Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 67756 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ade Armando
Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI), 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Zulkifli
"Golongan menengah memi1iki peran yang besar saat kita menganalisis struktur masyarakat. Unfuk konteks Indonesia peran golongan ini mengalami pasang naik dan surut seiring perubahan sistem politik yang berlaku di Ind onesia : sistem demokrasi parementer. Demokrasi terpimpin dan orde baru.
Pada akhir tahun 1980-an dan awal 1990-an terjadi sejumlah perubahan pada situasi politik Indonesia. Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana peran golongan menengah Indonesia itu yang dalam konteks penelitian ini
adalah bagaimana isi komunikas politiknya terhadap suatu
peristiwa demokratisasi di Indonesia kini. Sebagai kasus demokratisasi dipilih kasus Kongres Luar Biasa Partai Demokrasi Indonesia (KLB-PDI). Sedangkan kelompok yang diidentifikasikan sebagai golongan menengah adalah intelektual, mahasiswa kelompok profesional, pemimpin suratkabar dan pengusaha/pedagang Penguktiran isi komunikasi politik ini dilakukan dengan metodologi analisa ini kualit.aUf terhadap seluruh
pernyataan kclima kelompok yang .diteliti yang terdapat pada
suratkabar Kompas dan Media Indonesia pada periode 2-13
Desember 1993. Dari konseptualisasi yang dilakukan terhadap pernyataan
kelima kelompok yang diteliti terhadap isu KLB PDI diperoleh
2 isu utama KLB POI: isu independensi partai dan isu kepemimpinan.
Terhadap isu independensi partai, kelima kelompok
masyarakat yang diteliti umumnya tidak sepenuhnya menolak
intervensi eks ternal terhadap POI. Artinya intervensi itu
dipahami Sebagai sesuatu yang ada dalam kon teks kehidupan
partai politik di Indonesia yang memungkinkan peran negara
sebagai ekuatan eksternal. Apa yang kelima Kelompok masyarakat
anggap penting adalah bagaimana mengurangi peran kekuatan
eksternal tersebut dan bukan menghi langkannya sama sekali.
Sebagai catatan , kekuatan eksternal yang dimaksudkan oleh
kelima kelompok masyarakat yang diteliti adalah negara.
Terhadap isu epemimpinan, yang lebih dipilih umumnya
adalah tipe kepemimpinan figuritas taripada ipe kepemimpinan
kelembagaan. Tipe kepemimpinan yang pertama lebih
menyangkut figur tokoh itu dengan mitos-mitos yang melekat
padanya -- dan tipe yang kedua lebih mengacu pada kemampuan
diri tokoh tersebut dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
di dalam organisasi yang dipimpinnya"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1995
S4116
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida Laela
"Penelitian ini menganalisis strategi komunikasi politik DPD Partai Golkar Kabupaten Bogor pada Pemilu Legislatif 2019 di Kabupaten Bogor yang menggunakan konektivitas kampanye dengan pola komunikasi top down dan bottom up kepada konsstituen dan masyarakat di dapilnya masing-masing, serta strategi komunikasi politik yang digunakan meliputi : program partai, komunikator dan komunikan, relasi dan koordinasi agenda partai, mobilisasi pendukung, taktik, dan posisi/kedudukan organisasi. Penelitian ini mengadaptasi teori komunikasi politik Pippa Norris (2001), dengan kerangka penjelasan dari Stromback dan Kiousis (2012) dan Robinson (2011) untuk menganalisis strategi komunikasi politik yang dilakukan DPD Partai Golkar Kabupaten Bogor pada pemilu legislatif 2019 di Kabupaten Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan sumber data primer berdasarkan wawancara yang dilengkapi dengan data sekunder. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan konektivitas kampanye yag dilakukan Partai Golkar di Kabupaten Bogor dengan pola komunikasi top down dan bottom up mengarah pada sustainable role yang lebih menekankan pada keberlangsungan komunikasi politik partai dalam jangka panjang. Serta strategi komunikasi politik yang digunakan dan dirumuskan Partai Golkar di Kabupaten Bogor yang meliputi program partai, komunikator dan komunikan, relasi dan koordinasi agenda partai, mobilisasi pendukung, taktik, dan posisi/kedudukan organisasi diwujudkan dengan melakukan pranata kelembagaan untuk menyukseskan konsolidasi dan penguatan sistem struktural Partai Golkar dan membentuk Badan Pemenangan Pemilu untuk meningkatkan perolehan suara partai pada pemilu legisltaif 2019 di Kabupaten Bogor.

This study analyzes the political communication strategy of the DPD Golkar Party in Bogor Regency in the 2019 Legislative Election in Bogor Regency which uses campaign connectivity with top down and bottom up communication patterns to constituents and the people in their respective electoral districts, as well as the political communication strategies used include: party programs , communicators and communicants, relations and coordination of party agendas, mobilization of supporters, tactics, and organizational positions/positions. This research adapts Pippa Norris' political communication theory (2001), with the explanatory framework from Stromback and Kiousis (2012) and Robinson (2011) to analyze the political communication strategy carried out by the Golkar Party DPD Bogor Regency in the 2019 legislative elections in Bogor Regency. The research method used is qualitative with primary data sources based on interviews supplemented by secondary data. The findings in this study show that the campaign connectivity carried out by the Golkar Party in Bogor Regency with top-down and bottom-up communication patterns leads to a sustainable role that places more emphasis on the long-term sustainability of party political communication. As well as the political communication strategy used and formulated by the Golkar Party in Bogor Regency which includes party programs, communicators and communicants, relations and coordination of party agendas, mobilization of supporters, tactics, and organizational positions/positions realized by carrying out institutional institutions to succeed in consolidating and strengthening the structural system Golkar Party and formed the Election Winning Board to increase the party's vote acquisition in the 2019 legislative elections in Bogor Regency."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rasyiddin Azhar
"Pemilihan umum (pemilu) seringkali tidak mencerminkan murni keputusan rasional individual pemilih. Salah satu faktor yang mempengaruhi prilaku pemilih adalah komunikasi politik yang tidak terlepas dari bingkai konstruksi sosial pada skala lokal. Konstruksi sosial pada skala lokal inilah yang dimaksudkan dengan place. Penelitian ini berfokus meneliti variasi karakteristik place pada wilayah pengaruh politik lokal, dan pengaruhnya terhadap komunikasi politik kandidat pada pemilu legislatif Kecamatan Sukmajaya Kota Depok 2014. Metode analisa yang digunakan adalah analisa spasial deskriptif dengan mengamati fenomena komunikasi politik kandidat pada setiap variasi place yang terkonstruksi pada setiap wilayah politik lokal. Hasil yang diperoleh adalah karakteristik place terbagi atas tiga tipe, yaitu place dengan tipe hirarkis, egaliter dan hirarkis-egaliter. Pada tipe hirarkis, keberhasilan komunikasi politik kandidat ditentukan oleh kekuatan relasi antara kandidat/kader dengan tokoh-tokoh lokal di lingkungan. Pada place tipe egaliter, keberhasilan komunikasi politik kandidat ditentukan oleh kekuatan relasi antara kandidat/kader dengan konstituen baik melalui komunikasi massa ataupun secara interpersonal. Sementara pada place tipe hirarkis-egaliter, keberhasilan komunikasi politik kandidat ditentukan oleh kekuatan relasi antara kandidat/kader dengan segmen tokoh lokal baik simbolik atau organisasi yang dominan pada suatu wilayah politik lokal.

Elections often do not reflect real rational voter decisions. One of the factors that influence the behavior of voters is a political communication that can not be separated from the social construction of the frame on a scale of local community. This local scale is called a place. The study focuses on examining the variety of place characteristics on the territory of local political influence, and influence on political communication candidates in legislative elections Sukmajaya District of Depok 2014. The analytical methods used are descriptive spatial analysis by observing the phenomena of candidates of political communication at any place constructed variations on each local political territory. The characteristic place is divided into three types, namely the type of place with hierarchical, egalitarian and hierarchical-egalitarian. In the hierarchical place, the success of candidates of political communication is determined by the strength of the relationship between candidates / caders with local figures in the neighborhood. In the type of egalitarian place, the success of candidates of political communication is determined by the strength of the relationship between candidates / caders with constituents through mass communication or interpersonal. While the hierarchical type-egalitarian place, the success of candidates of political communication is determined by the strength of the relationship between candidates / caders with local leaders segment either symbolic or dominant organization on an area of local politics."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S60625
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akyas
"Penelitian dengan judul “Geografi Komunikasi Politik pada Pemilihan Kepala Daerah Kota Tangerang Selatan Tahun 2020 di Kelurahan Cipayung, Kecamatan Ciputat” dilatarbelakangi oleh teori bahwa setiap tempat, sebagai suatu titik tertentu di permukaan bumi, memiliki perbedaan situasi nilai-nilai kemanusiaan di dalamnya. Dalam konteks Pilkada, setiap kandidat memiliki wilayah-wilayah dimana ia bisa menang dengan mutlak. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi menangnya kandidat di suatu wilayah, dua diantaranya yaitu faktor geografis dan faktor komunikasi. Berdasarkan latar belakang tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kaitan karakteristik tempat dan komunikasi politik kandidat Pilkada Tangerang Selatan 2020. Pengumpulan data primer yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara mendalam. Sampling bertujuan (purposive sampling) digunakan untuk menentukan informan yang akan diwawancarai yaitu pejabat RT/RW (Ketua, Sekretaris, atau Bendahara) di wilayah suara. Hal yang diwawancarai adalah tentang karakteristik tempat serta tentang komunikasi politik di wilayah suara. Sedangkan pengumpulan data sekunder yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengunjungi situs Geoportal Pemerintah Kota Tangerang Selatan untuk mendapatkan Peta Administrasi Kelurahan Cipayung dan mengunjungi situs Komisi Pemilihan Umum Kota Tangerang Selatan untuk mendapatkan data perolehan suara Pilkada Tangsel 2020 dan data lokasi TPS Pilkada Tangsel 2020. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif keruangan. Dengan metode tersebut dapat dilakukan penggambaran karakteristik tempat di wilayah suara setiap kandidat Pilkada Tangerang Selatan 2020. Dengan metode tersebut juga dapat dilakukan penggambaran fenomena komunikasi politik dalam konteks Pilkada di wilayah suara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Kelurahan Cipayung, setiap Kandidat Pilkada Kota Tangerang Selatan 2020 berhasil membentuk wilayah kemenangan di tempat dengan karakteristik struktur sosial yang serupa, yaitu tempat dengan dominasi warga asli yang bermukin di permukiman tidak teratur, namun dengan komunikasi politik yang berbeda. Kandidat 1 berhasil memperoleh wilayah kemenangan di tempat dimana ia melakukan komunikasi massa. Sedangkan Kandidat 2 berhasil memperoleh wilayah kemenangan di tempat dimana ia melakukan komunikasi massa dan pembangunan melalui kegiatan santunan warga. Terakhir, Kandidat 3 berhasil memperoleh wilayah kemenangan dimana ia melakukan komunikasi interpersonal.

The research with the title "Geography of Political Communication in the 2020 South Tangerang City Regional Head Election in Cipayung Village, Ciputat District" is motivated by the theory that every place, as a certain point on the earth's surface, has a different situation of human values ​​in it. In the context of Pilkada (Local Leaders Election), each candidate has areas where he can win with absolute certainty. There are several factors that influence the winning of candidates in a region, two of which are geographical factors and communication factors. Based on this background, the purpose of this study is to determine the relationship between the characteristics of the place and political communication of the 2020 South Tangerang Pilkada candidates. The primary data collection carried out in this study was observation and in-depth interviews. Purposive sampling is used to determine the informants to be interviewed, namely Rukun Tetangga (neighbourhood) or Rukun Warga(hamlet) officials (Chairman, Secretary, or Treasurer) in the voting area. The things that were interviewed were about the characteristics of the place as well as about political communication in the voice area. While the secondary data collection carried out in this study was to visit the Geoportal site of the South Tangerang City Government to get the Cipayung Urban Village Administration Map and visit the South Tangerang City General Election Commission site to get data on the 2020 South Tangerang Pilkada vote acquisition and 2020 South Tangerang Election Tempa Pemungutan Suara (voting place) location data. The data used in this study is a spatial descriptive method. With this method, it is possible to describe the characteristics of the place in the voting area of ​​each candidate for the 2020 South Tangerang Pilkada. With this method, it is also possible to describe the phenomenon of political communication in the context of the Pilkada in the voting area. The results of this study indicate that in Cipayung Village, every 2020 South Tangerang City Election Candidate has succeeded in forming a winning area in a place with similar social structure characteristics, namely a place with the dominance of indigenous people who live in irregular settlements, but with different political communication. Candidate 1 managed to get the winning area in the place where he did mass communication. While Candidate 2 managed to get a winning area in a place where he carried out mass communication and development through community compensation activities. Finally, Candidate 3 managed to get a winning area where he did interpersonal communication."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kencana Ariestyani Suryadi
"Tesis ini membahas komunikasi politik memanfaatkan Facebook yang dilakukan calon presiden muda melalui konvensi nasional Dewan Integritas Bangsa, Yuddy Chrisnandi, dengan melihat strategi komunikasi politik Yuddy dalam Facebook dan optimalisasi Facebook sebagai medium kampanye politik. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukan strategi komunikasi politik dalam Facebook lebih banyak berkaitan dengan metode penyusunan dan penyampaian pesan. Sedangkan fitur-fitur dalam Facebook belum sepenuhnya dioptimalkan oleh Yuddy sebagai medium kampanye politik.

The focus of this study is political communication using Facebook which is utilized by Yuddy Chrisnandi as a young president candidate from National Convention of “Dewan Integritas Bangsa”. The purpose of this study is to understand how Yuddy Chrisnandi uses Facebook as medium for political campaign. This research is qualitative descriptive. The data were collected by means of deep interview with Yuddy Chrisnandi and observation to the substance of his Facebook. The researcher suggests that Yuddy Chrisnandi should improve his political communication strategy when communicate to the audiences through Facebook."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33973
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laode Harjudin
"Upaya memahami realitas kekuasaan telah melahirkan beragam konsep yang
cukup memperkaya khasanah teori poiitik. Teori dan analisis politik pun berkembang
bersamaan dengan perubahan pola dan realitas kekuasaan. Sebagian besar analisis
lebih banyak memahami fenomena kekuasaan pada level permukaan dari struktur
kekuasaan. Padahal pemapanan dan perubahan kekuasaan tidak terbatas pada upaya
kontroi mekanisme teknis-struktural, tetapi tak kalah hebatnya pengendaiian terhadap
wacana sosial dan kultural yang mewujud dalam konstruksi bahasa yang ditanamkan
secara ideologis.
Berangkat dan pemahaman di atas, Studi ini berusaha menjelaskan proses
pengokohan hegemoni kekuasaan melalui konstruksi dan pengendalian wacana poiitik
pada masa Orde Baru dengan memilih rentang waktu menjelang SU MPR 1998 hingga
munculnya Era Reformasi 1998. Karena itu, Studi ini berupaya menjelaskan 'bagaimana
proses konstruksi bahasa politik dalam memperkokoh hegemoni kekuasaan?
Sedangkan manfaat penelilian : secara teoritis, penelitian ini, diharapkan mampu
memperkaya keberagaman wawasan tentang kajian poliiik dari perspektif analisis
wacana kritis (critical discourse analysis), dan secara praktis dapat memberikan
konstribusi terhadap usaha memahami mekanisme penguasa dalam memperkokoh
hegemoninya.
Analisis kajian ini lebih banyak menekankan perspektif interpretatif dalam
paradigma kritik. Perspektif yang cukup memberi nuansa kritis adalah analisis wawna
kritis yang dikembangkan Nomian Fairclough. Perspektif ini berusaha menemukan
makna dari suatu teks dan berusaha menjelaskan proses produksi wacana dalam konteks sosial. Interpretasi dan makna teks dan, Iebih luas, wacana menghendaki
kehadiran hermeneutik yang dielaborasi oleh Gadamer dan Heidegger, sebagai sebuah
metode penafsiran. Sinergi dua perspektiftersebut bisa mampu mengungkapkan makna
dari permainan wacana yang implisit. Sehingga maksud-maksud terselubung pun
terdeteksi. Bahasa sebagai unit analisa dilihat dari kaca mata genealogis, Foucault. Dari
sini, bahasa tidak dilihat sekedar sebagai perkara gramatik, tetapi Iebih merupakan
ajang perlarungan kekuasaan. Ruang (space) tempat konflik berbagai kepentingan
polilik, kekuasaan, dan hegemoni tergelar.
Pada talaran yang Iebih konseptual, studi ini menemukan wujudnya pada
pemikiran Antonio Gramsci Dalam memandang kekuasaan, Gramsci Iebih
mengedepankan penekanan kultural-ideologis yang sekaligus, konsep ini, menandai
perpisahannya dengan konsep Manda yang economic determinant Gramsci
mengembangkan istilah hegemoni yang berarli konstruksi ideologi oleh pihak yang
dominan untuk mencapai konsensus dari pihak yang dikuasai melalui penggunaan
kepemimpinan moral, intelekual dan politik yang menjelmakan diri dalam bentuk
monopoli teks dan tafsirnya. Proses ke arah pencapaian dan restrukturisasi hegemoni
ditempuh dengan 'teknologisasi wacana'. Proses ini merupakan bagian dari stiategi
dominasi sosial kelompok yang dominan untuk memantapkan eksistensinya secara
hegemonik lewat kontrol praktek wacana (discursive practice).
Di masa kekuasaan rezim Orde Baru berlangsung, proses-proses seperti
dijelaskan itu telah memgroleh peneguhan selama Iebih kurang 32 tahun. Wacana
politik berhasil dikontrol dalam koridor negara Pancasila dengan mempropagandakan
kata ?pembangunan" dan ?stabilitasi". Di atas dan dengan kedua kata inilah berlangsung
pengoperasian ideologi yang menyamar dalam kemasan-kemasan wacana polilik.
Setiap bahasa politik yang mewujud dalam pemyataan-pernyataan elite di tingkat
negara selalu mencerminkan bias pro hegemoni negara. Argumen ?untuk kepentingan
bersama' tidak Iebih dari sebuah kalimat yang sarat muatan ideologi. Tujuannya untuk
merangkul keterlibatan banyak orang agar kekuasaan letap legitimate. Cara itu
merupakan penggiringan kesadaran sehingga masyarakat, secara perlahan-lahan
terhegemoni, dan kekuasaan tetap Iestari dalam genggaman tangan penguasa. Kecuali
ketika rakyat terbangun dari ketidaksadaran dan mulai menggugat berbagai hal, maka
bangunan kekuasaan mengalami keruntuhan. Tamatlah Orde Baru."
2001
T2506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Fadhillah
"Konstitusi Jepang yang disahkan pada tahun 1947 menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama Pasal 9 yang bernuansa pasifisme. Beberapa yang menolak mengatakan bahwa pasal tersebut menghalangi Jepang sebagai negara normal sedangkan yang mendukung beralasan bahwa pasal tersebut melindungi Jepang dari perang selama tujuh puluh tahun terakhir. Shinzo Abe, Perdana Menteri terlama Jepang sekaligus termasuk yang kontra Pasal 9, mempunyai ambisi untuk melakukan amendemen konstitusi di periode terakhir dia menjabat. Namun, langkah tersebut tidak mudah karena terhalang oleh ideologi pasifisme yang kuat, persyaratan amendemen yang berat di parlemen, dan pandemi yang melanda. Untuk melewati halangan itu, Abe melakukan komunikasi politik yang bernada persuasif agar masyarakat mendukungnya. Sayangnya, komunikasi yang dilakukan Abe saat masa pandemi sering ditanggapi negatif. Hingga akhir masa jabatannya, Konstitusi Jepang masih tetap utuh. Penelitian ini akan membahas komunikasi politik yang Abe gunakan dalam periode terakhirnya, tantangan yang menyebabkan sulitnya terjadi amendemen, dan dampak dari komunikasi politik yang Abe lakukan. Penulis menggunakan metode penelitian sejarah dalam menganalisis masalah ini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat masalah amendemen konstitusi dari sudut pandang para pendukung amendemen. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan, upaya komunikasi politik yang dilakukan Abe masih kurang maksimal.

The Japanese constitution, which was passed in 1947, raised pros and cons in society, especially Article 9 which has a pacifist nuance. Some objected to saying that the article precluded Japan from being a normal country. While those who support it argue that the article protects Japan from war for the last seventy years. Shinzo Abe, Japan's longest-serving prime minister and one of those against Article 9, has ambitions to amend the constitution in his last term in office. However, the move was not easy because it was hindered by a strong pacifist ideology, heavy amendment requirements in parliament, and the pandemic that hit. To overcome this obstacle, Abe carried out persuasive political communications so that the public would support him. Unfortunately, the communication that Abe made during the pandemic was often received negatively. Until the end of his term, the Constitution of Japan remained intact. This study will discuss the political communication that Abe used in his last period, the challenges that made the amendments difficult, and the impact of Abe's political communication. The author uses historical research methods in analyzing this problem. This study aims to look at the issue of constitutional amendments from the point of view of the proponents of the amendments. The results of this study reveal that Abe's political communication efforts are still not optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"This article examines the use of mass media, particularly print media, as means of political communication for candidates in the mayoral election in five regencies in Bali during elections in 2010. This study focuses on two aspects of these elections."
300 JWISOS 2:1 (2011)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Hendrik Al Zen
"Media massa (Surat kabar) bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga merupakan sebuah subjek yang merekonstruksi realitas, lengkap pandangan dengan terbukanya peluang bias dan kepemihakannya. Framing merupakan sebuah strategi penyusunan realitas sehingga dihasilkan sebuah berita. Isu calon presiden menjelang pemilihan presiden 2009, menjadi agenda berbagai panai politik -utamanya Partai Golkar, serta tentunya juga agenda publik. Rapimnas IV Partai Golkar tahun 2008 mcnjadi panting menjelang pemilihan presiden tahun 2009, apalagi Partai Golkar belum menetapkan calon presidennya. Dengan menggunakan naming dari Gamson dan Modigliani sebagai pisau anaiisa, tesis ini mencoba melihat isu calon presiden dari Partai Golkar seputar Rapimnas IV direkonstruksi oleh media Kompas dan Suara Kaxya. Sebagai upaya mempertajam analisis tersebut digunakn pula analisis Politik-Komunikasi sebagaimana dinyatakan oleh Chaffee. Konstruksi realitas yang dilakukan Kompas dan Suara Karya tidak bisa dilepaskan dari ideologi yang melingkupi kedua media tersebut. Kompas, dengan gaya Jawa-nya rnencoba menjadikan isu nama-nama potensial calon presiden sebagai core #ame (ide sentral) seluruh berita yang diturunkan. Sementara Suara Katya sebagai media partisan dengan ideologi sebangun dengan Partai Golkar, rnenjadikan konsolidasi Partai Golkar untuk memenangkan Pemilu Legislatif 2009 sebagai ide sentral berita yang direkonstruksi. Posisi kedua media yang berbeda terhadap Partai Golkar, menjadikan perbedaan dalam merekonstruksi realitasnya. Dengan demikian politik komunikasi yang dilakukan kedua media juga memiliki perbedaan. Dimulai dari pernilihan narasumber yang berhak berbicara yang akhirnya berlanjut dengan topik yang disampaikan oleh narasumber. Media Kompas menggunakan nara sumbcr yang lcbih banyak jumlahnya dan ben/ariasi schingga dapat menampilkan nama-nama calon presiden potensial dengan variasi yang lebih luas, sementara Suara Karya cenderung menggunakan narasumber di dalam Partai Golkar yang sejalan dengan upaya konsolidasi menghadapi dunia empirik politik yang sedang bcrgerak dinamis tcrhadap Partai Golkar Penelitian ini juga mendorong implikasi penggunaan analisis baru seperti Analisis Politik Komunikasi bersamaan dengan Analisis Framing terhadap Konstruksi Realitas oleh beragam media.

Mass medias are not only as free channels, however, it also have becoming the reality constructing subject include with perspectives on open-ended, bias opportunities and take to one's side. Framing is one of strategies in order to compiling realities, so it will become a news. Issue on presidential candidate before the 2009 Presidential Election has became agenda for certain political parties - in particular Golkar Party, and, of course, as the public agenda. The 2008 Fourth National Chairman Meeting (Rapinmas IV) of Golkar Party has became a landmark event before the 2009 Presidential Election, moreover, Golkar Party was not yet stipulated its presidential candidate. Wit using Gamson and Modigliani's framing as the analysis knife, this thesis is trying to comprehend the issue on presidential candidate from Golkar Party on 2008 Rampinas IV that have been reconstructed by Media Kompas and Suara Karya newspapers, hi order to sharpen this analysis, it also used political-communication analysis as being used by Chaffec. The reality construction that made Kompas and Suara Karya newspapers were highly related to an ideology in scoping potential names of presidential candidates as its core frame for all published news. Meanwhile, Suara Karya newspaper as a partisan media with unvarying ideology with Golkar Party has made consolidation of Golkar Party to win the 2009 Legislative Election as a core frame for reconstructed news. Second differ position of media to Golkar Party had made difference perspective in reconstructing its reality. Therefore, political communication from both medias have not similarities at all. From the selection for eligible source persons as well as expressed topics by relevant source persons, Media Kompas newspaper used more and variety source persons, so it could published certain and various names of potential presidential candidates, meanwhile, Suara Katya newspaper was prefered to using intemal source persons from Golkar Party to match their e&`orts and measues for consolidation in order to face dynamic, empiric world of politics on Golkar Party. This study is also supported the implication of new analysis usage, for example Analysis on Political Commtmication and Framing Analysis on Reality Construction by various mass medias."
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T33872
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>