Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127378 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Miftahul Ulum
"Kasus Tuberkulosis di Indonesia masih tinggi dan menduduki peringkat kedua dunia. Di sisi lain, kasus DM yang dapat meningkatkan risiko TB semakin banyak. Pada DM terjadi penurunan dan abnormalitas sistem imun yang dapat memperparah infeksi TB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan DM dengan kesembuhan pengobatan TB. Desain penelitian ini adalah cross-sectional dengan total sampel enam puluh data rekam medis pasien TB dan TB-DM yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di RSCM tahun 2014.
Hasil menunjukkan terdapat pasien TB-DM sebesar 48.3 . Pasien TB-DM yang sembuh dalam enam bulan sebesar 27.6 dan tidak sembuh dalam enam bulan sebesar 72.4 . Analisis bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara DM dengan kesembuhan pengobatan TB OR 2.46; 95 CI 0.838-7.223. Selain itu, didapatkan pasien TB-DM dengan gula darah tidak terkontrol sebanyak 55.2. Pasien TB-DM terkontrol yang tidak sembuh dalam dua belas bulan sebesar 7.7, sedangkan pasien TB-DM tidak terkontrol yang tidak sembuh dalam dua belas bulan sebesar 68.8. Analisis bivariat menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara kontrol gula darah pada pasien TB-DM dengan kesembuhan pengobatan TB OR 26.4; 95 CI 2.653-262.695.

Indonesia still has high Tuberculosis cases and Indonesia placed second in the world in this matter. On the other hand, Diabetes Mellitus cases, that can increase Tuberculosis risk, is increasing. In DM, the immune system is reduced and became abnormal so it can make Tuberculosis infection worse. This study evaluate the relation between DM and Recovery of Adult Pulmonary Tuberculosis. This research is cross sectional, with total sample sixty medical record of TB and TB DM cases that fullfilled the inclusion and exclusion criterias in RSCM 2014.
In this research, there are 48.3 of TB DM cases in sixty TB cases in RSCM. TB DM patient that are cured in six months is 27.6 and TB DM patient that are not cured in six months is 72.4. Bivariate analysis showed that there is no significant correlation between DM and the recovery of Tuberculosis OR 2.461 95 CI 0.838 7.223. From glucose control perspective, the percentage of uncontrolled TB DM patient is 55.2. Controlled TB DM patient that are not cured in 12 months is 7.7 meanwhile uncontrolled TB DM patient that are not cured in 12 months is 68.8 . Bivariate analysis showed that there is a significant correlation between blood glucose control in TB DM patient and the recovery of Tuberculosis OR 26.4 95 CI 2.653 262.695.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Imanuel Setiawan
"Tuberkulosis TB merupakan salah satu penyakit pembunuh yang kerap menjadi masalah besar di dunia dan diperburuk oleh masalah efek samping obat yang berdampak pada terhentinya pengobatan pasien TB. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara efek samping OAT dengan keberlanjutan pengobatan TB. Studi ini dilakukan dengan desain penelitian analitik menggunakan studi cross-sectional dengan melibatkan 172 data rekam medis penderita TB paru dewasa yang diobati dan mendapatkan efek samping di RSCM selama tahun 2014.
Pada penelitian ini didapatkan 73,8 pasien mendapatkan efek samping minor dan 26,2 mengalami efek samping minor. Jenis efek samping minor yang muncul didominasi oleh gangguan gastrointestinal 34 dan jenis efek samping mayor didominasi hepatitis yang diinduksi oleh obat 60 . Penelitian ini menunjukkan terdapatnya hubungan yang bermakna antara variabel jenis efek samping dengan keberlanjutan terapi OR, 9,33; 95 CI, 4,20-20,72.

Tuberculosis TB is one of top infectious diseases killer and remains as a major health problem worldwide. Moreover, the TB treatment adverse effects are able to escalate the treatment default. This study aimed to evaluate the correlation between anti TB drug adverse reactions and treatment default. A cross sectional study was performed with a total of 172 medical record data of adult pulmonary TB patients who were treated with first line anti TB drugs in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital during 2014 and experienced adverse reaction.
127 patients 73.8 were experiencing minor adverse reaction and 45 patients 26.2 were experiencing mayor adverse reaction. The adverse reaction was dominated by gastrointestinal disorders 34 and drug induced hepatitis 60. There was a significant correlation between adverse reactions of anti TB drug and the treatment default cases OR, 9.33 95 CI, 4.20 20.72 p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eko Arianto
"Diabetes melitus dan gizi kurang secara terpisah dikatakan dapat meningkatkan kejadian tuberkulosis. Studi potong lintang analitik ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi tuberkulosis paru (TBP) pada pasien diabetes melitus tipe 2 (DMT2). Dari keseluruhan 462 pasien DMT2, 125 pasien (27.1%) di antaranya menderita TBP. Total pasien DMT2 yang menderita gizi kurang sebesar 125 pasien (27.1%). Sementara itu, dari keseluruhan pasien DMT2 yang menderita TBP, 78 pasien (62.4%) juga menderita gizi kurang. Hasil uji chi-square menunjukkan adanya hubungan antara gizi kurang dengan prevalensi TBP yang bermakna secara statistik (p <0.000).

Diabetes mellitus and undernutrition separately were proved as risk factors of tuberculosis incidence. This analytical cross sectional study aimed to measure the prevalence of lung tuberculosis (TBP) among type 2 diabetes mellitus (DMT2) patients and its association with undernutrition. A total of 462 DMT2 patients were analyzed and the results showed that 125 patients (27.1%) had TBP and 125 patients (27.1%) were undernourished. Within DMT2 patients who had TBP, there were 78 undernourished patients (62.4%). We concluded there is a highly significant statistical association between undernutrition and prevalence of TBP among DMT2 patients (p <0.000)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erick
"Diabetes mellitus menyebabkan seseorang menjadi lebih rentan untuk terkena infeksi tuberkulosis paru. Tuberkulosis sendiri merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko yang ada, salah satunya adalah konsumsi alkohol. Studi cross-sectional analitik ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi alkohol dengan prevalensi tuberkulosis pada pasien diabetes mellitus di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2010. Data yang diperlukan diperoleh melalui rekam medis, dan didapatkan 462 data. Sebanyak 89.39% pasien tidak mempunyai riwayat mengonsumsi alkohol, dan 10.61% sisanya mempunyai riwayat mengonsumsi alkohol. Dari hasil analisis dengan uji chi square, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara konsumsi alkohol dengan tuberkulosis dengan nilai p 0.107 (> 0.005). Hasil ini sesuai dengan penelitian lain dengan populasi di India Selatan yang menyatakan bahwa pengonsumsian alkohol bukan merupakan faktor risiko penting terhadap terjadinya tuberkulosis. Meskipun demikian, untuk penelitian selanjutnya disarankan agar data diperoleh lewat pengisian kuisioner sehingga pola pengonsumsian alkohol untuk masing-masing individu dapat diketahui.
Diabetes mellitus makes someone more vulnerable to get tuberculosis infection. Tuberculosis itself can be prevented by controlling its risk factors, one of which is alcohol consumption. This analitical cross-sectional study intends to understand the associaton between alcohol consumption with tuberculosis prevalence on patient with diabetes mellitus at Cipto Mangunkusumo Hospital in 2010. Data needed for this study was obtained from medical records, and total data obtained is 462 data. As many as 89.39% patients have no alcohol cosumption record, and the rest 10.61% have it. From data analysis with chi square, the result shows no significant association between alcohol consumption with tuberucolsis (p value0.107). This result is the same with other study in South India which showed that alcohol consumption is not an important risk factor for tuberculosis. However, for the future study, it is mentioned to get the data from questionnaire so that individual pattern of alcohol consumption can be better understood."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Harsya Dwindaru Gunardi
"Pendahuluan: Dalam 2 dekade terakhir ini, berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes mellitus (DM) tipe-2 di berbagai penjuru dunia. Selain itu, DM tipe 2 kini juga diketahui menjadi salah satu faktor risiko penyakit tuberkulosis (TB) paru. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap prevalensi TB paru pada pasien DM tipe 2.
Metode: Dengan desain cross-sectional, pengambilan sampel dilakukan terhadap seluruh pasien DM tipe 2 yang menderita infeksi paru (TB dan bukan TB) di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2010.
Hasil: Hasil menunjukkan dari 125 pasien DM tipe 2 yang menderita TB paru, 82 berjenis kelamin laki-laki (67%) dan 43 berjenis kelamin perempuan (33%).
Kesimpulan: Dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi prevalensi TB pada penderita DM tipe 2 secara bermakna.

Background: In the last 2 decades, many epidemiological studies showed increment tendency of incidence and prevalence of type 2 diabetes mellitus (DM) in many regions of the world. Besides, type 2 DM has also known as a risk factor for lung tuberculosis (TB). The study purpose is to find out the effect of gender to lung TB prevalence in type 2 DM patients.
Method: With cross-sectional design, sampling was taken from all type 2 DM patients with lung infection (TB and non-TB) in Cipto Mangunkusumo Hospital in year 2010.
Result: Result show that amongst 125 type 2 DM patients who had lung TB, 82 of them are males (66%) and the 43 are females (33%).
Conclusion: From this study, we can conclude that gender affect the TB lung prevalence in type 2 DM patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bayushi Eka Putra
"Tuberkulosis paru merupakan salah satu penyakit infeksi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Pengobatannya yang lama dan sulit mengarahkan pada upaya pencegahan yang dimulai dengan identifikasi faktor risiko. Studi crosssectional analitik ini bertujuan untuk membahas hubungan usia terhadap prevalensi TB paru pada pasien DM tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa ditemukan hubungan yang bermakna antara usia pasien di atas 40 tahun dengan peningkatan jumlah prevalensi TB paru pada pasien dengan DM tipe 2. Karenanya, disarankan untuk melakukan proses pencegahan DM tipe 2 sebagai faktor resiko infeksi paru yang bersifat modifiable, terutama pada pasien dengan usia di atas 40 tahun.

Lung tuberculosis is one of the high cause of mortality infection diseases in Indonesia. Recovering is usually difficult and needs long term of treatment, leading to the trend of preventing by identifying the risk factors. The purpose of this analytic cross-sectional study is to identify the influence of age to the prevalence of lung tuberculosis in patients with DM type 2. From the result of this study, it is known that there is statistically significant result concerning the influence of age older than 40 years old to the increase of prevalence of lung tuberculosis in patients with DM type 2. Therefore, it is suggested to prevent DM type 2 as a modifiable risk factor of lung infection, especially in patients older than 40 years old.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Komalasari
"Koinfeksi HIV dan tuberkulosis masih merupakan ancaman kesehatan global saat ini. Diperkirakan sebanyak 1.4 juta kasus tuberculosis pada pasien HIV (+) dilaporkan pada tahun 2007. HIV merupakan risiko terbesar untuk tuberculosis, risiko berkembang menjdai TB laten 20 kali lipat. Tuberkulosis penyebab utama kematian pada pasien HIV.Pengobatan tuberculosis paru pada pasien HIV harus dimulai sesegera mungkin saat diagnosis ditegakkan, inisiasi dari pengobatan berkorelasi dengan menurunnya mortalitas dan risiko penularan infeksi tuberculosis.
Tujuan dari penelitian ini adalah menilai perubahan radiografi toraks pada pasien HIV dengan tuberculosis selama pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) di rumah sakit Cipto Mangunkusumo. Semua pasien yang menjalani pemeriksaan radiografi toraks proyeksi AP atau PA sebelum pengobatan, setelah 2 bulan dan 6 bulan setelah pengobatan diberikan dan juga bulan ke 9 dan 12 apabila pengobatan dilanjutkan. Kemudian perubahan scoring lesi radiografi toraks diamati dan dievaluasi.
Hasil penelitian adalah statistic deskriptif menggambarkan perubahan scoring lesi radiogafi toraks sebelum dan 2 bulan serta setelah pengobatan 2 bulan dan 6 bulan setelah terapi diberikan. Perubahn yang terlihat pada radiografi toraks membaik 33 pasien (60%), menetap 9 pasien (16.4%) dan memburuk 13 pasien (23.6%). Perubahan lain pada bulan ke-2 dan ke-6 adalah; membaik 43 pasien (78.2%), menetap 6 pasien (10.9%) dan memburuk 6 pasien (10.9%). Kemungkinan kecurigaan kasus imune reconstitution inflammatory syndrome (IRIS) terdapat pada 3 pasien (5.45%). Perubahan skoring lesi pada bulan ke-2 dan ke-6 dianalisa dengan menggunakan Friedman Rank test dengan nilai confidence interval CI 95% ( p = 0.000).
Kesimpulan : Perubahan skoring lesi pada radiografi toraks pasien HIV dengan tuberkulosis paru lebih terlihat membaik setelah 6 bulan sejak diberikan obat anti tuberkulosis. Radiografi toraks masih merupakan modalitas bermakna dalam mengevaluasi perubahan lesi pada pasien HIV dan tuberculosis paru.

HIV and tuberculosis coinfection are major global health threats recently. It was estimated1.4 milionnew tuberculosis cases in patient with HIV- positive were reported in 2007. HIVconfers the greatest risk for tuberculosis, increasing the risk of latentTB reactivation 20-fold.Tuberculosis is a leading cause of death among patients with HIV.The initiation treatment of lung tuberculosis in HIV patients beginsmust be started as early as possible at the time when diagnose is made, the initiation treatment of tuberculosis correlated with decreasing mortality and risk of transmission tuberculosis infection.
The aim of this research is to observe changes of chest radiography in HIV patients with tuberculosis during administration of anti tuberculous therapy at CiptoMangunkusumo hospital. All of patients have taken chest radiography with PA or AP projection before the treatment begin and after 2 and 6 months therapy was given and also after 9 and 12 months if therapy continued, than the changes scoring lesion of chest radiography finding is observed and examined.
Descriptive statistic is provided as scoring lesion changes of chest radiography devided into changes chest radiography before and 2 month after anti tuberculous therapy was given and changes at 2 months to 6 months therapy was given. In group before and 2 months therapy, the changes was seen in chest radiography; better in 33 patients (60%), stationary condition in 9 patients (16.4%) and worse 13 patients (23.6%). Another changes in 2 and 6 months therapy was seen; better in 43 patients (78.2%), stationary condition in 6 patients (10.9%) and worse 6 patients (10.9%). Imune reconstitution inflammatory syndrome was suspected in 3 patients (5.45%).
The changes of scoring lesion in 2 and 6 months therapy was examined used Friedman Rank test with confidence interval CI 95% ( p = 0.000).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lintang Trisno Murti
"Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular dan merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian terbanyak di dunia. Selain paru, TB dapat juga menyerang ekstraparu. Tanpa terapi, mortalitas TB sangat tinggi. Data mengenai TB ekstraparu masih sedikit di Indonesia. Tatalaksana TB ekstraparu serta hasil pengobatannya juga masih jarang diteliti.
Tujuan. Mengetahui hasil pengobatan TB ekstraparu di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang sudah menggunakan standar pengobatan TB ekstaparu di Indonesia
Desain Penelitian. Penelitian berdesain kohort retrospektif ini dilakukan menggunakan data sekunder dari rekam medik pasien tuberkulosis ekstraparu pada 1 Januari 2014 - 31 Desember 2017 di RSCM.
Hasil Penelitian. Dari 78 subjek penelitian yang menderita TB ekstraparu, prevalensi terbanyak adalah TB kelenjar getah bening yakni 27 subjek (34,6%). Sebanyak 62 (79,5%) subjek dinyatakan mengalami keberhasilan pengobatan dan 58 (74,4%) subjek diantaranya diobati sesuai dengan panduan. Pada analisis multivariat terdapat hubungan bermakna antara jenis kelamin dengan keberhasilan pengobatan TB ekstra paru.
Simpulan. Keberhasilan pengobatan TB ekstraparu di RSCM 79,5%. Pengobatan TB ekstraparu di RSCM sudah sesuai dengan panduan terapi TB ekstraparu di Indonesia 74,4%. Keberhasilan pengobatan TB Ekstraparu pada wanita lebih besar dibandingkan pria.
Background. Tuberculosis (TB) is an infectious disease and also one of 10 prevalent causes of death worldwide. Apart from lungs, TB also affects extra-pumonar organs. Without treatment, TB mortality is very high. There are only limited data on extrapulmonary TB in Indonesia. Extrapulmonary TB treatment and the outcomes are also rarely studied.
Objective. To evaluate the results of standardized extrapulmonary TB treatment in Cipto Mangunkusumo Hospital (RSCM) according to extrapulmonary TB standard treatment used in Indonesia.
Methods. This is a retrospective cohort was carried out with secondary data from medical records of extrapulmonary tuberculosis patients in between January 1st 2014 - December 31st 2017 at RSCM.
Results. Of the 78 subjects who suffered from extrapulmonary, the highest prevalence extrapumonary TB was lymphadenitis TB in 27 subjects (34,6%). A total of 62 subjects (79,5%) were declared cured and 58 (74,4%) subject treated according to the guidelines. There is related between gender to recovery.
Conclusion. The success of extrapulmonary TB therapy at RSCM was 79,%. Extrapulmonary TB treatments at RSCM were in accordance with guidelines for extrapulmonary TB therapy in Indonesia 74,4%. The success of extrapulmonary TB treatment in women is greater than men"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55527
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adrian Himawan Singgih
"Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit infeksi dengan prevalensi tinggi di Indonesia. Berbagai studi meneliti tentang faktor risiko TB, antara lain diabetes melitus (DM) dan kadar hemoglobin. Studi cross-sectional analitik ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kadar hemoglobin terhadap prevalensi TB paru pada penderita DM tipe 2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kadar hemoglobin <10 g/dL dan 210 g/dL terhadap prevalensi TB paru pada diabetes melitus tipe 2 di RSCM pada tahun 2010. Hasil penelitian menyarankan dilakukannya penelitian serupa di rumah sakit lainnya pada tahun tertentu.

Pulmonary tuberculosis (TB) is one of the infectious diseases with high prevalence in Indonesia. Many studies observe the risk factors of TB such as diabetes mellitus (DM) and hemoglobin level. This analytic cross-sectional study observes whether there is an association between hemoglobin level and pulmonary TB prevalence in patients with DM type 2. From this study, there is no statistically significant difference between hemoglobin level <10 g/dL compared to 210 g/dL to the pulmonary TB prevalence in patients with DM type 2 in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2010. It is suggested to do same studies at other hospitals in other year."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rajiv Hidhayatullah
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan beban ganda pada penyakit menular dan tidak menular. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang memiliki prevalensi cukup tinggi dengan Indonesia berperingkat dua dari seluruh negara dalam hal jumlah pasien tuberculosis, diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang memiliki prevalensi cukup tinggi juga. Konvergensi keduanya menimbulkan implikasi serius terhadap morbiditas dan mortalitas dari masing-masing penyakit tersebut, pada tuberkulosis dengan adanya komorbiditas ini meningkatkan resiko munculnya kavitas; kavitas inilah yang memiliki implikasi untuk memperlambat konversi. Dengan menggunakan metode cross-sectional serta analisisi chi-square pada pasien tuberkulosis dengan komorbiditas diabetes mellitus diteliti. Hasilnya tidak ditemukan adanya hubungan yang jelas pada subjek yang memiliki lesi kavitas dan tidak terutama pada konversi pasca 2 bulan pengobatan. Sehingga terdapat perbedaan antara pasien dengan komorbid diabetes mellitus dan tuberkulosis pada umumnya. Perlu dilakukan studi lebih lanjut dengan desain kohort prospektif dengan menghitung kontrol gula darah pada diabetesnya

ABSTRACT
Indonesia is a country with a double burden of both transmissible and intransmissible disease. Tuberculosis is one of the transmissible disease that is quite prevalent in Indonesia and currently Indonesia is second in number of tuberculosis patient, meanwhile one of the leading chronic disease in number in Indonesia is diabetes Mellitus. The convergence of both disease could lead to serious implication in both the morbidity and mortality of each, from tuberculosis standpoint it could lead to delays in elongated duration in treatment; also cavitary lesion is shown to be more common in diabetes mellitus patient, and in general tuberculosis patient it can result in delay of conversion. So, using chi-square analysis the relationship between cavitary lesion and conversion in patient with tuberculosis comorbidity diabetes mellitus is studied. The result is inconclusive (p=0.906) with the realiton between cavitary lesion and conversion in tuberculosis patient with diabetes mellitus after 2 month intensive treatment. Thus this study should be reassessed by using prospective study design and with the control of glucose level to be respected
"
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>