Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170771 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shiely Tilie Hartadi
"Latar Belakang: Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS),merupakan masalah yang memengaruhi semua kelompok usia, termasuk anak dan remaja. Pada tahun 2012, United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan 330.000 kasus HIV baru pada kelompok usia ini. Adanya HIV menimbulkan berbagai masalah fisik maupun masalah mental. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan besaran gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV, dan berbagai faktor yang berhubungan.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dengan jumlah sampel sebanyak 92 anak dan remaja yang berobat ke Poliklinik Divisi Alergi Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara, menggunakan kuesioner SDQ(Strength and Difficulties Questionnaire) dan instrumen MINI KID (Mini-Internatitonal Neuropsychiatric Interview Kid).
Hasil: Presentase jumlah subyek berusia 4-9 tahun sebesar 66,3%, sebesar 67,4% subyek saat ini bersekolah. Terdapat 77,2% subyek yang kedua orang tuanya positif HIV dan 72,8% subyek memiliki anggota keluarga yang meninggal karena HIV. Terdapat 18,5% subyek yang memiliki masalah emosi dan 25% memiliki masalah perilaku. Terdapat 23,9% subyek yang memiliki gangguan mental, dengan jenis gangguan berupa gangguan cemas perpisahan (7,6%),gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas/ GPPH (7,6%), gangguan penyesuaian (1,1%), gangguan depresi mayor (4,3%) dan gangguan menentang oposisional (3,3%). Analisis mendapatkan bahwa subyek yang saat ini bersekolah dan yang tidak mengetahui status HIV-nya lebih terlindungi dari terjadinya gangguan mental, walaupun tidak bermakna secara statistik.
Simpulan: Prevalensi gangguan mental pada anak dan remaja dengan HIV secara umum lebih besar dibandingkan populasi umum, yaitu sebesar 23,9%. Adanya masalah hiperaktivitas, emosi, perilaku berhubungan dengan gangguan mental. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan alat ukur lain untuk mendapatkan gambaran menyeluruh masalah kesehatan jiwa.

Background: Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) may affect all ages, including children and adolescent. In 2012, United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) reported 330,000 children and adolescent were newly affected by HIV/AIDS. HIV may lead to various physical and mental problems. This study aims to measure the prevalence of mental disorder in children and adolescent infected with HIV and various other factors related.
Methods: This cross sectional study included 92 children and adolescent patients in Allergic-Immunology outpatient clinic in Pediatric Department of Cipto Mangunkusumo Hospital. Samples were interviewed to collect personal data, using SDQ (Strength and Difficulties Questionnaire) and MINI KID questionnaires. (Mini-Internatitonal Neuropsychiatric Interview Kid.
Results: 66.3% of the samples were children aged 4-9, 67.4% are currently attending school. 77.2% have both parents with HIV, 72.8% of the samples have one or more family member that died as a result of HIV. 18.5% and 25% of the samples have emotional and behavioral problem. 23.9% have mental disorders, with separation anxiety (7.6%), ADHD/ attention deficit and hyperactive disorder (7.6%), adjustment disorder (1.1%), major depression (4.3%), and oppositional defiant disorder (3.3%). Analysis suggest that samples who are currently attending school, and samples that have not disclosed their condition as being HIV+, are more protected from mental problems, though not statistically significant.
Conclusion: The prevalence of mental disorders in children and adolescent with HIV are higher than the general population. Emotional, hyperactivity and behavioral problems are related to mental disorder. Further study with psychiatric assessment techniques and other instruments is essential in gaining a more comprehensive mental health profile."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T58741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angelia Rachma Dewi
"Latar Belakang: Anak jalanan yang jumlahnya terus meningkat, merupakan kelompok berisiko tinggi terhadap berbagai masalah sosial dan kesehatan, namun belum ada informasi tentang pengetahuan, sikap, dan perilaku mereka yang berisiko penularan HIV/AIDS.
Tujuan: Mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap terhadap HIV/AIDS, serta perilaku berisiko tinggi penularan HIV/AIDS dan faktor yang memengaruhinya pada anak jalanan usia remaja di Jakarta.
Metode: Studi kuantitatif (kuesioner yang divalidasi) dan kualitatif (wawancara, focus group discussion, dan observasi) terhadap 100 subjek usia 10-18 tahun yang dipilih secara konsekutif. Analisis statistik menggunakan analisis bivariat (uji kai kuadrat atau uji Fischer) dan multivariat (uji regresi logistik).
Hasil: Sebagian besar (85%) subjek memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang masih kurang terhadap HIV/AIDS, 35% subjek belum pernah mendengar istilah HIV/AIDS. Tingkat pendidikan dan status ekonomi keluarga merupakan faktor yang memengaruhi pengetahuan dan sikap terhadap HIV/AIDS. Perilaku risiko tinggi penularan HIV/AIDS melibatkan 27% subjek, risiko sedang 18% subjek, risiko rendah 55% subjek. Sebanyak 17% subjek pernah berhubungan seksual (82,4% tidak pernah menggunakan kondom), 58% perokok; 45% peminum alkohol, 26% pengguna obat-obatan terlarang. Prostitusi dan homoseksualitas juga didapatkan pada anak jalanan. Usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama bekerja, jumlah jam kerja, tempat tinggal, frekuensi bertemu orangtua kandung, dan sumber informasi utama merupakan faktor yang memengaruhi tingkat perilaku risiko tinggi.
Simpulan: Anak jalanan memiliki tingkat pengetahuan dan sikap yang kurang terhadap HIV/AIDS serta banyak terlibat perilaku berisiko tinggi, sehingga membutuhkan penanganan yang komprehensif dan multidisiplin.

Background: Street children are increasing and highly vulnerable to many social and health problems, but very little is known about their knowledge, attitudes, and behavior related to HIV/AIDS transmission.
Objectives: To identify level of knowledge, attitudes, and high-risk behavior related to HIV/AIDS transmission among adolescent street children in Jakarta and its related factors.
Methods: Quantitative (validated questionnaire) and qualitative (in-depth interview, focus group discussion, and observation) study were conducted among 100 participants aged 10-18 years old which were recruited consecutively. Statistical analysis was done using bivariate (Chi-square or Fischer tests) and multivariate (logistic regression) analysis.
Results: Most participants (85%) had low knowledge about HIV/AIDS and 35% subjects never heard about HIV/AIDS. Low education level and low socio-economic status increased likelihood of having low knowledge about HIV/AIDS. High-risk behaviors were engaged by 27% participants, moderate risk 18%, low risk 55% participants. Seventeen percent subjects were sexually experienced (82,4% never use condom), 58% smokers, 45% alcohol drinkers, and 26% drug abusers. Prostitution and homosexuality were also prevalent among street children. Factors that increased the likelihood of displaying risky behavior were being male, older age, low education level, being street children more than 5 years, working on the street more than 35 hours a week, living on the street, less contact with parents, and having friend as major source of information.
Conclusions: Street children had low knowledge and attitude toward HIV/AIDS and high engagement on high-risk behavior, thus require comprehensive and multidisciplinary approaches.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Fadiati
"ABSTRAK
Sebagian beaar keglatan pembangunan adalah mengolah Biuaber alam dan mengubah lingkungan. Menurut Sallm (1990:28), perubahan lingkxmgan dapat memutuskan mata rantai dalam berbagai elklue yang hldup dalam ekosistem, eehingga mengganggu keeelarasan hubungan manusla dengan lingkungannya. Karena itu eangatlah penting agar proses pembangunan dllakukan dengan memelihara keutuhan berfungsinya berbagai siklue yang hidup dalam ekosistem ini. Sehubiuigan dengan hal tersebut, maka sasaran pembangionan diutamakan pada peningkatan kualitaa hldup. Dengan demikian diharapkan 4 akan lahir manuaia-manusia yang berkualitae yang dapat mengisi kegiatan pembangunan dengan bijaksana, arif dan bertanggung j awab, sehingga pembangunan dapat terus berlanjut. Anak adalah generasi penerus bangsa dan modal dalam pembangunan yang akan memelihara, mempertahankan,
melaksanakan, dan mengembangkan hasil pembangunan serta yang akan melanjutkan upaya dalam menjaga keseimbangan lingkungan hidup. Untuk memenuhi fungsi tersebut diperlukan kesehatan fisik dan mental. Kesehatan fisik berhubungan erat dengan kondisi gizi seseorang. Namun kenyataannya, kondisi gizi anak dewasa ini sangat memprihatinkan. Laporan UNICEF menyebutkan 1/4 jut a anak di dunia meninggal eetiap minggu, dan jutaan lagi hanya mampu bertahan hidup selama setengah masa kehidupan mereka, karena menderita kekurangan gizi dan keaehatan yang buruk (Grant, 1992:5). Padahal menurut Salim (1988:12), salah satu cara meningkatkan kualitas hidup adalah meningkatkan kualitas diri manusia secara fisik dan nonfisik. Bersifat fieik antara lain adalah gizi. Sehubungan hal tereebut, Strong dalam pidato di Konferenei Lingkungan dan Pembangunan Sedunia tahun 1992, mengatakan upaya mengurangi keeakitan dan kekurangan gizi pada anak sangat penting, bukan hanya untuk kepentingan sendiri tetapi juga*sebagai sarana untuk membantu mengurangi tekanan penduduk dan
memungkinkan pembangunan lingkungan dapat berkelanjutan dalam abad ke-21 dan setelah itu (Strong dalam Grant, 1992:21).
Banyak faktor yang berhubungan dengan statue gizi seorang anak. Pengetahuan glzl yang dimiliki ibu mempunyai hubungan erat dengan status gizi anaknya. Dalam teori saluran dari Lewin disebutkan bahwa ibu rumah tangga atau anggota keluarga lain yang mengendalikan arus makanan mempunyai peranan yang penting dalam pengelolaan makanan keluarga (Lewin dalam Khumaidi, 1986:36). Mar'at (1981:13) mengatakan, pengetahuan dan perasaan yang merupakan kluster dalam sikap akan menghasilkan tingkah laku tertentu. Selain itu Suriasumantri (1990:42), menambahkan semakin tinggi tingkat pengetahuannya maka semakin tinggi pula tingkat penalarannya.
Faktor lain yang berhubungan dengan status gizi adalah konsumsi sehari-hari. (Khumaidi, 1989:84) mengatakan, konsumsi makanan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan dan melaksanakan kewajiban hidup. Jumlah yang diperlukan hanya secukupnya, bila kurang atau lebih dari kebutuhan akan berdampak buruk bagi kesehatan. Selain itu Syarief (1992:5)"
Lengkap +
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahajeng Dewantari
"Ketaatan minum obat dalam penanganan HIV/AIDS dengan pengobatan ARV merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan terapi. Di Indonesia belum ada data yang menyebutkan angka pasti ketaatan minum obat ARV pada ODHA. Ketaatan minum obat ARV dipengaruhi oleh adanya faktorfaktor psikologis (stigma diri dan fungsi kognitif) dan non psikologis yang terdiri dari faktor demografi (umur, waktu tempuh tempat tinggal ke rumah sakit, akses berobat, tingkat pendidikan, pekerjaan, tinggal sendiri atau bersama orang lain, pembiayaan berobat, penggunaan NAPZA) dan faktor obat dan penyakit (kompleksitas regimen obat, adanya infeksi oportunistik, sumber transmisi HIV).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prevalensi ketaatan minum obat ARV pada ODHA yang berobat di UPT HIV RSUPN Cipto Mangunkusumo adalah 67,7%, stigma diri memiliki hubungan yang bermakna dengan ketaatan minum obat ARV, sedangkan faktor non psikologis yang diteliti dan fungsi kognitif tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan ketaatan minum obat ARV.

Adherence to ARV is an important factor in determining the success of HIV/AIDS treatment. There has been no data about adherence to ARV in plwh in indonesia. Adherence to ARV is influenced by psychological factors (self-stigma and cognitive function) and non-psychological factors consisting of demographic (age, travel time between living place and hospital, access to treatment, level of education, occupation, living alone or with others, treatment payment, illicit drugs use), disease and treatment factor (treatment regimen complexity, opportunistic infections, source of HIV transmission).
The result of this study showed that prevalence of adherence to ARV in plwh coming to HIV integrated service unit Cipto Mangunkusumo hospital is 67,7%, that self-stigma had significant relation with adherence to ARV, while psychological factors and cognitive function had no significant relation with adherence to ARV.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qoriah Nur
"ABSTRAK
Anak dengan HIV mengonsumsi ARV seumur hidupnya dan beresiko mengalami
ketidakpatuhan minum ARV. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktorfaktor
yang berhubungan dengan kepatuhan anak minum ARV. Penelitian ini
menggunakan pendekatancross sectional dengan melibatkan 143 orangtua dan
anak penderita HIV usia 0-18 tahun. Sampel dipilih menggunakan teknik
consecutive sampling. Hasil analisis ditemukan adanya hubungan yang signifikan
antara variabelstatus pengasuh dengan anak, komunikasi layanan kesehatan,
dukungan keluarga dan bimbingan informasi. Hasil analisis regresi logistik bahwa
pendapatan (OR=2,9) dan dukungan keluarga (OR=3,9) sebagai faktor paling
dominan mempengaruhi kepatuhan minum ARV. Perawat dan tenaga kesehatan
bertanggung jawab mengidentifikasi serta mencegah terjadinya ketidakpatuhan
minum ARV pada anak HIV dengan memberikan edukasi secara teratur.

ABSTRACT
Children with HIV must take ARV for their entire life which may cause
disobidience in taking their medication. The objective of this research was to
identify factors that related with adherence in taking ARV medication. This
research used cross sectional approach with 143 respondents which where
choosen with consecutive sampling technique. The result showed that child
relationship with care giver, communication with health facilities, family support,
and information have significant relation with child adherence in taking ARV
medication. Parent?s salary (OR=2,9) and family support (OR=3,9) were the
dominant factor influencing child adherence in taking ARV medication. Nurses
and health workers are responsible to identify and prevent child?s disobidience in
ARV medication by giving education."
Lengkap +
2016
T46326
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noor Farida
"Penyakit HIV/AIDS yang merupakan salah satu dari 10 penyakit terbesar didunia yang memiliki angka mortalitas dan morbiditas tinggi. Pada tahun 2016 menurut Infodatin AIDS bahwa DKI Jakarta adalah yang tertinggi untuk penderita HIV. Salah satu cara penularannya adalah penularan secara vertikal dari ibu ke anak, saat kehamilan, persalinan dan menyusui. Penelitian ini ingin mengetahui apakah faktor sosidemografi ibu, faktor Ibu, faktor obstetri dan faktor anak berhubungan dengan penularan HIV/AIDS pada anak.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan bulan Juli 2017 di RSUP Fatmawati. Pada penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol dengan sample anak usia 2-5 tahun, sebesar 33 anak sebagai kasus (anak dengan HIV positif)dan 33 anak sebagai kontrol (anak denganHIV negatif) dari ibu yang menderita HIV positif.
Dari hasil analisis dengan menggunakan SPSS 20.0 didapatkan bahwa untuk variabel yang dinyatakan adanya hubungan adalah faktor sosioekonomi ( OR=4,7; CI=1,45-15,07), stadium klinis HIV (OR=26,7; CI=3,25-218,86), jumlah CD4 ibu (OR=19,3; CI=5,29-70,66), lama ibu minum ARV(OR=7,4; CI=1,87-29,84), cara persalinan (OR=6,7; CI=1,35-33,75) dan prematuritas anak saat kelahiran (OR=16,5; CI=3,37-80,31).Sedangkan variabel yang tidak ada hubungan adalah dari faktor sosiodemograi yaitu usia, pendidikan , pekerjaan dan paritas ibu menunjukan tidak adanya hubungan dengan penularan HIV/AIDS pada anak.

HIV / AIDS disease is one of the top 10 diseases in the world that have high mortality and morbidity. In 2016 according to Infodatin AIDS that DKI Jakarta is the highest for people with HIV. One way of transmission is vertical transmission from mother to child, during pregnancy, delivery and breastfeeding. This research wanted to know whether mother's sosidemography factor, mother factor, obstetric factor and child factor related to HIV / AIDS transmission in child.
This research was conducted from May until July 2017 at Fatmawati General Hospital. In this study used a control case design with a sample of 2-5 year olds, 33 children as a case (HIV positive children) and 33 children as control (HIV negative children) from HIV positive mothers.
From the result of the analysis by using SPSS 20.0 it is found that for the variable which stated the existence of the relation is socioeconomic factor (OR = 4,7; CI = 1,45-15,07), clinical stage HIV (OR = 26,7; CI = 3, 25-218,86), mother's CD4 cell count (OR = 19.3, CI = 5.29-70.66), duration of mother taking ARV (OR = 7,4; CI = 1.87-29,84), (OR = 6,7; CI = 1.35-33,75) and prematurity of the child at birth (OR = 16.5; CI = 3.37-80,31). While the variables that have no correlation are from sosiodemograi factor that is age, education, work and parity of mother showed no relation with HIV / AIDS transmission in child.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
S69752
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Untari
"Merokok merupakan faktor resiko penyakit tidak menular yang dapat menyebabkan kesakitan pada individu maupun orang lain yang terpapar asap rokok. Data WHO di Indonesia pada tahun 2015 menyatakan prevalensi perokok aktif disemua kalangan usia sebanyak 51,1%. Kemudian data GYTS pada tahun 2009 menyatakan perokok remaja sebesar 57,8% pada laki-laki dan 6,4% pada perempuan. 72,5% remaja menyatakan setuju bahwa asap  rokok berpengaruh buruk terhadap kesehatan, namun pertanyaan ini bertolak belakang dengan peningkatan trend usia merokok pada kalangan remaja usia 13-15 tahun sebesar 36,3% pada tahun 2007, 43,3% pada tahun 2010, dan 55,4% pada tahun 2013. Pada penelitian sebelumnya, perilaku merokok remaja juga dihubungkan dengan faktor stress, bully, dan pemantauan orang tua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan variabel independen yaitu gangguan mental, bully, dan pemantauan orang tua dengan variabel dependen yaitu perilaku merokok pada remaja di Indonesia dengan menggunakan desain studi cross sectional dan data sekunder dari survey global kesehatan pelajar berbasis sekolah pada tahun 2015 yang di teliti oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia (Litbangkes RI). Sampel penelitian yang digunakan adalah total sampling yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan ekklusi, yang kemudian data akan dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan antara gangguan mental dan bully dengan perilaku merokok pada remaja, serta tidak adanya hubungan pemantauan orang tua dengan perilaku merokok pada remaja.

Smoking is a risk factor for non-communicable diseases that can cause pain in individuals and other people who are exposed to cigarette smoke. WHO data in Indonesia in 2015 stated that the prevalence of active smokers in all ages was 51.1%. Then the GYTS data in 2009 stated that adolescent smokers were 57.8% in men and 6.4% in women. 72.5% of adolescents agree that cigarette smoke adversely affects health, but this question contrasts with an increase in the trend of smoking age among adolescents aged 13-15 years by 36.3% in 2007, 43.3% in 2010, and 55.4% in 2013. In previous studies, adolescent smoking behavior was also associated with stress factors, bullying, and parental monitoring. The purpose of this study was to analyze the relationship of independent variables namely mental disorders, bullying, and monitoring of parents with dependent variables namely smoking behavior in adolescents in Indonesia by using a cross sectional study design and secondary data from the 2015 global survey of school-based student health examined by the Health Research and Development Agency of the Republic of Indonesia (Litbangkes RI). The research sample used was total sampling which had fulfilled the inclusion and exclusion criteria, which then the data would be analyzed by univariate, bivariate, and multivariate. The conclusion of this study is the relationship between mental disorders and bullying with smoking behavior in adolescents, as well as the absence of a relationship between monitoring parents and smoking behavior in adolescents.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Untari
"Merokok merupakan faktor resiko penyakit tidak menular yang dapat menyebabkan kesakitan pada individu maupun orang lain yang terpapar asap rokok. Data WHO di Indonesia pada tahun 2015 menyatakan prevalensi perokok aktif disemua kalangan usia sebanyak 51,1%. Kemudian data GYTS pada tahun 2009 menyatakan perokok remaja sebesar 57,8% pada laki-laki dan 6,4% pada perempuan. 72,5% remaja menyatakan setuju bahwa asap  rokok berpengaruh buruk terhadap kesehatan, namun pertanyaan ini bertolak belakang dengan peningkatan trend usia merokok pada kalangan remaja usia 13-15 tahun sebesar 36,3% pada tahun 2007, 43,3% pada tahun 2010, dan 55,4% pada tahun 2013. Pada penelitian sebelumnya, perilaku merokok remaja juga dihubungkan dengan faktor stress, bully, dan pemantauan orang tua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan variabel independen yaitu gangguan mental, bully, dan pemantauan orang tua dengan variabel dependen yaitu perilaku merokok pada remaja di Indonesia dengan menggunakan desain studi cross sectional dan data sekunder dari survey global kesehatan pelajar berbasis sekolah pada tahun 2015 yang di teliti oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia (Litbangkes RI). Sampel penelitian yang digunakan adalah total sampling yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan ekklusi, yang kemudian data akan dianalisis secara univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya hubungan antara gangguan mental dan bully dengan perilaku merokok pada remaja, serta tidak adanya hubungan pemantauan orang tua dengan perilaku merokok pada remaja.

Smoking is a risk factor for non-communicable diseases that can cause pain in individuals and other people who are exposed to cigarette smoke. WHO data in Indonesia in 2015 stated that the prevalence of active smokers in all ages was 51.1%. Then the GYTS data in 2009 stated that adolescent smokers were 57.8% in men and 6.4% in women. 72.5% of adolescents agree that cigarette smoke adversely affects health, but this question contrasts with an increase in the trend of smoking age among adolescents aged 13-15 years by 36.3% in 2007, 43.3% in 2010, and 55.4% in 2013. In previous studies, adolescent smoking behavior was also associated with stress factors, bullying, and parental monitoring. The purpose of this study was to analyze the relationship of independent variables namely mental disorders, bullying, and monitoring of parents with dependent variables namely smoking behavior in adolescents in Indonesia by using a cross sectional study design and secondary data from the 2015 global survey of school-based student health examined by the Health Research and Development Agency of the Republic of Indonesia (Litbangkes RI). The research sample used was total sampling which had fulfilled the inclusion and exclusion criteria, which then the data would be analyzed by univariate, bivariate, and multivariate. The conclusion of this study is the relationship between mental disorders and bullying with smoking behavior in adolescents, as well as the absence of a relationship between monitoring parents and smoking behavior in adolescents."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Yulvi Azni
"Pandemi COVID-19 memberikan perubahan pada kehidupan remaja terutama dalam aktivitas sehari-hari, sehingga remaja harus beradaptasi dengan adanya virtual school. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi kelompok terapeutik dan cognitive therapy dalam mencegah gangguan mental emosional pada remaja dengan virtual school selama pandemi COVID-19. Desain penelitian yang digunakan adalah quasi experimental pre-post test with control group. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan random sampling dengan jumlah sampel 60 responden yang dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok intervensi 1 sejumlah 30 orang diberikan terapi kelompok terapeutik dan cognitive therapy. Kelompok intervensi 2 sejumlah 30 orang diberikan terapi kelompok terapeutik tanpa cognitive therapy. Analisis univariat menggunakan distribusi frekuensi dan tendensi sentral. Analisis bivariat menggunakan uji repeated anova untuk data yang berdistribusi normal, sedangkan untuk data yang berdistribusi tidak normal menggunakan uji friedman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terapi kelompok terapeutik dan cognitive therapy berpengaruh secara bermakna dalam mencegah gangguan mental emosional pada remaja. Terapi kelompok terapeutik dan cognitive therapy dapat direkomendasikan sebagai kombinasi terapi dalam mencegah gangguan mental emosional pada remaja dengan virtual school selama pandemi COVID-19.

The COVID-19 pandemic has changed the lives of adolescents, especially in their daily activities, so adolescents have to adapt to the virtual school. This study aims to determine the effect of therapeutic group therapy and cognitive therapy in preventing emotional mental disorders in adolescents with virtual schools during the COVID-19 pandemic. The design used was a quasi-experimental pre-post test with control group. Sampling using purposive sampling and random sampling with a sample size of 60 respondents divided into 2 groups. The intervention group 1 numbered 30 people given therapeutic group therapy and cognitive therapy. The intervention group 2 contributed 30 people given therapeutic group therapy without cognitive therapy. Univariate analysis uses frequency distribution and central tendency. Bivariate analysis uses repeated ANOVA test for normally distributed data while for data that is not normally distributed uses Friedman test. The results showed that therapeutic group therapy and cognitive therapy had a significant effect in preventing emotional mental disorders in adolescents. Therapeutic group therapy and cognitive therapy can be recommended as a combination therapy in preventing emotional mental disorders in adolescents with virtual schools during the COVID-19 pandemic."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halimah
"[ABSTRAK
Anak talasemia sering mengalami masalah perubahan perilaku. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan perubahan perilaku anak talasemia. Metode penelitian ini adalah metode potong lintang menggunakan kuesioner pada 105 orang tua dan anak talasemia usia 6-18 tahun. Hasilnya tidak terdapat hubungan antara faktor karakteristik anak, hospitalisasi berulang, multitransfusi, dan faktor orang tua terhadap kecemasan dan penurunan perhatian. Usia anak, jenis kelamin, suku, dan hospitalisasi berulang berhubungan dengan masalah sosial. Hasil analisis regresi menyatakan bahwa remaja beresiko 0,4 kali mengalami masalah sosial sedangkan ekonomi rendah 2,37 kali meningkatkan resiko masalah penurunan perhatian. Perawat bertanggung jawab untuk mengidentifikasi perubahan perilaku pada anak talasemia.

ABSTRACT
Children with thalassemia often have behavioral changes. The study aims is to identify factors related to behavioral changes in thalassemia?s children. This cross sectional study consist of 105 children respondent (6-18 years old) and their parents to filled questionnaire. The results shown that there are no associaton between children caracteristic, repeated hospitalization, multitransfusi, and parents factors with anxiety and attention deficits. Age, sex, ethnic, and repeated hospitalization have significant association with social problem. Regression analysis states that adolescents affecting social problem 0,4 times and low economic affecting attention deficits 2,37 times. Nurses responsible to asses behavioral change in thalassemia?s children, Children with thalassemia often have behavioral changes. The study aims is to identify factors related to behavioral changes in thalassemia’s children. This cross sectional study consist of 105 children respondent (6-18 years old) and their parents to filled questionnaire. The results shown that there are no associaton between children caracteristic, repeated hospitalization, multitransfusi, and parents factors with anxiety and attention deficits. Age, sex, ethnic, and repeated hospitalization have significant association with social problem. Regression analysis states that adolescents affecting social problem 0,4 times and low economic affecting attention deficits 2,37 times. Nurses responsible to asses behavioral change in thalassemia’s children]"
Lengkap +
2015
T43593
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>