Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 230063 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herman Usman
"Studi ini mengkaji keberadaan Kota Ternate. Dikenal sebagai wilayah pada satu sisi memiliki kekuatan adat tradisi melalui struktur Kesultanan Ternate, dan pada sisi lain, menjadi kota modern dengan struktur birokrasi pemerintahan. Tautan dua kekuasaan ini, kadang melahirkan pertentangan dan konfliktual (dualisme), kadang juga hadir hubungan timbal balik (dualitas), saling menguntungkan. Analisis atas kota dengan dua kuasa ini, menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan eksplanasi.
Hasil studi lapangan menjelaskan, struktur kekuasaan tradisional melalui Sultan Ternate memiliki dominasi atas masyarakat adat (balakusu se kano-kano), namun juga memegang kekuasaan secara politik maupun pemerintahan melalui agen (Wakil Walikota Ternate, Arifin Djafar). Sementara pada struktur pemerintahan Kota Ternate, sejak Era Walikota Syamsir Andili mengusung tema kultural melalui visi-misi, yakni “Ternate Menuju Masyarakat Madani” dan Era Walikota Burhan Abdurrrahman, hal yang sama juga dilakukan dengan mengusung visi misi “Bahari Berkesan”. Namun, baik Syamsir Andili maupun Burhan Abdurrahman, sama-sama tidak dapat mengatur keberadaan ruang kota dengan baik. Pasar dan terminal justru menjadi ajang kepentingan ekonomi antar SKPD.
Secara sosiologis, studi ini menyimpulkan bahwa pada kekuasaan tradisional maupun modern, tarikan kepentingan struktural begitu menguat yang memengaruhi dan mendominasi kultural (struktur mendominasi kultur/strukturisasi kultur), melalui tindakan sosial aktor dengan praktik-praktik sosial yang rekursif (berulang-ulang). Sementara peran warga kota melalui prosesual masih belum mampu menegosiasikan dua kekuatan ini. Karena itu, pembangunan sosial perkotaan, harus lebih diarahkan untuk kepentingan publik, dan bukan kepentingan ekonomi politik semata, sehingga integrasi sosial Kota Ternate di masa mendatang dapat tercipta.

This study examine the existence of Ternate City that known as the region on the one hand has the power custom through the structure of the Sultanate of Ternate, and on the other hand, into a modern city with the structure of government bureaucracy. The relation of two powers, sometimes spawned opposition and conflictual (dualism), sometimes also present the mutual relations (duality), mutually beneficial. The analysis of city with the two powers, by using qualitative method and explanation approach.
The result of the field study explain, traditional power structure through the Sultanate of Ternate has dominand over indigenous peoples (balakusu se kanokano), but also hold political power and government by an agent (Deputy Mayor of Ternate, Arifin Djafar), while the governance structure of Ternate, since the era of Mayor Syamsir Andili with his cultural theme or his vision-mission, namely "Ternate Menuju Masyarakat Madani". The era of Mayor Burhan Abdurrrahman, the same things also is done by his vision and mission of "Bahari Berkesan". However, both Syamsir Andili and Burhan Abdurrahman can not set up the town well. The station and market became the economic area interest between the SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Sociologically, this study conclude that between traditional and modern power, there is a pull so strongly in structural interest that influence and dominate the cultural (structure dominated culture/strukturisasi kultur), through social action actor with the social practices recursively (perulangan). The role of the towns people a processual still not able to negotiate this two forces. Therefore, the urban social development, should be directed to the public interest, and not for the economic and political interest, so that the social integration of Ternate City in the future can be created.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
D1976
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatahillah Syukur
"Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan tentang faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perilaku pemilih dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dan faktor apakah yang signifikan mempengaruhi perilaku pemilih dalam pemilihan tersebut, serta mengapa faktor tersebut sangat berperan. Tujuan penelitian ini adalah dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih dalam pilkada dan faktor yang signifikan mempengaruhi periiaku pemilih tersebut serla mengapa faktor tersebut sangal berperan.
Penulis menggunakan teori demokratisasi, sistem pemilu, politik lokal, modal sosial dan jaringan sosial, partisipasi politik, dan teori perilaku pemilih (voting behavior). Jenis penelitian menggunakan pendekatan kualitatif tipe deskriptif analisis, sebagai unit analisis adalah para pemilih (populasi) dengan metode pengambilan sampel yaitu cluster sample pada tiga kelurahan sampel terdapat 9.347 populasi, menggunakan rumus Slovin diperoleh 99 responden. Teknik pengumpulan data berupa survai dengan penyebaran kuesioner (angket) kemudian hasilnya dianalisis menggunakan tabel frekuensi dan tabulasi data dengan program SPSS serta wawancara.
Dari pertanyaan penelitian di alas ditemukan bahwa faklor karakteristik sosial dan orientasi kandidat merupakan faktor yang cukup mempengaruhi perilaku memilih, sedangkan faktor orientasi partai, dan orientasi isu serta pengaruh kepemimpinan kurang mcmpengaruhi perilaku pemilih. Selanjulnya di antara faktor karakteristik sosial dan orientasi kandidat ditemukan bahwa faktor orientasi kandidat merupakan faktor yang signifikan mempengaruhi perilaku pemilih dalam pilkada. lndikasi yang ditemukan dari Faktor orientasi kandidat adalah karisma atau wibawa kandidal, popularitas, kemampuan atau kecakapan, dan sentimen primordial.
lmplikasi teoritisnya bahwa faktor orientasi kandidat bukan satu-satunya faktor yang signifikan mempengaruhi orilaku pemilih dalam pilkada di Kota Ternate, tetapi masih ada faktor lain yang masih harus diteliti yaitu faktor kesetiaan, kepatuhan dan atau ketundukkan pemilih yang terbentuk karena pengaruh kekuasaan dominasi dari Kesultanan Temate terhadap perilaku pemilih.

This research is done to answer the question of what are the factors that influence voting behaviour in the election of local leader, which one is or are significant to it, and why they ate significant. The aims of the research are identifying factors that influence voting behaviour in local election, identifying the significance of those factors, and why they are significant.
The research applies theories of democratization, systems of election, local politics, social capital and social network, political participation, and voting behaviour. The category of the research is qualitative and the type of the research is descriptive analytic. The unit of analysis is the voters in the election (population). By using cluster sample in three townships, the population is identified that there are 9,347 voters as population and 99 of them are chosen applying Slovin fonnula. To collect data, survey is used by distributing questionnaire then the result is analysed in frequency and data tabulation using SPSS and interview.
From the questionnaire, it is found that social characteristic and orientation of candidates are fairly influence voting behaviour. Meanwhile, party orientation factor and issue orientation and also leadership are not very significant to influence voting behaviour.
Theoretical implication in the research is that candidate orientation is not the only significant factor in influencing voting behaviour in local election of Temate, however there are other factors that must be studied further, which are allegiance, compliance, andfor compliance of the voters which is shaped by domination of power from the Sultanate ofTemate on voting behaviour.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Batho, Jemmy Franky
"Kota Ternate sebagai Kota Kepulauan di Provinsi Maluku utara yang rentan terhadap konflik sosial dikarenakan pernah mengalami konflik horizontal pada tahun 1999-2000. Tingginya intensitas konflik / pertikaian antar warga / pemuda yang terjadi di Kelurahan Mangga Dua dan Toboko pada tahun 2012-2013 menjadikan situasi dan kondisi keamanan, ketertiban, dan ketentraman masyarakat yang tidak kondusif dan berdampak terhadap lambannya proses kebijakan pemerintah dalam pembangunan daerah yang mengakibatkan lemahnya ketahanan daerah. Pemerintah membentuk FKDM berdasarkan Permendagrii nomor 12 tahun 2006 tentang Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat dengan tujuan untuk membantu instrumen negara dalam menyelenggarakan urusan keamanan, ketenteraman dan ketertiban masyarakat, melalui upaya pencegahan dan deteksi dini terhadap potensi dan kecenderungan ancaman serta gejala atau peristiwa bencana. Undang-undang nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik sosial dijelaskan bahwa Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik. Sedangkan Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini. Peneliti melakukan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif dan mengumpulkan data, informasi serta mewawancarai delapan orang informen terdiri dari Keanggotaan FKDM Kota Ternate antara lain Agung Prasojo Anggota Pembinan, Halil Hi Ibrahim wakil perguruan tinggi selaku Ketua FKDM Kota Ternate, Pdt. Abram Uggu anggota FKDM dari tokoh agama, Johan wahyudi anggota FKDM unsur Kepolisian, Aswan Lampa anggota FKDM dari tokoh pemuda, Iksan Ahmad Camat Ternate Selatan, Mochtar Lurah Mangga Dua dan Mahmud Hi. Ibrahim Lurah Toboko. Penyelesaian konflik akan terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang mewujudkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusa-keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang mereka pertentangkan, maka Peran FKDM bukanlah bentuk pranata sosial yang dapat menjalankan tingkatan intervensi transformasi konflik seperti Peace making (menciptakan perdamaian), Peace keeping (menjaga perdamaian), Conflict management (pengelolaan konfli) dalam bentuk Negosiasi, Mediasi, Penyelesaian jalur hukum (judicial settlement), arbitrase, dan workshop pemecahan masalah dan Peace building (pembangunan perdamaian) yang merupakan proses peningkatan kesejahteraan, pembangunan infrastruktur, dan rekonsiliasi seluruh pihak bertikai. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik yang terjadi di mangga dua dan toboko kota ternate disebabkan oleh faktor pendorong struktural. Dimana pengaruh minuman keras, pengangguran, rendanya pendidikan dan mudahnya terpovokasi dengan isu serta solidaritas yang kuat diatara kelompokop membuat pemuda sering terlibat dalam konflik yang disertai dengan tindakan kekerasan. Pencegahan konflik yang dilakukan oleh FKDM dengan meminimalisir faktor determinan, malakukan untuk hidup damai dan mejauhi kekerasan menunjukkan bahwa konflik di Ternate mengalami penurunan namun masih saja terlihat banyak minuman keras yang masuk disebabkan tidak optimal pengawasan serta tindakan tegas kepada penjual. Penyelesaian konflik yang dilakukan oleh FKDM dengan melakukan konsiliasi, tindakan paksaan oleh aparat dan detente sangat baik dalam menyelesaikan konflik namun dibutuhkan peningkatan koordinasi dari FKDM dan aparat terkait sehingga penyelesaian konflik berjalan maksimal.

Ternate city as the city of island in North Maluku Province is vulnerable to social conflict because there had been horizontal conflict in 1999-2000. The high intensity of conflict/ inter-society/youth brawl in Mangga Dua and Toboko administrative village during 2012-1013 made the atmosphere, security, order and peace of society hardly conducive and affected to the slow government policy process in regional development which result in weak regional resilience. Government formed FKDM based on Regulation of the Minister of Home Affairs (Permendagri) Number 12 2006 on Early Public Vigilance Forum with the purpose to help government apparatus in serving security, peace and order of society through early prevention and detection of potential threat and disaster. In constitution Number 7 2012 on handling of social conflict explained that conflict handling is a series of systematic and organized activity. Conflict prevention is a series of activities conducted to prevent the conflict by improving the capacity of institution and early warning system. This study was conducted by using qualitative with descriptive approach and data collection, information and also interviewing eight informants from the members of FKDM, Ternate City. They are Agung Prasojo as member of training, Halil Hi Ibrahim the representative from University as the leader of FKDM Ternate City, Pdt. Abram Uggu member of FKDM from religious leader, Johan wahyudi member of FKDM from police, Aswan Lampa member of FKDM from youth leader, Iksan Ahmad district chief (Camat) of South Ternate, Mochtar head of administrative village (Lurah) of Mangga Dua dan Mahmud Hi. Ibrahim head of administrative village (Lurah) Toboko. The conflict resolution will be met through certain institutions which grow the pattern of discussion and decision making among the opposite sides so the role of FKDM is not as social institution to intervene conflict transformation such as Peacemaking (creating peace), Peace keeping (keeping peace), Conflict management (conflict management) in the form of negotiation, mediation, judicial settlement, arbitration and workshop of conflict resolving and Peace building which are processes to increase welfare, development, infrastructural development, and reconciliation among the actors. The result of the study showed that the conflict which happened in Mangga Dua and Toboko, Ternate City was caused by structural supporting factors. They are the effect of alcohol, unemployment, low education rate, easily provoked group and the strong community solidarity made the youth often involved in violent conflict. The conflict prevention which implemented by FKDM through minimizing the determinant factors, living the peaceful life and avoiding violent act showed the conflict in Ternate declining, in reality, there are still number of alcoholic beverages distribution which caused by lack of supervision and decisive action to the seller. The conflict resolution which implemented by FKDM through conciliation, coercive action by law enforcement officers and ... in resolving conflict but it is also needed to improve the coordination from FKDM and law enforcement officers so that the conflict resolution can run optimally.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idhar Muhtar
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara langsung jumlah jejak karbon yang dihasilkan oleh limbah makanan dari rumah makan di kota Ternate. Analisis ini menggunakan variabel bebas yaitu jumlah piring yang disampling dan berat dari limbah makanan yang dihitung pada setiap kategori yang ada. Serta, variabel terikat, yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas dalam hal ini adalah emisi CO2 yang dihasilkan dari sampah makanan. Penelitian ini menggunakan metode literatur sebagai bahan pertimbangan, serta perhitungan dari jejak karbon menggunakan faktor emisi yang sudah ditetapkan oleh penelitian terdahulu. Dari hasil penelitian yang didapatkan bahwa komposisi limbah makanan yang di rumah makan pada kota Ternate didominasi oleh makanan pokok dalam hal ini nasi sebesar 38%, daging 35%, dan sayuran 13% dengan hasil rata-rata limbah makanan secara keseluruhan adalah 89,77 g/piring/hari. Jejak karbon yang dihasilkan sebesar 55,3 kg CO2eq/piring/tahun dan sekitar 75,2% total jejak karbon diakibatkan karena limbah makanan kategori pokok.

This undergraduate thesis aims to directly analyze the amount of carbon footprint produced by food waste from restaurants in the city of Ternate. This analysis uses the independent variables, namely the number of plates sampled and the weight of food waste calculated for each category. Also, the dependent variable, namely the variable that is influenced by the independent variable in this case is CO2 emissions generated from food waste. This study uses the literature method as a consideration, as well as the calculation of the carbon footprint using emission factors that have been determined by previous studies. From the results of the study, it was found that the composition of food waste in restaurants in the city of Ternate was dominated by staple foods in this case rice by 38%, meat 35%, and vegetables 13% with an overall average yield of food waste was 89,77 g/plate/day. The carbon footprint produced is 55,3 kg CO2eq/plate/year and about 75,2% of the total carbon footprint is caused by food waste in the main categories."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalsum Puha
"Tesis ini menganalisi kepengawasan mutu pendidikan pada bidang akademik oleh pengawas sekolah pada pada SMA Negeri 1 dan SMK Negeri 1 di Kota Ternate, hal ini sangat penting dan strategis karena penulis banyak analisisanalisis tentang mutu pendidikan tetapi khusus mengenai kepengawasan mutu pendidikan di Provinsi Maluku Utara masih langka. Disamping itu untuk melihat sejauh mana peran kepengawasan terhadap mutu pendidikan khususnya pengawasan akademik yang telah dicapai dan faktor-faktor yang masih menjadi penghambat dalam meningkatkan kualitas pendidikan pada bidang akademik tersebut. Teori yang digunakan adalah teori kepengawasan dari Fremont E. Kant dan James E. Rozenzweig, Hadibroto dan Tani Handoko dan teori hakikat kepengawasan dari Ofsted . Tesis ini menggunakan pendektan kualitatif diskriptif dengan metode pengumpulan data secara wawancara mendalam, observasi, serta kajian dokumen.
Hasil analisis diperoleh diperoleh bahwa pengawasan standar isi dilakukan sekali setahun bahkan kadang tidak dilakukan. Pengawasan standar proses dilakukan dengan tujuan guru dapat profesional melakukan pembelajaran yang berkualitas. Pengawasan dilakukan dengan baik dan ditemukan pada sekolah unggulan pun masih terdapat banyak guru yang tidak melakukan pembelajaran yang sesuai dengan standar proses. Pengawasan standar kompetensi kelulusan tidak dilakukan oleh pengawas akademik sehingga kelulusan siswa masih didominasi oleh aspek kecerdasan dibandingkan aspek kepribadian dan akhlak mulia. Pengawasan standar penilaian dilakukan pada upaya mencapai nilai ketuntasan minimal belum menegaskan pada penilaian yang sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian. Pengawasan yang dilakukan oleh pengawas akademik di SMA Negeri 1 dan SMK Negeri 1 Ternate belum secara optimal menerapkan prinsip-prinsip pengawasan akademik.
Rekomendasi dari penelitian ini adalah dalam melaksanakan kepengawasan mutu, perlu perhatian serius untuk peningkatan kompetensi pengawas disamping sosialisasi kepada kepala sekolah, agar terbangun kesamaan persepsi serta adanya pola komunikasi yang baik antara Pengawas dan Dinas Pendidikan.

This research analyzes Supervisory of academic education quality at Public Senior High School number 1 and public vocational school number 1 Supervisor in Ternate. It is very important and strategic because the writer analyzes education quality, but it focuses specially about Supervisory of education quality in Maluku Utara Province which is still unknown. Besides, this research investigates how far Supervisory role towards education quality especially academic Supervisory that has been achieved and investigate obstacle factors in enhancing education quality in academic part. The theories applied in this research are Supervisory theory by Fremont E. Kant and James E. Rozenzweig, Hadibroto and Tani Handoko and supervission fundamental by Ofsted. This research applied descriptive qualitative approach by applying data collecting method through indepth interview, observation,document study.
Analysis result indicates that content standard Supervisory is conducted once a year and even it is non conducted. Process standard Supervisory is carried out to make teachers become professional to do qualified learning. Supervisory has been conducted well and it is found that in qualified school there are still teachers do not conduct learning which goes with process standard. Supervisor does not conduct graduate standard Supervisory, therefore students? achievement is dominated by cognitive aspect rather than personality and attitude aspect. Assessment standard Supervisory is conducted to achieve minimal mastery learning. However, It does not go with the assessment which is suitable with assessment principles. In carrying out academic Supervisory at Public Senior High School number 1 and public vocational school number 1 in Ternate, supervisor does not implement the principles of academic Supervisory optimally.
This research recommend that in carrying out quality Supervisory, it needs a serious concern to enhance supervisor competency and do socialization to principals to build the same perception and good communication pattern between supervisor and education.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
T35850
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Nurul Sa’idah
"Penelitian ini bertujuan menganalisis proses mobilitas sosial vertikal intragenerasi pada pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dalam era digital di Taman Jajan BSD City, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan. Studi sebelumnya lebih berfokus pada peranan pendidikan, kesempatan, gender, dan kebijakan pemerintah sebagai aspek yang mendorong mobilitas sosial vertikal intragenerasi. Penelitian - penelitian tersebut belum banyak menelusuri peranan kemampuan literasi digital terhadap mobilitas vertikal. Maka, studi ini mengkaji kemampuan literasi digital pada pelaku UMKM. Peneliti berargumen bahwa kemampuan literasi digital berperan penting dalam terjadinya mobilitas sosial vertikal intragenerasi pada pelaku UMKM. Konsep yang digunakan adalah mobilitas vertikal intragenerasi dari Castellani, kategori kelas hasil pemikiran Goldthorpe, dan literasi digital dari Gilster. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif dengan pengumpulan data berupa wawancara mendalam terhadap tujuh pelaku UMKM dan observasi di Taman Jajan BSD City, Tangerang Selatan. Hasil penelitian menunjukan adanya kesenjangan kemampuan literasi digital antar pelaku UMKM. Pelaku UMKM yang menguasai literasi digital mengalami mobilitas vertikal intragenerasi naik, sedangkan yang tidak memiliki kemampuan digital menghadapi mobilitas intragenerasi turun. Di era digital, pelaku UMKM dituntut untuk beradaptasi dengan penguasaan literasi digital untuk keberlanjutan usaha. Tuntutan ini semakin diperkuat oleh pandemi Covid-19. Pelaku UMKM yang usianya lebih muda bisa lebih adaptif dengan digital.

This study aims to analyze the process of intragenerational vertical social mobility among Micro, Small and Medium Enterprises (MSMEs) in the digital era in Taman Snack BSD City, Serpong District, South Tangerang City. Previous studies have focused more on the role of education, opportunity, gender, and government policies as aspects that encourage intragenerational vertical social mobility. Those studies have not explored the role of digital literacy skills on vertical mobility. Therefore, this study examines the digital literacy skills of MSME actors. This research argue that digital literacy skills play an important role in the occurrence of intragenerational vertical social mobility in MSME actors. The concepts used are intragenerational vertical mobility from Castellani, class categories created by Goldthorpe, and digital literacy from Gilster. This research approach is qualitative with data collection in the form of in-depth interviews with seven MSME actors and observations in Taman Snack BSD City, South Tangerang. The results of the study show that there is a gap in digital literacy skills between MSME actors. MSME actors who master digital literacy experience increased intragenerational vertical mobility, while those who do not have digital capabilities face decreased intragenerational mobility. In the digital era, MSME actors are required to adapt to mastering digital literacy for business sustainability. This demand is further strengthened by the Covid-19 pandemic. Younger MSME actors can be more adaptive to digital."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Astutiningrum
"Fokus penelitian ini membahas tentang dinamika interaksi para aktor kebijakan di media sosial dalam proses Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi. Peneliti menggunakan teori tentang jejaring kebijakan, media sosial, dan siklus kebijakan publik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian post positivis dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian ini menujukkan jika terjadi dinamika interaksi aktor kebijakan di media sosial pada tahapan proses agenda setting dan pengambilan keputuan terkait Revisi UU KPK. Pada tahapan agenda setting, para aktor kebijakan menggunakan media sosial untuk saling menyampaikan argumentasi mereka di ruang publik. Adu argumentasi di media sosial ini memiliki peran penting untuk mempengaruhi proses pembentukan opini publik pada tahapan agenda setting. Sementara itu pada tahapan pengambilan keputusan, para aktor kebijakan berusaha menyakinkan masyarakat bahwa sikap atau pandangan mereka terkait revisi UU KPK, merupakan pandangan yang benar. Sehingga dinamika interaksi aktor kebijakan di media sosial ini berperan untuk mempengaruhi aktor kebijakan pemerintah state actor untuk mengambil suatu keputusan.

The focus of this study is to describe the interaction between policy actor in social media in the process of revision of Corruption Eradiction Commission Laws at The House of Representative. The method of this research is using post positivis with type of descriptive research. The results of this study indicate that there is the dynamics of interaction between policy actors, in social media at the phases of the agenda setting and decision making process. At the agenda setting stage, policy actors use social media to share their arguments in the public sphere. This argumentation in social media has an important role to influence the process of forming public opinion on the agenda setting stage. Meanwhile, at the stage of decision making, the policy actors tried to convince the public that their views about the revision of the Corruption Eradication Commission Law are the right views. "
2018
T51328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Madjid
"Public Sphere atau ruang publik adalah salah satu hak dasar individu maupun masyarakat untuk mengekpresikan kebutuhan dan kepentingannya menyangkut dengan isu-isu politik dan pembangunan. Public Sphere merupakan prasyarat utama pembangunan demokrasi, di mana di dalamnya terbangun sistem dan mekanisme bagi publik untuk mengekspresikan pikiran dan pendapat, melakukan transaksi gagasan bahkan memperdebatkan kebijakan-kebijakan yang dianggap tidak adil dan memihak kepada publik.
Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari rezim otoritarian ke rezim demokrasi menuntut penyediaan ruang publik yang memadai. Hal ini penting terutama dilihat dari upaya memperkuat basis kekuatan masyarakat sipil yang selama ini menempati posisi pinggiran dengan posisi tawar sangat lemah ketika berhadapan dengan kekuatan negara. Dalam konteks pembangunan lokal khususnya ditingkat komunitas, mainstream otonomi daerah dan desentralisasi adalah upaya menggeser dominasi pemerintah dalam perumusan kebijakan publik dan pada saat yang sama memperkuat posisi daya tawar publik dimana sejak awal harus terlibat dalam proses pengambilan kebijakan melalui keterlibatannya dalam perencanaan pembangunan. Keterlibatan publik dalam governance adalah aksioma dan menjadi formula bagi terciptanya good governance.
Akan tetapi pada tataran praktis, sampai saat ini peran publik tetap
dikesampingkan dalam setiap tahapan pembangunan. Gagasan perencanaan pembangunan partisipatif yang diintroduksi melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) sering kali tidak dapat menjembatani aspirasi publik khususnya pada level penyediaan program yang sesuai dengan ekspektasi publik. Hal ini memberikan indikasi kuat bahwa publik tidak terlibat dalam pembahasan program atau paling tidak diabaikan aspirasinya.
Berkenan dengan itu tesis ini berusaha mendeskripsikan dinamika public sphere dalam perencanaan pembangunan tingkat komunitas khususnya dalam pelaksanaan forum Musrenbang dan kemungkinan penggunaan strategi serta model lain untuk mengembangkan publik sphere sehingga dapat memberikan solusi bagi peningkatan peranserta publik ke dalam sebuah Musrenbang yang Iebih partisipatif. Tulisan ini akan mengelaborasi konsep public sphere dalam 5 (lima) indikator, yakni diskusi dan dialog publik, partisipasi publik, peran organisasi sosial tingkat komunitas,
ix
tingkaf kesetaraan serta independesi publik dalam pelaksanaan Musrenbang. Secara konseptual tesis ini berbasis pada teori publik sphere yang dikembangkan oleh Jurgen Habermas, teori-teori tentang perencanaan maupun konsep-konsep partisipasi warga dalam governance.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam serta pengumpulan dokumen dari beberapa sumber data. Site penelitian adalah di Kota Ternate dengan mengambil sample pada 2 kelurahan dilakukan penelitian selama kurang Iebih 2 bulan.
Berdasarkan hasil penelitian ternyata pelaksanaan Musrenbang sebagai sebuah mekanisme perencanaan partisipatif tingkat kelurahan di Kota Ternate belum berjalan sebagaimana mestinya dapat dilihat dari tidak terpenuhinya kelima indikator public sphere yang disebutkan di atas. Akibatnya adalah perencanaan yang dibuat tidak aspiratif karena sebagian besar masih ditentukan oleh pemerintah. Berdasarkan temuan lapangan, untuk meningkatkan peran publik dalam pelaksanaan Musrenbang dapat direkomendasikan beberapa hal mendasar, pertama; aspek teknis, Musrenbang harus dilaksanakan dengan memperbaiki mekanisme penyelenggaraannya sehingga dapat menyediakan waktu yang cukup untuk terjadinya diskusi dan dialog, selain itu Musrenbang harus transparan dengan membuka akses Iuas kepada publik; kedua, aspek informasi, pelaksanaan Musrenbang haws memberikan informasi tentang indikasi jumlah Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD maupun plafon anggaran lainnya sehingga dapat menjadi pedoman bagi peserta dalam membuat perencanaan dan desain program serta menghindari ekspaktasi secara berlebihan; ketiga; aspek representasi dan partisipasi, sedapat mungkin Musrenbang dilaksanakan dengan memenuhi syarat perwakilan stakeholders yang terdapat dalam komunitas. Partisipasi aktif peserta yang hadir dapat dilakukan melalui publikasi terbuka mengenai jadwal Musrenbang, agenda dan prorgam yang akan dibahas serta pengumuman tentang hasil-hasil Musrenbang sebelumnya baik yang dapat dilaksanakan maupun yang tidak sempat diimplementasikan; keempat; aspek metodologi, forum Musrenbang harus dilakukan dengan menggunakan metode fasilitasi untuk mengantisipasi kesenjangan pemahaman dan kemampuan diantara peserta sehingga menghindari dominasi forum oleh sebagian peserta atau bahkan oleh pemerintah sebagai penyelenggara; kelima; aspek pengawasan, publik khususnya anggota komunitas harus diberikan akses serta hak untuk masuk dalam Tim Verifikasi Pengusulan Program dan Penganggara sehingga anggota komunitas sebagai penerima manfaat pembangunan dapat memantau secara langsung proses dan tahapan Musrenbang baik persiapannya maupun sampai pada tahap evaluasinya.
Selain itu, rekomendasi lainnya berdasarkan hasil penelitian adalah pertu dikembangkan model forum warga atau kampung sebagai model pengembangan public sphere sehingga seluruh potensi komunitas dapat disinergikan bagi kepentingan komunitas. Selain itu forum warga atau kampung ini dapat dijadikan sarana untuk mengadvokasi kebijakan pemerintah, ruang untuk bertukar pendapat serta diskusi tentang berbagai kebutuhan komunitas yang selanjutnya diperjuangkan menjadi program pembangunan. Model forum seperti ini juga dapat digunakan untuk memediasi forum Musrenbang baik dari tahapan persiapannya sampai sosialisasi program kepada komunitas. Forum kampung apabila dikembangkan dengan mengakomodasi kearifan lokal akan memberikan kontribusi terjadinya kohesi sosial melalui peningkatan keintiman sosial, sebagai bahan dasar pembentuk modal sosial serta diharapkan dapat menjadi media pembelajaran demokrasi bagi segenap anggota komunitas.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T21955
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muliati Sintia Utami Akai
"Pelaksanaan Dana bantuan operasional sekolah tidak luput dari pelayanan publik yang baik dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam pemanfaatan dana bantuan operasional sekolah, yang terpenting adalah dengan memanfaatkan dana bantuan operasional sekolah dengan tepat untuk dapat menunjang tercapainya tujuan berdasarkan program dana bantuan operasional sekolah dengan efektif dan efisien dilakukan berdasarkan rencana kergiatan anggaran sekolah supaya dijadikan pedoman dalam pelaksanaan sampai evaluasi. pada pelaksanaannya, dana bantuan operasional harus dipercayakan kepada kementerian terkait dengan tanggung jawab atas program bantuan operasional sekoalh dan dalam pengaturan alokasi pendanaan operasional kepala sekolah sebagai memengang tanggung jawab. Pembuatan Rencana kegiatan sekolah diperlukan untuk pedoman supaya tidak terjadi penyimpangan pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah. Bantuan operasional sekolah bertujuan sebagai pemberian kesempatan yang setara bagi peserta didik yang orang tua ataupun walinya tidak mampu dikarenakan terdapat kesenjangan pada tingkat pendidikan dari masyarakat mampu dan tidak mampu. Oleh karena itu, pemanfaatan Dana Bantuan Operasional Sekolah menjadi sangat penting untuk memenuhi kriteria efektif, efisien, akuntabel serta transparansi. 

The implementation of the School Operational Assistance Fund is inseparable from good public services and in accordance with applicable regulations. In utilizing the School Operational Assistance Fund, the most important thing is to use the School Operational Assistance Fund appropriately to be able to support the achievement of objectives based on the Operational Assistance Fund Program efficiently and effectively and carried out based on the School Budget Activity Plan so that it is used as a guideline in implementation to evaluation. In its implementation, the Operational Assistance Fund must be entrusted to the relevant Ministry with responsibility for the Operational Assistance Fund Program in accordance with the applicable provisions, namely the technical guidelines for the School Operational Assistance Fund and in regulating the allocation of operational funding the school principal holds responsibility. Making a school activity plan is needed for guidance so that there are no deviations in the utilization of the School Operational Assistance Fund. School operational assistance aims to provide equal opportunities for students whose parents or guardians cannot afford it because there is a gap in the level of education of the rich and poor. Therefore, the utilization of the School Operational Assistance Fund is very important to meet the criteria of effectiveness, efficiency, accountability and transparency."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Achmad Lanang
"Sepak bola internasional hadir dalam intensitas yang semakin tinggi di Indonesia. Pemberitaan sepak bola internasional pun semakin luas. Namun, semua pemberitaan itu menyajikan sepak bola intemasional dari satu perspektif yang homogen: "sepak bola modern teiah menjadi industri dan itu bagus".
Perdebatan struktur dan agensi adalah satu hal yang penting dalam ilmu sosial dan belum selesai hingga kini. Banyak teoris tenibat datam perdebatan ini untuk mencari tahu mana yang lebih berpengaruh, struktur atau agensi; keduanya terlibat dalam dualisme atau dualitas; apakah ada kausalitas di antara keduanya; bahkan mana yang diacu sebagai struktur dan agensi. Dua yang paling penting dalam perdebatan ini adalah strukturasi Anthony Giddens dan morfogenesis Margaret Archer. Selain itu, ulasan George Ritzer soal dua teori tersebut pun cukup memunculkan kejelasan soal perdebatan tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana relasi antara struktur dan agensi dalam proses produksi berita sepak bola internasional sehingga perspektif yang homogen kerap tersaji dalam berita. Penelitian ini menganalisis itu semua dalam konteks makro kapitalisme global. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat teori dan struktur dari dua teoris sosial di atas dalam konteks permasalahan produksi berita ini.
Menggunakan pendekatan studi kasus terhadap proses produksi berita sepak bola internasional, ditemukan beberapa hal yang dapat mengilustrasikan peran konteks dalam memberikan kejelasan soal relasi antara Struktur dan agensi. Masalah pengacuan, kausalitas, dualitas dan dualisme, serta mana yang lebih berpengaruh tidak bisa dilepaskan dari konteks. Semua pengamatan tentang Struktur dan agensi itu kemudian tidak dilepaskan dari konieks makro kapitalisme global.
Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah pengamatan atas masalah struktur dan agensi atau pun masatah lain dewasa ini akan sulit dilepaskan dan konteks kapitalisme global. Jika kita melepaskannya dari konteks tersebut, hasil yang didapatkan akan menjadi ilusi yang tidak menjawab apa pun, atau paling tidak memberi jawaban parsial yang tidak komprehensif. Implikasi penelitian ini adalah bahwa analisis Struktur dan agensi bisa berujung pada kesimpulan yang strukturalistik atau yang voluntaristik dan individualistik. Perbedaan kesimpulan tersebut amat bergantung pada konteks di mana satu tindakan sosial terjadi. Dalam penelitian ini, di mana semua konteks dalam proses produksi berita sepak bola internasional terletak dalam konteks makro kapitalisme global, kesimpulan analisis Struktur dan agensi berujung pada konklusi yang strukturalistilistik."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T17368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>