Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 166500 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syaninta Alvi Andira
"Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara berpikir kritis dan orientasi religius. Berpikir kritis adalah penilaian yang bertujuan dan bersifat meregulasi diri untuk menghasilkan interpretasi, analisis, evaluasi, dan kesimpulan beserta penjelasan dari pertimbangan yang jelas, konseptual, metodologis, kriteriologis, atau kontekstual berdasarkan penilaian tersebut (Facione, 1990).
Orientasi religius merupakan cara seseorang mempraktikkan atau hidup dengan keyakinan dan nilai agamanya (Allport & Ross, 1967). Pengukuran berpikir kritis menggunakan Tes Analog (Suleeman & Christia, 2016) dan pengukuran orientasi religius menggunakan alat ukur Religious Orientation Scale (ROS) versi revisi (Genia, 1993). Partisipan pada penelitian ini adalah 121 mahasiswa S1 Universitas Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara berpikir kritis dan orientasi religius, baik pada dimensi orientasi religius intrinsik maupun orientasi religius ekstrinsik. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki gejala ini dengan memperluas penggunaan sampel penelitian, mengonstruksikan alat ukur orientasi religius dalam konteks Indonesia yang lebih baik, melakukan wawancara, dan memperhitungkan pengelompokkan agama pada partisipan penelitian.

This research was conducted to find the relationship between critical thinking and religious orientation. Critical thinking is purposeful, self-regulatory judgment which results in interpretation, analysis, evaluation, and inference, as well as explanation of the evidential, conceptual, methodological, criteriological, or contextual considerations upon which that judgment is based (Facione, 1990).
Religious orientation is the way in which a person practices or lives out his/her religious beliefs and values (Allport & Ross, 1967). Critical thinking was measured using Tes Analog (Suleeman & Christia, 2016) and religious orientation was measured using the revised version of Religious Orientation Scale (ROS) (Genia, 1993). The participants in this research were 121 undergraduate students of University of Indonesia.
The result shows that there is no significant correlation between critical thinking and religious orientation, whether it is intrinsic or extrinsic religious orientation. Further research is needed to investigate this phenomenon by expanding participants of the research, constructing religious orientation instrument in Indonesian's context, conducting interviews, and considering religious grouping on the participants.
"
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2016
S63088
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Nur Halimah
"Masa berkuliah merupakan masa di mana individu menghadapi banyak tantangan. Mahasiswa yang tidak mampu menghadapi tantangan akan merasakan dampak pada kesejahteraan dirinya.Individu yang optimis dapat menghadapi tantangan dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi optimisme adalah religiositas. Religiositas mencakup banyak konsep, termasuk orientasi religius. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara optimisme dan orientasi religius. Partisipan penelitian ini adalah 669 mahasiswa Universitas Indonesia. Peneliti menggunakan LOT-R dan adaptasi ROS untuk mengukur optimisme dan orientasi religius. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara optimisme dengan orientasi religius intrinsik serta hubungan negatif signifikan antara optimisme dengan orientasi religius ekstrinsik.

College life is a period in which students face many challenges. College students who are not be able to overcome those challenges will feel the impact on their well-being. Optimism plays an important role for individuals to overcome those challenges. Religiosity is one of the factor that might influence optimism. Religiosity is composed by many concepts, including religious orientation. The purpose of this research is to identify relationship between optimism and religious orientation. Participants were 669 college students from Universitas Indonesia. Optimism was measured by LOT-R and religious orientation was measured by adaptation form of ROS. There was significant positive correlation between optimism and intrinsic religious orientation, and significant negative correlation between optimism and extrinsic religious orientation
"
Depok: Fakultas Psikologi Unversitas Indonesia, 2015
S60021
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafilatul Falah
"Perilaku menyontek merupakan salah satu bentuk pelanggaran moral yang memiliki berbagai dampak negatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi perilaku menyontek adalah menanamkan nilai-nilai religius pada siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara orientasi religius (intrinsik dan ekstrinsik) dan perilaku menyontek pada siswa SMA, dengan mengontrol jenis sekolah (sekolah agama dan sekolah umum) serta jenis kelamin (laki-laki dan perempuan). Responden dalam penelitian ini terdiri dari 134 siswa SMA yang menempuh pendidikan di sekolah agama dan sekolah umum.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara orientasi religius (intrinsik dan ekstrinsik) dan perilaku menyontek pada siswa SMA, dengan mengontrol jenis sekolah (sekolah agama dan sekolah umum) serta jenis kelamin (laki-laki dan perempuan). Di lain pihak, model dalam penelitian ini secara signifikan dapat meningkatkan kemampuan untuk menjelaskan variasi dalam perilaku menyontek karena adanya interaksi jenis sekolah dan jenis kelamin.

Cheating behavior is one of moral infraction that has negative impacts. This unethical behavior may be reduced by instilling religious values among students. The research aims at examining the relationship between religious orientation (intrinsic and extrinsic) and cheating behavior among high school students, after controlled for school types (religious school and public school) and gender (man and woman). A total of 134 high school students from religious school and public school setting have been involved in this study.
The result shows that there is no significant relationship between religious orientation (intrinsic and extrinsic) and cheating behavior among high school students, even after the school types (religious school and public school) and gender (man and woman) were controlled for. Furthermore, the model in this research can significantly increase the ability to explain the variation in cheating behavior due to interaction between school types and gender.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
S58499
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Royani
"Kemajuan teknologi informasi yang tidak diimbangi dengan kecerdasan dalam menggunakanya akan membawa dampak buruk bagi sebuah peradaban. Saat ini penyebaran informasi begitu cepat dan mudah dilakukan oleh siapa saja tanpa melalui proses verifikasi, sehingga informasi palsu mudah tersebar secara masif. Sebagai salah satu upaya untuk menurunkan kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax, penelitian ini akan menganalisis hubungan antara kecenderungan perilaku tersebut dengan dua variabel bebas yaitu regulasi emosi dan berfikir kritis. Melalui regulasi emosi yang baik, mahasiswa akan mampu mengontrol emosinya terutama saat menerima informasi yang sensasional. Selain itu dengan berfikir kritis mahasiswa akan mampu menyaring informasi dari berbagai sumber.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif, responden yang terlibat adalah mahasiswa perguruan tinggi di Jakarta. Responden dipilih melalui teknik convenience sampling. Instrument yang digunakan adalah skala regulasi emosi, skala berpikir kritis dan skala kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax. Data dianalisis dengan teknik statistik deskriptif dan analisis pearson corelation.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada korelasi yang signifikan antara regulasi emosi dengan kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax pada mahasiswa. Sementara itu terdapat korelasi negatif yang signifikan antara berfikir kritis dengan kecenderungan perilaku penyebaran informasi hoax pada mahasiswa.

Improvement in information technology that is not balanced with intelligence in using the same will have a negative impact on a civilization. At present, the dissemination of information is so fast and easy to be carried out by anyone without going through the verification process, so that false information is easily spread massively. As an effort to reduce the tendency of hoax information dissemination behavior, this study will analyze the relationship between these behavioral trends and two independent variables, namely emotional regulation and critical thinking. Through good emotional regulation, students will be able to control their emotions, especially when receiving sensational information. In addition, with critical thinking students will be able to filter information from various sources.
This study uses quantitative methods, respondents involved are college students in Jakarta. Respondents were selected through convenience sampling techniques. The instrument used is the emotion regulation scale, critical thinking scale and the tendency of hoax information dissemination behavior. Data were analyzed by descriptive statistical techniques and Pearson correlation analysis.
The result of this study shows that there is no significant correlation between emotion regulation and the tendency of hoax information dissemination behavior to students. Meanwhile there is a significant negative correlation between critical thinking and the tendency of hoax information dissemination behavior to students.
"
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T51744
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fidela Evaniasari
"Kemampuan berpikir kritis termasuk kemampuan abad 21 yang esensial untuk mahasiswa. Semakin mudahnya akses informasi mengharuskan mahasiswa untuk mampu berpikir kritis agar dapat mengelola informasi dengan tepat. Kemampuan berpikir kritis juga sangat penting di dunia kerja sehingga mahasiswa perlu meningkatkan kemampuan tersebut sejak tingkat pertama perkuliahan. Penelitian ini hendak menelusuri peran kesadaran metakognitif sebagai mediator dalam hubungan antara kecerdasan emosional dan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis pada penelitian ini diukur dengan Tes Analog yang dikembangkan oleh Suleeman & Christia (2016), kecerdasan emosional diukur dengan Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form (TEIQue-SF) oleh Petrides (2009) yang diadaptasi ke bahasa Indonesia oleh Deminiz (2019), dan kesadaran metakognitif diukur dengan Metacognitive Awareness Inventory (MAI) oleh Schraw & Dennison (1994) yang diadaptasi oleh Abdullah (2015) ke dalam bahasa Indonesia. Partisipan pada penelitian ini berjumlah 100 mahasiswa tahun pertama berusia 17–22 tahun (M = 19.10), dengan partisipan perempuan berjumlah 83 orang (83%) dan partisipan laki-laki 17 orang (17%). Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental menggunakan metode analisis regresi sederhana. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kesadaran metakognitif (M = 153.81, SD = 12.52) berperan dalam memediasi secara penuh (fully mediated) hubungan kecerdasan emosional dengan kemampuan berpikir kritis (indirect effect = 0.0342, BootSE = 0.0190, CI[0.0014,0.0751]), sedangkan efek langsung dari kecerdasan emosional terhadap kemampuan berpikir kritis tidak menunjukkan signifikansi (direct effect = 0.0250, SE = 0.0239, CI [-0.0224,0.0723]).

Critical thinking skill is an essential 21st century skill set for college students. Increased access to information requires students to be able to think critically in order to manage information accurately. Critical thinking skill is also very important in the workplace, so it is necessary for undergraduate students to improve the skill since the very first-year of college. This study aims to understand the role of metacognitive awareness as a mediator in the relationship between emotional intelligence and critical thinking skill. In this study, critical thinking skill is measured with Tes Analog developed by Suleeman & Christia (2016), emotional intelligence with Trait Emotional Intelligence Questionnaire-Short Form (TEIQue-SF) by Petrides (2009) which has been adapted into the Indonesian language by Deminiz (2019), and metacognitive awareness with Metacognitive Awareness Inventory (MAI) by Schraw & Dennison (1994) that has been adapted into the Indonesia language by Abdullah (2015). Participants in this study are 100 first-year students aged 17–22 (M = 19.12), with 83 female participants (83%) and 17 male participants (17%). This study is a non-experimental research using simple regression analysis methods. The result of this study indicates that metacognitive awareness (M = 153.81, SD = 12.52) plays a role in mediating the relationship of emotional intelligence with critical thinking (indirect effect = 0.0342, BootSE = 0.0190, CI[0.0014,0.0751]). Meanwhile, the direct effect of emotional intelligence on critical thinking skills does not show any significance (direct effect = 0.0250, SE = 0.0239, CI[-0.0224,0.0723])."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nafis Abiu Wira Negara
"Banyak penelitian yang telah menemukan hasil bahwa orientasi religius intrinsik berhubungan positif dengan perilaku prososial dan orientasi religius ekstrinsik berhubungan negatif dengan perilaku prososial. Penelitian ini bertujuan melakukan analisis lanjutan dengan populasi yang berbeda, yaitu dengan melihat hubungan orientasi religius mahasiswa muslim dan perilaku prososial terhadap kelompok agama minoritas pada dewasa awal. Penelitian ini menggunakan metode korelasi untuk melihat hubungan antara dua variabel tersebut. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Allport Ross Religious Orientation Scale dan Prosocialnees Scale for Adults yang telah diadaptasi dalam Bahasa Indonesia. Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 106 mahasiswa yang beragama Islam di Universitas Indonesia dengan rentang usia 18-26 tahun (M = 20,7, SD = 1,38). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua hipotesis penelitian diterima. Pertama, orientasi religius intrinsik berhubungan secara positif dan signifikan terhadap perilaku prososial. Kedua, orientasi religius ekstrinsik berhubungan secara negatif dan signifikan terhadap perilaku prososial.

Many studies have found results that intrinsic religious orientation is positively related to prosocial behavior and extrinsic religious orientation is negatively related to prosocial behavior. This study aims to conduct further analysis with a different population, which is to see the relationship between religious orientation of Muslim students and prosocial behavior toward religious minority groups in emerging adult. This study uses the correlation method to see the relationship between the two variables. The instruments used in this study are the Allport Ross Religious Orientation Scale and the Prosocialnees Scale for Adults which have been adapted in Indonesian language. The participants involved in this study amounted to 106 Muslim undergraduate students at the University of Indonesia with an age range of 18-26 years (M = 20.7, SD = 1.38). The results of this study showed that both research hypotheses are accepted. First, intrinsic religious orientation is positively and significantly related to prosocial behavior. Second, extrinsic religious orientation is negatively and significantly related to prosocial behavior."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareth Sondang Felicia
"Kemampuan berpikir kritis merupakan keterampilan yang penting untuk dimiliki mahasiswa di pembelajaran abad 21 guna menghadapi tuntutan akademik di perguruan tinggi. Akan tetapi, penelitian terdahulu menemukan bahwa mahasiswa tahun pertama memiliki kemampuan berpikir kritis yang rendah. Penting bagi mereka untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis sedini mungkin agar dapat beradaptasi di perguruan tinggi. Penelitian ini ingin menjelaskan bagaimana peran motivasi akademik sebagai mediator dalam hubungan antara mindfulness dan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kritis diukur dengan Tes Analog yang dikembangkan oleh Suleeman dan Christia (2016), mindfulness diukur dengan 15-Item Five Facet Mindfulness Questionnaire (FFMQ-15) oleh Baer dkk. (2012) yang telah diadaptasi peneliti ke dalam bahasa Indonesia, dan motivasi akademik diukur dengan Academic Motivation Scale versi pendek yang telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh Natalya (2018). Partisipan penelitian ini terdiri dari 186 mahasiswa tahun pertama berusia 18 – 23 tahun (M = 18.9), dengan partisipan perempuan berjumlah 145 orang (78%). Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental dengan metode analisis regresi sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi akademik (M = 65.97, SD = 8.283) berperan memediasi sepenuhnya hubungan antara mindfulness dengan kemampuan berpikir kritis (indirect effect = 0.0305, BootSE = 0,0190, CI [0.0010,0.0739]). Hasil dari penelitian ini menyarankan mahasiswa tahun pertama untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya melalui mindfulness serta motivasi akademik

Critical thinking is an essential skill for college students in this 21st century learning, in order for them to cope with academic demands. However, previous studies have found that first-year students have low critical thinking skills. It is important for them to develop critical thinking skill as early as possible in order to adapt well in college. This study aims to explain the role of academic motivation as a mediating variable between mindfulness and critical thinking among first-year undergraduate students. Critical thinking skill was measured with Analog Test by Suleeman dan Christia (2016), mindfulness was measured with 15-Item Five Facet Mindfulness Questionnaire (FFMQ-15) by Baer et al. (2012) that has been adapted to bahasa Indonesian, and academic motivation was measured with Academic Motivation Scale Short Version that has been adapted to bahasa Indonesia by Natalya (2018). This study consisted of 186 first-year students aged between 18-23 years old (M = 18.9), with 145 female participants (78%) . This study was non-experimental with a simple regression method. Based on the analysis result, it was found that the relationship between mindfulness and critical thinking was fully mediated by academic motivation (indirect effect = 0.0305, BootSE = 0,0190, CI [0.0010,0.0739]). This study suggested first-year college students develop their critical thinking skill with mindfulness practice that will lead to academic motivation enhancement, which will accelerate the critical thinking skill"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dito Aryo Prabowo
"Mahasiswa merupakan populasi dengan karakteristik perkembangan yang rentan terhadap distres psikologis karena tuntutan sosial dan diri yang berada di sekitarnya. Bentuk tekanan yang dapat menjadi keadaan yang menyulitkan, dapat menghasilkan faktor protektif yang diistilahkan sebagai resiliensi untuk membantu individu menghadapi kesulitan. Penelitian ini merupakan bagian dari payung penelitian psychological distress, dengan menggunakan tipe penelitian kuantiatif dengan desain korelasional, yang bertujuan untuk mencari hubungan antara distres psikologis dan resiliensi. Dua buah kuesioner digunakan untuk pengambilan data, yakni HSCL-25 untuk mengukur distres psikologis dan CD-RISC 10 untuk mengukur resiliensi. Menggunakan teknik convenience sampling dengan metode pengambilan data online dan offline dan uji statistik, dari 1024 respon didapatkan hasil bahwa r = -0,244, n = 1024, p < 0,01, two tailed. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat resiliensi, maka semakin rendah tingkat distres psikologis mahasiswa.

Students may viewed as population characterized as vulnerable to psychological distress due pressures from self and society. However, the distressful nature of life events can enhance protective factors, named as resilience, to help them overcome the situations. As a part of psychological distress research, this research aims to seeks relationship between psychological distress and resilience among college students, with quantiative method and correlational study design. 1024 responses of two scales measure psychological distress with HSCL 25 and resilience with CD RISC 10, collected in online and offline responses with convenience sampling techniques. From statistical result, obtained r 0,244, n 1024, p 0,01, two tailed, means that as resilience level increased, psychological distress level may decreased.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S66460
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Albertus Christian Dwi Jayanto
"ABSTRAK
Penelitian ini memiliki tujuan untuk memahami hubungan antara religiusitas dan agresi pada outgroup dalam konteks Indonesia. Agresi pada penelitian ini dapat didefinisikan sebagai sebuah perilaku apapun yang bertujuan untuk melukai orang lain Buss Perry, 1992 . Dalam penelitian ini penulis juga mengajukan variabel berpikir kritis sebagai sebuah variabel yang mampu menurunkan tingkat agresi yang dimiliki individu. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat ukur CRS-15 Huber Huber, 2012 , alat ukur Disposisi pada Berpikir Kritis Lubis, Zhafira, Damayanti, Ghesica, Hamid, 2015 , dan alat ukur Agresi pada Outgroup yang dikonstruksikan sendiri oleh penulis. Partisipan penelitian ini adalah 267 individu yang berusia 20 sampai 30 tahun, dan berdomisili di daerah Jabodetabek. Pengolahan data menggunakan process makro Hayes, 2013 dengan analisis moderasi, dari analisis tersebut diketahui bahwa tidak terdapat efek moderasi dari disposisi pada berpikir kritis pada hubungan antara religiusitas dan agresi pada outgroup. Berdasarkan analisis korelasi antar variabel, ditemukan bukti bahwa religiusitas dan agresi pada outgroup memiliki hububungan, dan hubungan ini bersifat negatif.

ABSTRACT
The goal of this study is to understand the relationship between religiousity and outgroup aggression in Indonesian context. The term aggression in this study is defined as any behavior that intentionally done to hurt other people Buss Perry, 1992 . In this study, writer proposed that disposition towards critical thinking as a variable that can diminish aggression in an individual. Instruments that were use in the study are CRS 15 Huber Huber, 2012 with reliability index Cronbach 0.900, Disposition Towards Critical Thinking measurement Lubis, Zhafira, Damayanti, Ghesica, Hamid, 2015 with reliability index Cronbach 0.679, and Outgroup Aggression measurement constructed by the writer with reliability index Cronbach 0.806. Participant of this study were 267 people that are between 20 until 30 years old, and lived around Jabodetabek. This study use Macro Process Hayes, 2013 to examine moderation analysis. Based on the analysis that were done, it resulted that disposition towards critical thinking have no moderation effect on the relationship between religiousity and outgroup aggression t 267 0.0509, p 0.05 . Evidence found from the result of variable correlation shows that religiousity and intergroup aggression have a negative relationship."
2017
S67366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vini Theodophilia
"Mahasiswa menjadi pengguna internet tertinggi dan mendapatkan paparan yang cukup banyak. Banyak hal yang dapat dialami oleh mahasiswa dan dapat menyebabkan masalah kesehatan mental. Namun, terdapat hambatan-hambatan bagi mahasiswa untuk mencari bantuan. Seperti, finansial, ketersediaan waktu, confidentiality, pengalaman help-seeking sebelumnya dan sebagainnya. Hambatan ini dapat dijembatani dengan Online Help-Seeking, namun stigma tetap menjadi salah satu yang dapat mempengaruhi OHS. Salah satu kategori stigma adalah Religious Reinforced Stigma (RRS). Alat ukur yang akan digunakan pada penelitian ini adalah OHSQ (Online Help-Seeking Questionnaire) dan RBMI (Religious Beliefs about Mental Illness). Pengolahan data akan menggunakan metode pearson’s correlation dan pada beberapa item menggunakan Chi-square. Hasil data yang didapatkan adalah N = 349 dan rentang usia 18-25 tahun (M = 20,75, SD = 1,213). Analisis utama pada penelitian ini menunjukan bahwa di kalangan mahasiswa sin/moral responsibility dan spiritually-oriented causes/treatments tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan online help-seeking. Peran social support, attachment dan mental health literacy dalam mempengaruhi kedua variabel ini dapat diteliti untuk penelitian selanjutnya.

The highest internet user is college students and they spend a lot of time in social medias etc. . When in college, college students experiencing many things that might cause mental illness. Despite all the problems they had, there're things that hindrance them to seek help. Those problems can be financial problem, time availability, confidentiality, help-seeking experience etc.. These problems can be solved with Online Help-Seeking (OHS), but stigma might affect OHS. Religious reinforced stigma (RRS) is one of stigma's categories. Tools that were used in this research are OHSQ (Online Help-Seeking Questionnaire) and RBMI (Religious Beliefs about Mental Illness). Pearson's correlation was used to analyze the main research question and some of the item used Chi-Square. This research got N = 349 participants with an age range 18-25 years old (M = 20,75, SD = 1,213). The main analysis showed that religious reinforced stigma isn't significantly correlated with online help-seeking. For the next study, researcher suggest to research on social support, attachment and mental health literacy influence in these variables. These findings might be used as one of the references for psychoeducation about religious reinforced stigma and help-seeking
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>