Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 213075 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dratia Eka Fajarani
"Penyakit lupus merupakan penyakit kronis yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia. Orang dengan lupus disebut dengan odapus. Masalah fisik, psikologis, dan sosial merupakan dampak dari penyakit lupus. Oleh karena itu, pengetahuan tentang penyakit lupus dan dukungan sosial dari orang terdekat berperan penting terhadap interaksi sosial odapus di lingkungan masyarakat. Tujuan dari penelitian deskriptif korelatif ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan tentang penyakit lupus dan dukungan sosial dari orang terdekat dengan interaksi sosial odapus di lingkungan masyarakat. Desain dari penelitian ini adalah cross-sectional. Jumlah sampel dari penelitian ini sebanyak 77 odapus dipilih dengan teknik consecutive sampling di RS Kramat 128 Jakarta dan RSUP Hasan Sadikin Bandung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan tentang penyakit lupus dan interaksi sosial odapus di lingkungan masyarakat (p=0,05; α=0,05). Sebaliknya, tdak terdapat hubungan antara dukungan sosial dari orang terdekat dan interaksi sosial odapus di lingkungan masyarakat (p=0,224; α=0,05). Penelitian ini memberikan implikasi kepada perawat sebagai tenaga kesehatan agar perlu untuk memberikan informasi tentang penyakit lupus kepada odapus dan orang terdekatnya sehingga orang terdekat mampu memberikan dukungan sosial yang maksimal kepada odapus. Pada akhirnya, odapus pun mampu berinteraksi dengan orang lain di lingkungan masyarakat. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi data penunjang untuk menyempurnakan penelitian selanjutnya terkait penyakit lupus.

Lupus is a chronic disease attacking the human immune system. People who suffer from lupus are called odapus. Physical, psychological, and social problems are the effects of lupus disease. Therefore, knowledge about lupus and social supports from odapus's closest people have an important role in maintaining odapus's social interaction in society. The aim of this descriptive-correlative research was described the correlation between knowledge about lupus and social supports from odapus's closest people with their social interaction in society. The design of this research was cross-sectional. The amount of the sample was 77 odapus selected by consecutive sampling technique from RS Kramat 128 Jakarta and RSUP Hasan Sadikin Bandung.
The research's result showed that there was a correlation between knowledge about lupus and odapus's social interaction in society (p=0,05; α=0,05). Otherwise, there was not a correlation between social supports from odapus's closest people and odapus's social interaction in society (p=0,224; α=0,05). This research wants to give an implication for all nurses as the health professionals to give information about lupus disease to odapus and their closest friends and relatives, so they can give their maximum supports to odapus. Thus, odapus will be able to interact with other people in society. Besides, this research can be used as supporting data to accomplish the next research correlating to lupus disease.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
S56746
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rere Modi Lavenia
"Penelitian ini membahas tentang bagaimana bentuk stres yang dirasakan oleh Orang dengan Penyakit Lupus akibat keberadaan diagnosa dan kondisi fisik mereka yang mengidap penyakit lupus. Orang dengan Penyakit Lupus menggunakan dukungan sosial yang diperoleh dari anggota keluarga terdekat mereka dalam mengelola dan mengurangi stres yang mereka rasakan. Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa bentuk dukungan emosional, instrumental, informasi, dan jaringan sosial yang diperoleh dari anggota keluarga terdekat dapat membantu Orang dengan Penyakit Lupus mengelola dan mengurangi bentuk stres fisiologis, psikologis, dan tingkah laku yang mereka rasakan.

This research describes the forms of stress experienced by people diagnosed lupus as well as the impact of their illness to their physical condition. People with lupus used social support from close family in coping and reducing stress. The approach used qualitative with case study method. Study concludes that emotional, instrumental, information, and social network supports from close family member can be positive in coping and reducing physiological, psychological, and behavioral stress in people with lupus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Widyawati
"ABSTRAK
Lupus merupakan penyakit kronis yang menimbulkan stres. Keluarga sebagai Iingkungan
terdekat berperan dalam membantu orang dengan lupus (selanjutnya disebut odapus)
untuk mengatasi strcsnya_ Bantuan yang diberikan keiuarga disebut dcngan dukungan
sosial_ Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi odapus
terhadap dukungan sosial yang diterima dari keluarga.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatifi Tiga odapus diwawancara mengenai
persepsi mereka terhadap dukungan emosional, instrumental, penghargaan, informasi dan
jejming yang diterima dari keluarga. Anggota kcluarga odapus juga diwawancara untuk
melihat persepsi mereka mengenai dukungan sosial yang diberikan
Dari analisis terhadap hasil wawancara disimpulkan bahwa: 1) odapus mempersepsi
positif hila dulcungan sosial sesuai dengan kebutuhannya; 2) odapus mempersepsi bahwa
keluarga adalah sumber dukungan sosial utama; 3) odapus berharap bahwa sumber
dukungan sosial memberi dukungan atau persetujuan terhadap gagasan tentang
kemampuan mengatasi penyakit dan pengasuhan anak yang dititipkan pada keluarga.

ABSTRACT
Lupus is a chronic illness causing stress. Family as the closest unit plays an important
role in helping a lupus patient overcoming her stress. The help offered by family is called
social support. The purpose ofthe research was to obtain a description on lupus patients?
perception on the social supports provided by their families.
The research used a qualitative method. Three lupus patients were interviewed on their
perception on emotional, instrumental, esteem and social network supports. A total of
three family members were also interviewed on the social supports they provided for the
sick family members.
The conclusion ofthe research is 1) The patients perceived positively the social supports
that met their needs; 2) The patients perceived that families are the main source of social
supports; 3) The patients hoped that their families supported or agreed with their ideas of
handling sickness and of child caring.

"
2007
T34094
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Aziza Bawazier
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
610 LUC n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Dwitya Elvira
"Latar Belakang: Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit autoimun
dengan penyebab multifaktorial. Ketidakseimbangan sitokin Th17 (Interleukin-17; IL-
17) dan T-regulator (Transforming Growth Factor-; TGF- and Interleukin-10; IL-10)
diduga terlibat dalam patogenesis LES yang mempengaruhi aktivitas penyakit.
Tujuan: Penelitian dilakukan untuk menguji perbedaan rerata IL-17, TGF- dan IL-10
dengan aktivitas penyakit LES dan menguji korelasi sitokin Th17/T-regulator.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang melibatkan 68 pasien LES
berdasarkan kriteria inklusi MEX-SLEDAI <2 untuk LES inaktif dan >=2 untuk LES
aktif. Kriteria eksklusi adalah pasien LES dengan riwayat autoimun lain, inflamasi
kronik; infeksi akut secara klinis; serta asma bronkial, dermatitis atopi dan urtikaria
didasarkan pada catatan rekam medis. Serum IL-17, TGF-, IL-10 diperiksa dengan
metode ELISA. Data dianalisis dengan perangkat lunak SPSS 20 menggunakan uji-T
independen untuk data berdistribusi normal dan uji Mann-Whitney untuk data tidak
normal.
Hasil: Rerata IL-17 serum adalah 19,67 (1,299) pg/ml. Median TGF- dan IL-10 adalah
175,02 (132-396) pg/ml dan 2,96 (0-11) pg/ml. Tidak terdapat perbedaan rerata yang
signifikan dari kadar IL-17, TGF- dan IL-10 serum pasien LES aktif dan tidak aktif.
Didapatkan korelasi positif sedang yang signifikan antara IL-17 dan IL-10 (p<0,005;
r=0,529) dan korelasi yang tidak signifikan antara IL-17 dan TGF- (p>0,005; r=-
0,142).
Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan rerata yang signifikan sitokin Th17/Treg pasien
LES aktif dan inaktif. Terdapat korelasi positif signifikan sedang antara IL-17 dan IL-
10, sementara tidak terdapat korelasi signifikan antara IL-17 dan TGF-. Penelitian
lanjutan dengan disain kohort prospektif diperlukan untuk mengkonfirmasi peran
sitokin jalur Th17/Treg ini pada pasien LES aktif dan inaktif.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Aziza Bawazier
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
616.462 LUC n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Judha
"Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif untuk menggali pengalaman partisipan mencari makna hidup. Partisipan penelitian berjumlah delapan parisipan dengan purposif sample. Pengalaman partisipan memberikan gambaran secara utuh diketahuinya perasaan partisipan dihadapi Lupus dan perubahan nilai, kepercayaan dan keyakinan penderita Lupus.
Hasil penelitian terdapat respon penderita dalam menghadapi penyakit Lupus terkait aktivitas fisik, psikologis dan perubahan lingkungan serta perubahan nilai, kepercayaan dan keyakinan penderita Lupus.
Hasil penelitian menyarankan tenaga perawatan melakukan asuhan yang komprehensif, untuk tenaga pendidikan juga harus memberikan bagaimana melakukan asuhan keperawatan holistik kepada peserta didik dan untuk peneliti lain agar menambah variasi jenis kelamin partisipan agar memperoleh variasi tema.

This research is a qualitative study phenomenology descriptive approach, to explore the experiences of participants to find meaning in life. Amount of research participants with a purposive sample of eight parisipants. The Experience gives participants how to life with Lupus and changes in value, trust and self confidence in people with lupus.
Patients with Lupus give response to physical activity, psychological and environmental changes and changes in values, trust and confidence in people with lupus.
The results suggest that nurse do comprehensive care, and to other researchers in order to increase the participants' gender variations in order to obtain variation on the theme.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T29364
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Latar Belakang: Tujuan studi ini adalah membandingkan terapi antara siklofosfamid dan mikofenolat mofetil pada remisi nefritis lupus melalui sebuah laporan kasus berbasis bukti (evidence-based case report) yang diperoleh dari telaah sistematis dan meta-analisis.
Metode: Metode yang digunakan pada studi ini adalah laporan kasus berbasis bukti menggunakan telaah sistematis dan meta-analisis. Pertanyaan klinis adalah manakah terapi imunosupresan yang memberikan hasil lebih baik pada remisi nefritis lupus; siklofosfamid atau mikofenolat mofetil? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, kami melakukan pencarian dari situs PubMed dengan kata kunci ?lupus nephritis AND mycophenolate mofetil AND cyclophosphamide? dengan batasan telaah sistematis dan/atau meta-analisis, bahasa Inggris, dan hanya melakukan perbandingan secara spesifik terhadap kedua obat.
Hasil: Dari pencarian awal, kami memperoleh 11 artikel telaah sistematis dan/atau meta-analisis terkait terapi nefritis lupus. Satu artikel dieksklusi karena berbahasa Yahudi, empat artikel lain dieksklusi karena tidak spesifik melakukan perbandingan terhadap mikofenolat mofetil dan siklofosfamid sehingga diperoleh enam studi yang ikut serta dalam telaah kritis dan diskusi laporan kasus kami.
Kesimpulan: Berdasarkan bukti-bukti ilmiah yang diperoleh, mikofenolat mofetil memberikan efektivitas yang sama (non-inferior) dengan siklofosfamid dalam mencapai remisi pada nefritis lupus, tetapi memiliki tingkat keamanan yang lebih baik daripada siklofosfamid. Pasien pada kasus mendapatkan mikofenolat mofetil dan telah menunjukkan perbaikan secara klinis ke arah remisi pada evaluasi pasca-rawat inap

Background: The aim of this case study is to compare the effectiveness between cyclophosphamide and mycophenolate mofetil to achieve remission of lupus nephritis in an evidence-based case report from meta-analyses.
Methods: Method in this case study is evidence-based case report using meta-analyses. Clinical question used in this paper is; which immunosuppressant gives better result in achieving remission in lupus nephritis patient: cyclophosphamide or mycophenolate mofetil? To answer this question, we search the evidence from PubMed with the keywords: ?lupus nephritis AND mycophenolate mofetil AND cyclophosphamide? with inclusion criteria of meta-analysis, written in English, and focused comparing cyclophosphamide and mycophenolate mofetil.
Results: From the searching method, we found 11 articles which is relevant. One has been excluded since it written in Hebrew, 4 articles excluded since are not focus answering the clinical question. At the end, 6 studies were included to the critical appraisal step.
Conclusion: Based on the evidences, mycophenolate mofetil is non-inferior to cyclophosphamide in achieving remission in lupus nephritis patients, but with the better safety profile. Patient in our case study get mycophenolate mofetil and shows better clinical condition towards remission as she are evaluated in the outpatient clinic.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nuning Indriyani
"ABSTRAK
Latar belakang: Lupus Eritematosus Sistemik LES merupakan penyakit autoimun pada anak yang mengakibatkan morbiditas dan mortalitas. Salah satu faktor risiko yang diduga berdampak terhadap morbiditas pasien LES yakni penggunaan kortikosteroid dalam waktu lama. Anak dan remaja dengan LES merupakan populasi dengan risiko lebih besar terhadap morbiditas muskuloskeletal, dalam hal ini rendahnya densitas mineral tulang dan osteoporosis.Tujuan: 1 Mengetahui gambaran densitas mineral tulang pada pasien LES anak dan remaja usia 5-18 tahun yang mendapatkan terapi glukokortikoid dan 2 Mengetahui gambaran karakteristik dosis kumulatif dan harian kortikosteroid, IMT, SLEDAI dan asupan kalsium dan vitamin D pada pasien LES anak, serta 3 Mengetahui gambaran parameter laboratorium yang menggambarkan metabolisme tulang seperti kadar kalsium, vitamin D, alkali fosfatase, fosfor dan kortisol pada pasien LES anak dengan terapi kortikosteroid.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang deskriptif dengan mengikutsertakan 16 pasien LES yang berobat di poliklinik anak RSCM selama November-Desember 2016 dengan diagnosis LES. Pengambilan data dilakukan dengan melihat data rekam medis, penilaian skor SLEDAI Systemic lupus erythematosus Disease Activity Index , asupan kalsium dan vitamin D, serta parameter laboratorium. Densitas mineral tulang diperiksa dengan Dual X-ray Absorbtiometry DEXA dengan melihat skor Z.Hasil: Densitas mineral tulang yang rendah skor-Z

ABSTRACT
Background Systemic lupus erythematosus SLE is an autoimune disease affecting children with significant numbers of morbidity and mortality. One of risk factors for morbidity is chronic corticosteroid use. Child and adolescent with SLE are susceptible population for musculosceletal morbidity especially low bone mineral density and osteoporosis. Aim 1 To determine the occurence of low bone mineral density among children with SLE, 2 to describe the characteristics, incuding cumulative and daily doses of corticosteroid, body mass index, SLEDAI, and calcium and vitamin D intake among children with SLE, and 3 to describe bone metabolism laboratory paramaters including serum calcium, vitamin D, ALP, phosphorus, and cortisol among children with SLE receiving corticosteroid. Method A descriptive cross sectional study involving 16 children with SLE attending child and adolescent outpatient clinic Cipto Mangunkusumo Hospital during November December 2016. Data were recorded from patients rsquo medical records, scoring SLEDAI, performing laboratory examinations, and measuring calcium and vitamin D intakes. Bone mineral density was measured using DEXA and reported using Z score. Result Low bone mineral density accured among 7 16 patients. The mean total bone mineral density was 0,885 0,09 g cm2. Children with SLE receiving corticosteroid had low calcium 8,69 0,50 mg dL , vitamin D 19,3 5,4 mg dL , ALP 79,50 43,00 164,00 U L , morning cortisol level 1,20 0,0 10,21 ug dL , and calcium 587,58 213,29 mg d and vitamin D 2,9 0 31,8 mcg d intake. Patients with low bone mineral density tend to had higher cumulative doses of corticosteroid with longer treatment duration. Conclusion The occurence of low bone mineral density was observed among children with SLE receiving corticosteroid treatment. Low bone mineral density tend to occur among patients with higher cumulative doses and longer duration of corticosteroid treatment."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Seorang wanita usia 22 tahun datang dengan keluhan utama timbul bercak kemerahan dan rasa gatal pada wajah sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lainnya adalah timbul bengkak pada kedua tungkai, nyeri tenggorokan, dan batuk. Pasien sedang dalam pengobatan untuk lupus eritematosus sistemik dan tuberkulosis paru (sejak 12 hari yang lalu). Pada pemeriksaan fisik, pasien kompos mentis, hemodinamik stabil, dengan edema anasarka, lesi multipel makulo purpura yang tersebar pada tubuhnya, konjungtivis pada kedua mata, lesi multipel ulserasi di rongga mulut, dan tampak eritema pada mukosa genitalia. Hasil laboratorium menunjukkan anemia, lekopenia, hipoalbuminemia, proteinuria. Kami mencurigai pasien ini menderita sindrom Stevens Johnson akibat obat antituberkulosis. Selama perawatan, kami menghentikan pemberian obat antituberkulosis, dan memberikan metilprednisolon parenteral, serta terapi suportif lainnya. Pasien diizinkan untuk rawat jalan setelah terjadi perbaikan klinis dan dapat mobilisasi sendiri.

Abstract
A 22-year-old woman was admitted to the hospital because of 5-days history of redness and itch on her face. Additional complains were swelling on her feet, sore throat, and cough. Patient was on treatment for systemic lupus erythematosus and pulmonary tuberculosis (since 12 days). On physical examination, patient was alert, stable hemodynamic, anasarca edema, multiple purpuric macules lesion spread on her body, conjunctivitis of both eyes, multiple oral ulcers, erythema on genital mucosa. Laboratory results were anemia, leucopenia, hypoalbuminemia, proteinuria. We suspected this patient as Stevens Johnson syndrome due to tuberculostatic drugs. During treatment, we stopped the tuberculostatic drugs, and gave her parenteral methylprednisolone, with other supportive treatments. The patient was discharge after improvement of clinical condition and capable of self mobilization."
[Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Universitas Atma Jaya. Fakultas Kedokteran], 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>