Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 136846 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ario Perbowo Putra
"ABSTRAK
Nama : Ario Perbowo PutraProgram Studi : Ilmu Penyakit DalamJudul : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Surveilans untuk Deteksi Dini Karsinoma Hepatoselular pada Pasien Sirosis Hati Latar Belakang: Sedikitnya pasien KHS yang didiagnosis melalui surveilans diduga merupakan penyebab terus rendahnya angka kesintasan, sehingga penting untuk diketahui proporsi pelaksanaan surveilans untuk deteksi dini KHS pada pasien sirosis hati dan faktor-faktor yang berhubungan. Tujuan: Mengetahui proporsi pelaksanaan surveilans untuk deteksi dini KHS pada pasien sirosis hati dan faktor-faktor yang berhubungan. Metode: Studi kohort retrospektif pasien sirosis hati di RSCM periode Januari - Desember 2013. Data didapatkan dari rekam medis dan dikonfirmasi ulang dengan telepon. Surveilans disyaratkan USG abdomen dengan atau tanpa AFP minimal satu kali setahun dalam 3 tahun setelah periode tersebut. Faktor-faktor yang diteliti adalah jenis kelamin, suku bangsa, tingkat pendidikan, tingkat penghasilan, ketersediaan jaminan pengobatan, lokasi tempat tinggal, keberhasilan edukasi surveilans, etiologi sirosis, serta derajat beratnya sirosis. Uji regresi logistik digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan surveilans. Hasil: Dari 200 pasien sirosis hati, 50 pasien 25,0 menjalani surveilans, 150 pasien 75,0 tidak menjalani surveilans. Analisis bivariat menghasilkan 4 variabel dengan nilai p < 0,25 yaitu jenis kelamin p = 0,056 , suku bangsa p = 0,231 , keberhasilan edukasi surveilans p = 0,005 , dan derajat beratnya sirosis p = 0,005 . Analisis multivariat menghasilkan faktor risiko terlaksananya surveilans adalah keberhasilan edukasi surveilans OR 2,615, IK 95 1,332 - 5,134 , p = 0,005 dan derajat beratnya sirosis OR 2,766, IK 95 1,413 - 5,415 , p = 0,003 . Simpulan: Keberhasilan edukasi surveilans dan derajat beratnya sirosis merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan surveilans untuk deteksi dini KHS pada pasien sirosis hati. Kata Kunci: Sirosis hati, surveilans, faktor yang berhubungan.

ABSTRACT
Name Ario Perbowo PutraStudy Program Internal MedicineTitle Factors Related to The Implementation of Surveillance for Early Detection of Hepatocellular Carcinoma in Patients with Liver Cirrhosis Background Minimal number of KHS patients diagnosed through surveillance is thought to be the cause of continued low survival. It is important knowing the proportion of surveillance for early detection of KHS in patients with liver cirrhosis and related factors. Objective Determine the proportion of surveillance for early detection of KHS in patients with liver cirrhosis and related factors. Methods Retrospective Cohort study of patients with liver cirrhosis at RSCM from January to December 2013. Data obtained from medical records and reconfirmed by telephone. Surveillance is required for abdominal ultrasound with or without AFP at least once a year within 3 years after that period. Factors studied were gender, ethnicity, education level, income level, availability of medical assurance, location of residence, surveillance education successfulness, cirrhosis etiology, and severity of cirrhosis. Then logistic regression test is used in the multivariate analysis. Results From 200 patients, 50 patients 25,0 underwent surveillance, 150 patients 75,0 did not. Bivariate analysis resulted in 4 variables with p "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andri Sanityoso Sulaiman
"Telah dilakukan penelitian secara potong lintang terhadap pasien sirosis hati di poli Hepatologi dan IRNA B ruang penyakit dalam Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo di Jakarta, periode Januari 2000 sampai Juli 2000. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengukur kadar endotoksin endogen pada penderita sirosis hati non alkoholik yang sedang dalam keadaan stabil serta melihat adakah hubungannya dengan derajat beratnya sirosis. Pengukuran kadar endotoksin menggunakan metode spesifik dengan alat toxinometer yang berdasarkan metode turbidimetri kinetik, telah dilakukan pada 45 kasus sirosis hati non alkoholik, dua puluh kasus termasuk klasifikasi Child-Pugh A, tujuh belas kasus termasuk Child-Pugh B sedangkan delapan kasus termasuk Child-Pugh C. Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya peningkatan kadar endotoksin di vena perifer yang melebihi nilai normal pada semua kasus. Walaupun terlihat adanya sedikit peningkatan pada penderita sirosis hati Child-Pugh C dibandingkan pada yang ChildPugh B atau A. Namun peningkatan tersebut secara perhitungan statistik tidak bermakna.

A cross-sectional study has been conducted on liver cirrhosis patients at the Hepatology and IRNA B polyclinic in the internal medicine room of the Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital in Jakarta, the period of January 2000 to July 2000. The study aims to measure endogenous endotoxin levels in patients with non-alcoholic liver cirrhosis who are in a stable state and see if there is The relationship is with the severity of cirrhosis. Endotoxin levels were measured using a specific method with a toxinometer based on the kinetic turbidimetry method, which has been carried out in 45 cases of non-alcoholic liver cirrhosis, twenty cases including Child-Pugh A classification, seventeen cases including Child-Pugh B while eight cases included Child-Pugh C. In this study, there was no increase in endotoxin levels in the periver veins that exceeded normal values in all cases. Although there was a slight increase in patients with Child-Pugh C liver cirrhosis compared to ChildPugh B or A. However, the increase was statistically meaningless."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2001
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Agung Wibowo
"Latar Belakang dan tujuan: Penyakit hati kronik pada pasien pediatrik merupakan salah satu masalah utama kesehatan pada populasi anak-anak dengan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Penilaian derajat fibrosis hati diperlukan untuk menentukan tatalaksana yang sesuai, menentukan prognosis, dan tindak lanjut pasca pengobatan. Pemeriksaan USG elastografi acoustic radiation force impulse ARFI merupakan metode penilaian derajat fibrosis hati yang bersifat tidak invasif, mudah dan cepat dikerjakan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan nilai titik potong derajat fibrosis USG elastografi ARFI pada pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik.
Metode: Pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik menjalani pemeriksaan USG elastografi ARFI. Didapatkan nilai shear wave velocity SWV dari pemeriksaan ARFI yang menunjukkan elastisitas jaringan hati pada 18 subjek dan dihubungkan dengan hasil biopsi hati METAVIR . Kurva receiver-operating characteristic ROC dilakukan untuk menentukan titik potong derajat fibrosis hati.
Hasil: Rerata nilai median ARFI pada pasien pediatrik dengan penyakit hati kronik tanpa fibrosis hati 1,21 m/s; fibrosis ringan F1 1,13 m/s; fibrosis signifikan F2 ; fibrosis berat F3 2,76 m/s; dan sirosis F4 3,84 m/s. Kurva ROC menunjukkan titik potong ARFI pada 1,98 m/s memiliki sensitivitas 100 untuk mendeteksi derajat fibrosis ge;F3.
Kesimpulan: USG elastografi ARFI merupakan metode yang dapat diandalkan, cepat, dan non invasif untuk menentukan derajat fibrosis berat dan sirosis pada pasien pediatrik. Hasil pemeriksaan ARFI dapat membantu klinisi dalam tindak lanjut pengobatan dan alternatif biopsi hati pada kondisi tertentu.

Background and objectives: Chronic liver disease in pediatric patients is one of the major health problems with high rates of morbidity and mortality. Assessment of the degree of liver fibrosis is needed to determine appropriate management, determine prognosis, and post treatment follow up. Ultrasound acoustic radiation force impulse ARFI elastography examination is a non invasive, easily and rapidly performed liver fibrosis assessment method. The objective of this study was to obtain the cut off value of fibrosis degree with ARFI examination in pediatric patients with chronic liver disease.
Methods: Pediatric patients with chronic liver disease underwent ARFI ultrasound measurements. Shear wave velocity SWV value obtained from ARFI examination showing elasticity of liver tissue in 18 subjects and associated with liver biopsy results METAVIR . The receiver operating characteristic ROC curve is performed to determine cut off value of degree of liver fibrosis.
Results Mean of SWV value in pediatric patients with chronic liver disease without liver fibrosis 1.21 m s mild fibrosis F1 1.13 m s significant fibrosis F2 severe fibrosis F3 2.76 m s and cirrhosis F4 3.84 m s. The ROC curve shows the cut off at 1.98 m s yielded a 100 sensitivity to detect the degree of fibrosis ge F3.
Conclusions USG elastographic ARFI is a reliable, rapid, and non invasive method for determining the degree of severe fibrosis and cirrhosis in pediatric patients. The results of the ARFI examination may assist the clinician in the follow up of treatment and alternatives of liver biopsy in certain condition.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Destiana Agustin
"Laporan dari rumah sakit umum pemerintah di Indonesia rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 47,4% dari seluruh pasien penyakit. Kematian terbesar dari sirosis hepatis pada kelompok umur 60-70 tahun. Artikel ini bertujuan untuk menggambarkan asuhan keperawatan pada klien sirosis hepatis di ruang perawatan PU 6 RSPAD Gatot Soebroto. Pemantauan berat badan dan lingkar abdomen setiap hari bertujuan untuk melihat keefektivan dari pemberian terapi diuretic. Intervensi ini penting dilakukan untuk mengetahui perkembangan asites dan edema.
Hasil dari intervensi yang sudah dilakukan selama 8 hari perawatan adalah terjadi penurunan berat badan sebesar 5 kg dan perubahan lingkar abdomen sebanyak 7,5 cm. Rekomendasi bagi masyarakat ialah untuk berhenti atau menghindari konsumsi alkohol yang dapat membahayakan organ hati. Rekomendasi dalam pelaksanaan intervensi ini adalah perawat harus rutin setiap hari menimbang berat badan dan mengukur lingkar abdomen serta mendokumentasikan hasilnya.

The report from public hospitals in Indonesia, prevalence of cirrhotic hepatic was 47,4% of all cirrhotic hepatic patients. The greatest mortality of cirrhotic hepatic in the age group 60-70 years. The aim of this report was describing nursing care for hepatic cirrhosis patient in PU 6 at RSPAD Gatot Soebroto. Monitoring of body weight and abdominal girth for noticing the effectivity of diuretic therapy. This intervention was necessary to be done to find out the progress of ascites and edema.
The results from intervention that already done during eight days care was decreasing weight loss 5 kg and abdominal girth 7,5 cm. Recommendation of doing this intervention for nurse is they should measurement of daily body weight and abdominal girth and reporting the results.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2013
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sudiro Waspodo
"Pendahuluan
Sirosis hati (SH) telah diketahui merupakan suatu keadaan yang ireversibel di dalam perkembangannya, SH dapat berakhir dengan gagal hati, hipertensi portal, atau dapat menunjukkan aktivitas yang dapat dikelompokkan menjadi kelompok yang mengalami progresi, regresi atau menetap. Keluhan subyektif pada stadium awal penyakit SH biasanya sangat sedikit dan tidak jelas. Sedangkan pemeriksaan jasmani sering tidak dapat dipakai sebagai ukuran kecuali bila telah terjadi tanda dekompensasi. Beberapa hasil pemeriksaan laboratorium dapat dipakai untuk pegangan mengikuti perjalanan penyakit seperti transaminase, bilirubin, kolesterol, BSP, dan Indocyanin green.
Pemeriksaan tersebut mempunyai beberapa kelemahan seperti sifat tidak spesifik pada pemeriksaan transaminase, gambaran bilirubin tidak hanya mencerminkan kerusakan parenkim hati, penurunan kolesterol bare terjadi pada penyakit yang berat, sedangkan pemeriksaan BSP mengandung bahaya alergi.
Akhir-akhir ini telah diperkenalkan kegunaan pemeriksaan kadar garam empedu serum sebagai alat penyaring adanya penyakit hati dan untuk mengikuti perjalanan penyakit hati. Berbagai hasil penelitian telah membuktikan pemeriksaan kadar garam empedu serum post prandial lebih sensitif sebagai alat penyaring adanya penyakit hati bila dibandingkan dengan pemeriksaan kadar garam empedu serum puasa. Namun sebaliknya telah dibuktikan bahwa nilai kadar garam empedu serum puasa lebih spesifik untuk penyakit hati. Juga dibuktikan bahwa tinggi rendahnya nilai rata-rata garam empedu serum puasa sesuai dengan berat ringannya penyakit Sirosis hati, meskipun masih didapatkan adanya angka-angka yang tumpang tindih.
Kegunaan pengukuran kadar garam empedu serum puasa sebagai petanda prognostik penyakit SH telah dilaporkan di luar negeri dan Indonesia, meskipun penelitian di Indonesia memberikan hasil yang berbeda. Penderita SH dengan kadar garam empedu total serum puasa yang tinggi mempunyai risiko mati yang lebih besar pada tahun pertama dibandingkan dengan penderita SH dengan kadar garam empedu total serum puasa, yang rendah.
Bertolak dari hal tersebut di atas ingin dikaji kembali manfaat lebih lanjut dari kadar garam empedu serum puasa sebagai salah satu alat prognostik dan sarana untuk mengikuti perkembangan penyakit sirosis hati."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oska Mesanti
"Latar Belakang: Kondisi dekompensata tanpa infeksi bakteri pada pasien sirosis hati dapat meningkatkan kadar prokalsitonin (PCT). Belum ada penelitian yang secara khusus membandingkan kadar PCT berdasarkan kompensasi hati dan ada tidaknya infeksi bakteri.
Tujuan: Mengetahui peran PCT dalam membantu menegakkan diagnosis infeksi bakteri pada pasien sirosis hati.
Metode: Studi potong lintang dilakukan terhadap pasien sirosis hati yang berobat jalan dan dirawat inap di RSUPNCM Jakarta dari April sampai Mei 2016. Pada pasien dilakukan pemeriksaan PCT dan penentuan ada tidaknya infeksi bakteri berdasarkan pemeriksaan standar sesuai jenis infeksi yang dicurigai. Dilakukan analisis untuk mengetahui perbedaan rerata kadar PCT pada pasien sirosis hati yang tidak terinfeksi bakteri dan yang terinfeksi bakteri, serta pencarian nilai titik potong PCT untuk mendiagnosis infeksi bakteri pada sirosis hati dekompensata dengan menggunakan receiver operating curve (ROC).
Hasil: Didapatkan 55 pasien sirosis hati, pria sebanyak 65,5%, dengan rerata usia 55,34±1,308 tahun. Sebanyak 38 (69,1%) pasien sirosis hati dekompensata yang 22 (57,9%) diantaranya tidak terinfeksi bakteri dan 16 (42,1%) terinfeksi bakteri. Pada pasien yang tidak terinfeksi bakteri terdapat perbedaan rerata kadar PCT yang bermakna antara pasien dekompensata (0,738ng/mL±1,185) dibandingkan dengan 17 pasien kompensata (0,065ng/mL±0,022). Rerata kadar PCT pasien dekompensata yang terinfeksi bakteri (3,607ng/mL±0,643) lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi bakteri(0,738ng/mL±1,185). Dari kurva ROC, kadar PCT pada pasien sirosis hati dekompensata didapatkan area under curve (AUC) 0,933 (IK 0,853-1,014) untuk diagnosis infeksi bakteri. Nilai titik potong kadar PCT untuk mendiagnosis infeksi bakteri pada pasien sirosis hati dekompensata adalah 2,79ng/mL dengan sensitivitas 87,5% dan spesifisitas 86,4%.
Kesimpulan: Pada pasien sirosis hati yang tidak terinfeksi bakteri, kadar PCT pasien dekompensata lebih tinggi dibandingkan dengan yang kompensata. Kadar PCT pasien sirosis hati dekompensata yang terinfeksi bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi bakteri. Sementara nilai titik potong kadar PCT untuk mendiagnosis infeksi bakteri pada pasien sirosis hati dekompensata adalah 2,79ng/mL.

Background: Liver decompensated without bacterial infection may increase procalcitonin (PCT) level in liver cirrhosis patients. Previous studies did not provide conclusive results about the differences of PCT level due to specific liver compensation and bacterial infection.
Objective: To examine the role of PCT in assisting the diagnosis of bacterial infection in liver cirrhosis patients.
Methods: A cross sectional study was conducted in liver cirrhosis patients who were outpatients and admitted to Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta between April and May 2016. Procalcitonin were examined and bacterial infection were identified using standard criteria for each type of infection being suspected. Analysis were performed to determine differences in the level of PCT among liver cirrhosis patients without bacterial infection and with bacterial infection, also to get cut off point of PCT for bacterial infection diagnosis in decompensated liver cirrhosis patients using receiver operating curve (ROC).
Results: There were 55 patients with liver cirrhosis, 65,5% male, with mean of age 55,34±1,308 years. A total of 38 (69,1%) patients had decompensated liver cirrhosis, while 22 (57,9%) of them without bacterial infection and 16 (42,1%) with bacterial infection. In the absence of bacterial infection, there was significant difference between PCT level in decompensated patients (0,738ng/mL±1,185) and 17 compensated patients(0,065ng/mL±0,022). Decompensated patients with bacterial infection (3,607ng/mL±0,643) had significantly higher PCT levels than those without bacterial infection(0,738ng/mL±1,185). From ROC, level of PCT for bacterial infection in decompensated liver cirrhosis was area under curve (AUC) 0,933 (IK 0,853-1,014). Cut off point of PCT for bacterial infection diagnosis in decompensated liver cirrhosis patients was 2,79ng/mL with a sensitivity of 87.5% and specificity of 86,4%.
Conclusion: In the absence of bacterial infection, PCT levels of decompensated patients was higher than compensated ones. Procalcitonin levels of decompensated liver cirrhosis patients with bacterial infection was higher than those without bacterial infection.Cut off point of PCT for bacterial infection diagnosis in decompensated liver cirrhosis patients was 2,79ng/mL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Daunwati
"Malnutrisi merupakan hal yang umum terjadi pada pasien sirosis hati Tata laksana nutrisi yang optimal bertujuan mempertahankan dan meningkatkan status gizi memperbaiki keadaan klinis dan meningkatkan kualitas hidup pasien Tatalaksana nutrisi pasien sirosis hati mencakup pemberian makronutrien mikronutrien dan nutrien spesifik serta cairan Pasien pada serial kasus ini terdiri atas tiga orang laki laki dan satu orang perempuan dengan rentang usia antara 30 sampai 57 tahun Tiga orang pasien menderita malnutrisi dan satu orang pasien berisiko malnutrisi Berdasarkan skrining seluruh pasien membutuhkan dukungan nutrisi Kebutuhan energi total KET pasien dihitung dengan menjumlahkan kebutuhan energi basal KEB yang didapat dengan menggunakan persamaan Harris Benedict dan faktor stres yang sesuai kondisi klinis pasien Pemberian nutrisi dimulai dengan 80 dari KEB sampai KEB kemudian ditingkatkan secara bertahap hingga mencapai KET Kebutuhan protein dan lemak disesuaikan dengan kondisi pasien Protein yang diberikan mempunyai kandungan asam amino rantai cabang AARC yang tinggi dan lemak jenis medium chain triglyceride MCT trigliserida rantai sedang Makanan diberikan dalam porsi kecil dengan jadwal pemberian sering dan malam hari diberikan late evening snack sebanyak 10 dari asupan harian total mengandung karbohidrat dan AARC Pada pasien dengan hiponatremia dilusional asupan cairan direstriksi Selama pemantauan dengan bertambah baiknya keadaan klinis maka asupan makan pasien dapat mencapai KET Serial kasus ini menunjukkan bahwa pada pasien sirosis hati dengan berbagai komplikasi tata laksana nutrisi yang baik dapat meningkatkan status gizi memperbaiki keadaan klinis dan meningkatkan kualitas hidup pasien

Malnutrition is common in patients with liver cirrhosis Optimal nutrition support in patients with liver cirrhosis is required to maintain and improve clinical condition nutrition status and quality of life by providing macronutrient micronutrient specific nutrient and fluid according to the recommendation Patients in this case series were three males and one female with age ranged from 30 to 57 years old Three patients were malnourished while one was on risk of being malnourished Based on the screening conducted to these patients while their admission all four patients needed nutrition support therapy Total energy requirements were determined using Harris Benedict equation to calculate basal energy requirements and multiplied by stress factor Nutrition provision initiated from 80 basal energy requirement and increased gradually according to patient rsquo s tolerance until total energy requirements were achieved Protein and lipid were given in accordance with the patients clinical condition with protein contain high branched chain amino acid BCAA and fat which high in medium chain triglyceride MCT The diets delivered in small portion six times per day with late evening snack as much as 10 of total energy intake contained carbohydrate and BCAA Fluid restrictions were applied to patients with dilutional hyponatremia During hospitalization nutrition intake increased as general conditions improved Nutrition status clinical condition and quality of life of liver cirrhotic patients with various complications in this case series were improved by appopriate nutrition support ;Malnutrition is common in patients with liver cirrhosis Optimal nutrition support in patients with liver cirrhosis is required to maintain and improve clinical condition nutrition status and quality of life by providing macronutrient micronutrient specific nutrient and fluid according to the recommendation Patients in this case series were three males and one female with age ranged from 30 to 57 years old Three patients were malnourished while one was on risk of being malnourished Based on the screening conducted to these patients while their admission all four patients needed nutrition support therapy Total energy requirements were determined using Harris Benedict equation to calculate basal energy requirements and multiplied by stress factor Nutrition provision initiated from 80 basal energy requirement and increased gradually according to patient rsquo s tolerance until total energy requirements were achieved Protein and lipid were given in accordance with the patients clinical condition with protein contain high branched chain amino acid BCAA and fat which high in medium chain triglyceride MCT The diets delivered in small portion six times per day with late evening snack as much as 10 of total energy intake contained carbohydrate and BCAA Fluid restrictions were applied to patients with dilutional hyponatremia During hospitalization nutrition intake increased as general conditions improved Nutrition status clinical condition and quality of life of liver cirrhotic patients with various complications in this case series were improved by appopriate nutrition support "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Pitt Akbar
"Latar belakang: Frailty merupakan sindrom biologis yang dapat menyebabkan kerentanan terhadap hasil yang lebih buruk terhadap pasien. Penilaian frailty saat ini berkembang pada populasi penyakit lainnya antara lain pada populasi pasien sirosis hati. Modalitas yang dikembangkan dan sudah divalidasi untuk menilai frailty pada populasi sirosis hati adalah dengan Liver Frailty Index (LFI). Prevalensi pasien sirosis hati yang mengalami frail ternyata cukup tinggi. Dipikirkan pasien yang mengalami frail akan meningkatkan mortalitas pada pasien sirosis hati. Tujuan: Menilai apakah frailty berdasarkan Liver Frailty Index dapat menjadi prediktor mortalitas pada pasien sirosis hati Metode: Penelusuran literatur dilakukan melalui basis data daring: PubMed/ MEDLINE, EMBASE, ProQuest, dan EBSCOhost dengan menggunakan kata kunci “sirosis hati” dan “liver frailty index” dalam Bahasa Inggris dan Indonesia. Pencarian manual dilakukan melalui portal data nasional, e-library fakultas kedokteran, dan snowballing. Studi yang dimasukkan ke dalam penelitian adalah studi kohort prospektif dan retrospektif yang mengikutsertakan pasien sirosis hati tanpa keganasan hati dan melaporkan mortalitas pasien berdasarkan status frailty. Hasil: Sebanyak 7 artikel diikutsertakan dalam telaah sistematis ini, 3 diantaranya diikutkan dalam meta-analisis untuk menilai hubungan dengan mortalitas dan 2 studi menilai hubungan dengan kejadian dekompensasi. Risiko mortalitas lebih tinggi pada pasien sirosis dengan frailty (HR 1,68; IK 95% 1,36-2,08; p<0,00001). Frailty berhubungan dengan kejadian asites (OR 1,84 IK 95% 1,41-2,40; p<0,00001). Tidak didapatkan adanya hubungan antara frailty dengan kejadian EH pada pasien sirosis hati (OR 1,57 IK 95% 0,65-3,80; p=0,31). Kesimpulan: Frailty merupakan prediktor mortalitas pada pasien sirosis hati. Pasien sirosis hati dengan frailty memiliki risiko kematian lebih besar dibandingkan pasien sirosis hati tanpa frailty.

Background: Frailty is a biologic syndrome that can lead to susceptibility to poorer outcomes for patients. Frailty assessment is currently developing in other disease populations, including the population of patients with liver cirrhosis. The developed and validated modality to assess frailty in the liver cirrhosis population is the Liver Frailty Index (LFI). The prevalence of liver cirrhosis patients who experience frail is quite high. It is thought that patients who experience frail will increase mortality in patients with liver cirrhosis.
Objective: Assessing whether frailty based on the Liver Frailty Index can be a predictor of mortality in patients with liver cirrhosis.
Methods: Literature search was conducted through online databases: PubMed/MEDLINE, EMBASE, ProQuest, and EBSCOhost using the keywords “cirrhosis of the liver” and “liver frailty index” in English and Indonesian. Manual searches were carried out through national data portals, medical faculty e-libraries, and snowballing. The studies included in the study were prospective and retrospective cohort studies that included patients with liver cirrhosis without liver malignancy and reported patient mortality based on frailty status.
Results: A total of 7 articles were included in this systematic review, 3 of which were included in a meta-analysis to assess the association with mortality and 2 studies assessed the association with the incidence of decompensation. There was a higher risk of mortality in cirrhotic patients with frailty (HR 1.68; 95% CI 1.36-2.08; p<0.00001). Frailty was found to be associated with the incidence of ascites (OR 1.84 95% CI 1.41-2.40; p<0.00001). There was no association between frailty and the incidence of HE in patients with liver cirrhosis (OR 1.57 95% CI 0.65-3.80; p=0.31).
Conclusion: Frailty is a predictor of mortality in patients with liver cirrhosis. Liver cirrhosis patients with frailty have a greater risk of death than patients with liver cirrhosis without frailty.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Barry Anggara Putra
"ABSTRAK
Latar Belakang: Ensefalopati hepatikum minimal (EHM) adalah spektrum teringan dari abnormalitas neuropsikologis yang merupakan komplikasi dari sirosis hati yang berimplikasi pada kualitas hidup pasien. Namun, saat ini modalitas untuk mendiagnosis EHM masih terbatas. Salah satu modalitas pemeriksaan EHM adalah Critical Flicker Frequency (CFF), namun tidak semua fasilitas kesehatan memiliki alat ini. Model for End-Stage Liver Disease (MELD) adalah suatu sistem skoring yang dikembangkan untuk mengetahui prognosis pasien yang akan menerima transplantasi hati dan berdasarkan beberapa studi, berkorelasi dengan EHM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara MELD dengan CFF pada pasien sirosis hati.
Metode: Penelitian dilakukan secara potong lintang. Pengambilan data dilakukan sejak Maret hingga Mei 2016 di poliklinik Hepatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo. Kriteria inklusi meliputi pasien sirosis hati dengan nilai Glasgow
Coma Scale (GCS) 15. Kriteria eksklusi meliputi pasien dengan ensefalopati hepatikum, hematemesis melena, stroke, gangguan penglihatan dan sirosis alkoholik, Subjek penelitian kemudian dilakukan pemeriksaan dengan alat CFF dan dihitung skor MELD masing masing.
Hasil: Sebanyak 60 pasien memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Didapatkan 28 pasien tanpa EHM dan 32 pasien dengan EHM. Rata rata usia pasien 54,8 tahun. Jumlah hepatitis terbanyak adalah hepatitis B sejumlah 34 pasien dan skor Child Pugh terbanyak adalah Child Pugh A sebanyak 39 pasien. Nilai rerata CFF 36,9 ± 8,57 Hz dan skor MELD 10,3 ± 3,6. Didapatkan nilai r -0,097.
Simpulan: Tidak terdapat korelasi antara skor MELD dan skor CFF.

ABSTRACT
Background: Minimal hepatic encephalopathy (MHE) is the mildest spectrum of neuropsychological abnormality as a complication of liver cirrhosis which has implication in quality of life. Meanwhile, there are only few modalities to diagnose MHE. One of them is Critical Flicker Frequency(CFF), but this modality is not available in every health center. Model for End-Stage Liver Disease (MELD)-a scoring system developed to determine the prognosis of patients who receive liver transplant-is correlated with EHM according to several studies. This study aimed to determine the correlation between MELD with CFF in cirrhotic patients.
Method:
This was a cross sectional study. Data were collected from March until May 2016 in Hepatological outclinic RSUPN Cipto Mangunkusumo. Inclusion criteria consist of cirrhosis pasien with Glasgow Coma Scale (GCS) 15. Exclution criteria consist of patient with hepatic encephalopathy, hematemesis melena, stroke, visual impairment, and alcoholic cirrhosis. All subjects were examined using CFF and MELD scores.
Results:
A total of 60 patients met the inclusion and exclusion criteria for the study. There are 28 patients with EHM and 32 patients without EHM. r value of -0,097. The mean age were 54.8 years old. Most subjects were diagnosed with hepatitis B (34 patients) and most subjects were scored A based on Child Pugh scoring(39 patients). Mean value of CFF and MELD are 36,9 ±8,57 Hz and 10,3 ±3,6 consecutively. The correlation score between two modalities were r -0,097.
Conclusion:
There was no correlation between MELD score and CFF score.
"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Faljeki Kurniawan
"Pendahuluan Sirosis Hati merupakan masalah kesehatan global yang serius, namun pengetahuan dan keterampilan perawat dalam menangani kondisi ini masih belum banyak diteliti di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat pengetahuan dan keterampilan perawat di RSUP Dr. M. Djamil Padang dengan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dalam memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien Sirosis Hati dengan komplikasi. Metode Menggunakan desain kuantitatif deskriptif analitik komparatif dengan pendekatan Cross-Sectional, penelitian ini melibatkan 164 perawat ruang rawat inap penyakit dalam yang dipilih melalui total sampling. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner pengetahuan perawat dan keterampilan perawat dan dianalisis dengan uji Chi-Square. Hasil analisi diperoleh bahwa perawat RSUP Dr. M. Djamil Padang memiliki tingkat pengetahuan baik 85 (81,7%) dan tingkat keterampilan baik sebanyak 79 (76%) sedangkan perawat RSUP Dr. M. Hoesin Palembang memiliki tingkat pengetahuan baik  56 (93,3%)  dan tingkat keterampilan baik sebesar 47 (78,3%). Tidak terdapat perbadaan pengetahuan antara RSUP Dr M Djamil Padang dengan RSUP Dr M Hoesin Palembang (p=0,117 > α=0,05). Tidak terdapat perbadaan keterampilan antara RSUP Dr M Djamil Padang dengan RSUP Dr M Hoesin Palembang (p=0,741 > α=0,05). Kesimpulan Temuan ini mengindikasikan efektivitas program pelatihan yang ada, namun masih diperlukan pengembangan profesional berkelanjutan. Rekomendasi Disarankan untuk meningkatkan investasi dalam pelatihan keterampilan klinis berkelanjutan dalam menghadapi tantangan praktik modern.

Introduction Cirrhosis of the liver is a serious global health problem, however the knowledge and skills of nurses in treating this condition have not been widely studied in Indonesia. This study aims to compare the level of knowledge and skills of nurses at RSUP Dr. M. Djamil Padang with RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang in providing Nursing care to Liver Cirrhosis patients with complications. Method Using a quantitative descriptive comparative analytical design with a cross-sectional approach, this research involved 164 internal medicine inpatient nurses who were selected through total sampling. Data were collected using a nurse knowledge and nursing skills questionnaire and analyzed using the Chi-Square test. Results of the analysis showed that the nurse at RSUP Dr. M. Djamil Padang had a good knowledge level of 85 (81.7%) and a good skill level of 79 (76%) while the nurses at RSUP Dr. M. Hoesin Palembang has a good knowledge level of 56 (93.3%) and a good skill level of 47 (78.3%). There was no difference in knowledge between RSUP Dr M Djamil Padang and RSUP Dr M Hoesin Palembang (p=0.117 > α=0.05). There was no difference in skills between RSUP Dr M Djamil Padang and RSUP Dr M Hoesin Palembang (p=0.741 > α=0.05).    Conclusion These findings indicate the effectiveness of existing training programs, but continued professional development is still needed. Recommendations It is recommended to increase investment in ongoing clinical skills training to meet the challenges of modern practice."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>