Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21616 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Estie Puspitasari
"Latar Belakang: Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak negara di seluruh dunia. Pengetahuan tentang karakteristik dan prediktor mortalitas dapat membantu dalam penatalaksanaan pasien. Penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor prediktor mortalitas di Indonesia belum ada.
Tujuan: Mengetahui faktor-faktor prediktor mortalitas pasien HIV/AIDS dewasa yang dirawat inap di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif pada pasien rawat inap dewasa RSCM yang didiagnosis HIV/AIDS selama tahun 2011-2013. Data klinis dan laboratorium beserta status luaran (meninggal atau hidup) dan penyebab mortalitas selama perawatan diperoleh dari rekam medis. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dilakukan pada tujuh variabel prognostik, yaitu jenis kelamin laki-laki, tidak dari rumah sakit rujukan, tidak pernah/putus terapi antiretroviral (ARV), stadium klinis WHO IV, kadar hemoglobin <10 g/dL, kadar eGFR <60 mL/min/1,73 m2 dan kadar CD4+ ≤200 sel/µL. Variabel yang memenuhi syarat akan disertakan pada analisis multivariat dengan regresi logistik.
Hasil: Dari 606 pasien HIV/AIDS dewasa yang dirawat inap (median usia 32 tahun; laki-laki 64,2%), sebanyak 122 (20,1%) baru terdiagnosis HIV selama rawat dan 251 (41,5%) dalam terapi ARV. Median lama rawat adalah 11 (rentang 2 sampai 75) hari. Sebanyak 425 (70,1%) pasien dirawat karena infeksi oportunistik. Mortalitas selama perawatan sebesar 23,4% dengan mayoritas (92,3%) penyebabnya terkait AIDS. Prediktor independen mortalitas yang bermakna adalah stadium klinis WHO IV (OR=6,440; IK 95% 3,701 sampai 11,203), kadar hemoglobin <10 g/dL (OR=1,542; IK 95% 1,015 sampai 2,343) dan kadar eGFR <60 mL/min/1,73 m2 (OR=3,414; IK 95% 1,821 sampai 6,402).
Simpulan: Proporsi mortalitas selama perawatan sebesar 23,4%. Stadium klinis WHO IV, kadar hemoglobin <10 g/dL dan kadar eGFR <60 mL/min/1,73 m2 merupakan prediktor independen mortalitas pasien HIV/AIDS dewasa saat rawat inap.

Background: Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) is a big problem that threatening in Indonesia and many countries in the world. The knowledge on the characteristics and prediction of outcome were important for patients management. There are no studies on the predictors of mortality in Indonesia.
Objective: To determine the predictors of mortality in hospitalized adult patients with HIV/AIDS in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia.
Methods: We performed a retrospective cohort study among hospitalized adult patients with HIV/AIDS in Cipto Mangunkusumo Hospital between 2011-2013. Data on clinical, laboratory, outcome (mortality) and causes of death during hospitalization were gathered from medical records. Bivariate analysis using Chi- Square test were used on the seven prognostic factors (male sex, not came from referral hospital, never/ever received antiretroviral therapy (ART), WHO clinical stage IV, hemoglobin level <10 g/dL, eGFR level <60 mL/min/1.73 m2 and CD4+ count ≤200 cell/µL). Multivariate logistic regression analysis was performed to identify independent predictors of mortality.
Results: Among 606 hospitalized HIV/AIDS patients (median age 32 years; 64.2% males), 122 (20.1%) were newly diagnosed with HIV infection during the hospitalization and 251 (41.5%) on ART. Median length of stay was 11 (range 2 to 75) days. There were 425 (70.1%) patients being hospitalized due to opportunistic infection. In-hospital mortality rate was 23.4% with majority (92.3%) due to AIDS-related illnesses. The independent predictors of mortality in multivariate analysis were WHO clinical stage IV (OR=6.440; 95% CI 3.701 to 11.203), hemoglobin level <10 g/dL (OR=1.542; 95% CI 1.015 to 2.343) and eGFR level <60 mL/min/1.73 m2 (OR=3.414; 95% CI 1.821 to 6.402).
Conclusions: In-hospital mortality rate was 23.4%. WHO clinical stage IV, hemoglobin level <10 g/dL and eGFR level <60 mL/min/1.73 m2 were the independent predictors of in-hospital mortality among hospitalized patients with HIV/AIDS.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Simarmata, Veronika Jenny
"Kasus AIDS semakin banyak terjadi di Indonesia dan diperburuk dengan berbagai macam penyakit infeksi komorbidnya. Hasil penelitian 108 pasien diperoleh 50,9% memiliki infeksi komorbid hepar. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional analitik dengan data sekunder rekam medik pasien rawat inap RSCM pada tahun 2010. Hasil beberapa faktor yang diteliti adalah responden laki-laki terbanyak (51 orang), rentang usia terbanyak 25-49 tahun (52 orang), dan faktor resiko penularan pada penggunaan jarum suntik (22 orang). Dengan chi-square diperoleh hubungan bermakna pada jenis kelamin (p<0,05). Ditinjau dari nilai index massa tubuh diperoleh rerata nilainya adalah 18,6 kg/m2, dan nilai rerata hitung CD4+ absolute sebesar 46 sel/dL, namun hanya nilai CD4+ absolute memiliki hubungan bermakna pada uji mann-whitney (p<0,05).

AIDS cases are increasing in Indonesia and this infections are so bad with comorbid infections. From the result of this study, there are 50.9% in 108 patients that have comorbid hepar infection. This study was designed by cross-sectional analytic metode by using medical records of patients hospitalized in RSCM in 2010. From the factors that studied, the results are respondents with hepar infection, most are male sex (51 people), in the range 25-49 years (52 people), and the risk factor in intravena drug using (22 people). With chi-square, sex is related with hepar infection in respondents (p<0,05). In Body Mass Index of the respondents, the mean of the value is 18,6 kg/m2, and the mean of CD4+ absolute value is 46 cells/dL, but only the value of CD4+ absolute has related with hepar infection in mann-whitney test (p<0,05)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yohana Afrita
"Kasus HIV/AIDS dan kematian akibat infeksi oportunistiknya di Indonesia terus bertambah, sehingga merupakan suatu masalah kesehatan. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalensi penyakit infeksi otak pada pasien HIV/AIDS di RSCM. Desain penelitian ini cross sectional dan terdapat 108 sampel yang diambil secara acak. Data dari Rekam Medik RSCM diolah menggunakan SPSS dan diuji dengan chi-square, Kolmogorov-Smirnov, dan Mann Whitney. Dari hasil penelitian ini ditemukan 35 orang (32,4%) pengidap HIV/AIDS dengan infeksi otak komorbid. Pasien dengan infeksi otak ini terbanyak laki-laki (27 orang, 77,1%), dengan rentang usia terbanyak 25-49 tahun (32 orang, 91,4%), dan faktor risiko penularan terbanyak melalui jarum suntik (15 orang, 42,9%). Indeks Massa Tubuh sebagian besar pasien tergolong kurang (median 17,6) dan hitung CD4+ absolut rendah (median 29). Tidak terdapat perbedaan bermakna antara infeksi otak pada pasien dengan jenis kelamin, rentang usia, faktor risiko penularan, Indeks Massa Tubuh, dan hitung CD4+ absolut. Disimpulkan prevalensi infeksi otak komorbid terjadi pada 32,4% pasien HIV/AIDS dan tidak berhubungan dengan karakteristik pasien.

HIV/AIDS cases and deaths caused by opportunistic infections in Indonesia are increasing and make it as health problem. This study aims at knowing the prevalence of co-morbid brain infection in HIV/AIDS patients in RSCM. The method of this study is cross sectional and there are 108 samples taken randomly. Data from RSCM Medical Record was processed using SPSS and was tested by chi-square, Kolmogorov-Smirnov, and Mann Whitney test. The results showed there was 35 patients (32,4%) of the HIV/AIDS patients had brain infection. Most of them were men (27 patients, 77,1%), in a range of 25-49 years old (32 patients, 91,4%), and the majority of transmission risk factors is using needles (15 patients, 42,9%). The Body Mass Index in nearly all of them is low (median 17,6) and absolute CD4+ count in most of them also low (median 29). There is no significant difference between the patient?s brain infection with gender, range of age, transmission risk factors, Body Mass Index, and absolute CD4+ count. In conclusion, co-morbid brain infection found in 32,4% of HIV/AIDS patients and has no relation with patients' characteristics."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reuwpassa, Jauhari Oka
"Jumlah kasus HIV yang semakin meningkat setiap tahunnya. Status gizi pada penderita HIV/AIDS merupakan salah satu masalah yang sedang dihadapi oleh berbagai negara berkembang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pasien HIV/AIDS di RSUPN Cipto Mangunkusumo tahun 2012.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi cros seksional, sampel dihitung menggunakan rumus satu proporsi sehingga diperoleh jumlah sampel 96 responden. Sampel dipilih dengan metode acak sederhana (simple random sampling) dan data diperoleh dari catatan rekam medis pasien.
Dari 91 pasien, proporsi pasien yang berstatus gizi baik atau lebih 74% dan gizi kurang 26%. Prevalensi Rasio (PR) untuk variabel jumlah T-CD4 11,88 (CI85% 1.683-83,911), status hemoglobin (PR=2,34, Ci95% 0.879-6,224), umur (PR=2,46 CI95% 1.076-5,622), jenis kelamin (PR=0,741, CI95% 0.369-1,486), pendidikan (PR=7,33, CI95%1,050-51,223), pekerjaan (PR=1,283, 0,683-2,580), status pernikahan (PR=0,80, CI95% 0,391-1,638), status ART (PR=0,517, CI95% 0,264-1,012), lama ART (PR=2,98, CI95% 1,219-7,286), Infeksi oportunistik (PR=1,60, CI95% 0,667-3.851), pengguna narkoba (PR=1,431, CI95% 0,711-2,881) dan konsumsi alkohol (PR=1,648, CI95% 0,830-3,274).
Pasien yang memiliki status gizi baik atau lebih, lebih banyak dibandingkan pasien yang memiliki status gizi kurang. Penelitian lebih lanjut tentang status gizi masih perlu dilakukan.

The numbers of HIV cases are increasing every year. Poor nutritional status in patients with HIV/AIDS is one of the issues.
The purpose of this study to know the description of the nutritional status of patients with HIV/AIDS in RSUPN Cipto Mangunkusumo 2012.
Design study in this research is cross sectional. The numbers of respondents were 96 samples. The sample was selected by simple random method (simple random sampling) and data collected from medical records of patient.
Of 91 patients, the proportion of patients who were normal or overweight BMI 74% and 26% were underweight. Prevalensi Rasio (PR) for each variable T-CD4 (PR=11,88, CI85% 1.683-83,911), hemoglobin status (PR=2,34, Ci95% 0.879-6,224), age (PR=2,46 CI95% 1.076-5,622), sex (PR=0,741, CI95% 0.369-1,486), education status (PR=7,33, CI95%1,050-51,223), work status (PR=1,283, 0,683-2,580), marital status (PR=0,80, CI95% 0,391-1,638), ART status (PR=0,517, CI95% 0,264-1,012), ART duration (PR=2,98, CI95% 1,219-7,286), opportunistic infection (PR=1,60, CI95% 0,667-3.851), illicit drugs (PR=1,431, CI95% 0,711-2,881) and alcohol consumption (PR=1,648, CI95% 0,830-3,274).
The amount of patients with good nutritional status more than patients with less nutritional status and patients with more nutrition. More research on the nutritional status still needs to be done.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Mariana
"[ABSTRAK
Latar Belakang : Penggunaan efavirenz dan rifampisin secara bersamaan menjadi suatu tantangan dalam penanganan HIV/AIDS-Tuberkulosis. Rifampisin sebagai penginduksi enzim pemetabolisme efavirenz dapat menurunkan kadar plasma efavirenz, dan dapat menyebabkan gagal terapi HIV.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh rifampisin terhadap kadar plasma efavirenz dan viral load viral load pasien HIV/AIDS-Tuberkulosis yang telah mendapat terapi antiretrovirus 3-6 bulan. Metode : Penelitian ini mengukur kadar efavirenz dan viral load pasien HIV/AIDS yang mendapat antiretroviral berbasis efavirenz dosis 600 mg/hari setelah 3-6 bulanterapi dan pasien HIV/AIDS-Tuberkulosis dengan terapi antiretroviral yang sama dan terapi antituberkulosis berbasis rifampisin di RSPI Prof. DR Sulianti Saroso, hasilnya akan dibandingkan. Hasil : Subjek penelitian berjumlah 45 pasien, terdiri dari 27 pasien kelompok HIV/AIDS dan 18 pasien kelompok HIV/AIDS-Tuberkulosis. Pada pemeriksaan kadar plasma efavirenz didapat median (min-maks) kelompok HIV/AIDS 0,680 mg/L (0,24-5,67 mg/L), median (min-maks) kadar plasma kelompok HIV/AIDS-Tuberkulosis 0,685 mg/L (0,12-2,23 mg/L), berarti tidak terdapat perbedaan kadar plasma efavirenz yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok (MannWhitney, p=0,480). Proporsi pasien dengan viral load ≥ 40 kopi/ml pada kelompok HIV/AIDS sebesar 51,9%, sedangkan pada kelompok HIV/AIDS-Tuberkulosis sebesar 72,2% (ChiSquare, p=0,291), tidak terdapat perbedaan proporsi pasien yang viral load < 40 kopi/ml maupun ≥ 40 kopi/ml antar kelompok. Tidak terdapat perbedaan secara statistik (Chi Square, p=0,470) antara proporsi pasien yang mempunyai kadar subterapetik dalam kelompok, dengan hasil viral load < 40 kopi/ml (45,2%) maupun ≥ 40 kopi/ml (54,8%). Kesimpulan: Kadar plasma efavirenz maupun viral load pasien HIV/AIDS-Tuberkulosis yang mendapat antiretroviral bersama antituberkulosis berbasis rifampisin tidak berbeda bermakna dengan pasien HIV/AIDS setelah 3-6 bulan terapi antiretroviral.

ABSTRACT
Background: Concomitant use of efavirenz and rifampicin is a challenge in the treatment of HIV/AIDS-Tuberculosis infection. Rifampicin may decrease plasma concentration of efavirenz through induction of its metabolism, and could lead to HIV treatment failure Objective: To determine the effect of rifampicin-containing tuberculosis regimen on efavirenz plasma concentrations and viral load in HIV/AIDS-Tuberculosis infection patients who received efavirenz-based antiretroviral therapy. Methods: plasma efavirenz concentrations and HIV viral load were measured in HIV/AIDS patients treated with 600 mg efavirenz-based antiretroviral for 3 to 6 months and in HIV/AIDS-Tuberculosis infection patients treated with similar antiretroviral regimen plus rifampicin-containing antituberculosis in Prof. DR. Sulianti Saroso, Hospital Jakarta, Indonesia, The results were compared Results: Forty five patients (27 with HIV/AIDS and 18 with HIV/AIDSTuberculosis infections) were recruited during the period of March to May 2015. The median (min-max) efavirenz plasma concentration obtained from HIV/AIDS group [0,680 mg/L(0,24 to 5,67 mg/L] and that obtained from HIV/AIDSTuberculosis group[0.685 mg/L (0.12 -2.23 mg/L)] was not significantly different (Mann-Whitney U test, p = 0.480) .The proportion of patients with viral load ≥ 40 copies/ml after 3-6 months of ARV treatment in the HIV/AIDS group (51.9%), and the HIV/AIDS-Tuberculosis group (72.2%) was not significantly different (Chi Square test, p = 0.291). There was no significant difference (Chi Square, p=0,470) between the proportions of patients with subtherapeuticefavirenz plasma concentration in the groups with viral load < 40 copies/mL (45,2%) and ≥ 40 copies/mL (54,8%) Conclusions: Plasma efavirenz concentrations and viral load measurements in HIV/AIDS-Tuberculosis patients in antiretroviral and rifampicin-containing antituberculosis regimen were not significantly different with those in HIV/AIDS patients in 3 to 6 months antiretroviral therapy., Background: Concomitant use of efavirenz and rifampicin is a challenge in the treatment of HIV/AIDS-Tuberculosis infection. Rifampicin may decrease plasma concentration of efavirenz through induction of its metabolism, and could lead to HIV treatment failure Objective: To determine the effect of rifampicin-containing tuberculosis regimen on efavirenz plasma concentrations and viral load in HIV/AIDS-Tuberculosis infection patients who received efavirenz-based antiretroviral therapy. Methods: plasma efavirenz concentrations and HIV viral load were measured in HIV/AIDS patients treated with 600 mg efavirenz-based antiretroviral for 3 to 6 months and in HIV/AIDS-Tuberculosis infection patients treated with similar antiretroviral regimen plus rifampicin-containing antituberculosis in Prof. DR. Sulianti Saroso, Hospital Jakarta, Indonesia, The results were compared Results: Forty five patients (27 with HIV/AIDS and 18 with HIV/AIDSTuberculosis infections) were recruited during the period of March to May 2015. The median (min-max) efavirenz plasma concentration obtained from HIV/AIDS group [0,680 mg/L(0,24 to 5,67 mg/L] and that obtained from HIV/AIDSTuberculosis group[0.685 mg/L (0.12 -2.23 mg/L)] was not significantly different (Mann-Whitney U test, p = 0.480) .The proportion of patients with viral load ≥ 40 copies/ml after 3-6 months of ARV treatment in the HIV/AIDS group (51.9%), and the HIV/AIDS-Tuberculosis group (72.2%) was not significantly different (Chi Square test, p = 0.291). There was no significant difference (Chi Square, p=0,470) between the proportions of patients with subtherapeuticefavirenz plasma concentration in the groups with viral load < 40 copies/mL (45,2%) and ≥ 40 copies/mL (54,8%) Conclusions: Plasma efavirenz concentrations and viral load measurements in HIV/AIDS-Tuberculosis patients in antiretroviral and rifampicin-containing antituberculosis regimen were not significantly different with those in HIV/AIDS patients in 3 to 6 months antiretroviral therapy.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mia Sofita
"HIV/AIDS masih menjadi masalah kesehatan prioritas di Indonesia, dimana mayoritas ODHA berusia dewasa. Diskriminasi dari masyarakat masih sering terjadi dan bisa menjadi stresor bagi ODHA. Dampaknya membuat ODHA tertutup dan menarik diri dari masyarakat serta rentan kehilangan sense of community belonging-nya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan usia, stres, dan diskriminasi dengan sense of community belonging pada ODHA. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik observasional.
Penelitian ini dilakukan kepada 81 ODHA di Yayasan Pelita Ilmu, Jakarta dengan teknik sampling consecutive sampling. Data penelitian dianalisis menggunakan uji Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan 64,2% ODHA berada pada usia dewasa muda (21-35 tahun), 55,6% ODHA mengalami stres ringan, 77,8% ODHA mengalami diskriminasi ringan, dan 63% ODHA memiliki sense of commmunity belonging tinggi.
Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara stres dengan sense of community belonging namun tidak ada hubungan antara usia dan diskriminasi dengan sense of community belonging pada ODHA. Hal ini berarti stres memengaruhi sense of community belonging serta usia dan diskriminasi bisa menjadi faktor risiko tingkat sense of community belonging ODHA. Rekomendasi selanjutnya adalah mencari faktor lain yang berhubungan dengan sense of community belonging pada ODHA.

HIV/AIDS is priority health problem in Indonesia, where the majority of PLWHA is in adult age. Discrimination from the community still occur and can be stressor for PLWHA. The impact are make them to be closed off, withdraw from the society, and vulnerable to lose their sense of community belonging. The purpose of this study is to identify the relationship between age, stress, and discrimination with sense of community belonging among PLWHA. This study using analytic observational design.
This study was conducted to 81 PLWHA in Pelita Ilmu Foundation, Jakarta. Consecutive sampling used as sampling technique. Data were analyzed using Chi-square test. The results showed 64,2% of PLWHA were in young adult age (21-35 years old), 55,6% of PLWHA experienced a mild stres, 77,8% of PLWHA experienced a mild discrimination, and 63% of PLWHA have high sense of community belonging.
These results indicate there is relationship between stres and sense of community belonging, but there is no relationship between age and discrimination with sense of community belonging among PLWHA. It means that stress affects sense of community belonging and the age and discrimination can be risk factor for the level of sense of community belonging among PLWHA. Suggestion for the future is to look for other related factors of sense of community belonging among PLWHA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S63067
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Kurnia Sari
"Latar belakang: Kelompok anak buah kapal merupakan salah satu kelompok pekerja yang memiliki risiko tinggi terinfeksi HIV/AIDS karena terdapat 46% anak buah kapal membeli seks dalam satu tahun terakhir, 51% mempunyai pasangan lebih dari satu, namun hanya 13% yang konsisten menggunakan kondom dengan WPS.
Tujuan penelitian: Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seks berisiko HIV/AIDS pada kelompok pekerja anak buah kapal di Kawasan Pelabuhan Cilegon Banten.
Desain penelitian: Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus.
Hasil: perilaku seks berisiko dipengaruhi oleh faktor niat atau intensi sedangkan niat antau intensi itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor sikap, pengaruh sosial, dan kemampuan mengontrol perilaku. Faktor sikap dan pengaruh sosial tidak mempengaruhi niat mereka untuk mengubah perilaku seks berisiko menjadi perilaku seks yang lebih aman. Sedangkan faktor persepsi kemampuan mengontrol perilaku mempengaruhi niat untuk berperilaku seks berisiko.
Kesimpulan: Lemahnya kemampuan mengontrol perilaku berhubungan erat dengan niat individu untuk melakukan perilaku seks berisiko.

Background: Seafarer is one of a group of workers who have a high risk of contracting HIV/AIDS because there are 46% of them bought sex in the past year, 51% had more than one sex partner, but only 13% used condoms consistently with sex workers.
Objective: Describe the factors that influence sexual risk behaviors of HIV/AIDS on the ship crew in Port zone of Cilegon Banten.
Study design: This research is a descriptive qualitative case study research.
Results: risky sexual behavior influenced by intention, while intentions itself is affected by several factors. There are the factors of attitude, social influence, and the ability to control the behavior. Attitudes and social factors influence does not affect their intentions to change risky sexual behaviors become safer sex behavior. While the perceived behavioral control influencing the intention to risky sexual behavior.
Conclusion: Lack of ability to control the behavior of individuals closely associated with the intention to do the risky sexual behavior.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S47453
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Jumlah penderita yang terinfeksi HIV/AIDS di dunia tiap tahunnya meningkat, termasuk cara penularannya yang terus berubah dimana hal ini sangat dipengaruhi oleh perubahan budaya yang terjadi di masyarakat. Sehingga sebagian ahli melihat HIV/AIDS bukan hanya sebagai penyakit infeksius namun juga termasuk penyakit masyarakat (Ankarh, 1991, Bennett, 1987).
Di Indonesia jumlah penderita terus bertambah, dari perkiraan jumlah penderita HIV/AIDS sekitar 80.000 orang 9UNAIDS, 20030. Jenis penyebaran HIV/AIDS yang semula banyak diakibatkan dari hubungan seksual bebas, 3 tahun belakangan ini diperkirakan telah berubah menjadi penularan melalui jarum suntik pada pengguna Narkoba seperti terdapat pada laporan perkiraan kasus-kasus HIV/AIDS yang dilansir dari UNAIDS.
Di dunia diperkirakan sekitar 60 juta orang terinfeksi HIV dan 22 juta di antaranya meninggal karena AIDS, dan AIDS merupakan penyebab kematian utama di afrika (UNGASS, 2001). Usaha yang telah diupayakan seperti program penyuluhan di tempat-tempat berisiko tinggi seperti lokalisasi, sekolah-sekolah dan telah dapat sedikit menurunkan angka pasien yang terinfeksi HIV. Namun penurunan angka kesakitan/jumlah penderita HIV harus pula diikuti dengan upaya pemberian pelayanan kesehatan terutama pada pasien-pasien HIV yang telah masuh stadium AIDS (Stjernsward J., Pampallona S., 1998).
Kondisi pasien HIV yang telah masuk tahapan AIDS lebih banyak membutuhkan pelayanan yang dapat meringankan gejala yang muncul. Pelayanan kesehatan yang memungkinkan untuk meringankan gejala adalah pelayanan paliatif. Pelayanan paliatif dapat diberikan pada tiap tatanan pelayanan kesehatan dimana pasien-pasien AIDS berada. Pelayanan ini pun dapat meningkatkan kualitas hidup bukan hanya penderitanya namun juga anggota keluarganya.
Untuk itu makalah ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang konsep pelayanan paliatif dan aplikasi pelayanan paliatif bagi pasien HIV/AIDS. Secara sistematis akan dibahas definisi, filosofi dari pelayanan paliatif, lingkup pelayanan paliatif, gejala umum yang terjadi, hal yang umum diperlukan pasien, prinsip-prinsip penanganan gejala pasien AIDS dan upaya meningkatkan pelayanan paliatif."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2004
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Dewi Puspita
"Penyakit HIV-AIDS memunculkan beragam persepsi. Persepsi tersebut dapat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan, pemahaman perawat tentang HIV-AIDS, dan pengalaman perawat. Penelitian dengan judul "Persepsi Perawat terhadap Pasien HIV-AIDS di RS Meilia Cibubur" dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai persepsi perawat terhadap pasien HIV-AIDS di RS Meilia Cibubur.
Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif sederhana. Tehnik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Responder adalah perawat rawat inap RS Meilia Cibubur dengan jumlah sampel 72 orang. Data dianalisa dengan menggunakan metode analisa univariat dengan distribusi frekuensi dan prosentase.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar perawat mempunyai persepsi positif tentang pasien HIV-AIDS (73,61%) dan sebanyak 26,39% mempunyai persepsi ngatif tentang pasien HIV-AIDS. Peneliti menyarankan untuk memperbanyak sampel pada peneliti selanjutnya agar mendapatkan hasil yang dapat digeneralisasi dan diharapkan pihak manejemen RS dapat melaksanakan peran pengarahan dan pelatihan bagi perawat agar kualitas asuhan keperawatan terhadap pasien HIV-AIDS lebih optimal.

HIV-AIDS diseases show a variety of perceptions. Perceptions can be influenced by the level of knowledge, the nurses understanding and experience on HVI-AIDS. Research with the title "Nurse Perceptions of the HIV-A.lI)S patients in the Meilia hospital Cibubu1"' conducted to obtain information on the perception of nurses towards HIV-AIDS patients in the Meilia hospital Cibubur.
This research design using a simple descriptive method. Sampling technique using simple random sampling. The respondent is a nurse Inpatient Meilia Hospital Cibubur sample with the number of people 72. Data analyzed using analysis with univariat Percentage and frequency distribution.
Results of research show the majority of nurses have a positive perception about HIV-AIDS patients (73.61%), and as much as 26.39% have a negative perception about HIV-AIDS patients. Researchers have suggested for further research on tl1e sample to get results that can be expected and generalized and the hospital management can implement the role of guidance and training for nurses so that the quality of nursing care to patients with HIV-AIDS can be more optimal.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2009
TA5840
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiyatmi
"AIDS merupakan bentuk paling berat dari keadaan sakit terus-menerus yang berkaitan dengan injeksi HIV stima dari masyarakat dan petugas kesehatan masih trerjadi, salah satu kelompok petugas kesehatan tersebut adalah perawat.
Perawat adalah anggota multidisiplin yang memberikan perawatan kepada pasien HIV/AIDS Pemberian perawatan yang optimal kepada pasien HIV/AIDS hanya dapat diberikan apabila perawat mempunyai pengetahuan yang cukup baik tentang HIV/AIDS. Dengan pengetahuan yang baik pula diharapkan perawat mempunyai Persepsi positif dalam merawat pasien HIV/AIDS.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan Persepsi perawat dalam merawat pasien HIV/AIDS. Penelitian ini diadakan di Rumah Sakit Internasional Bintaro pad a bulan mei 2008.
Desain penelitian ini menggunakan deskriptif koreIasi dengan jumlah responden 118. Dari analisa data didapatkan p sebesar 0, 02. Nilai ini lebih kecil dari a yang sudah ditetapkan sebesar 0, 05.
Hasil menunjukan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan persepsi perawat dalam merawat pasien HIV /AIDS. Dari penelitian ini diharapkan perawat dapat menyadari bahwa dengan pengetahuan yang baik akan mempengaruhi pelayanan yang diberikan pada pasien HIV/AIDS."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5676
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>