Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 108338 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kintamani Arafah
"ABSTRAK
Asma merupakan penyakit pernapasan kronis yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol. Keterkendalian asma merupakan manifestasi asma yang dapat diobservasi. Keterkendalian asma dipengaruhi oleh kepercayaan mengenai apa yang memengaruhi kondisi kesehatan seseorang, atau disebut dengan health locus of control. Health locus of control terdiri dari tiga dimensi, yaitu internal, powerful others, dan chance. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji mengenai pengaruh internal dan powerful others health locus of control terhadap keterkendalian asma. Sebanyak 272 penderita asma berusia 17 ndash; 50 tahun menyelesaikan alat ukur Asthma Control Test Nathan et al., 2004 dan Multidimensional Health Locus of Control Wallston, Stein, Smith, 1994 . Teknik analisis regresi logistik biner dilakukan untuk melihat pengaruh internal dan powerful others health locus of control terhadap keterkendalian asma. Hasilnya menunjukkan bahwa internal health locus of control tidak dapat memprediksi keterkendalian asma X2 1 = 0,29, p > 0,05 . Sementara itu powerful others health locus of control terbukti dapat memprediksi keterkendalian asma X2 1 = 5,68, p < 0,05 . Berdasakan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa powerful others health locus of control yang semakin tinggi akan menurunkan keterkendalian asma.

ABSTRACT
Asthma is a chronic respiratory disease that cannot be cured, but can be controlled. Asthma control is the extent to which the manifestations of asthma can be observed in the patient. Asthma control is influenced by the health beliefs of what controls someone rsquo s health condition, called health locus of control. Health locus of control consists of three dimensions internal, powerful others, and chance. The aim of this study is to examine the effect of internal and powerful others health locus of control on asthma control. Two hundred seventy two asthmatic patients aged 17 ndash 50 completed Asthma Control Test Nathan et al., 2004 and Multidimensional Health Locus of Control Wallston, Stein, Smith, 1994 instruments. Binary logistic regression was used as data analysis technique. This study found that internal health locus of control cannot predict asthma control X2 1 0,29, p 0,05 . On the other hand, powerful others health locus of control is founded to be a predictor of asthma control X2 1 5,68, p 0,05 . Thus, the results of this study can be concluded that the higher the powerful others health locus of control will lower asthma control on asthmatic patients. "
2017
S67365
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Alisha
"ABSTRAK
Asma merupakan salah satu penyakit kronis tidak menular yang prevalensipenderitanya meningkat setiap tahunnya di seluruh dunia. Asma merupakan penyakityang tidak bisa disembuhkan, sehingga penderita hanya bisa mengontrol kondisiasmanya agar tidak kambuh. Salah satu cara yang efektif untuk mengontrol asmaadalah dengan melakukan perilaku sehat. Kecenderungan seseorang untuk melakukanperilaku sehat dapat dilihat melalui health locus of control HLOC yang dimilikinya.HLOC adalah kepercayaan seseorang mengenai sumber kontrol dari kondisikesehatannya. Terdapat tiga dimensi HLOC yaitu internal, powerful other, dan chance.HLOC internal memiliki kecenderungan untuk percaya bahwa kondisi kesehatanberasal dari tingkah laku sendiri, sementara HLOC powerful others percaya bahwakondisi kesehatan dihasilkan dari tindakan orang lain. Terakhir, HLOC dimensi chancememiliki kecenderungan untuk percaya bahwa kondisi kesehatan adalah hasil daritakdir atau keberuntungan. Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh HLOC terhadapperilaku sehat pada penderita asma. HLOC diukur menggunakan Form CMultidimensional Health Locus of Control Scales Wallston, Stein Smith, 1994 ,sedangkan perilaku sehat diukur menggunakan Asthma Self-ManagementQuestionnaire Mancuso, Sayles Allegrante, 2009 . Hasilnya dari 272 partisipandiperoleh bahwa dimensi chance HLOC mempengaruhi perilaku sehat secarasignifikan dengan hubungan yang negatif t 272 = -3.22, p0,05, dan padadimensi powerful others diperoleh hasil t 272 = 1,06, p>0,05. Dengan demikian dapatdisimpulkan bahwa HLOC dimensi internal dan powerful others tidak signifikanmempengaruhi perilaku sehat.

ABSTRACT
Asthma is one of the chronic non communicable diseases whose prevalence increasesevery year worldwide. Asthmatic patients can only control their asthma because itcannot be cured. One effective way to control asthma is to perform health behaviors.A person 39 s tendency to perform health behaviors can be seen through his her healthlocus of control HLOC . The three dimensions of HLOC is internal, powerful others,and chance. Internal HLOC is the extent to which a person believes his her health isthe result of his her own behavior, while powerful others HLOC is the belief that healthconditions is the result from the actions of others. Finally, the chance HLOC is thebelief that health conditions are the result of fate or luck. This study examined the effectof HLOC on health behavior in asthmatic patients. HLOC was measured using FormC Multidimensional Health Locus of Control Scales Wallston, Stein Smith, 1994 ,whereas health behavior was measured using Asthma Self Management Questionnaire Mancuso, Sayles Allegrante, 2009 . The result of 272 participants found that thechance HLOC significantly influenced the health behavior with negative relationship t 272 3.22, p 0,05,and on the powerful others HLOC the obtained result is t 272 1,06, p 0,05. Thus itcan be concluded that HLOC internal dimensions and powerful others does notsignificantly affect health behavior."
2017
S67367
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zeni Hadiqoh
"ABSTRAK
Asma adalah penyakit kronis. Penderita asma membutuhkan pengobatan supayaasmanya tetap terkontrol. Aktivitas fisik merupakan salah satu cara untuk menjagaketerkontrolan asma. Aktivitas fisik dipengaruhi oleh internal health locus ofcontrol. Internal health locus of control melihat bahwa penguatan atas hasilkesehatannya dipengaruhi oleh perilaku seseorang. Penelitian ini bertujuan untukmelihat pengaruh dari internal health locus of control terhadap aktivitas fisik.Analisis data menggunakan teknik statistik regresi linear. Dari 196 partisipan,ditemukan bahwa tingginya internal health locus of control tidak berpengaruhsecara signifikan pada peningkatan aktivitas fisik pada mahasiswa yang menderitaasma F 196 =0,123, p>0,05, dimana varians aktivitas fisik hanya dapat dijelaskansebesar 0,5 oleh internal health locus of control. Berdasarkan hasil penelitian,dapat disimpulkan bahwa internal health locus of control tidak mempengaruhiaktivitas fisik pada mahasiswa yang menderita asma. Peningkatan internal healthlocus of control tidak berpengaruh terhadap tingginya aktivitas fisik yangdilakukan oleh mahasiswa yang menderita asma.Kata kunci:Aktivitas fisik, internal health locus of control, mahasiswa yang menderita asma

ABSTRACT
Asthma is a cronic illness. People with asthma need certain treatments in order toremain controlled. Physical activity is one of them. Physical activity itself isinfluenced by internal health locus of control. Internal health locus of controlexplains that reinforcement about health outcome may be perceived as eithercontigent upon one rsquo s behavior. This study aimed to examine the effect of internalhealth locus of control toward physical activity in college student with asthma.Data analysis was performed using the statistical linear regression analysis. From,196 participants, it was found that high level of internal health locus of control didnot have any significant effect toward the increase of physical activity in collegestudent with asthma F 196 0,123, p 0,05, where 0,5 of physical activity wasexplained by internal health locus of control. According to this study, it wasconcluded that internal health locus of control cannot predict physical activity incollege student with asthma. The higher of Internal health locus of control also didnot have significant effect toward the increase physical activity in college studentwith asthma.Keyword Physical activity, internal health locus of control, college student with asthma."
2017
S66917
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Chairina
"ABSTRAK
Sebagai sebuah penyakit kronis, asma tidak dapat disembuhkan secara total sehingga diperlukan kondisi asma yang terkontrol agar kualitas hidup tetap baik. Salah satu caranya adalah dengan patuh terhadap pengobatan. Kepatuhan dapat ditentukan oleh health locus of control HLOC , yaitu persepsi individu terkait kontrol terhadap kesehatannya. Peneliti menduga bahwa hubungan HLOC dan kualitas hidup penderita asma dapat dimediasi oleh kepatuhan pengobatan. Hal ini dikarenakan health locus of control berperan dalam memengaruhi perilakuindividu, salah satunya untuk mematuhi pengobatan yang telah diberikan. Pengobatan yang dijalankan dengan baik diharapkan dapat menjaga keterkontrolan asma sehingga berdampak positif terhadap kualitas hidup individu tersebut. Penelitian dilakukan terhadap 73 penderita asma dewasa yang menggunakan obat pencegah controller secara rutin. Peneliti menggunakan alat ukur Multidimensional Health Locus of Control Scale, Morisky Medication Adherence Scale MMAS-8 dan Quality of Life Scale untuk mengukur kualitas hidup. Hasil penelitian menunjukkan bahwa internal HLOC memprediksi kualitas hidup = 0,497

ABSTRACT
As a chronic condition, asthma cannot be cured completely. Thus, well controlled asthma is needed in order to keep a good quality of life. Adhering to medical regimen is a way to achieve such condition. Adherence can be influenced by health locus of control HLOC , one rsquo s belief about control over his health. It was assumed that the relationship between HLOC and quality of life might be mediated by adherence. HLOC plays a role in determining one rsquo s behavior, such as adhering to medical regimens given to him. Adherence keeps one rsquo s asthma well controlled, thus, it affects one rsquo s quality of life. HLOC was measured by Multidimensional Health Locus of Control Scale, adherence was measured by 8 item Morisky Medication Adherence Scale MMAS 8 , and quality of life was measured by Quality of Life Scale. Results indicated that Internal HLOC predicted quality of life 0,497"
2017
S68467
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Kunti Handayani
1999
S2429
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allen Widysanto
"Parameter yang menilai derajat asma dan asma kontrol saling tumpang tindih secara bermakna. Walaupun terjadi korelasi antar parameter namun tidak ada satu komponen tunggal yang dapat secara akurat mengklasifikasikan setiap individu penyandang asma. Beberapa alat ukur berupa kuesioner yang telah divalidasi, seperti Asthma Control Test ( ACT ), Asthma Control Scoring System ( ACS ) dan Asthma Control Questionnaire (ACQ ) telah dipublikasi saat ini, namun belum dilakukan perbandingan antar kuesioner tersebut.
Asthma Control Test adalah suatu kuesioner yang berisi 5 pertanyaan dan dapat diisi sendiri oleh penyandang asma. Lima pertanyaan tadi mencakup frekuensi gejala, pembatasan aktiviti, penggunaan obat pelega, dan persepsi sendiri mengenai kontrol asma. Asthma Control Scoring System adalah suatu kuesioner yang sifatnya kuantitatif dan berisi 3 parameter yaitu gejala klinis, fungsi paru ( VEP1 ) dan persen eosinofil pada sputum induksi. Khusus parameter eosinofil disebut sebagai parameter opsi pada kuesioner ini. Kantrol asma dihitung berdasarkan skor 0-100% untuk tiap pertanyaan.
Tujuan penelitian adalah untuk menilai hubungan antara ACT dan ACS pada penderita asma persisten baik sebelum dan sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi. Disain penelitian yang digunakan adalah kohort dan pengumpulan sampel dilakukan secara quota di poli paru RSUD Dr Moewardi, Surakarta. Jumlah sampel yang diteliti sebesar 32 orang yang seluruhnya tergolong dalam asma persisten. Janis kelamin laki-laki sebanyak 11 orang (34%) dan perempuan 21 orang (66% ). Sampel yang termasuk derajat asma persisten ringan sebesar 17 orang ( 53% ), asma persisten sedang 14 orang ( 44%) dan asma persisten berat 1 orang (3% ).
Tidak ada korelasi antara skor ACS dengan skor kategori ACT sebelum pemberian kortikosteroid inhalasi dengan koefisien kesepakatan (x) : 0, 06, p : 0, 86. Sebaliknya, korelasi antara skor ACS dengan skor kategori ACT sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi menunjukkan korelasi sedang yang bermakna (K: 0,56; p : 0,001 ). Perbedaan rata-rata skor ACT balk sebelum dan sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi adalah bermakna ( p : 0,001 ), sedangkan hasil yang sama juga diperlihatkan pada perbedaan rata-rata skor ACS baik sebelum dan sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi ( p : 0,001 ). Cut off point ACS sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi sebesar 60%.
Kesimpulan : Hasil menunjukkan bahwa terdapat korelasi sedang dan bermakna pada penilaian skor ACS dan skor ACT sesudah pemberian kortikosteroid inhalasi pada cut off point ACS sebesar 60%.

The individual parameters to define asthma severity and asthma control overlap significantly. Although correlation exists between the various parameters, no single component can accurately classify the entire individual. Validated measures, such as ACT, ACS, ACQ, for assessing asthma control are now available, but no comparison between the existing measures has been performed. Asthma Control Test is a five item self administered survey, scored from 0-5 points and only assessed asthma control from symptom frequency, activity limitation, rescue medication and self-perception of control.
Asthma Control Scoring System is a quantitative measure of asthma control incorporating 3 parameters (respiratory symptoms, FEV, and percentage eosinophit in induced sputum as an option parameter). Asthma score is quantified based on 0-100% for each component.
The purposes of this study were to assess the correlation between ACT and ACS in persistent asthmatic patients either before of after inhaled corticosteroid (ICS) treatment. The study design was cohort study and the sample was collected by quota sampling. A total of 32 patients (male 11 persons (34%) and female 21 persons (66%)) which was diagnosed as persistent asthma fulfilled the criteria of this study. Samples were categorized as mild persistent asthma (53%), moderate persistent asthma (44%) and severe persistent asthma (3%).
The correlation of ACS score based on ACT category score before ICS showed no agreement (agreement coefficient (K: 0,06) ; p : 0,86 ). In contrary, the correlation of ACS score based on ACT category score after ICS showed significantly moderate agreement ( K : 0,56 ; p : 0,001 ). The mean difference of ACT score before and after treatment showed significant level (p: 0,001). Likewise, the mean difference of ACS score before and after treatment showed significant level (p: 0,001). Cut off point of ACS score after inhaled corticosteroid was 60%.
Conclusion: The result showed that there was a moderate correlation statistically significant agreement between ACS and ACT assessment when ACS score of 60% was used as the cut off point.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18027
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Tri Hastuti
"ABSTRAK
Penyakit degeneratif hipertensi atau penyakit darah tinggi adalah suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal
yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian
(mortalitas). Umumnya 15% dari penderita hipertensi akan menderita stroke, lalu
sekitar 10% menderita penyakit ginjal dan 75% akan menderita penyakit jantung.
Untuk mengatasi hal itu caranya adalah taat dalam mengonsumsi obat, diet yang
seimbang dan mengikuti pola hidup sehat.
Medical adherence atau kepatuhan seorang pasien terhadap saran-saran
yang diberikan oleh dokternya menjadi sangat penting dalam pengobatan
hipertensi, karena apabila pasien menghentikan pengobatan secara sepihak tanpa
berkonsultasi dengan dokter atau ahli, maka hal tersebut dapat berakibat sangat
fatal seperti kenaikan tekanan darah secara tiba-tiba, bahkan dapat mengakibatkan
kematian yang disebabkan adanya komplikasi dari serangan jantung atau stroke.
Morris (1990) mengatakan bahwa individu yang memiliki internal health
locus of control yakin status kesehatan dirinya dipengaruhi oleh perilakunya
sendiri. Mereka memiliki perilaku sehat yang positif, berusaha lebih giat untuk
mendapatkan kesehatan, dan mereka lebih bertanggung jawab terhadap kebutuhan
kesehatannya seperti mencegah dari berbagai penyakit, mengobati diri sendiri
apabila sakit, dan mencari informasi mengenai kesehatan mereka. Sebaliknya, pada individu yang memiliki external locus of control, lebih pasif dalam menjaga
kesehatan diri mereka, kurang melakukan aktivitas fisik, dan kurang mencari
informasi dalam menjaga kesehatan.
Subyek penelitian adalah penderita hipertensi yang berusia 40 - 65 tahun di
Jakarta. Jumlah sampel sebanyak 36 orang yang terdiri dari 19 orang wanita dan 17
orang pria. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah incidental
sampling. Alat yang digunakan untuk mengukur health locus of control adalah
skala multidimensional health locus of control yang disusun oleh Wallston dkk
(1978) dan alat yang digunakan untuk mengukur medical adherence adalah skala
medical adherence yang disusun oleh peneliti.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara internal health locus of control dan medical adherence, yang artinya
semakin internal subyek maka semakin taat dalam mematuhi saran-saran medis
yang diberikan oleh dokter/ahli kesehatan lainnya. Hasil lainnya menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang negatif antara chance health locus of control dan
medical adherence yang berarti semakin eksternal subyek maka ia semakin kurang
taat dalam mematuhi saran medis. Dan tidak ada hubungan yang signifikan antara
powerful others health locus of control dan medical adherence.
Berdasarkan hasil tersebut, diharapkan agar para dokler/ahli kesehatan
lainnya dapat menciptakan suatu kondisi yang dapat membentuk health locus of
control yang internal pada diri pasien sehingga pasien dapat memiliki ketaatan
terhadap saran medis yang tinggi dan hipertensi yang dimiliki oleh pasien dapat
dikontrol dan tidak mengakibatkan efek yang fatal."
2004
S3326
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Faik Falaivi
"ABSTRAK
Latar Belakang : Salah satu faktor resiko timbulnya kolonisasi jamur di saluran napas bawah adalah asma. Kolonisasi jamur merupakan faktor predisposisi timbulnya proses sensitisasi atau mikosis paru dan dapat memperberat derajat berat asma, status kontrol asma dan fungsi paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kolonisasi jamur di saluran napas pada pasien asma persisten di Indonesia khususnya di RSUP Persahabatan dan hubungannya dengan asma, status komtrol asma dan fungsi paruMetode : Penelitian ini berdesain potong lintang dengan subjek penelitian adalah pasien asma persisten yang berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan. Pasienakanmenjalanipemeriksaan asthma control test, foto toraks dan uji spirometri serta induksi dahak untuk diperiksakan biakan jamur di bagian Parasitologi Rumah Sakit Cipto Mangukusumo RSCM . Hasil biakan jamur dianalisa untuk mengetahui hubungannya dengan asma, satus kontrol asma dan fungsi paru.Hasil : Total pasien yang menjalani seluruh prosedur penelitiaan adalah 45pasien. Biakan jamur positif pada 39 pasien 86,7 dan biakan jamur negatif pada 6 pasien 13,3 . Jumlah isolat jamur yang tumbuh ge; 2 spesies sebanyak 20 pasien 44,5 dan jamur berbentuk filamen tumbuh pada 21 pasien 46,8 .Isolat jamur yang paling banyak tumbuh adalah Candida albicans,Miceliasterilla dan Aspergillus fumigatus.Terdapat hubungan bermakna antara jamur berbentuk filamen dengan lama penggunaan kortikosteroid inhalasi.Kesimpulan: Sebagian besar pasien asma persisten mempunyai kolonisasi jamur di saluran napas. Isolat yang paling banyak tumbuh pada pada pasien asma adalah Candida albicans, Micelia sterile dan Aspergillus fumigatus. Lama penggunaan kortikosteroid inhalasi berhubungan dengan kolonisasi jamur di saluran napas. Kata kunci: kolonisasi jamur, asma, induksi dahak
ABSTRACT Background One of the risk factor for fungal colonization is asthma. Fungal colonization is predisposision factor for sensitization or lung mycosis and can aggravate the degree of asthma, asthma control status and lung function. The purpose of this study to get data about fungal colonization in the airways on persistent asthma patients in Indonesia especially Persahabatan Hospital and its related to asthma, asthma control status and lung function.Method This was a cross sectional study conducted on persistent asthma patients treated at the Persahabatan Hospital. Subjects underwent examination of asthma control test, chest X ray, spirometry test and sputum induction for examination of fungal cultures at Parasitology Department, Cipto Mangukusumo Hospital. The results fungal cultures was analyzed to find the correlation between fungal colonization with asthma, control asthma status dan lung function.Results Forty five subjects complete all procedure in this study. Positive fungal cultures was found in 39 subjects 86.7 and negative fungal culture was found in 6 subjects 13.3 . More than one species was found to be grown in the culture of 20 subjects 44.5 and filamentous fungal grown in the culture of 21 subjects 46,8 . The most widely found fungi were Candida albicans, Micelia sterilla and Aspergillus fumigatus. There was a significant association between filamentous fungi with prolonged use of inhaled corticosteroids.Conclusion Most of the persistent asthma subjects have fungal colonization in the airways. The most widely found fungi were Candida albicans, Micelia sterilla and Aspergillus fumigatus. Duration use of inhalation corticosteroid related to fungal infection. Keywords fungal colonization, asthma, sputum induction "
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Uri Nartanti Istiwidayati
"ABSTRAK
Pokok permasalahan dalam penulisan ini adalah ”apakah terdapat pengaruh beban
kerja dan locus of control terhadap kinerja penyidik pembantu pada Satuan Reskrim
Polres Depok?” Sedangkan sub pokok permasalahan dari tesis ini adalah apakah
terdapat pengaruh dari beban kerja terhadap kinerja penyidik pembantu pada Satuan
Reskrim Polres Depok? Apakah terdapat pengaruh dari locus of control terhadap kinerja
penyidik pembantu pada Satuan Reskrim Polres Depok? Apakah terdapat pengaruh dari
beban kerja dan locus of control terhadap kinerja penyidik pembantu pada Satuan
Reskrim Polres Depok? Kepustakaan penelitian menggunakan hasil penelitian oleh
Abdulloh, Mahasiswa Magister Manajemen Universitas Diponegoro Tahun 2006,
Alvaro Amaral Menezes, Mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Diponegoro
Tahun 2008, dan Jurnal dari Martin S. Hagger dan Christopher J. Armitage, University
of Essex dan University of Sheffield. Kepustakaan konseptual menggunakan konsep
Kinerja, beban kerja dan locus of control. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam rangka pengembangan Ilmu Kepolisian. Penelitian ini juga diharapkan
bisa dipergunakan untuk menambah referensi terutama untuk kajian-kajian di bidang
Ilmu Kepolisian terutama dalam hal pemberian layanan publik. Penelitian ini
diharapkan mampu memberi masukan bagi pemimpin Polri baik di tingkat Markas
Besar maupun di tingkat kewilayahan yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam
penelitian ini sebagai bahan pengambilan kebijakkan. Pendekatan yang digunakan pada
tesis ini adalah kuantitatif dan menggunakan metode survei. Populasi dan sampel yang
berjumlah 82 orang yang merupakan penyidik pembantu pada Satuan Reskrim Polres
Depok. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data
menggunakan reduksi data, penggabungan data dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan
hasil temuan penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan; (a) Pengaruh
dari beban kerja adalah signifikan terhadap kinerja; (b) pengaruh dari locus of control
adalah signifikan terhadap kinerja; (c) pengaruh dari beban kerja dan locus of control
secara simultan adalah signifikan terhadap kinerja. Adapun saran-saran yang diajukan
oleh penulis dari penelitian yang telah dilakukan antara lain; (a) Polri sebaiknya
mengkaji ulang mengenai analisis pekerjaan penyidik pembantu baik yang sifatnya
administratif maupun operasional kepolisian; (b) Beban kerja yang terlalu besar dan
ditargetkan untuk diselesaikan oleh para penyidik pembantu akan memberikan tingkat
stress kerja baik yang sifatnya fisik maupun psikis kepada para penyidik pembantu.
Sehingga disarankan beban kerja disesuaikan dengan jumlah anggota; (c) Polres Depok
disarankan untuk memfasilitasi anggotanya agar memiliki kemampuan dan
keterampilan yang memadai dalam setiap melaksanakan tugas-tugasnya sehingga
anggota tidak hanya locus of control eksternalnya yang berkembang, melainkan locus of
control internal nya pun ikut berkembang; (d) Untuk penelitian selanjutnya, disarankan
agar menelaah mengenai bagaimana pembuatan standar beban kerja dapat sesuai dengan
klasifikasi kasus dan sesuai dengan kemampuan dari para penyidik pembantu.

ABSTRACT
Issue in this paper is "whether there are significant effect of workload and locus of control
on the performance of the Assistant Investigator at Criminal Unit Polres Depok ?" While the
sub is the subject matter of the thesis is whether there is an influence of workload on the
performance of the Assistant Investigator at Criminal Unit Polres Depok ?, whether there is
an influence of locus of control on the performance of the Assistant Investigator at Criminal
Unit Polres Depok ?, whether there is an influence of workload and locus of control on the
performance of the Assistant Investigator at Criminal Unit Polres Depok? Literature
research using the research results by Abdulloh, Diponegoro University Students Master of
Management in 2006, Alvaro Amaral Menezes, Master of Accounting Student of
Diponegoro University in 2008, and the Journal of Martin S. Hagger and Christopher J.
Armitage, University of Essex and the University of Sheffield. Conceptual literature uses
the concept of performance, workload and locus of control. This research is expected to
contribute for the development of Police Science. This study is also expected to be used to
add a reference primarily to studies in the field of Police Science, especially in terms of
public service delivery . This study is expected to provide input to the leaders at both the
Police Headquarters as well as at the local level, related to the issues discussed in this study
as the policy of making material. The approach used in this thesis is a quantitative and
survey methods. Population and a sample of 82 responden who is an Assistant Investigator
at Criminal Unit Polres Depok. Techniques of data collection using questionnaires. Analysis
using data reduction, merging the data and drawing conclusions. Based on the findings and
discussion, it can be concluded: (a) The effect of workload on performance is significant;
(b) the influence of locus of control is significant to the performance, (c) the effect of
workload and locus of control simultaneously is significant to the performance. As for
suggestions - suggestions put forward by the authors daripenelitian has been done, among
others: (a) the Police should review the job analysis maid investigator both administrative
and operational nature of the police; (b) The workload is too big and is targeted to be
completed by the investigators helpers will provide the level of job stress that are both
physically and psychologically to the investigators helpers. Adjusted so that the workload is
suggested by the number of members, (c) Polres Depok advised to facilitate members to
have adequate capacity and skills within each perform his duties so that members not only
external locus of control is growing, but its internal locus of control, too developed; (d) For
further research, it is recommended that examines how the creation of standards regarding
the workload can be in accordance with the classification of cases and in accordance with
the ability of the investigators helpers. "
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matondang, Faisal Rizal
"Pendahuluan: Tingginya angka kesakitan dari asma dan biaya pengobatan telah menjadi beban besar bagi masalah kesehatan. Tujuan pengobatan asma adalah tercapainya asma yang terkontrol mendekati fungsi paru normal, tidak ada gejala asma, tidak ada keterbatasan aktifiti dan memburuknya asma. Penggunaan Asthma Control Test ACT , Asthma Symptom Control ASC dan Asthma Control Questionnaire ACQ dapat secara mudah memberitahukan tingkat keterkontrolan asma. Penelitian ini bertujuan untuk melihat kesesuaian antara ketiga kuesioner dalam menilai tingkat keterkontrolan asma di RSUP Persahabatan.
Metode: Penelitian dengan desain potong lintang dan analisis deskriptif pada 45 subjek pasien asma di klinik asma PPOK RSUP Persahabatan melalui wawancara dan pengisian kuesioner untuk mengetahui tingkat keterkontrolan asma.
Hasil: Tingkat keterkontrolan asma dengan ACT sebanyak 42,2 terkontrol baik, 42,2 terkontrol sebagian dengan ASC dan 42,2 tidak terkontrol berdasarkan ACQ. Terdapat hubungan penggunaan obat kortikosteroid semprot dengan kuesioner ACT p=0,031 . Terdapat hubungan antara pendidikan p=0,047 , kebiasaan merokok p=0,037 dan penghasilan p=0,040 dengan keterkontrolan asma ASC. Terdapat hubungan antara penghasilan p=0,025 dengan kuesioner ACQ. Kesesuaian antara ketiga kuesioner ini dengan nilai kappa 0,877 kesesuaian yang baik.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara penggunaan obat kortikosteroid semprot, kebiasaan merokok dan penghasilan pada ketiga kuesioner keterkontrolan asma. Kesesuaian antara ketiga kuesioner terdapat kesesuaian yang baik.

Introduction: The high prevalence of asthma and costs of asthma therapy place a considerable burden on health care systems. Asthma attacks and symptoms can be controlled by an appropriate treatment and proper use of medicines. The goals of asthma therapy are to achieve asthma control near normal lung function, absence of asthma symptoms, no activity limitations and no episodes of worsening asthma. The use of Asthma Control Test ACT , Asthma Symptom Control ASC and Asthma Control Questionnaire ACQ can make easier to control asthma. This study rsquo;s purpose is to see the suitability between the three questionnaires in assessing the level of control asthma in Persahabatan Hospital.
Methods: Research with cross sectional design and descriptive analysis on 45 subjects of asthma patients in the clinic asthma PPOK RSUP Persahabatan through interviews and filling questionnaires to determine the level of control of asthma.
Results: Asthma control rate with ACT was 42.2 well controlled, 42.2 partially controlled with ASC and 42.2 uncontrolled under ACQ. There was association of spray corticosteroid drug use with ACT questionnaire p = 0,031 . There was a relation between education p = 0,047 , smoking habit p = 0,037 and income p = 0,040 with ASC asthma control. There is a relation between income p = 0,025 with ACQ questionnaire. Compatibility between these three questionnaires with a kappa value of 0.877 good suitability.
Conclusion: There is an association between the use of spray corticosteroid drugs, smoking habits and income in the three questionnaires of asthma control. The suitability between the three questionnaires has good suitability.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>