Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 119420 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mella Yusthiani
"Perilaku disruptif seperti berteriak-teriak, berperilaku agresif, kasar, melawan, dan merajuk merupakan perilaku-perilaku yang sering tampak pada anak yang mengalami ketidakmampuan intelektual (ID). Kemunculan perilaku disruptif ini semakin diperkuat oleh adanya faktor lingkungan, salah satunya adalah pola asuh yang mencakup interaksi antara anak dengan orangtua dan penerapan disiplin yang efektif terhadap anak. Perilaku disruptif memiliki efek buruk yang signifikan pada kondisi kesejahteraan hidup individu itu sendiri maupun orang lain. Apabila tidak segera ditangani, perilaku ini dapat berkembang menjadi semakin sulit ditangani, terutama pada masa remaja. Oleh karena itu, perilaku ini sebaiknya segera ditangani sejak usia dini. Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk mengatasi perilaku disruptif, penerapan intervensi Parent Child Interaction Therapy (PCIT) dinilai efektif untuk menurunkan perilaku disruptif pada anak, meskipun penelitian yang berfokus pada anak dengan ketidakmampuan intelektual jumlahnya masih terbatas. Pada penelitian ini, prinsip-prinsip Parent Child Interaction Therapy (PCIT) digunakan untuk mengurangi perilaku disruptif pada anak dengan ketidakmampuan intelektual taraf sedang. Melalui pengukuran yang dilakukan menggunakan instrumen The Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) dan Dyadic Parent-Child Interaction Coding System (DPICS), diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan bahwa penerapan PCIT berhasil menurunkan perilaku disruptif pada anak dengan ketidakmampuan intelektual taraf sedang.

Disruptive behavior such as yelling, aggressive behavior, rough behavior, fighting, and sulking are behaviors that are commonly seen in children with intellectual disability (ID). The emergence of these behavior reinforced by the presence of environmental factors, such as parenting style that includes the interaction between children and parents and the implementation of effective discipline towards children. Disruptive behavior have a significant effect to the condition of individuals wellbeing. If this condition leave not treated, these behaviors might be worse and difficult to handle, especially in adolescence. Therefore, this behavior should be treated at an early age. According to some studies that have been done to address disruptive behavior, the implementation of Parent Child Interaction Therapy (PCIT) is considered effective to reduce disruptive behavior in children, although number of research which focuses on children with intellectual disability are limited. In this study, Parent Child Interaction Therapy (PCIT) is used to reduce disruptive behavior in children with moderate intellectual disability. Through measurements using The Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) and Dyadic Parent-Child Interaction Coding System (DPICS), the results shows that the application of PCIT managed to reduce disruptive behavior in children with moderate intellectual disability."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46528
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titis Kusmawati
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penerapan Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) dalam menurunkan frekuensi perilaku disruptif pada anak usia sekolah. Target perilaku yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah perilaku sering menentang atau menolak untuk mematuhi aturan orangtua, seringkali berdebat dengan orang dewasa, sering atau mudah marah, dan sering kehilangan kontrol saat marah. Melalui PCIT orangtua diajarkan dan dilatihkan dua keterampilan dalam berinteraksi dengan anak, yaitu keterampilan dalam membangun interaksi yang hangat dengan anak dan keterampilan orangtua dalam meningkatkan kepatuhan anak pada orangtua. Penelitian yang menggunakan desain single-subject ini berlangsung selama 15 sesi. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) untuk mengukur frekuensi perilaku disruptif anak dan Dyadic Parent-Child Interaction Coding System-III (DPICS-III) untuk menilai kualitas interaksi orangtua-anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penurunan frekuensi perilaku disruptif anak dari rentang klinis menjadi rentang normal, dan juga terdapat penurunan frekuensi pada target perilaku. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan terdapat peningkatan keterampilan orangtua dalam berinteraksi dengan S. Dapat disimpulkan bahwa penerapan PCIT cukup berdampak positif pada anak.

ABSTRACT
This research examined the effectiveness of Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) for reducing disruptive behavior of a school-aged child. Behaviors target of this research are often defies or resists complying with parents‘ rules, argues frequently with adult, often angry, and often loses temper. Throughout PCIT, parents were taught and coached two skills to interact with child effectively. These skills are skills for building warmth interaction with child and skills for improving child compliance to parents‘ rules. By using single-subject design, this research was conducted for total 15 sessions. This research utilized Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI) to assess frequency of disruptive behavior and Dyadic Parent-Child Interaction Coding System-III (DPICS-III) to assess quality of parent-child interaction. The results indicated the child‘s disruptive behavior has been decreased from clinical range to normal range as well as frequency in behaviors target. Result also showed improvement in parent skills‘ when interacted with child. In conclusion, PCIT brings some positive changes to the child."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T35973
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erynda Trihardja
"Kecemasan sosial pada anak usia sekolah perlu mendapatkan penanganan. Penelitian ini menggunakan desain single-case untuk mendapatkan gambaran penerapan intervensi Theraplay dalam mengatasi masalah kecemasan sosial dan Parent-Child Relational Problems pada anak. Partisipan penelitian adalah anak perempuan berusia sembilan tahun dengan masalah kecemasan sosial dan didiagnosis parent-child relational problems, bersama dengan kedua orangtuanya. Sesi terapi dilakukan sebanyak delapan sesi selama ±60 menit setiap sesinya.
Hasil yang diperoleh penelitian ini adalah kecemasan sosial pada K sudah dapat diatasi namun belum sepenuhnya. Berdasarkan Child?s Behavior Checklist, terjadi penurunan skor pada skala masalah perilaku internalizing dan pada aspek anxious/depressed. Berdasarkan Social Anxiety Scale for Children Revised, terjadi penurunan skor total dan skor pada komponen fear of negative evaluation. Interaksi orangtua-anak yang teramati melalui Marschack Interaction Method pada dimensi structure, engagement, nurture, dan challenge meningkat lebih positif.

Social anxiety in middle childhood needs immediate treatment. This study conducted a single-case research in order to get an overview of the application of Theraplay in treating child?s social anxiety and parent-child relational problems. A nine year old girl with social anxiety and is diagnosed with parent-child relational problems was selected as participant along with her parents. A total of eight treatment sessions for ±60 minutes each were conducted in this study.
The result indicated that Theraplay could be applied to treat social anxiety in child with parent-child relational problems. The score of internalizing and anxious/depressed problem scales in Child?s Behavior Checklist were decreased. The total score and the score of fear of negative evaluation component in Social Anxiety Scale for Children Revised was decreased as well. Parent-child interaction, measured with Marschack Interaction Method, was found to increase according to its four dimensions, which is structure, engagement, nurture, and challenge.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
T46572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rania Nadinda
"Regulasi emosi merupakan salah satu kemampuan yang diperlukan untuk mencegah masalah dalam aspek sosial emosional anak seperti perilaku internalizing dan externalizing. Usia prasekolah merupakan masa yang kritikal untuk mengembangkan regulasi emosi yang optimal. Orang tua memiliki peranan penting dalam perkembangan regulasi emosi anak. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah kualitas hubungan orang tua-anak dapat memprediksi regulasi emosi anak usia prasekolah. Partisipan penelitian ini adalah 133 partisipan orang tua dengan anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Indonesia. Pengukuran regulasi emosi anak dilakukan menggunakan alat ukur Emotion Regulation Checklist (ERC), sementara pengukuran kualitas hubungan orang tua-anak dilakukan menggunakan alat ukur Child-Parent Relationship Scale (CPRS). Pengolahan data dilakukan dengan analisis regresi linear. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hubungan orang tua-anak secara signifikan memprediksi regulasi emosi anak usia prasekolah.

Emotion regulation is one of the skills needed to prevent problems in children’s socio-emotional aspects such as internalizing and externalizing behavior. Preschool is considered to be a critical period for the optimal emotional regulation development. Parents have an important role in the development of children's emotional regulation. This study aims to see whether the quality of parent-child relationship can predict the emotional regulation of preschoolers. There were 133 Indonesian parents of 3-6 years old children involved in the study. Children's emotion regulation was measured using the Emotion Regulation Checklist (ERC), and the quality of the parent-child relationship was measured using the Child-Parent Relationship Scale (CPRS). Data processing is done by linear regression analysis. The results showed that the quality of the parent-child relationship significantly predicted the emotional regulation of preschoolers. It was also shown that both conflict and closeness significantly predicted emotion regulation of preschoolers."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gracia Maria Herdyana
"Kesepian merupakan salah satu masalah yang terjadi di masa remaja dan memiliki dampak negatif yang berkepanjangan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat beberapa faktor yang diduga dapat memengaruhi kesepian pada remaja, yaitu peran kelekatan orang tua, pengaturan tempat tinggal dengan orang tua, dan gender. Studi epidemiologi dilakukan terhadap 1.217 remaja SMP di Banyuwangi dengan pendekatan berbasis sekolah. Hasil multiple linear regression menemukan 2 dari 3 variabel penelitian, yaitu kelekatan orang tua dan gender, secara signifikan berkontribusi terhadap kesepian remaja SMP di Banyuwangi (F(2, 1214) = 185.223, p < 0,001, R2 = 0,233). Hasil ini mengindikasikan bahwa remaja perempuan yang memiliki kelekatan orang tua yang rendah lebih berisiko untuk memiliki tingkat kesepian yang tinggi.

Loneliness during adolescence is prevalent and has debilitating impact on later adult life. This study aims to investigate factors that may impact loneliness, that are found to be parental attachment, living arrangements, and gender. An epidemiology study conducted towards 1217 adolescents in rural areas in Indonesia, through a school-based approach. Multiple linear regression analysis indicates that two out of three variables, parental attachment and gender, significantly predict loneliness od adolescents in Banyuwangi (F(2, 1214) = 185.223, p < 0,001, R2 = 0,233). This result indicates that low parental attachment in female adolescents made them more at risk of having high level of loneliness.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tia Rahmania
"Terdapat kebutuhan yang mendesak unluk mengerti proses perkembangan seperti apa yang memberikan kontribusi timbulnya conduct disorder pada anak-anak. Conduct disorder sendiri adalah suatu sindrom yang dikenal pada bidang psikiatri yang terjadi pada masa anak-anak dan remaja, serta memiliki karakteristik adanya suatu bentuk perilaku yang tidak mengikuti aturan-aturan dan perilaku antisosial dalam jangka waklu tertentu (Searight, Ronnek, & Abby, 2001).
Terdapat beberapa penjelasan leori mengenai agresifitas yang menjadi salah satu ciri dari anak conduct disorder. Menurut teori belajar, perilaku agresif yang tampil dipelajari anak melalui berbagai tindakan agresif yang mereka amati dari orang lain, misalnya dari orang tua, saudaranya dan teman-teman sepermainan. Selain itu, perilaku agresif ini juga dipelajari saat anak diberi perhatian dari orang dewasa. Keadaan sehari-hari yang tidak menguntungkan juga diyakini menimbulkan reaksi agzresif saat individu merasakan suatu kesulitan unluk rnendapatkan pemuasan kebutuhan atau mencapai tujuarmya (Schaefer & Millrnan, 1981). Baum (1989, dalam Wenar, 1994) melaporkan hahwa pada populasi yang mengalami conduct disorder sebanyak satu-perlima hingga satu-pertiganya mengalami masalah depresi.
Conduct disorder sendiri dapat dipengaruhi baik oleh faktor genetik maupun lingkungan. Resiko munculnya perilaku conduct disorder ini lebih besar terjadi pada anak yang orang tuanya atau saudara kandungnya mengalami antisocial personality disorder dan conduct disorder. Conduct disorder ini juga sering muncul pada anak dengan orang tua yang mengalami ketergantungan alkohol, gangguan mood, schizophrenia, ADHD dan conductdisorder (DSM-IV-TR, 2000).
Dari berbagai sumber, conduct disorder pada anak sering dikaitkan karena adanya masalah-masalah yang timbul dalam keluarga, psikoparologi pada orang tua, dan kondisi yang tidak menguntungkan dalam lingkungan (Schachar & Tannock, 1995, dalam Mash & Wolf, 1999). Hal ini menimbulkan ketertarikan untuk meneliti dinamika yang terjadi dalam keluarga dari anak yang didiagnosis memiliki masalah atau kecenderungan conduct disorder melalui gambaran pola asuh yang diterapkan orang tua.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan data yang bersumber dari 5 orang anak sesuai dengan data kasus yang ada pada Klinik Anak F. Psikologi UI dari tahun 2000 - 2003.
Beberapa kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa semua pasangan orangtua pada anak-anak dengan masalah atau memiliki kecenderungan conduct disorder yang menjadi subjek dalam penelitian ini menerapkan pengasuhan yang tidak sama (inkonsisten), dimana antar orangtua sendiri tidak didapatkan kesepakatan mengenai pola asuh yang diberikan kepada anak. Pola asuh yang diterapkan kepada anak pada umumnya adalah pola asuh otoriter,
permisif dan rejecting/neglecting, dan tidak ditemukan orangtua yang menggunakan pola asuh otoritatif. Pada dimensi kontrol, seluruh subjek mendapatkan hukuman sebagai bentuk usaha orangtua untuk mendapatkan perilaku yang diharapkan, berupa bentakan-bentakan dan kata-kata kasar sampai dengan hukuman fisik mulai dari mengisolasi anak di ruangan, tidak
memperbolehkan masuk rumah hingga pukulan di badan. Tuntutan-tuntutan yang diberikan pun tidak disertai dengan pengawasan yang terus-menerus (konsisten) oleh orangtua. Ditemukan bahwa anak-anak disorder yang menjadi subjek penelilian ini kurang mendapatkan pemenuhan afeksi dari orangtuanya. Kurangnya pemberian afeksi kepada anak-anak oleh orangtua dikarenakan kesibukan orangtua dengan pekerjaannya atau dikarenakan orangtua yang
cenderung menutupi perasaannya sehingga iidak lancarnya interaksi dengan
muatan emosi antara oraugtua dan anak.
Keterbatasan penelitian ini adalah penggunaan data sekunder, dimana wawancara klinis tidak dilakukan langsumg oleh peneliti sehingga terdapat kemungkinan adanya data-data yang belum tergali. Selain itu, sampel yang digunakan terbatas hanya 5 subjek sehingga tidak dapat di generalisasi pada semua anak dengan masalah conduct disorder. Sehingga, untuk lebih memperkaya pengetahuan masalah conduct disorder ini, penelitian selanjutnya disarankan
dilakukan secara kuantitatif sehingga dapat dilihat seperti apa kecenderungan
pada populasi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37870
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Deceiria Adventine
"ABSTRAK
Studi ini menggunakan prinsip Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) untuk mengatasi masalah perilaku disruptive pada anak laki-laki usia 9 tahun. Melalui prinsip PCIT sebagai intervensi dyadic, ibu diajarkan dan dilatihkan kemampuan untuk menciptakan interaksi yang hangat dan cara pendisiplinan yang efektif.
Studi ini menggunakan desain penelitian single subject design. Guna mengevaluasi efektivitas hasil intervensi ini, peneliti menggunakan DPICS-III untuk mengukur perkembangan interaksi antara ibu dan anak, Eyberg Childhood Behavior Inventory (ECBI) dan Child Behavior Checklist (CBCL) untuk mengukur intensitas masalah perilaku disruptive. Hasil program intervensi menunjukkan bahwa terdapat perkembangan kualitas interaksi antara ibu dan anak, serta penurunan skor pada ECBI dan CBCL. Hasil yang didapatkan tersebut menunjukkan bahwa penerapan prinsip PCIT efektif untuk mengatasi perilaku disruptive pada anak usia middle childhood

ABSTRACT
The study used the Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) to overcome disruptive behavior on 9 years old male child. Through the principals used in PCIT as the dyadic intervention, the mother taught and coached on the ability to create a warm interaction as the effective disciplinary. The study is a singlesubject study. To evaluate the effectiveness of the result, the study measured the development of interaction between the mother and child using the Dyadic Parent-Child Interaction Coding System – III (DPICS-III) and the disruptive behavior intensity using Eyberg Childhood Behavior Inventory (ECBI) dan Child Behavior Checklist (CBCL). The result shows that the intervention resulted in a quality development between the mother-child interaction and a decrease in the ECBI and CBCL score. The result indicate that the principals used in PCIT may the effective to overcome disruptive behavior on middlechild-aged child."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T41894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rayi Tanjung Sari
"Kemampuan regulasi diri merupakan aspek penting dari perkembangan anak. Regulasi diri yang berkembang dengan baik dapat mendukung perkembangan anak secara optimal dan adaptif. Anak belajar meregulasi dirinya melalui interaksi orangtua-anak sejak usia dini. Akan tetapi, tidak semua anak memiliki kemampuan regulasi yang baik. Anak yang tidak memiliki kemampuan regulasi diri seringkali menunjukkan masalah perilaku, seperti temper tantrum, menggunakan kekerasan fisik, tidak patuh, dan sebagainya. Pendekatan Parent- Child Interaction Therapy (PCIT) merupakan salah satu intervensi yang digunakan untuk meningkatkan perilaku yang adaptif melalui interaksi antara anak dan orangtua.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat efektivitas penerapan prinsip PCIT untuk meningkatkan interaksi anak dan orangtua sebagai upaya untuk mengatasi temper tantrum pada anak. Penelitian ini merupakan penelitian single-subject design. Partisipan penelitian ini melibatkan anak perempuan berusia 7 tahun 5 bulan yang telah didiagnosis intellectual disability dan memiliki kesulitan dalam meregulasi diri serta ibu dari sosial ekonomi menengah bawah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan prinsip PCIT dapat meningkatkan kualitas interaksi orangtua-anak yang terukur pada Dyadic Parent-Child Interaction Coding System?III (DPICS-III) dan menurunnya temper tantrum anak yang terukur pada skala Child Behavior Checklist, Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI), serta Fast Track Project Child Behavior Questionnaire (FTP-CBQ).

Self regulations is an important aspect of a child development that can optimize his/her development. Parenting plays a major role in the development of child self regulation. Early parent-child interaction served as a medium for developing and nurturing early self regulation in children. Children with self regulation problem often time may display behavior such as temper tantrum or verbal dan physical violence. One of the interventions that have been widely used to decrease this negative behavior is Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) through improving interaction between parent-child.
This study evaluates the effectiveness of PCIT to handle temper tantrum through improvement of parent-child interaction. The participant of this study is a 7 and a half years old girl from middle-low socioeconomic diagnosed with intellectual disability and difficulty in self regulation.
The results of the study shows that the PCIT is effective in improving the quality of interaction between parent and and also decrease the tantrum behavior where measured on Dyadic Parent-Child Interaction Coding System-III (DPICS-III), and the decrease of temper tantrum is measured on the scale of Child Behavior Checklist, Eyberg Child Behavior Inventory (ECBI), and Fast Track Project Child Behavior Questionnaire (FTP-CBQ.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosi Molina
"Studi ini meneliti tentang efektivitas intervensi dengan menggunakan prinsip-prinsip Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) untuk mengatasi disruptive behavior pada anak usia prasekolah yang berumur 5 tahun. Untuk mengevaluasi efektivitas hasil intervensi digunakan angket Dyadic Parent-Child Interaction Coding System III (DPICS-III) yang akan digunakan sebelum dan pada setiap sesi sepanjang intervensi untuk melihat tingkat keberhasilan pelaksanaan PCIT. Melalui intervensi dengan menerapkan prinsip-prinsip PCIT selama sebelas sesi, diperoleh kesimpulan bahwa pemberian dua sesi untuk mengajarkan keterampilan PCIT dan sembilan sesi coaching keterampilan yang diajarkan efektif meningkatkan keterampilan ibu serta kualitas hubungan ibu dan H sehingga berhasil mengatasi disruptive behavior pada H.

This study examined efficacy of Parent-Child Interaction Therapy (PCIT) approach for treating disruptive behavior of a five years old preschooler boy. Efficacy evaluation of PCIT was examined by Dyadic Parent-Child Interaction Coding System III (DPICS-III) that given before and during intervention at the start of every session as a way of measuring treatment progress. Results indicated that PCIT approach with two teaching sessions and nine coaching sessions was effective to enhance parenting skills in mother and improves the parent-child relationship, with the results that treating disruptive behavior of a preschooler boy."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2012
T31085
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Susanna
"Interaksi sosial pada awal kehidupan berperan penting bagi seluruh aspek perkembangan anak. Salah satu aspek penting dari perkembangan anak adalah kemampuan meregulasi diri. Studi di ranah perkembangan anak telah menunjukkan bahwa interaksi dan hubungan yang positif menjadi media bagi perkembangan dan peningkatan kemampuan regulasi diri pada anak. Pendekatan Developmental, Individual Differences, Relationship-Based (DIR) merupakan salah satu intervensi yang digunakan untuk meningkatkan kualitas interaksi antara caregiver dan anak. Maka dari itu, penelitian ini bermaksud untuk mengevaluasi efektivitas DIR/Floortime untuk meningkatkan kualitas interaksi antara seorang ibu dan anak laki-lakinya yang berusia enam tahun yang menunjukkan beberapa gejala psikotik. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa pendekatan DIR/Floortime efektif untuk meningkatkan kualitas interaksi ibu dan anak serta kemampuan regulasi diri anak yang terukur dari peningkatan skor pada skala FEAS, CBCL dan Self Regulation Questionnaire.

Early social interaction plays a vital role in the overall development of the child. One of the important aspects of child development is self-regulation. Many studies on child development have indicated that positive interaction/relationship served as a medium for developing and improving self-regulation in children. The Developmental Individual Diferences and Relationship (DIR) is one of the interventions that have been used to improve the quality interaction between a caregiver and child. Thus, this study is interested in evaluating the effectiveness of DIR/ Floortime approach to improve the quality of interaction between a mother and six-year-old Indonesian boy who displays psychotic symptoms. This results showed that DIR/ Floortime approach is effective in improving the quality of mother-child interaction as well as self-regulation ability in a child as reflected in the increase scoring of the child?s FEAS, CBCL and Self-Regulation Questionnaire."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2013
T32615
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>