Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 120571 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Akhmad Rijani
"Status fungsional yang rendah akan mempengaruhi kemampuan pasien gagal jantung dalam melakukan perawatan diri. Dukungan sosial menjadi salah satu faktor yang dianggap dapat mempengaruhi perilaku self care pada pasien gagal jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan kemampuan self care pada pasien gagal jantung. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan teknik sampel consecutive sampling pada 33 responden di RS PGI Cikini.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan self care pasien gagal jantung (p 0,33; α 0,05). Rekomendasi pada penelitian ini adalah perlunya peran perawat untuk mampu memfasilitasi pemberian dukungan sosial kepada pasien gagal jantung agar kemampuan self care dapat ditingkatkan.

Deficient functional status will affect heart failure patients ability to perform self care. Social support is one factor can influence the self care behavior in heart failure patients. This research aimed to identify the relationship of social support and self care in heart failure patients. The research used cross sectional design with consecutive sampling technique to 33 respondents in RS PGI Cikini.
The results showed that there was no significant relationship between social support and self care of heart failure patients (p 0.33; α 0.05). The research recommend the necessity of nurses to afford facilitating to give of social support to heart failure patients ability of self care can be improved.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanda Yudip Ari Susanto
"Prevalensi penderita gagal jantung di Indonesia pada tahun 2018 mengalami peningkatan menjadi 1,5% yang salah satunya dipengaruhi oleh literasi kesehatan masyarakat yang masih rendah. Akibat dari kurangnya literasi kesehatan akan berdampak lebih buruk terhadap pengambilan keputusan oleh pasien dalam mencari dan juga merencanakan perawatan bagi dirinya. Hal-hal mengenai hubungan literasi kesehatan dan self care pasien gagal jantung di rumah sakit yang ada di Indonesia sangat minim informasi dan sedikit dilakukan.Peneliti menggunakan desain cross sectional dan menentukan sampel menggunakan teknik random sampling. Populasi yang diteliti adalah pasien dengan gagal jantung yang ada di Poliklinik RS Jantung Jakarta (RSJJ) dengan jumlah 104 responden selama bulan April 2022 sampai Januari 2023. Instrumen penelitian literasi kesehatan diukur dengan menggunakan. The Heart Failure-Specific Health Literacy Scale dan perilaku self care diukur dengan menggunakan Self Care Heart Failure Index V.6.2Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara literasi kesehatan secara umum dan self care pada pasien dengan gagal jantung dengan p value 0.000 dan nilai r value 0.445 yang artinya tingkat hubungan antar keduanya cukup kuat.Kemudian, penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya mengenai literasi kesehatan dan self care pasien dengan gagal jantung di daerah-daerah lain di Indonesia agar dapat tercipta masyarakat yang lebih terbuka akan literasi kesehatan maupun self care.

The prevalence of heart failure sufferers 2018 in Indonesia has increased to 1.5% which is influenced by low citizen’s health literacy. Lack of health literacy caused worse impact on decision making of patient in seeking and planning treatment for themselves. There are only few informations regarding the relationship between health literacy and self-care for heart failure patients in Indonesia. Researcher used a cross-sectional design and determined the sample using a random sampling technique. The population was patients with heart failure at the Polyclinic in Jakarta Heart Center (RSJJ) with the total of respondents are 104 people from April 2022 to January 2023. The health literacy research instrument was measured using The Heart Failure-Specific Health Literacy Scale and self care behavior was measured by using the Self Care Heart Failure Index V.6.2. The results of this study can be concluded that there is a significant relationship between health literacy and self care in patients with heart failure with p value 0.000 and r value 0.445, which means that the relationship between the two is quite strong This research is expected to become basic data for further research regarding health literacy and self care for patients with heart failure in other regions in Indonesia so that a society that is more open to health literacy and self care can be created."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shedy Maharani Nariswari
"

Gagal jantung merupakan pandemik global yang menyebabkan tingginya biaya perawatan, angka mortalitas, dan tingkat rehospitalisasi. Perilaku self-care merupakan salah satu upaya untuk mengurangi permasalahan tersebut sekaligus memperbaiki kualitas hidup pasien gagal jantung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan perilaku self-care terhadap kualitas hidup pasien gagal jantung. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif-korelasional dengan pendekatan cross-sectional pada 103 responden dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Perilaku self-care diukur menggunakan tiga skala dimensi yang terdiri dari self-care maintenance, self-care management, dan self-care confidence dengan Self-care Heart Failure Index versi 6.2 dan kualitas hidup diukur dengan The Minnesota Living with Heart Failure Questionnaire. Data dianalisis dengan korelasi Pearson dan korelasi Spearman-rho. Hasil penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan signifikan self-care maintenance (r=0,305, p=0,001), self-care management (r=0,330, p=0,001), dan self-care confidence (r=0,335, p=0,001) terhadap kualitas hidup. Mayoritas responden memiliki dari self-care maintenance, self-care management, dan self-care confidence yang tidak adekuat (skor < 70) serta kualitas hidup dengan rerata skor 72,07 dari 105 yang tergolong buruk. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk mendorong promosi kesehatan terkait perilaku self-care pada pasien gagal jantung sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya.


Heart failure is a global pandemic disease which resulting in the high percentage of treatment cost, mortality, and readmission rate. Self-care behaviors as one of treatment that can overcome those problems and it can affect the quality of life. The objective of this study was to describe the relationship between self-care behaviors and quality of life among heart failure patients. This study used correlational-descriptive design with cross-sectional study approach towards 103 participants using purposive sampling method. Self-care was measured using Self-care Heart Failure Index version 6.2 and quality of life was measured using The Minnesota Living with Heart Failure. Pearson correlations and Spearman-rho correlations were used in data analysis. There was significant relationship between self-care maintenance (r=0,305, p=0,001), self-care management (r=0,330, p=0,001), and self-care confidence (r=0,335, p=0,001) towards quality of life. Most participants have inadequate among self-care maintenance, self-care management, and self-care confidence (score < 70) while the score of the quality of life is categorized as poor. This study can be used as a reference to promote self-care among patients with heart failure so, it can help to enhance their quality of life.

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jamal Bahua
"Self care penderita gagal jantung merupakan penentu keberhasilan perawatan. Self care membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat diberikan melalui discharge planning sejak penderita dirawat. Discharge planning yang tidak maksimal memberikan pengaruh langsung dan menyebabkan rehospitalisasi serta penambahan lama perawatan. Discharge planning membutuhkan kolaborasi multidisiplin, pasien harus terlibat aktif dalam pelaksanaannya. Di Indonesia, rumah sakit mempunyai kewenangan mengatur pelaksanaan discharge planning, namun pada kenyataannya discharge planning disusun hanya dalam bentuk ringkasan yang akan disampaikan seperti jadwal kunjungan dan obat – obatan. Tujuan: mengidentifikasi pengaruh discharge planning terstruktur terhadap self care. Metode: quasy experiment dengan 46 menggunakan 3 kuisioner dan analisis meliputi univariat dan bivariat (beda 2 mean). Hasil: terdapat beda mean yang signifikan sebelum dan sesudah interevensi pada kelompok intervensi. Kesimpulan: terdapat pengaruh pemberian discharge planning terhadap self care. Rekomendasi: dalam perawatan gagal jantung, discharge planning menjadi bagian penting untuk memaksimalkan perawatan dan self care. 

Self-care of patients with heart failure is a determinant treatment to success. Patient’self-care requires knowledge and skills that can be provided through a program of discharge planning since the patient is admitted to the hospital. The discharge planning program that is not optimally given to the patient will produce direct effect and cause re-hospitalization and possible extended hospital stay. The implementation of the discharge planning requires multidisciplinary collaboration and the patient must be actively involved in the practice. In Indonesia, hospitals have authorities to regulate the implementation of discharge planning program, but in reality, what they said a discharge planning is consists of only a form of medical summary that concluded with a schedule of visits and medicines to be consumed. The objective of the study was to identify the effect of structured discharge planning structured on self-care of patients with heart failure. Method: A quasy experimental study has involved 46 subjects, used 3 different questionnaire and analysis included univariate and bivariate (Two Difference mean). The result showed that there is a significant difference mean before and after intervention in the treatment group. Conclusion: There is a significant effect of structured discharge planning on self-care. Recommendation: A structured discharge planning program becomes an important part of caring for patients with heart failure in order to maximize nursing care and self-care ability of the patients."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kapriana Tanty Natalia
"Gagal jantung fraksi ejeksi rendah merupakan salah satu permasalahan kardiovaskular yang memiliki prognosis buruk dan dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Permasalahan yang dihadapi pasien gagal jantung fraksi ejeksi rendah diantaranya adalah gangguan tidur dan stres. Perawatan diri merupakan faktor kunci untuk meningkatkan kualitas hidup, mengurangi angka rehospitalisasi dan menurunkan angka kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat stres dan kualitas tidur dengan perawatan diri pada pasien gagal jantung fraksi ejeksi rendah. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan cross-sectional melibatkan 110 responden yang direkrut menggunakan flyer rekrutmen responden sesuai dengan kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Instrumen untuk mengukur tingkat stres, kualitas tidur dan perawatan diri digunakan dalam penelitian ini. Analisis data menggunakan analisis deskriptif, uji chi square dan regresi logistik. Hasil penelitian didapatkan sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki, berkisar pada usia 59 tahun, memiliki pendidikan tinggi, penghasilan berkisar 3,5 juta rupiah, menderita gagal jantung 3 tahun atau lebih, dan memiliki komorbid. Sebagian besar responden memiliki tingkat stres rendah, kualitas tidur buruk dan perawatan diri adekuat. Tidak terdapat hubungan antara tingkat stres dengan perawatan diri. Terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur dengan perawatan diri dengan variabel kovariatnya adalah pendidikan. Namun, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengeksplor variabel lain yang memengaruhi perawatan diri pasien gagal jantung fraksi ejeksi rendah. 

Heart Failure reduced Ejection Fraction (HFrEF) is a cardiovascular problem that has a poor prognosis and can affect the patient's quality of life. Issues of patients with heart failure reduced ejection fraction include sleep disorder and stress. Self-care is a key to improved quality of life, reduced rehospitalitation rates, and reduced deaths. This study aimed to identify the correlation between stress levels and sleep quality with self-care in heart failure reduced ejection fraction. This study is quantitative research used a cross-sectional design involved 110 respondents who were recruited using a respondent recriutment flyer in accordance with the inclusion criteria that have been set. Stress level, sleep quality and slf-care were used in this study. Data analysis used descriptive analysis, chi-square test and logistic regression. The result showed that the majority of respondents were male, aged 59 years, had higher education, had an income of around 3.5 million rupiahs, had suffered from heart heart failure for 3 years or more, had NYHA functional calss II, and had comorbidities. Most respondent had low stress levels, poor sleep quality and adequate self-care. There was a significant relationship between sleep quality and self-care with the covariate variable being education. However, future research is needed to explore other variables that affect the self-care of patients with heart failure reduced ejection fraction."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shanti Farida Rachmi
"Self-care merupakan bagian penting dalam upaya peningkatan kualitas hidup pasien gagal jantung. Self-care adalah pengambilan keputusan secara natural oleh individu dalam berperilaku untuk mempertahankan kestabilan fisiologis tubuhnya dan sebagai respon terhadap tanda dan gejala yang terjadi pada diri individu. Keadekuatan individu dalam melakukan self-care dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal dari individu. Identifikasi faktor tersebut menjadi bagian penting untuk memberikan asuhan keperawatan mengenai self-care yang efektif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh dari karakteristik responden, status fungsional, komorbiditas, lama diagnosis, tingkat pengetahuan, tingkat depresi, serta dukungan sosial terhadap self-care. Desain penelitian menggunakan cross sectional survey pada 120 responden yang diambil dengan tehnik purposive sampling di Poliklinik Jantung. Penelitian menggunakan kuesioner SCHFI (self-care heart failure index) dalam mengukur self-care responden.
Hasil penelitian menunjukan pekerjaan (p=0,055; CI 95%), pendidikan (p=0,232; CI 95%), dan penghasilan (p=0,027; CI 95%) mempengaruhi self-care individu secara signifikan. Responden yang bekerja, berpendidikan tinggi, dan berpenghasilan lebih dari Rp. 2.000.000 memiliki self-care yang lebih adekuat.

Adherence to self-care is important for heart failure patients to improve their quality of life. Self-care defined as individual naturalistic decision making process that's patients use in the choice of behaviors that maintain physiological stability and as a respons to underlying sign and symptoms. Understanding the factors that enable or inhibit self-care is essential in developing effective health care interventions.
The Aim of study was to analyze and identified factors (characteristic, functional class, comorbidity, time was diagnosed, knowledge, depression, and social support) influencing self-care. Cross sectional design used in this study to measure 120 outpatients using Self-Care Heart Failure Index (SCHFI) Indonesian version questioner.
The result of the study indicated employe/e patients (p=0,055; CI 95%), have education higher than junior high school (p=0,232; CI 95%), and have income higher than Rp. 2.000.000 (p=0,027; CI 95%) showed more adequate in self-care behaviour. Self-care strategies for HF should targeted for patient with lower education, unemployed, and have an income lower than Rp. 2.000.000 to improve their quality of life.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
T42493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Joko Purwanto
"Self-care pasien gagal jantung merupakan fokus utama strategi non farmakologi dalam menurunkan angka morbiditas, mortalitas, rehospitalisasi dan meningkatkan kualitas hidup. Kemampuan self-care pasien jantung masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengenali faktor yang berhubungan dengan kemampuan self-care pasien gagal jantung. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang melibatkan 132 responden. Analisa data menggunakan analisis deskriptid, uji Chi Square dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kemampuan self-care maintenance yang tidak adekuat, tetapi memiliki kemampuan self-care monitoring dan self-care management yang adekuat. Karakteristik sosisodemografik responden menunjukkan bahwa sebagian besar dewasa akhir yang berumur 46-65 tahun, laki laki, berpendidikan tinggi, penghasilan yang cukup; dan secara karakteristik klinis memiliki derajat gagal jantung kelas fungsional NYHA 2, FEVki > 50 %, lama sakit > 3 tahun dan memiliki ko-morbid ringan. Sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan baik, efikasi diri adekuat, tidak depresi dan dukungan pelaku rawat di keluarga yang adekuat. Terdapat hubungan yang signifikan antara derajat gagal jantung, lama sakit, ko-morbid dan efikasi diri dengan kemampuan self-care maintenance, dimana derajat gagal jantung adalah faktor yang paling dominan. Terdapat hubungan yang bermakna antara derajat gagal jantung, ko-morbid, pengetahuan dan dukungan pelaku rawat di keluarga dengan kemampuan self-care monitoring, dimana faktor yang paling dominan adalah derajat gagal jantung. Terdapat hubungan yang bermakna antara efikasi diri dan dukungan pelaku rawat di keluarga dengan kemampuan self-care management, dimana efikasi diri adalah faktor yang paling dominan. Perlunya dilakukan intervensi keperawatan spesifik terkait gagal jantung pada pasien untuk meningkatkan kemampuan self-care.

Self-care of heart failure patients is a main focus of non-pharmacological strategies to decrease morbidity, mortality, rehospitalization, and improve quality of life. Self-care ability of heart failure patients is still low. This study aims to identify factors related to self-care ability of patients with heart failure. This is a quantitative study with a descriptive analytic design using a cross sectional approach involving 132 respondents. Data were analyzed using descriptive analytic, Chi Square and logistic regression test. The results showed that most of the respondents have inadequate self-care maintenance, but have adequate self-care monitoring and self-care management abilities. Sociodemographic characteristics indicated that most of the respondents are late adulthood aged 46-65 years, male, have a fairly high income; and clinically characterized by a degree of heart failure NYHA functional class 2, LVEF > 50%, duration of illness > 3 years and have mild co-morbidities. Most of the respondents have a good level of knowledge, adequate self-efficacy, are not depressed and have adequate support from caregivers in their families. There is a significant relationship between the degree of heart failure, duration, co-morbidities and self-efficacy with self-care maintenance ability, whereas the degree of heart failure is the most dominant factor. There is a significant relationship between the degree of heart failure, co-morbidities, knowledge and support of caregivers in the family with the self-care monitoring ability, meanwhile the most dominant factor is the degree of heart failure. There is a significant relationship between self-efficay and caregiver support in the family with self-care management ability, and self-efficacy is the most dominant factor. Specific nursing interventions related to heart failure need to be carried out to improve self-care abilities."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Joice Polanida
"Gagal jantung merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering memerlukan pengobatan ulang di rumah sakit. Tingginya tingkat readmission pada pasien gagal jantung sering terjadi karena keterlambatan dalam mengenal gejala, ketidakpatuhan terhadap diet dan pengobatan, kurangnya keterampilan dan pengetahuan dalam self care. Self care dapat mencegah terjadinya perburukan sehingga readmission tidak terjadi, selain itu self care juga berdampak terhadap kualitas hidup. Individu dalam melakukan self care dipengaruhi beberapa faktor dari dalam maupun luar individu. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan karakteristik responden, status fungsional, komorbiditas, tingkat depresi, dukungan sosial, persepsi penyakit dengan self care pasien gagal jantung yang readmission. Penelitian menggunakan desain cross sectional dengan tehnik purposive sampling pada 93 responden pasien gagal jantung yang readmission di Ruang Rawat Inap dan Poliklinik Jantung RSUP Persahabatan. Hasil penelitian setelah dianalisis dengan Chi-square menunjukkan status perkawinan (p 0,028; α 0,05), pendidikan (p 0,018; α 0,05), komorbiditas (p 0,034; α 0,05), tingkat depresi(p 0,006; α 0,05), dukungan sosial (p 0,000; α 0,05), dan persepsi penyakit (p 0,002; α 0,05) memengaruhi self care responden secara signifikan. Kesimpulan penelitian ini adalah perlunya meningkatkan follow up setelah pasien pulang dan melibatkan keluarga dalam upaya self care.

Heart failure is the chronic diseases most often requires repeat treatment at the hospital. The high level of readmission patients heart failure often occurs due to delays in recognizing symptoms, noncompliance diet and treatment, lack of skills and knowledge self care. Self care can prevent deterioration so the readmission does not occur, besides it affects the quality of life. Individuals doing self care influenced by several factors from inside and outside. The purpose of this study to know the relationship of respondent characteristics, functional status, comorbidity, depression, social support, illness perception with self care patients heart failure readmission. The study used design cross sectional with purposive sampling technique in 93 patients heart failure readmission at Inpatient and Outpatient Care RSUP Persahabatan. The results this study after being analyzed by Chi square showed marital status (p 0,028; α 0.05), education (p 0,018; α 0,05), comorbidity (p 0,034; α 0,05), depression (p 0,006; α 0,05), social support (p 0,000; α 0,05), and illness perception (p 0,002; α 0,05) significantly influenced self care. The conclusions this study need to improve follow up after the patient returns home and involves the family effort to self care."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chorina Mega Noviana
"Manajemen diri merupakan tata laksana multidisiplin terbaru yang memberdayakan pasien gagal ginjal terminal untuk aktif dalam mempertahankan status kesehatannya. Pelaksanaan manajemen diri masih tergolong rendah. Dukungan sosial dianggap sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi manajemen diri.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya hubungan antara dukungan sosial dengan manajemen diri pasien gagal ginjal terminal yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebesar 107 responden dipilih dengan consecutive sampling. Data dikumpulkan secara daring dari 4 komunitas pemerhati pasien gagal ginjal di Indonesia menggunakan instrumen Medical Outcome Study Social Support Survey dan Hemodialysis Self-Management Instrument.
Hasil penelitian dengan uji Chi square menunjukkan terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan manajemen diri (p value <0,05). Penelitian ini merekomendasikan dukungan sosial sebagai bagian integral dari tatalaksana manajemen diri yang diberikan melalui kerja sama antara tenaga kesehatan, komunitas pemerhati pasien gagal ginjal, dan pendamping pasien.

Self-management is the latest multidisciplinary intervention that empowers end-stage renal disease patients to be active in maintaining their health status. The implementation of self-management is still relatively low. Social support is considered as one of the factors that can affect self-management.
This study aims to identify the relationship between social support and self-management in end-stage renal disease patients undergoing hemodialysis. The design of the study is cross-sectional with a sample of 107 respondents selected by consecutive sampling. Data was collected online from 4 chronic kidney disease community in Indonesia using the Medical Outcome Study Social Support Survey and Hemodialysis Self-Management Instrument.
The result with the Chi-square test showed that there is a relationship between social support and self-management (p-value <0.05). This study recommends social support as a part of self-management intervention provided through cooperation between health workers, chronic kidney disease communities, and patient companions.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hafizatul Aini
"Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit pernapasan kronik yang menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Penyakit ini bersifat progressif dan irreversible, menjadi beban penyakit baik fisik, psikologi, sosial dan spiritual menyebabkan penurunan kualitas hidup bagi penderitanya. Banyak pasien PPOK yang menerima perawatan paliatif belum memadai. tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan efikasi diri, symptom burden, kecemasan, dukungan sosial dan spiritual dengan kebutuhan perawatan paliatif pada pasien PPOK. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan purposive sampling sebanyak 143 orang. pengumpulan data menggunakan kuesioner dan medical record, kemudian dianalisis dengan statistik deskriptif, uji bivariat dan uji multivariat. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas pasien (55,9%) membutuhkan perawatan paliatif, sebagian besar memilikiefikasi diri tinggi (87,4%), symptom burden sedang (72%), kecemasan rendah (92,3%), dukungan sosial tinggi (64,3%) dan spiritual sedang (76,9%). terdapat hubungan yang signifikan efikasi diri, kecemasan dan dukungan sosial dengan kebutuhan perawatan paliatif dengan p value= <0,05, sementara symptom burden dan spiritual menunjukkan hubungan yang tidak signifikan dengan kebutuhan perawatan paliatif dengan p value= >0,05. Berdasarkan hasil uji regresi logistik hubungan yang paling dominan dengan kebutuhan perawatan paliatif adalah dukungan sosial (p=0,020). Rekomendasi dari hasil penelitian ini adalah perawatan paliatif harus diintegrasikan sejak awal pasien terdiagnosa PPOK dan pentingnya edukasi terhadap pasien dan keluarga untuk mendapatkan perawatan dan penatalaksanaan komprehensif sesuai dengan kondisi penyakit.

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a chronic respiratory condition that represent one of the leading causues of morbidity and mortality. This disease is progressive and irreversible, resulting in physical, psychological, social and spiritual burden that lead to a decline in the quality of life ffor those affected. Many COPD patients who receive palliative care do not receive adekuquate treatment. The objective of this study was to identify the relationship between self-effycacy, symptom burden, anxiety, social support and spirituality with the need for palliative care in COPD patients. This study used across-sectional design with purposive sampling, involving 143 participants. Data ware collected using questionare and medical records, and subsequently analyzed using descriptive statistics, bivariate tests and multivariate tests. The findings showed that the mayority of patients (55,9%) required palliative care, most had high self-efficacy (87,4%), moderate symptom burden (72%), low anxiety (92,3%), high social support (64,3%), and moderate spirituality (76,9%). Significant relationship were found between self=efficacy, anxiety and social support with the need for palliative care with p-values <0,05. However, symptom burden and spirituality showed no significant relationship with the need for palliative care, with p-values >0,05. Based on the logistic regression analysis, the most dominant factor influencing the need for palliative car should be integrated from the outset of COPD diagnosis, and it is assential to educate both patients and their families to recieve comprehensive care and management according to the disease's condition."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>