakan Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) dan metode wawancara dan observasi terhadap partisipan. Setelah menjalankan intervensi dengan menggunakan PTGP, ketiga partisipan mengalami peningkatan PTG, diketahui dari peningkatan skor Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) dan evaluasi kualitatif, seperti tahapan penyesuaian diri dari kecacatan permanen, simtom-simtom PTSD, dan dampak psikologis lainnya. PTGP dapat meningkatkan PTG pada penyandang tuna daksa dapatan di usia dewasa muda melalui intervensi dalam 4 sesi dan memunculkan perubahan yang lebih baik dalam kelima domain PTG pada ketiga partisipan.

People with acquired physical disability have more negative reactions due to their physical disability than people with physical disability from their birth because they had experienced a normal life and have devised a plan the future with a normal state. The reaction is a symptom of Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) and other psychological impacts. To address these impacts, People with acquired physical disability are advised to undergo a series of rehabilitation programs, namely medical rehabilitation, vocational and social. However, three rehabilitation programs are considered permanent rehabilitation need to include psychological rehabilitation in the rehabilitation program. This is because according to the biopsychosocial model that is all that happens in the human body, will have an impact on the psychological and social aspects of the human being, and will affect the overall behavior of the human being. Currently, psychological rehabilitation is growing toward selfimprovement of the functioning of people with physical disability, one of which is the Posttraumatic Growth Path (PTGP). PTGP useful to improve Posttraumatic Growth (PTG). Posttraumatic Growth Path (PTGP) in improving the Posttraumatic Growth (PTG) in people with acquired physical disability in early adulthood. Measurement of PTG using Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) and methods of interviews and observation. After running the intervention by using PTGP, three participants experienced an increase in PTG, known from an increase in score Posttraumatic Growth Inventory (PTGI) and a qualitative evaluation, such as the adjustment state of permanent disability, the symptoms of PTSD and other psychological effects. PTGP can increase PTG in people with acquired physical disability in early adulthood through intervention in 4 sessions and bring change for the better in the fifth domain of PTG in the all participants."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35439
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evita Pamela Putri
"Peristiwa kematian orang tua saat individu berada pada tahapan usia emerging adulthood dapat menjadi peristiwa traumatis yang mengguncang pemahaman terhadap dunia, namun juga dapat menimbulkan perubahan positif pada diri individu sebagai akibat dari perjuangannya menghadapi krisis tersebut. Perubahan yang disebut dengan posttraumatic growth ini dapat dipengaruhi oleh faktor personal, seperti optimisme, dan faktor lingkungan, seperti perceived social support. Penelitian ini ingin melihat apakah optimisme dan perceived social support dapat memprediksi posttraumatic growth serta apakah perceived social support dapat berperan sebagai moderator dalam pengaruh optimisme terhadap posttraumatic growth. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan cross-sectional dengan menggunakan alat ukur Posttraumatic Growth Inventory PTGI, revised Life Orientation Test LOT-R, dan Multidimensional Scale of Perceived Social Support (MSPSS). Partisipan terdiri atas 66 emerging adults usia 18-25 tahun yang mengalami kematian salah satu orang tua pada 6 bulan hingga 3 tahun terakhir. Hasil analisis regresi menemukan bahwa optimisme tidak memprediksi posttraumatic growth, perceived social support memprediksi posttraumatic growth, serta perceived social support tidak berperan sebagai moderator. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi untuk penyusunan materi intervensi bagi emerging adults yang menghadapi kematian orang tua maupun psikoedukasi bagi masyarakat umum.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyo Purnomo As`hab
"Prevalensi resistan terhadap obat TB lini pertama rifampicin (RR-TB) di Dunia pada tahun 2017 sebesar 7,4 per 100.000 penduduk, dan dari angka tersebut 82% mengalami multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB). Indonesia termasuk 20 besar negara dengan MDR-TB terbanyak didunia, dengan prevalensi 8,8 per 100.000 penduduk. Pengobatan MDR-TB membutuhkan waktu yang lama, dan mempunyai efek samping secara biologis dan psikososial. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh tindakan keperawatan spesialis (ACT) terhadap ansietas, depresi, ide bunuh diri dan kepatuhan pada klien MDR-TB. Desain penelitian quasi eksperimental menggunakan pre-post test dengan total sampling dan dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok intervensi 1 dilakukan tindakan keperawatan ners (TKN) untuk diagnosa keperawatan ansietas, depresi, ketidakberdayaan, keputusasaan dan risiko bunuh diri, kelompok intervensi 2 dilakukan tindakan keperawatan ners dan keperawatan spesialis (ACT). Pengumpulan data menggunakan hammilton rating scale for anxiety (HAM-A), beck hopelesness scale (BHS), scale for suicide ideation (SSI), dan morisky medication adherence scale (MMAS). Hasil penelitian menunjukkan TKN menurunkan anisetas (p=0,008), TKS (ACT) menurunkan ansietas (p=0,006) dan TKS (ACT) menurunkan depresi (p=0,004), tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok yang mendapatkan TKN dengan
kelompok yang mendapatkan TKN dan TKS (ACT), terdapat hubungan yang bermakna antara ansietas dan kepatuhan (p=0,006). Tindakan Keperawatan Ners (TKN) dan Tindakan Keperawatan Spesialis (ACT) direkomendasikan diterapkan pada klien MDRTB.

Worldwide the prevalence of resistance to the first-line TB drug, rifampicin (RR-TB) in 2017 was 7,4 per 100.000 population, with 82% experienced multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB). Indonesia is the top 20 countries with MDR-TB burden, with a prevalence of 8.8 per 100,000 population. Multidrug resistant tuberculosis (MDR-TB) requires a long-time treatment, and has accompanying side effects both biological and psychosocial effects, but efforts to overcome the psychosocial impact have not been made. This study aims to determine the effect of specialist nursing actions (ACT) on anxiety, depression, suicidal ideas and adherence to MDR-TB clients. This research using quasi experimental design with total sampling and divided into 2 groups. Intervention group 1 gets general nursing action for nursing diagnosis anxiety, helplessness, hopelessness, and risk for suicide, intervention group 2 gets general nursing action and specialist nursing actions (ACT). Data collection uses hammilton rating scale for anxiety (HAM-A), Beck hopelesness scale (BHS), scale for suicide ideation (SSI), and morisky medication adherence scale (MMAS). The results showed that general nursing action reduced anxiety (p = 0,008), specialist nursing actions (ACT) reduced anxiety (p = 0,006) and specialist nursing actions (ACT) decreased depression (p = 0.004), there was no significant difference between both group, and there was a significant relationship between anxiety and adherence (p = 0,006). General nursing action and specialist nursing actions (ACT) are recommended to be applied to MDR-TB clients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ari Arfianto
"Terapi penerimaan dan komitmen (TPK) sering digunakan untuk mengatasi masalah gangguan jiwa. TPK meningkatkan fleksibilitas psikologis individu agar mampu menerima pengalaman masalah lalu yang tidak menyenangkan dan membangun komitmen perilaku baru yang lebih baik. TPK dapat menjadi pilihan dalam mengatasi masalah harga diri rendah kronis (HDRK).
Tujuan karya ilmiah ini adalah menjelaskan penerapan TPK pada klien HDRK di rumah sakit jiwa daerah Jawa Barat. Sebanyak 25 klien HDRK mendapatkan TPK dengan jumlah 4 sesi.
Hasilnya menunjukkan bahwa tanda gejala kognitif turun 92,16%; tanda gejala afektif turun 85,31%; tanda gejala fisiologis turun 89,23%; tanda gejala perilaku turun 88,41%; tanda gejala sosial turun 85,96%; kemampuan menerimaan dan berkomitmen meningkat 66,00%.
Penerapan TPK direkomendasikan sebagai terapi spesialis keperawatan untuk klien HDRK. TPK 4 sesi ini juga perlu diuji keefektifannya melalui riset dan pengaruhnya pada diagnosis keperawatan lain.

Acceptance and commitment therapy (ACT) is often used to solve the mental health problem. ACT increasing the individual psychological flexibility to enable him to receive unpleasant experiences and problems and build commitment to new and better behaviors. ACT can be one of solutions to resolve chronic low self-esteem.
The purpose of this study was to explain the application of ACT in chronic low self-esteem to hospitalized clients at Mental Hospital in West Java. Twenty-five clients with chronic low self-esteem received 4 sessions of ACT.
The results were cognitive signs and symptoms decreased 92,16%; affective signs and symptoms decreased 85,31%; physiological signs and symptoms decreased 89,23%; behavior signs and symptoms decreased 88,41%; social signs and symptoms decreased 85,96%; and the patient?s ability to accept and commit increased up to 66,00%.
It is recommended that ACT is implemented as nursing specialized therapy to chronic low self-esteem clients. Four sessions of ACT also need to be tested for its effectiveness through research and its effect in other nursing diagnosis.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>