Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67965 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maulidia Ekaputri
"Psikotik merupakan gangguan jiwa berat yang menyebabkan beban ekonomi besar karena menyebabkan berkurangnya produktivitas pada pasien. Luaran skizofrenia dipengaruhi oleh banyak faktor prognostik, diantaranya gejala negatif, lama waktu mencari pengobatan/ duration of untreated psychosis DUP dan fungsi kognitif. Namun demikian, interaksi DUP dengan faktor prognostik lainnya belum dipahami dengan jelas. DUP diduga berhubungan dengan metakognisi karena DUP berhubungan dengan gejala negatif. Metakognisi merupakan mediator antara fungsi kognitif dan luaran fungsional psikotik. Studi ini adalah studi potong lintang untuk meneliti hubungan DUP dengan fungsi metakognisi setelah pengobatan. Sampel merupakan 50 pasien berumur 5-18 tahun penderita gangguan psikotik yang didapatkan melalui consecutive sampling. Fungsi metakognisi diukur dengan indeks metakognisi pada kuisioner Behaviour Rating Inventory of Executive Function versi Bahasa Indonesia BRIEF-BI oleh orangtua dan DUP didapatkan melalui rekam medis atau wawancara. Subjek penelitian memiliki median DUP 2.0 0; 84.0 bulan dan lama pengobatan 12.0 0; 72.0 bulan. Analisis bivariat memperlihatkan hubungan bermakna antara DUP ge;6 bulan dan fungsi metakognisi, inisiasi, perencanaan, dan monitor lebih buruk p.

Psychosis is a serious mental disorder causing big economic burden due to decreased productivity of the patients. Outcome of schizophrenia is influenced by many prognostic factors, including negative symptoms, duration of untreated psychosis DUP , and neurocognition. Yet, interaction between DUP and other prognostic factors is not fully understood. DUP is thought to have a relationship with metacognition since DUP is associated with negative symptoms. This is a cross sectional study which aims to study the relationship between DUP and metacognition after antipsychotic treatment. Sample consists of 50 patients aged 5 18 years old with psychotic disorder which was selected by consecutive sampling. Metacognition was measured as metacognition index of Behaviour Rating Inventory of Executive Function Indonesian Version questionnaire by parents and DUP is obtained from medical records or interview. The median DUP is 2.0 0 84.0 months and duration of treatment is 12.0 0 72.0 months. Bivariate analysis showed significant relationships between DUP ge 6 months and worse metacognition, initiation, planning, dan monitor p."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana Ariella Nita Hadi
"Psikosis merupakan gangguan jiwa berat yang mengakibatkan gangguan fungsi pengendalian perilaku pada anak. Penelitian sebelumnya menyatakan lama waktu pencarian pengobatan duration of untreated psychosis, DUP yang panjang berhubungan dengan fungsi eksekutif yang lebih buruk. Namun belum ada penelitian mengenai hubungannya dengan fungsi pengendalian perilaku sebagai salah satu komponen fungsi eksekutif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara lama waktu pencarian pengobatan pasien psikosis terhadap fungsi pengendalian perilaku. Desain studi ini adalah potong lintang dengan 48 subjek yang memenuhi kriteria penelitian dengan metode consecutive sampling. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu DUP pendek 6 bulan. Orang tua / wali dari subjek diwawancara dengan menggunakan kuesioner Behavior Rating Inventory of executive function- Bahasa Indonesia BRIEF-BI. Dengan uji T-test, didapat fungsi pengendalian perilaku dengan lama waktu pencarian pengobatan dengan beda rerata= 10,12 IK95 = 1,09-19,15; nilai p= 0,029 . Komponen dari fungsi pengendalian perilaku, inhibisi, shift, dan kontrol emosional bernilai p= 0,146; p= 0,007; p= 0,120 secara berurutan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara lama waktu pencarian pengobatan dengan fungsi pengendalian perilaku. Namun, hanya komponen shift yang menunjukkan hasil signifikan. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joko Cahyo Baskoro
"Psikosis adalah salah satu gangguan jiwa berat yang dapat memperburuk memori kerja. Teori mengatakan bahwa lama pencarian pengobatan psikosis duration of untreated psychosis, DUP yang panjang menyebabkan memori kerja yang lebih buruk. Namun, hasil penelitian pada pasien dewasa tidak konsisten sementara penelitian pada pasien anak belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara lama waktu pencarian pengobatan psikosis dengan memori kerja pada anak. Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan 45 subjek yang dibagi ke dalam dua kelompok pasien dengan DUP pendek.

Psychosis is a morbid mental disorder which impairs working memory. Theory suggests that longer duration of untreated psychosis DUP results in worse working memory. However, results of previous studies remain inconsistent whereas no study has been conducted in children. This study aims to find out the association between duration of untreated psychosis and working memory in children. This is a cross sectional study with 45 subjects who were divided to two groups of patients with short DUP "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, M. Deni
"Latar Belakang: Adenoma hipofisis adalah kumpulan dari berbagai jenis tumor yang ditemukan di kelenjar hipofisis, yang dapat menyebabkan kompresi nervus optikus, sehingga menyebabkan penurunan tajam penglihatan dan lapang penglihatan akibat efek penekanan massa tumor. Tindakan operasi transfenoid pada adenoma hipofisis bertujuan untuk menegakkan diagnosis dan dekompresi massa tumor dengan harapan memperbaiki atau mempertahankan fungsi nervus optikus.
Tujuan: Menilai luaran fungsi penglihatan (tajam penglihatan dan lapang penglihatan) pada pasien adenoma hipofisis serta faktor-faktor yang mempengaruhi luaran tersebut.
Metode: Penelitian potong lintang terhadap pasien-pasien adenoma hipofisis yang telah dioperasi transfenoid dari tahun 2012-2014. Fungsi penglihatan pasien (visus, visual impairment scale, dan lapang penglihatan) sebelum dan sesudah operasi transfenoid diambil dari rekam medik pasien.
Hasil: Sebanyak delapan sampel (57,1%) mengalami perbaikan dan enam pasien (42,9%) tidak mengalami perbaikan nilai visual impairment scale (VIS). Sebanyak delapan sampel (57,1%) mengalami perbaikan dan sebanyak enam pasien (42,9%) tidak mengalami perbaikan visus. Setelah dilakukan tindakan pembedahan untuk mengangkat adenoma hipofisis dengan pendekatan transfenoid, sebagian besar pasien (57,1%) mengalami perbaikan fungsi penglihatan baik dengan metode pemeriksaan visus maupun VIS. Usia, jenis kelamin, waktu onset sampai berobat, waktu berobat sampai operasi, waktu onset sampai operasi, atau volume operasi tidak berhubungan dengan luaran fungsi penglihatan pasien.
Kesimpulan: Operasi transfenoid pada adenoma hipofisis dapat memberikan perbaikan fungsi penglihatan pada sebagian besar pasien adenoma hipofisis.

Background: Pituitary adenoma is a collection of various type tumors found in the pituitary gland, which can lead to compression of the optic nerve, causing a decrease in visual acuity and field of vision due to the suppressive effect of the tumor mass. Transphenoidal surgery on pituitary adenoma aims to diagnose and decompression of the tumor mass in order to improve or preserve optic nerve function.
Purpose: Evaluate the visual function outcomes (visual acuity and field of vision) in patients with pituitary adenoma and the factors that influence these outcomes.
Method: A cross-sectional study on patients who had transphenoidal surgery of pituitary adenoma from 2012 - 2014. The patient’s visual functions (visual acuity, visual impairment scale, and field of vision) were evaluated before and after transphenoidal surgery. The data were taken from the patient’s medical record.
Result: A total of eight patients (57.1%) showed improvement and six patients (42.9%) didn’t show improvement of visual impairment scale (VIS). A total of eight pstients (57.1%) showed improvement, and as many as six patients (42.9%) did not show vision improvement. After transphenoidal surgery, most patients (57.1%) had improved their visual functions not only by Snellen chart visual acuity test, but also by VIS score. Age, gender, time of onset to treatment, treatment time until surgery, time of onset to surgery, tumor volume before surgery were not related to the patient's visual function outcomes.
Conclusion: Transphenoidal surgery of pituitary adenoma can provide visual function improvement in most patients with pituitary adenoma.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isyah Rahma Dian
"Latar Belakang
Pandemi COVID-19 telah dinyatakan berakhir oleh World Health Organization sehingga anak- anak dengan gangguan neurologis dan neurodevelopmental perlu untuk beradaptasi kembali. Oleh karena itu, penelitian mengenai adaptasi pascapandemi terkait layanan kesehatan, perkembangan masalah medis anak, hubungan anak dengan keluarga dan teman, perilaku anak, dan masalah yang dihadapi oleh orang tua, pengasuh, dan keluarga dalam penanganan anak perlu dilakukan untuk merancang intervensi dan kebijakan yang mendukung mereka dalam menghadapi situasi serupa di masa depan.
Metode
Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada orang tua atau pengasuh pasien Poliklinik Neurologi Anak RSCM Kiara pada Oktober-November 2023 dengan instrumen penelitian berupa kuesioner yang berisi 48 pertanyaan untuk mengetahui adaptasi pascapandemi COVID-19 terhadap anak-anak dengan gangguan neurologis dan neurodevelopmental. Data disajikan dalam N dan persentase serta rerata dan standar deviasi (jika terdistribusi normal) atau median dan nilai minimum-maksimum (jika tidak terdistribusi normal).
Hasil
Jumlah subjek yang terlibat adalah 125 orang, yang didominasi oleh ibu (85,6%), dengan median (min-maks) usia anak 7 (2-17) tahun, dan diagnosis anak didominasi oleh epilepsi (58,3%). Setelah pandemi, sebanyak 54,4% responden mengalami kesulitan layanan kesehatan dalam aspek waktu tunggu rawat jalan dan 56,8% melaporkan adanya perbaikan dalam masalah medis. Mayoritas hubungan anak dengan keluarga adalah baik ketika sebelum dan selama pandemi (48,8%) serta setelah pandemi (49,6%). Terkait hubungan anak dengan teman, selama pandemi, hampir separuh anak tidak melakukan kontak dengan teman-teman mereka (44,8%), tetapi sekarang, mayoritas anak telah kembali bermain secara langsung (62,4%). Terkait perubahan perilaku pascapandemi, sebanyak 43,2% melaporkan relatif sama saja. Sementara terkait masalah yang dihadapi oleh orang tua, pengasuh, dan keluarga dalam penanganan anak, 40,8% menyatakan bahwa tidak ada kesulitan dalam menangani anak-anak mereka setelah pandemi. 
Kesimpulan
Adaptasi pascapandemi COVID-19 memberikan dampak pada layanan kesehatan, perkembangan medis anak, perubahan perilaku, dan hubungan dengan teman terhadap anak-anak dengan gangguan neurologis dan neurodevelopmental, meskipun sebagian besar hubungan keluarga tetap baik, dan sebagian besar orang tua melaporkan tidak adanya perubahan signifikan dalam situasi kerja atau tidak ada kesulitan yang dihadapi dalam menangani anak.

Introduction
The World Health Organization has declared the COVID-19 pandemic over, so children with neurological and neurodevelopmental disorders need to adapt again. Therefore, research on post- pandemic adaptation related to health services, the development of children's medical problems, children's relationships with family and friends, children's behavior, and problems faced by parents, caregivers, and families in treating children needs to be carried out to design interventions and policies that support them in facing similar situations in the future.
Method
This research is a cross-sectional study on parents or caregivers of patients at the Children's Neurology Polyclinic RSCM Kiara in October-November 2023 with a research instrument in the form of a questionnaire containing 48 questions to determine post-COVID-19 pandemic adaptation for children with neurological and neurodevelopmental disorders. Data are presented in N and percentage as well as mean and standard deviation (if normally distributed) or median and minimum-maximum values (if not normally distributed).
Results
The number of subjects involved was 125 people, dominated by mothers (85,6%), with a median (min-max) child age of 7 (2-17) years, and the child's diagnosis was dominated by epilepsy (58,3%). After the pandemic, 54,4% of respondents experienced health service difficulties regarding outpatient waiting times, and 56,8% reported improvements in medical problems. Most children's relationships with their families were good before and during the pandemic (48,8%) and after (49,6%). Regarding children's relationships with friends, during the pandemic, almost half of children had no contact with their friends (44,8%), but now, most children have returned to playing in person (62,4%). Regarding changes in post-pandemic behavior, 43,2% reported that it was relatively the same. Meanwhile, regarding the problems parents, caregivers, and families faced in handling children, 40,8% stated there were no difficulties managing their children after the pandemic.
Conclusion
Post-pandemic COVID-19 adaptation has had an impact on health services, children's medical development, changes in behavior, and relationships with friends for children with neurological and neurodevelopmental disorders; although most family relationships remain good, and most parents report no significant differences in a work situation, or there are no difficulties faced in dealing with children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Erawati
"ABSTRAK
Waham merupakan masalah keperawatan yang menempati peringkat kelima di RSJ
Prof. Dr. Soeroyo Magelang dan penanganan waham dengan terapi
metakognitifbelum pernah dilakukan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah
memperoleh gambaran tentang pengaruh terapi metakognitifterhadap intensitas
waham dan kemampuan metakognitif pada klien skizofrenia di RSJ Prof. Dr. Soeroyo
Magelang. Metode penelitian adalah ?Quasi experimental pre-post test with control
group? dengan intervensi terapi metakognitif. Pengambilan sampel secara purposive
sampling. Alat pengumpul data menggunakan kuesioner karakteristik responden,
intensitas waham dan kemampuan metakognitif.Terapi metakognitif dilakukan pada
kelompok intervensi dengan delapan kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan
penurunan intensitas waham dan peningkatan kemampuan metakognitif secara
bermakna(p value<α 0,05) pada kelompok intervensi. Penurunan intensitas waham
dan peningkatan kemampuan metakognitif pada klien yang mendapatkan terapi
metakognitif lebih besar secara bermakna (p value<α 0,05) dibandingkan dengan
yang tidak mendapatkan terapi metakognitif. Peningkatan kemampuan metakognitif
berhubungan secara bermakna (p value<α 0,05) dengan penurunan intensitas waham
pada kelompok yang mendapatkan terapi metakognitif. Direkomendasikan untuk
menerapkan terapi metakognitif pada klien skizofrenia dengan waham di RSJ oleh
perawat yang mempunyai kompetensi.

ABSTRACT
Delusion ranked fifth in Mental Hospital Prof.Dr.SoeroyoMagelang and
metacognitive therapy never done to schizophrenia clients withdelusions in
Indonesia.The aim of this research was to describe comprehensive by the influence of
metacognitive therapy on delusion intensity and metacognitive ability. Design of this
research was using ?Quasi experimentalpreposttestwith control group by using
purposive sampling procedure. A sample consist of 26 respondents as intervention
group dan 26respondents as control group. Metacognitive therapy was administered
individually with eight sessions for intervention group and therapy as usual for
control group. The results of this research depictedthat the delusion intensity and
metacognitive abilities have improvedsignificantly (p value< 0,05) on intervention
group. Intensity delusion and metacognitive abilities for intervention group was
compared with control group showed the significant different (p value< 0,05). There
were correlations between intensity delusion and metacognitive ability (p value<
0,05). The recommendations of this research findings to conduit were to conduct
metacognitive therapy regulary for schizophrenic client with delusion, and ensureit is
practiced by a qualified nurse."
2013
T33300
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anidiah Novy Hasdi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran gangguan mental serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya gangguan mental pada pasien dengan stroke di Poliklinik Saraf RSCM pada tahun 2016. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan desain penelitian studi potong lintang. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa, 46.8 subyek dengan stroke di poliklinik Saraf RSCM mengalami gangguan mental. Gangguan mental terbanyak adalah episode depresif sebesar 19 dan distimia sebesar 16.2 . Jenis mekanisme koping yang terbanyak digunakan subyek adalah emotion focused coping dengan subskala mekanisme koping terbanyak yaitu religion. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, riwayat gangguan mental di keluarga, lokasi lesi, waktu pasca stroke, jenis stroke dan mekanisme koping dengan terjadinya gangguan mental pada pasien stroke. Hubungan yang bermakna didapatkan dari disabilitas fisik, yaitu ketergantungan ringan dan ketergantungan sedang yang berhubungan dengan terjadinya gangguan mental pada pasien stroke.

ABSTRACT
This study aimed to get an overview of mental disorders and the factors that influence the occurrence of mental disorders in patients with stroke in Neurology clinic RSCM in 2016. The study was a descriptive analytic research using cross sectional study design study. The result showed that, 46.8 of subjects with stroke in Neurology clinic RSCM had a mental disorder. Most mental disorders are major depressive episode was 19 and 16.2 dysthymia. Most types of coping mechanisms subject used is emotion focused coping with subscale most coping mechanism that is religion. There is no significant relationship between gender, history of mental illness in the family, lesion location, time of post stroke, stroke and coping mechanisms with the onset of mental disorders in stroke patients. A significant association was obtained from a physical disability, mild and moderate dependence was associated with the occurrence of mental disorders in stroke patients."
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anna Kurnia
"Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah salah satu penyakit tulang belakang yang paling umum. HNP merupakan keadaan dimana nukleus pulposus keluar menonjol untuk kemudian menekan ke arah kanalis spinalis melalui anulus fibrosus yang robek. HNP paling sering ditemukan di vertebra lumbalis dan hanya sebagian kecil ditemukan di daerah servikal. HNP lumbal paling sering pada daerah L4-L5 atau L5-S1. Dampak dan masalah keperawatan yang muncul pada pasien dengan HNP dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi fisilogis, psikologis, dan sosial serta kemandirian dalam berpartipasi dalam aktivitas sehari-hari. Berdasarkan hal tersebut diperlukan suatu pengkajian yang luas dalam menilai perubahan fungsional tersebut. Tujuan penulisan studi kasus ini yaitu menganalisis proses keperawatan pada pasien HNP L5-S1 paskaoperasi mikrodisektomi dengan pendekatan teori adaptasi Roy. Studi ini menggambarkan proses keperawatan secara komprehensif pada pasien HNP L5-S1 paskaoperasi mikrodisektomi. Proses keperawatan berdasarkan teori adaptasi Roy yang telah dilakukan pada pasien dengan HNP menunjukkan bahwa melalui pembentukan perilaku adaptif maka pasien dapat mencapai tujuan pengendalian penyakit dan komplikasinya. Partisipasi aktif pasien selama proses keperawatan membantu mencapai adaptasi secara fisik dan psikologis.

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) is among the most prevalent spinal conditions. HNP is a condition in which the nucleus pulposus protrudes through the torn annulus fibrosus and presses against the spinal canal. The majority of HNP is located in the lumbar vertebrae, while only a small percentage is found in the cervical region. Lumbar HNP is most prevalent in the L4-L5 and L5-S1 regions. Patients with HNP may experience disturbances in their physiological, psychological, and social functions, as well as their independence in participating in daily activities, as a result of the impact and nursing issues they experience. Based on this, a comprehensive evaluation is required to assess these functional changes. The purpose of this case study is to apply Roy's adaptation theory to analyze the nursing process in HNP L5-S1 patients following microdiscectomy surgery. This study describes in detail the nursing process for HNP L5-S1 patients following microdiscectomy surgery. The nursing process based on Roy's adaptation theory that has been implemented with HNP patients demonstrates that the patient can control the disease and its complications through the development of adaptive behavior. Active participation of the patient in the nursing process facilitates physical and psychological adaptation."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Suryo Aji
"Latar Belakang: Pengaruh sering kontak dengan white spirit di lingkungan kerja menjadi salah satu hal yang dicurigai sebagai pencetus penurunan atensi/konsentrasi/ingatan para mekanik sehingga terjadinya kecelakaan. Dari toxicological profilenya zat tersebut memiliki efek terhadap susunan saraf pusat yang kronis salah satunya adalah gangguan memori jangka pendek.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang. Subjek penelitian para mekanik kontraktor pertambangan batubara PT.A di Kalimantan Selatan, berjumlah 80 orang. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, pemeriksaan fisik, pemberian kuesioner serta pemeriksaan fungsi memori dengan RAVL dan ROCF test.
Hasil: Dari 80 sampel 57 (71,3%) mengalami gangguan memori jangka pendek. Tingkat pajanan ≥2,64 memiliki risiko 3,1 kali terjadi gangguan memori jangka pendek dibanding tingkat pajanan <2,64 (nilai p=0,048; OR=3,109; CI=1,012-9,551). Secara statistik faktor risiko yang bermakna adalah status gizi (nilai p=0,026; OR=0,276; CI=0,089-0,858) dan usia (nilai p=0,045; OR=0,310; CI=0,099-0,972)
Kesimpulan: Prevalensi gangguan memori jangka pendek para mekanik kontaktor PT.A sebesar 71,3%. Tingkat pajanan ≥2,64 memiliki risiko gangguan memori jangka pendek 3,1 kali lebih besar dari tingkat pajanan <2,64. Secara statisitik status gizi dan usia bermakna dalam risiko gangguan memori jangka pendek.
Kata kunci: gangguan memori jangka pendek, white spirit, tingkat pajanan.

Background: The effect of white spirit chemicals suspected as the cause of
attention/concentration/memories decreasses of mechanics. It can occurs the accidents. Having known of the toxicological profile that these chemicals have chronical effects on the central nervous system. Then one of the disorders examined is something related to the function of the central nervous system is impaired of short-term memory. Methods: This study used a cross-sectional design. The subjects are PT.A coal contractor mechanics in South Borneo, totaling 80 people. Data collected through interviews, physical examinations, questionnaires and examination administration with memory function RAVL and ROCF test.
Results: There are 80 samples of 57 (71.3%) experiencing short-term memory impairment. The white spirit exposure level ≥2,64 has risk 3,1 times bigger than white spirit exposure level <2,64 become a short term memory loss (p value=0,048; OR=3,109; CI=1,012-9,551). Statistically the factors that has a significant association are nutritional status (p value=0,026; OR=0,276;
CI=0,089-0,858) and age (p value=0,045; OR=0,310; CI=0,099-0,972)
Conclusion: 57 (71.3%) from 80 people experiencing short-term memory impairment. White spirit exposure level ≥2,64 has risk 3,1 times bigger than white exposure level <2,64 become a short term memory loss There are statistics relations between age dan nutritional status with short term memory loss.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Chandra Nugraheni
"Latar belakang: Pasien NMOSD cenderung menunjukkan progresifitas/perburukan defisit neurologis pada setiap relaps. Pemberian terapi rumatan pada NMOSD bisa mencegah relaps dan mempertahankan remisi. Hingga saat ini belum ada studi yang meneliti mengenai kepatuhan pengobatan pasien NMOSD. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai tingkat kepatuhan pengobatan pasien NMOSD, mengetahui karakteristik serta faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan pengobatan.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong-lintang dengan populasi seluruh pasien NMOSD yang berobat di RSCM sejak tahun 2019 hingga Mei 2023. Sampel diambil dengan cara consecutive sampling. Kriteria inklusi yaitu pasien dengan diagnosis NMOSD sesuai kriteria diagnosis IPND tahun 2015, usia ≥ 18 tahun, konsumsi obat untuk NMOSD minimal selama 1 bulan. Kriteria eksklusi yaitu tidak bersedia ikut serta dalam penelitian. Kepatuhan berobat dinilai dengan kuesioner Morisky Medication Adherence Scale 8 versi Bahasa Indonesia (MMAS-8), depresi dinilai dengan kuesioner Beck Depression Inventory versi Bahasa Indonesia (BDI-II), kognitif dinilai dengan kuesioner Montreal Cognitive Assesmenet versi Bahasa Indonesia (Moca-INA), dan persepsi terhadap penyakit dinilai dengan kuesioner Beck Depression Inventory versi Bahasa Indonesia (B-IPQ. Data karakteristik demografi, pengobatan, dan klinis didapatkan dari rekam medis/anamnesis. 
Hasil: Subjek penelitian ini sebanyak 42 orang dengan rasio pria:wanita= 1: 13. Pasien yang terkategori patuh berobat sebesar 57,1%. Kepatuhan berobat berhubungan dengan status pernikahan (p=0,037), jenis obat saat ini (p=0,033), nilai EDSS (p=0,035), depresi (p=0,018), dan gangguan kognitif (p=0,029). Hasil analisis multivariat mendapatkan bahwa subjek yang tidak depresi 4,60 kali (IK 95% 1,03-20,4) lebih patuh dibandingkan depresi dan setiap kenaikan 1 poin EDSS (perburukan klinis) dapat 1,33 kali meningkatkan kepatuhan pengobatan (IK95% 1,02-1,76). 
Simpulan: Pada penelitian ini, sebagian besar pasien NMOSD patuh pengobatan. Faktor independen yang mempengaruhi kepatuhan pengobatan pasien NMOSD di RSCM adalah depresi dan derajat disabilitas.

Background: NMOSD patients tend to show progressive/worsening neurologic deficits in each relapse. Maintenance therapy for NMOSD can prevent relapse and maintain remission. Until now there have been no studies that examined the medication adherence of NMOSD patients. The aim of this study was to assess the level of medication adherence of NMOSD patients, to find out the characteristics and factors that influence treatment adherence.
Methods: We conducted a cross sectional study on NMOSD patients who came to RSCM from 2019 to May 2023. Samples were taken by consecutive sampling. The inclusion criteria were patients with a diagnosis of NMOSD according to the 2015 IPND diagnosis criteria, age ≥ 18 years, consumption of drugs for NMOSD for at least 1 month. Exclusion criteria were not willing to participate in the study. Medication adherence was assessed by the Indonesian version of the Morisky Medication Adherence Scale 8 questionnaire (MMAS-8), depression was assessed by the Indonesian version of the Beck Depression Inventory questionnaire (BDI-II), cognitive was assessed by the Indonesian version of the Montreal Cognitive Assessment questionnaire (Moca-INA), and perceptions of illness were assessed by the questionnaire Beck Depression Inventory Indonesian version (B-IPQ). Data on demographic, treatment, and clinical characteristics were obtained from medical records/anamnesis.
Results: There were 42 subjects in this study with a male:female ratio = 1: 13. Patients who were categorized as adherent to medication were 57.1%. Medication adherence was related to marital status (p=0.037), current type of medication (p=0.033), EDSS score (p=0.035), depression (p=0.018), and cognitive impairment (p=0.029). The results of multivariate analysis found that subjects who were not depressed were 4.60 times (95% CI 1.03-20.4) more adherent than depressed subjects and for every 1 point increase in EDSS (clinical worsening) could be 1.33 times increased medication adherence (95% CI). 1.02-1.76).
Conclusion: In this study, the majority of NMOSD patients adhered to treatment. Independent factors that influence NMOSD patient medication adherence at RSCM are depression and the degree of disorder.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>