Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 114463 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stefanus Agung Budianto
"ABSTRAK
Laserpunktur merupakan salah satu tindakan akupunktur untuk penanganan kasus nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laserpunktur pada titik LI4 Hegu terhadap kadar β-endorfin plasma darah subjek sehat. Uji acak tersamar ganda dengan kontrol plasebo dilakukan pada 29 subjek sehat yang dialokasikan ke dalam kelompok laserpunktur (n=15) dan kelompok laserpunktur plasebo (n=14). Kadar β-endorfin plasma darah digunakan untuk mengukur keluaran penelitian yang dinilai sebelum perlakuan, dan pasca perlakuan. Terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar β-endorfin plasma darah sebelum dan sesudah perlakuan dalam kelompok laserpunktur, perubahan nilai rerata dari 0,22±0,06 ng/ml menjadi 0,29±0,07 ng/ml dengan nilai p=0,005 (p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar β- endorfin plasma darah sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok laserpunktur plasebo, perubahan nilai rerata dari 0,22±0,06 ng/ml menjadi 0,26±0,09 ng/ml dengan nilai p=0,195 (p>0,05). Pada rerata selisih kadar β- endorfin plasma darah antara kelompok laserpunktur dengan kelompok laserpunktur plasebo juga tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik (p=0,183, p>0,05). Kesimpulan penelitian ini laserpunktur dapat mempengaruhi kadar β-endorfin plasma darah subjek sehat, namun tidak berbeda bermakna secara statistik pada rerata selisih kadar β-endorfin plasma darah antar kelompok perlakuan.

ABSTRACT
Laserpuncture is one of acupuncture method for pain management. This study
aims to determine the effect laserpuncture at LI4 Hegu point on plasma levels of β-endorphin in healthy subjects. A randomized double-blind controlled trials with placebo controls carried out on 29 healthy subjects, they were allocated into laserpuncture group (n=15) and laserpuncture placebo group (n=14). Plasma levels of β-endorphin is used to measure the output of the study assessed both before treatment and post-treatment. There are statistically significant in the mean plasma levels of β-endorphin before and after treatment in the laserpuncture group, changes in mean value from 0.22±0,06 ng/ml to 0.29±0,07 ng/ml with a p value=0,005 (p<0,05). There are no statistically significant in the mean plasma levels of β-endorphin before and after treatment in the laserpuncture placebo group, changes in mean value from 0,22±0,06 ng/ml to 0,26±0,09 ng/ml with p values=0,195 (p>0,05). Between groups, there were no statistically significant in the mean difference of plasma levels of β-endorphin (p=0,183, p>0,05). The conclusion of this study laserpuncture can affect the plasma levels of β-endorphin in healthy subjects, but no statistically significant in the mean difference of plasma levels of β-endorphin between groups"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Agung Budianto
"ABSTRAK
Laserpunktur merupakan salah satu tindakan akupunktur untuk penanganan kasus
nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh laserpunktur pada titik
LI4 Hegu terhadap kadar β-endorfin plasma darah subjek sehat. Uji acak tersamar
ganda dengan kontrol plasebo dilakukan pada 29 subjek sehat yang dialokasikan
ke dalam kelompok laserpunktur (n=15) dan kelompok laserpunktur plasebo
(n=14). Kadar β-endorfin plasma darah digunakan untuk mengukur keluaran
penelitian yang dinilai sebelum perlakuan, dan pasca perlakuan. Terdapat
perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar β-endorfin plasma darah
sebelum dan sesudah perlakuan dalam kelompok laserpunktur, perubahan nilai
rerata dari 0,22±0,06 ng/ml menjadi 0,29±0,07 ng/ml dengan nilai p=0,005
(p<0,05). Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik pada rerata kadar β-
endorfin plasma darah sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok
laserpunktur plasebo, perubahan nilai rerata dari 0,22±0,06 ng/ml menjadi
0,26±0,09 ng/ml dengan nilai p=0,195 (p>0,05). Pada rerata selisih kadar β-
endorfin plasma darah antara kelompok laserpunktur dengan kelompok
laserpunktur plasebo juga tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik
(p=0,183, p>0,05). Kesimpulan penelitian ini laserpunktur dapat mempengaruhi
kadar β-endorfin plasma darah subjek sehat, namun tidak berbeda bermakna
secara statistik pada rerata selisih kadar β-endorfin plasma darah antar kelompok
perlakuan.

ABSTRACT
Laserpuncture is one of acupuncture method for pain management. This study
aims to determine the effect laserpuncture at LI4 Hegu point on plasma levels of
β-endorphin in healthy subjects. A randomized double-blind controlled trials with
placebo controls carried out on 29 healthy subjects, they were allocated into
laserpuncture group (n=15) and laserpuncture placebo group (n=14). Plasma
levels of β-endorphin is used to measure the output of the study assessed both
before treatment and post-treatment. There are statistically significant in the
mean plasma levels of β-endorphin before and after treatment in the
laserpuncture group, changes in mean value from 0.22±0,06 ng/ml to 0.29±0,07
ng/ml with a p value=0,005 (p<0,05). There are no statistically significant in the
mean plasma levels of β-endorphin before and after treatment in the
laserpuncture placebo group, changes in mean value from 0,22±0,06 ng/ml to
0,26±0,09 ng/ml with p values=0,195 (p>0,05). Between groups, there were no
statistically significant in the mean difference of plasma levels of β-endorphin
(p=0,183, p>0,05). The conclusion of this study laserpuncture can affect the
plasma levels of β-endorphin in healthy subjects, but no statistically significant in
the mean difference of plasma levels of β-endorphin between groups."
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A. Lufty Setiawardhani
"Akupunktur sebagai suatu modalitas terapi semakin banyak digunakan dalam mengobati penyakit. Namun hingga saat ini mekanisme kerja akupunktur tetap belum jelas. Beberapa peneliti berpendapat akupunktur bekerja dengan merangsang penglepasan β-endorfin. Sementara peneliti lain berpendapat sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dapat meningkatkan kadar β-endorfin plasma sebagai dasar dari mekanisme kerja akupunktur. Tiga puluh enam sukarelawan sehat terbagi atas dua kelompok secara acak yaitu kelompok intervensi n=18 dan kelompok kontrol n=18 . Pada kelompok intervensi dilakukan elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu dengan frekuensi rendah selama 30 menit. Sementara pada kelompok kontrol dilakukan elektroakupunktur sham pada titik bukan titik akupunktur selama 30 menit. Pemeriksaan β-endorfin plasma dilakukan sebelum dan sesudah intervensi dengan menggunakan metode ELISA. Terdapat perbedaan bermakna dalam peningkatan kadar β-endorfin plasma pada kelompok intervensi dibanding pada kelompok kontrol 9 50 vs 1 5,6 ; p=0,009 . Terdapat pula perbedaan bermakna kadar β-endorfin plasma antara kedua kelompok sesudah dilakukan intervensi 35,1 3,4 vs 10,3 1,8; p=0,003 . Elektroakupunktur pada titik LI 4 Hegu mempunyai efek meningkatkan kadar β-endorfin plasma pada subyek sehat.

Acupuncture as a therapy modality is becoming popular for treating disease. Nevertheless, acupuncture mechanism of action remains unclear until now. Some studies suggest that acupuncture works by stimulating endorphin release. Other studies have opposite. The purpose of this study is to determine whether Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point could increase plasma endorphin level as a basic of acupuncture mechanism of action. Thirty six healthy subjects were involved and divided randomly into 2 groups which are intervention n 18 and control groups n 18 . In intervention group, electroacupuncture was applied at LI 4 Hegu Point with low frequency for 30 minutes. Meanwhile, in control group, sham electroacupuncture was applied at non acupoint for 30 minutes. Plasma endorphin was examined before and after intervention using ELISA method. There is significant difference between intervention and control groups in increasing plasma endorphin level 9 50 vs 1 5,6 p 0,009 . There is also significant difference in plasma endorphin level after intervention between two groups 35.1 3.4 vs 10.3 1.8 p 0.003 . Electroacupuncture at LI 4 Hegu Point has effect to increase plasma endorphin level in healthy subject."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55590
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Prabaswari Ratna Handayani
"Pradiabetes adalah keadaan kadar gula darah lebih tinggi dari normal, tetapi belum dapat dikatakan sebagai diabetes melitus. Penyandang pradiabetes memiliki risiko berkembang menjadi diabetes melitus. Pradiabetes dapat dicegah dengan pengendalian berat badan dan dengan aktivitas fisik. Modalitas yang dapat dikembangkan salah satunya adalah dengan laserpunktur.
Tujuan penelitian untuk mengetahui efek laserpunktur terhadap Gula Darah Puasa (GDP) dan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) penyandang pradiabetes. Uji klinis acak tersamar tunggal dengan pembanding dilakukan terhadap 26 penyandang pradiabetes yang dialokasikan ke dalam kelompok laserpunktur dan laserpunktur sham. Laserpunktur diberikan dua kali seminggu selama enam minggu. Kadar Gula darah Puasa (GDP) dan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) digunakan untuk mengukur keluaran penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan perubahan bermakna rerata kadar GDP kelompok laserpunktur sebesar 10 (7,810) mg/dL dibandingkan rerata kadar GDP kelompok laserpunktur sham sebesar -4,08 (10,943) mg/dL (p<0,05). Sedangkan perubahan kadar TTGO kelompok laserpunktur sebesar - 3,38 (30,065) mg/dL dibandingkan rerata perubahan kadar TTGO kelompok laserpunktur sham sebesar -6,23 (9,774) mg/dL (p<0,05).
Kesimpulan penelitian ini adalah prosedur laserpunktur mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan kadar GDP dan TTGO penyandang pradiabetes.

Pre-diabetes is a condition in which blood glucose levels are higher than normal, but not high enough to be classified as full-blown diabetes. Those with prediabetes are at increased risk of developing type 2 diabetes within a decade unless they adopt a healthier lifestyle that includes weight loss and more physical activity. Other modalities are continuosly being improved such as laserpuncture.
The aim of this study was to establish the effect of laserpuncture on Fasting Plasma Glucose (FPG) and Oral Glucose Tolerance Test (OGTT) of prediabetes patients. A single blind randomized controlled trial involved 26 patients randomly allocated into laserpuncture or sham laserpuncture. Laserpuncture therapy was given two times weekly at MA-IC 3 Endocrine in six weeks. FPG and OGTT were used to measure the primary outcome.
There was a statistically significant difference between groups at six month; with changing FPG level in laserpuncture group is 10 (7,810) mg/dL and in sham laserpuncture group is -4,08 (10,943) mg/dL (p<0,05). Changing OGTT level in laserpuncture group is -3,38 (30,065) mg/dL and in sham acupuncture is -6,23 (9,774) mg/dL (p<0,05).
The result suggested that laserpuncture has positive effect on FPG and OGTT level on pre-diabetes patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Farapt
"Penelitian uji klinis paralel single blind ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh air kelapa muda 300 ml dua kali per hari selama 14 hari berturut-turut terhadap kadar kalium plasma dan tekanan darah guru perempuan dan karyawati prahipertensi usia 25-44 tahun. Sejumlah 32 subyek dipilih dengan kriteria tertentu dan dibagi menjadi dua kelompok dengan cara randomisasi blok, 16 orang masuk kelompok perlakuan (P) dan 16 orang masuk kelompok kontrol (K). Kelompok P mendapat air kelapa muda disertai penyuluhan gizi dan kelompok K mendapat air putih disertai penyuluhan gizi. Data yang diambil meliputi usia, aktivitas fisik, indeks massa tubuh (IMT), asupan energi dan kalium, kadar kalium plasma, dan tekanan darah. Pemeriksaan kadar kalium plasma dilakukan pada H0 dan H+15, sedangkan pengukuran tekanan darah dilakukan pada H0, H+8, dan H+15. Analisis data menggunakan uji t dan uji Mann-Whitney dengan batas kemaknaan 5%. Analisis lengkap dilakukan pada 31 orang subyek (15 subyek kelompok P dan 16 subyek kelompok K). Rerata usia subyek penelitian 36,58±5,39 tahun dan rerata IMT 24,59±2,89 kg/m2. Sebagian besar subyek (93,55%) tergolong indeks aktivitas fisik di bawah rata-rata. Rerata kadar kalium plasma 3,71±0,41 mmol/L, dan sebanyak 7 orang subyek (22,58%) tergolong hipokalemia. Rerata tekanan darah sistolik/ tekanan darah diastolik (TDS/ TDD) 125,87±6,36 mm Hg/ 79,84±4,11 mm Hg. Pada awal penelitian karakteristik data dasar kedua kelompok dalam keadaan sebanding. Persentase asupan energi dibandingkan kebutuhan energi total pada minggu 0, 1, dan 2 pada kedua kelompok tidak berbeda signifikan. Rerata asupan kalium subyek tergolong rendah (1420,28±405,54 mg/hari) atau sekitar 30,22±8,63% dari AKG. Selama perlakuan, didapatkan peningkatan signifikan asupan kalium kelompok P. Pada kedua kelompok didapatkan peningkatan kadar kalium plasma dan penurunan tekanan darah yang lebih besar pada kelompok P, namun tidak berbeda signifikan (p >0,05). Pada penelitian ini belum dapat dibuktikan bahwa air kelapa muda 300 ml dua kali per hari selama 14 hari berturut-turut dapat meningkatkan kadar kalium plasma dan menurunkan TDS dan TDD

The study is a parallel single blind randomized clinical trial aims to investigate the effect of tender coconut water 300 ml twice daily for 14 days on plasma potassium level and blood pressure in female teachers and employees prehypertension aged 25-44 years. A total of 32 subjects were selected using certain criteria and randomly allocated to one of two groups using block randomized, 16 subjects each. The treatment (T) group received tender coconut water 300 ml twice daily for 14 days and nutritional counseling, and the control (C) group received water 300 ml twice daily for 14 days and nutritional counseling. Data collected in this study consisted of age, physical activity, body mass index (BMI), intake of energy and potassium, plasma potassium level and blood pressure. Assessment of plasma potassium level were done on day 0 and day 15, while blood pressure were assessed on day 0, day 8, and day 15. Statistical analysis were done using t-test and Mann-Whitney with significance level was 5%. Complete analysis was done on 31 subjects (15 subjects of T group and 16 subjects of C group). The mean age was 36.58±5.39 years, mean BMI was 24.59±2.89 kg/m2, and 93.55% subjects had physical activity index score below the average. Plasma potassium level was 3.71±0.41 mmol/L, and 7 subjects (22.58%) was hypokalemia. Mean systolic and dyastolic BP was 125.87±6.36 mm Hg and 79.84±4.11 mm Hg, respectively. The data characteristics of the two groups at baseline were closely matched. Percentage of energy intake compared to the total energy requirement at weeks 0, 1, 2 between the two groups were not significantly different. Mean dietary intakes of potassium were 1420.28±405.54 mg/day or only 30.22±8.63% compared to Indonesian Recommended Dietary Allowance 2004. During treatment period, potassium intake increased significantly in the T group. There were increased plasma potassium level and decreased blood pressure in both groups, which were greater in the T group, but not statistically significant different (p >0.05). This study has not proven yet that tender coconut water 300 ml twice daily for 14 days increase plasma potassium level and decrease systolic and dyastolic BP"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imelda Goretti,author
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian teh hijau
terhadap stres oksidatif postprandial pasca asupan makanan tinggi lemak pada
individu dewasa muda sehat. Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan
desain alokasi acak menyilang tersamar tunggal yang melibatkan 19 orang
subyek, 8 laki-laki dan 11 perempuan, dengan median usia 20 tahun (19–
21tahun). Subyek penelitian diberikan 6 g teh hijau dalam 300 mL air atau air
putih setelah mengonsumsi burger dengan total energi 1066 kkal dan komposisi
lemak 57,71% pada dua kesempatan yang berbeda. Kadar MDA plasma diukur
pada awal dan 2 jam setelah mengonsumsi makanan dan minuman yang
diberikan. Median perubahan kadar MDA plasma pada pemberian teh hijau
adalah 0,04 (-0,19–0,11) dan rerata perubahan kadar MDA plasma pada pemberian
air putih adalah 0,01 ± 0,04. Tidak didapatkan perbedaan bermakna perubahan
kadar MDA plasma 2 jam postprandial antara pemberian teh hijau dibandingkan
dengan pemberian air putih (p=0,296). Pada penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa konsumsi teh hijau dosis tunggal pasca asupan makanan tinggi lemak tidak
memberikan penurunan stres oksidatif postprandial pada individu dewasa muda
sehat.

ABSTRACT
The objective of this study was to evaluate the ability of green tea cathecins to
modify postprandial oxidative stress after a high-fat meal in healthy young adults.
This is a randomized, single-blind, placebo-controlled trial which involved 19
subjects, 8 men and 11 women, with median age 20 years (19–21 years) After
consuming a high-fat burger (1066 kcal with 57,71% fat), subjects were given 6 g
green tea in 300 ml water or drinking water on two separate occasions. Blood
samples were collected pre-meal (fasted) and 120 min post meal, and assayed for
plasma malondialdehyde (MDA). Median changes of MDA concentration after
green tea was 0,04 (-0,19–0,11) and mean changes of MDA concentration after
drinking water was 0,01 ± 0,04. There was no significant difference of MDA
concentration changes between green tea and drinking water. The data indicate
that consuming single dose green tea after a high-fat meal could not attenuate
postprandial oxidative stress in healthy young adult."
2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Steffi Sonia
"Pendinginan nasi dipercaya masyarakat dapat menurunkan respons glikemik. Pendinginan diketahui menyebabkan terjadinya retrogradasi pati yang meningkatkan kandungan pati resisten. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendinginan nasi putih terhadap kandungan pati resisten dan respons glikemik pada subjek sehat. Kandungan pati resisten diperiksa pada nasi putih baru matang (nasi kontrol), nasi putih yang didinginkan 10 jam pada suhu ruang (nasi uji I), dan nasi putih yang didinginkan 24 jam pada suhu 4°C kemudian dihangatkan kembali (nasi uji II). Nasi kontrol dan satu jenis nasi uji yang memiliki kandungan pati resisten lebih tinggi digunakan dalam penelitian eksperimen dengan desain crossover acak pada 15 subjek sehat untuk menentukan adanya perbedaan respons glikemik.
Hasil menunjukkan bahwa kandungan pati resisten dalam nasi kontrol, nasi uji I, dan nasi uji II berturut-turut sebesar 0,64 g/100 g, 1,30 g/100 g, dan 1,65 g/100 g. Nasi uji II menurunkan respons glikemik secara signifikan dibandingkan dengan nasi kontrol (berturut-turut 2256,5 ± 902,1 mg.menit/dL dan 2730,0 ± 870,2 mg.menit/dL, p = 0,047). Penelitian ini menunjukkan bahwa pendinginan meningkatkan kandungan pati resisten nasi putih. Nasi putih yang telah didinginkan 24 jam pada suhu 4°C kemudian dihangatkan kembali menurunkan respons glikemik dibandingkan dengan nasi putih baru matang.

Cooling cooked rice is believed to lower glycemic response. Cooling is known to cause starch retrogradation which increases resistant starch (RS) content. This study aimed to determine the effect of cooling of cooked white rice on RS content and glycemic response in healthy subjects. RS contents were analyzed on freshly cooked white rice (control rice), cooked white rice cooled for 10 hours at room temperature (test rice I), and cooked white rice cooled for 24 hours at 4°C then reheated (test rice II). Control rice and one type of test rice with higher RS content were used in the clinical study with randomized crossover design in 15 healthy subjects to determine a difference in glycemic response.
The results showed that RS contents in control rice, test rice I, and test rice II were 0.64 g/100 g, 1.30 g/100 g, and 1.65 g/100 g, respectively. Test rice II significantly lowered glycemic response compared with control rice (2256.5 ± 902.1 mg.min/dL vs 2730.0 ± 870.2 mg.min/dL, respectively; p = 0.047). In conclusion, cooling cooked white rice significantly increased RS content. Cooked white rice cooled for 24 hours at 4°C then reheated lowered glycemic response compared with freshly cooked white rice.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Asrini Noor
"Tujuan: Membandingkan kadar vascular endothelial growth factor VEGF dan placental growth factor PlGF plasma dan vitreus pada tikus diabetes dengan kontrol gula darah GD buruk, dengan perbaikan kontrol gula darah, dan tikus nondiabetes, dan melihat pengaruh perbaikan kontrol gula darah terhadap kadar VEGF dan PlGF.
Metode: Penelitian ini merupakan uji eksperimental pada hewan coba tikus strain Sprague Dawley. Sebanyak 18 ekor tikus disertakan dalam penelitian dan secara acak dibagi ke dalam kelompok perlakuan n=14 dan kontrol n=4 . Kelompok perlakuan diberikan injeksi Streptozotocin untuk menginduksi diabetes. Tikus dengan kadar GD 72 jam pasca induksi lebih dari 300 mg/dL didiagnosis diabetes. Kadar GD diperiksa secara berkala pada seluruh subyek. Setelah 4 mingu, kelompok perlakuan dibagi ke dalam kelompok I untuk terminasi dan kelompok II untuk perbaikan kontrol GD dengan injeksi insulin selama 4 minggu berikutnya, begitu pula dengan kelompok kontrol. Saat terminasi, sampel plasma darah dan vitreus diambil untuk analisis kadar VEGF dan PlGF melalui pemeriksaan enzyme-linked immunosorbent assay ELISA.
Hasil: Sebanyak 17 ekor tikus bertahan hidup hingga akhir penelitian dengan 1 ekor tikus mati dari kelompok perlakuan. Kadar GD kelompok perlakuan II menurun drastis dan mencapai normoglikemia. Pemeriksaan ELISA bulan pertama menunjukkan kadar VEGF vitreus kelompok perlakuan I cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol I, yakni 196,36 65,24 pg/dL dan 123,64 44,99 pg/dL p=0,20 . Pemeriksaan ELISA bulan kedua menunjukkan kadar PlGF vitreus kelompok perlakuan II lebih tinggi dibandingkan kontrol II, yakni 59,04 2,48 dan 51,93 3,15 p=0,01. Kadar VEGF vitreus dan plasma kelompok perlakuan I dan II tidak berbeda bermakna, sedangkan kadar PlGF vitreus dan plasma lebih tinggi pada bulan kedua.
Kesimpulan: Kadar VEGF dan PlGF vitreus mengalami peningkatan pada kelompok tikus diabetes dibandingkan nondiabetes, dan perbaikan kontrol gula darah selama 1 bulan belum dapat menurunkan kadar VEGF dan PlGF.

Aim: To compare plasma and vitreous level of vascular endothelial growth factor VEGF and placental growth factor PlGF in diabetic rats with poor blood glucose BG control, reconstitution of good BG control, and nondiabetic rats, and to investigate the effect of reconstitution of good BG control to VEGF and PlGF plasma and vitreous level.
Methods: This is an experimental study using Sprague Dawley rats. Eighteen rats were divided into intervention group n 14 and control group n 4. Intervention group were given Streptozotocin STZ injection to induce diabetes. Rats with BG level more than 300 mg dL at 72 hours after injection were considered diabetes and successful models. BG levels were monitored periodically in all subjects. After 4 weeks, intervention group was randomly divided into group I for termination and group II for reconstitution of good BG control with insulin for following 4 weeks, and so was the control group. Plasma and vitreous samples were taken. VEGF and PlGF levels were detected with enzyme linked immunosorbent assay ELISA.
Results: Seventeen rats survived and one rat died in intervention group. BG level of intervention group II decreased dramatically to normoglycemia. ELISA at month 1 showed that VEGF vitreous level tend to be higher in intervention group I compared to control I, 196.36 65.24 pg dL and 123.64 44.99, respectively p 0.20. ELISA at month 2 showed that PlGF vitreous level of intervention group I were significantly higher compared to control I, 59.04 2.48 and 51.93 3.15, respectively p 0.01. Vitreous and plasma VEGF of intervention group I and II were not different, while vitreous and plasma PlGF were significantly higher in group II.
Conclusions: Vitreous levels of VEGF and PlGF were increased in diabetic rats compared to nondiabetic, and reconstitution of good BG control for 1 month were unable to reduce VEGF and PlGF levels.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sebayang, Robby Gunawan
"Obesitas merupakan penurun kualitas hidup, menggangu emosi dan keuangan individu, keluarga dan sosial mereka. Subjek juga akan mengalami peninhgkatan resiko yang berkaitan dengan kondisi seperti penyakit jantung koroner, dibetes tipe II, stroke, osteoartritis dan kanker. Waist hip ratio (WHR), gambaran gula dan insulin dan skor kualitas hidup merupakan indeks yang sering digunakan dalam mengontrol obesitas. Modifikasi diet, intervensi gaya hidup, intervensi farmakologi dan pembedahan merupakan pilihan terapi obesitas, namun pilihan terapi yang aman dan efektif sangat diperlukan. Terapi akupunktur  secara signifikan dapat menurunkan indeks massa tubuh dengan mereduksi jaringan lemak viseral abdomen, yang mengarah ke regulasi metabolisme lemak. Laserpunktur  merupakan intervensi yang menstimulasi titik akupunktur tradisional mengguankan terapi laser. Dibandingkan dengan akupunktur manual, laserpunktur memiliki berbagai kelebihan seperti aplikasi yang mudah, dosis yang dapat tepat diukur , tidak  nyeri dan tidak invasif. Penelitian ini menilai efek kombinasi laserpunktur dan intervensi diet terhadap kadar gula darah puasa, insulin, waist hip ratio (WHR) dan skor kualitas hidup pasien obesitas. Tiga puluh delapan pasien dibagi secara acak menjadi dua kelompok, kelompok laserpunktur dan intervensi diet (n=19) dan kelompok laserpunktur sham dan intervensi diet (n=19). Kedua kelompok menerima intervensi diet dan sesi  laserpunktur yang sama, 3 kali/minggu selama 4 minggu. Pengukuran kadar gula darah puasa, insulin, waist hip ratio (WHR) dan skor kualitas hidup dilakukan sebelum dan sesudah sesi terapi. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada waist hip ratio (WHR) (p=0,000, CI 95%) dan skor kualitas hidup (p=0,000, CI 95%) antara kelompok laserpunktur dan intervensi diet dengan kelompok laserpunktur sham dan intervensi diet. Kelompok laserpunktur dan intervensi diet juga menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada kadar gula darah puasa  (p=0,000, CI 95%) dan insulin (p=0,000, CI 95%) sebelum dan sesudah sesi terapi.  Penemuan ini menunjukkan bahwa kombinasi laserpunktur dan intervensi diet memberikan efek yang baik terhadap kadar gula darah puasa, insulin, waist hip ratio (WHR) dan skor kualitas hidup pada pasien obesitas.

Obesity is a detriment to quality of life, places emotion and financial burden on the individual, their families, and society. Subjects also have an increased risk of associated conditions, such as coronary heart disease, type II diabetes, stroke, osteoarthritis, and cancers. Waist hip ratio (WHR), Glucose and insulin levels, and quality of life score are the indices commonly used for controlling obesity. Dietary modification, lifestyle interventions, pharmacological interventions, and surgery are treatment choices for obesity, but more safe and effective treatment options are needed. Acupuncture therapy significantly reduces body mass index by reducing the abdominal visceral adipose tissue content, which lead to regulating lipid and glucose metabolism. Laserpuncture is an intervention that stimulates traditional acupoints using laser therapy. Compared to manual acupuncture, laserpuncture has multiple advantages, including ease of application, dose measurement precision, painlessness, and noninvasiveness. This study investigates the effect of combined laserpuncture and diet intervention on fasting blood glucose levels, insulin levels,waist hip ratio (WHR), Quality of life score in obese patient. Thirty eight patients were divided randomly into two groups, laserpuncture with diet intervention group (n=19) and sham laserpuncture with diet intervention group (n=19). Both group received the same diet intervention and sessions of laserpuncture, 3 times/week for 4 weeks. Fasting blood glucose levels, insulin levels,waist hip ratio (WHR), Quality of life score were assessed before and after the treatment course. The result shows there is a statiscally significant difference on waist hip ratio (p=0,000, CI 95%) and quality of life score (p=0,000, CI 95%) between the laserpuncture with diet intervention group and sham laserpuncture with diet intervention group. The laserpuncture with diet intervention group also shows a statiscally significant difference on blood glucose levels (p=0,000, CI 95%) and insulin level (p=0,000, CI 95%) before and after treatment course. These findings suggest that combined laserpuncture and diet intervention has good effect on fasting blood glucose levels, insulin levels,waist hip ratio (WHR), Quality of life score in obese patient.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Imandiri
"Xerostomia (mulut kering) merupakan efek akut dan kronik pada pasien kanker yang mendapat terapi radiasi pada daerah kepala dan leher. Beberapa studi pendahuluan mengemukakan bahwa akupunktur meringankan gejala atau keluhan yang berhubungan dengan kanker diantaranya xerostomia. Laserpunktur merupakan teknik terapi akupunktur yang memanfaatkan sinar laser energi rendah yang tidak menimbulkan rasa nyeri serta tidak invasif sehingga lebih nyaman bagi pasien. Penelitian ini melibatkan 44 pasien xerostomia yang telah menjalani radioterapi lengkap minimal 3 bulan dan maksimal 1,5 tahun sebelum mengikuti penelitian, yang dibagi menjadi kelompok laserpunktur telinga dan kelompok laserpunktur sham.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat rerata selisih skor Xerostomia Inventory (XI) antara sebelum tindakan laserpunktur dengan setelah memperoleh tindakan laserpunktur 3 kali dan 6 kali pada kelompok kasus dan kontrol; terdapat rerata selisih skor kualitas hidup antara sebelum tindakan laserpunktur dengan setelah memperoleh tindakan laserpunktur 3 kali dan 6 kali pada kelompok kasus dan kontrol pada semua variabel kualitas hidup, kecuali variabel financial difficulties (FI); dan terdapat rerata selisih pH saliva antara sebelum tindakan laserpunktur dengan setelah memperoleh tindakan laserpunktur 6 kali pada kelompok kasus dan kontrol.

Xerostomia (dry mouth) is a chronic & acute effect on a cancer patient who receives radiation therapy on the areas of head and neck. Earlier studies state that acupuncture helps to relieve the symptoms concerning cancer and xerostomia is one. Laserpuncture is an acupuncture therapy technique that uses the benefit of low energy laser beam that does not generate pain and is not an invasive procedure which is more comfortable for patients. This research involved 44 xerostomia patients who have underwent complete radiotherapy on the minimum course of 3 months up to a maximum of 1.5 years before going through with the research; the research is clustered into ear laserpuncture and sham laserpuncture groups.
The result shows a mean Xerostomia Inventory (XI) score between two states of pre against post laserpuncture of 3 and 6 times of treatment that were tested on case group and control group; there’s a mean score of life quality of pre treatment compared to post treatment of laserpucture on those who underwent 3 times and 6 times laserpucture treatment on case group and control group on every variable of life quality, except financial difficulties (FI); and there is a mean pH score on the saliva of those undergoing treatment between the states of pre and post 6 times laserpuncture treatment on case group and control group.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>